You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan memperpanjang umur simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk (warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai ekonvomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu,

terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi. Di Indonesia peraturan mengenai penentuan penentuan umur simpan bahan pangan terdapat dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 dan PP No. 69 tahun 1999. Menurut Rahayu et al. (2003), terdapat 7 jenis produk pangan yang tidak wajib mencantumkan tanggal, bulan, tahun kadaluwarsa, yaitu: 1) buah dan sayuran segar termasuk kentang yang belum dikupas, 2) minuman yang mengandung alkohol lebih besar atau sama dengan 10% (v/v), 3) makanan yang dikonsumsi pada saat itu juga atau tidak lebih dari 24 jam setelah diproduksi, 4) cuka, 5) garam meja, 6)gula pasir serat 7)permen dan sejenisnya yang bahan bakunya hanya berupa gula ditambah flavor atau gula yang diberi pewarna. Menurut Institute of Food Science and Technologi (1974), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, tekstur, dan nilai gizi. Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal, dan umur simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan produk (Hariyadi 2004). Faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk antara lain, massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik. Sadler (1987) mengelompokan faktor yang mempengaruhi perubahan mutu produk pangan menjadi 3 golonga, yaitu energi aktivasi rendah

(2-15 kkal/mol), energi aktivasi sedang (15-30 kkal/mol), dan energi aktivasi tinggi (50-100 kkal/mol). Fakor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis. Tkriteria kadaluwarsa beberapa produk pangan dapat dtentukan dengan menggunakan acuan titik kritis. Perubahan kadar air merupakn faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan. Makin tinggi Aw, pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh. Sementara jamur tidak menyukai Aw yang tinggi. Mikroorganisme menghendaki aw minumum agar dapat tumbuh dengan baik yaitu untuk bakteri 0,90, khamir 0,80-0,90 dan kapang 0,60-0,70 (Winanrno 1992). Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh ketengikan akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan.

BAB II METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah gunting, solatip, label, plastik, dan incubator. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah wafer coklat. 2.2 Cara Kerja Wafer coklat 24 buah disiapkan Wafer diberi Label Wafer dibagi menjadi tiga suhu

30o

40o

50o

Disimpan selama 28 hari Diorlep setiap satu minggu sekali

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil

3.2. Pembahasan Menurut Institute of Food Science and Technology (1974), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk pangan. Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut dapat mutu lebih lanjut, seperti oksidasi lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya makin

banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi (Christian 1980). Pada praktikum pengujian umur simpan wafer, faktor-faktor yang dijadikan dasar dalam menentukan titk kritis yang adalah ketengikan atau oksidasi lipida atau ketengikan, kadar air, tekstur wafer dan perubahan unsur organoleptik. Salah satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan masa kedaluwarsa produk adalah waktu. Pada prakteknya, ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga masa kedaluwarsa, yaitu: 1) nilai pustaka (literature value), 2) distribution turn over, 3) distribution abuse test, 4) consumer complaints, dan 5) accelerated shelf-life testing (ASLT). Nilai pustaka sering digunakan dalampenentuan awal atau sebagai pembanding dalam penentuan produk pangan karena keterbatasan fasilitas yang dimiliki produsen pangan. Distribution turn over merupakan cara menentukan umur simpan produk pangan berdasarkan informasi produk sejenis yang terdapat di pasaran. Pendekatan ini dapat digunakan pada produk pangan yang proses pengolahannya, komposisi bahan yang digunakan, dan aspek lain sama dengan produk sejenis di pasaran dan telah ditentukan umur simpannya. Distribution abuse test merupakan cara penentuan umur simpan produk berdasarkan hasil analisis produk selama penyimpanan dan distribusi dilapangan, atau mempercepat proses penurunan mutu dengan penyimpanan. pada kondisi ekstrim (abuse test). Pada penentuan umur simpan berdasarkan komplain konsumen, produsen menghitung nilai umur simpan berdasarkan komplain atas produk yang didistribusikan.Untuk

mempersingkat waktu, penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan ASLT dilaboratorium. Dalam penentuan umur simpan ini, yang dihitung bukan umur simpan produk tersebut melainkan umur yang masih dapat digunakan oleh wafer tersebut karena wafer yang ini digunakan dalam pengujian ini bukan sempel yang baru keluar dari perusahaan tapi sampel yang telah ada di toko sehingga tidak diketahui sudah berapa lama sampel tersebut ada di toko tersebut dan kondisi penyimpanannya. Sampel ini tidak digunakan sampel yang baru keluar dari perusahaan karena sulit untuk mendapatkan sampel yang baru keluar dari prusahaan.

Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (34 bulan), namun ketepatan dan akurasinya tinggi. Kesempurnaan model secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh (dari metode ASS) dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi antara model yang satu dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi akibat ketidak-sempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah 2001). Pengujian wafer dilakukan selama 4 minggu dan disimpan dalam suhu 300C, 400C, dan 500C. Wafer diuji secara organoleptik baik rasa, aroma dan tekstur setiap seminggu sekali dalam jangka waktu empat minggu. Berdasarkan hasil analisis rekapitulasi pengujian wafer pada pengujian wafer dengan indikator kerusakan aroma yang disimpan pada suhu 250C umur simpan produk pada ordo nol adalah 2,0 bulan dan pada ordo 1 adalah 2,15 bulan, pada suhu 270C umur simpan produk pada ordo nol adalah 1,92 bulan dan pada ordo 1 adalah 1,9 bulan, dan pada suhu 300C umur simpan produk pada ordo nol adalah 1,70 bulan dan pada ordo 1 adalah 1,66 bulan. Berdasarkan indikator kerusakan tekstur yang disimpan umur simpan pada suhu 250C memiliki ordo 0 yaitu 4,80 bulan dan pada ordo 1 yaitu 6,45 bulan,pada suhu 270C memiliki ordo 1 yaitu 3.97 bulan dan ordo 1 yaitu 5,12 bulan, pada suhu 300C memiliki ordo 0 yaitu 3 bulan dan ordo 1 yaitu 3,64 bulan. Sedangkan berdasarkan parameter kerusakan rasa yang disimpan pada suhu 250C umur simpan pada ordo 0 adalah 6,53 bulan dan pada ordo 0 adalah 7,52 bulan, pada suhu 270C memiliki umur simpan pada ordo 0 adalah 5,27 bulan dan ordo 1 adalah 6,06 bulan, sedangkan pada suhu 300C memiliki umur simpan pada ordo 0 adalah 3,84 bulan dan pada ordo 1 adalah 4,41 bulan. Berdasarkan data tersebut kelompok kami memilih umur simpan kritis pada suhu 270C pada parameter aroma yang dapat digunakan dalam menentukan umur simpan wafer yaitu selama 1,92 bulan. Karena pada paremeter aroma terjadi penurunan mutu lebih cepat dibandingkan pada parameter mutu yang lain dan

pada suhu 270C hampir mendekati suhu ruang yang biasa terdapat pada warungwarung di masyarakat. Pada supermarket besar terdapat pendingin ruangan yang suhunya biasanya dibawah 270C, kelompok kami tidak memilih suhu kritis dibawah 270C ( yaitu 250C) karena pada suhu dibawah 270C tidak akan merusak bahan pangan tersebut tetapi memperpanjang umur simpan bahan pangan tersebut dan tidak semua konsumen menyimpan bahan pangan pada kondisi ekstem panas dan tidak semua konsumen menyimpan menyimpan wafer pada suhu refrigrator. Walaupun kami memilih suhu kritis 270C pada kemasan harus terdapat perintah Simpan di Tempat Yang Kering dan Sejuk karena jika disimpan pada suhu diatas 270C ( yaitu 300C) akan membuat bahan pangan tersebut cepat rusak dan akan mempersingkat umur simpan bahan pangan tersebut. Oleh karena itu akan lebih efisien jika memakai suhu kritis 270C dalam menentukan umur simpan wafer.

Laporan praktikum Mata Kuliah Pengemasan

Hari/Tanggal PJ Dosen Asisten

: Jumat /27 April 2012 : Ir. Dwiyuni Hastati DEA : Qotrun Nadaa R

PENDUGAAN UMUR SIMPAN


Kelompok 4, BP1 Suci Sari Ramadhani Ayu Dwi Aryanti Wisnu Agung A Dita Susanti J3E111108 J3E111063 J3E111140 J3E211151

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB 1V KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan Metode ASLT (accelerated shelf-life testing ) dapat digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan. Berdasarkan pengujian dan perhitungan umur simpan produk wafer dengan metode ASLT, urutan penurunan mutu paling cepat yang terjadi pada sampel wafer adalah parameter rasa, tekstur dan aroma. Umur simpan produknya yaitu selama 1,93 bulan setelah pembelian wafer tersebut. 4.2. Saran Kelompok kami menyarankan agar dalam label kemasan dicantumkan saran simpan di tempat sejuk, agar konsumen menyimpan wafer tersebut di refrigrator dan dapat memperpanjang umur simpan produk pangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

You might also like