You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG

Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.

B.

TUJUAN 1. 2. 3. Menyelesaikan tugas dari mata kuliah perawatan komunitas Menjelaskan terapi cairan pada lansia Menjelaskan terapi medik yang bisa diberikan pada lansia

C.

MASALAH 1. Apa saja jenis terapi cairan pada lansia 2. Apa saja masalah terapi cairan yang diberikan pada lansia 3. Apa saja tujuan dari pemberian terapi cairan

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi terapi cairan Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa dipenuhi oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan. Pada pasien-pasien yang mengalami syok karena perdarahan juga membutuhkan terapi cairan untuk menyelamatkan jiwanya. Untuk dehidrasi ringan, umumnya digunakan terapi cairan oral (lewat mulut). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, atau asupan oral tidak memungkinkan, misal jika ada muntah-muntah atau pasien tidak sadar, biasanya diberikan cairan melaui infus. Terapi cairan melalui infus dikerjakan mulai dari Rumah Sakit yang paling canggih sampai kunjungan rumah (home visit) yang diberikan oleh Paramedis s/d Dokter ahli. Ini merupakan bagian manajemen pasien dan salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan untuk menolong pasien.Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi syok dan menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi. bertujuan Untuk menggantikan volume cairan tubuh yang hilang sebelumnya, menggantikan cairan hilang yang sedang berlangsung dan mencukupi kebutuhan cairan sehari. Indikasinya antara lain: a. b. c. d. Kehilangan cairan tubuh akut Kehilangan darah Anoreksia Kelainan saluran cerna

B. Tujuan pemberian terapi cairan dijabarkan sebagai berikut : a. Teknik Pemberian Prioritas utama dalam menggantikan volume cairan yang hilang adalah melalui rute enteral / fisiologis misalnya minum atau melalui NGT. Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah cubiti. Pada anak kecil dan bayi sering

digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam atau kepala. Pemberian terapi cairan pada bayi baru lahir dapat dilakukan melalui vena umbilikalis. Penggunaan jarum anti-karat atau kateter plastik anti trombogenik pada vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih dari 3 hari sebaiknya menggunakan kateter besar dan panjang yang ditusukkan pada vena femoralis, vena cubiti, vena subclavia, vena jugularis eksterna atau interna yang ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau superior.

C. Jalur masuk Untuk Terapi Cairan


1. Enteral : Oral Atau Lewat Pipa Nasogastric 2. Parenteral : Lewat Jalur Pembuluh Darah Vena 3. Intraoseous : Pada Pasien Balita

D. Jenis Jenis Larutan Intravena Larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya (anion ditambah kation) kira kira 310 mEq/L. larutan dianggap hipotonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L dan hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya melebihi 375 mEq/L. 1. Cairan Isotonis Cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut membengkak. Komposisi cairan ini mungkin atau mungkin juga tidak mendekati komposisi CES. Larutan dektrosa 5% dalam air mempunyai osmolalitas serum sebesar 252 mOsm/L. Sekali diberikan glukosa dengan cepat dimetabolisasi, dan larutan yang pada awalnya merupakan larutan isotonis kemudian berubah menjadi cairan hipotonik. Dektrosa 5% dalam air terutama dipergunakan untuk mensuplai air dan untuk memperbaiki osmolalitas serumyang meningkat. Salin normal (0,9% natrium klorida) selain normal sering digunakan untuk mengatasi kekurangan volume ekstraseluler .meskipun disebut sebgai normal, selain normal hanya mengandung natrium dan klorida dan tidak merangsang CES secara nyata

larutan riger mengandung kalium dan kasium selain natrium klorida. Larutan riger lactate juga mengandung prekursor bikarbonat. 2. Cairan Hipotonik Salah satu tujuan dari larutan hipotonik adalah untuk mengantikan cairan seluler, karena larutan ini bersifat hipotois dibandingkan dengan plasma. Tujuan lainya adalah untuk menyediyakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh .infus larutan hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya deplesi cairan intravaskuler, penurunan tekanan darah, edema seluler, dan kerusakan sel. Larutan ini menghasikan tekanan osmotik yang kurang dari cairan ekstraseseluler 3. Cairan Hipertonik Jika dekstrosa 5% ditambahkan pada salin normal atau larutan Ringer, osmolalitas totalnya melebihi osmolalitas CES. Dekstrosa dengan konsentrasi yang lebih tinggi seperti dekstrosa 50% dalam air, diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan kalori. Laruta salin juga tersedia dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada CES. Larutan larutan ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke kompartemen ekstraseluler dan menyebabkan sel sel mengkerut. Jika diberikan dengancepat atau dalam jumlah besar, mereka mungkin menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulator dan dehidrasi.

E. FAKTOR-FAKTOR

YANG

DIPERHATIKAN

DALAM

PEMBERIAN

TERAPI CAIRAN INTRAVENA Dari Sisi Pasien Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi dan hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan kekuatan jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter. Dari Sisi Cairan 1. a. Kandungan elektrolit cairan Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl-, Ca++,

laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu banyak.

b.

Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus

sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing. 2. a. Osmolaritas cairan Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam

kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas yang dianjurkan adalah kurang dari 900 mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis (peradangan vena) b. Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan

melalui vena sentral. 3. a. Kandungan lain cairan Seperti disebutkan sebelum nya, selain elektrolit beberapa produk infus juga

mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa, maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida. b.
++

Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti

Mg , Zn++ dan trace element lainnya. 4. Sterilitas cairan infus.

Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain. Pada sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill dan non-overkill (bioburdenbased). a. Overkill: Pendekatan Overkill dilakukan untuk membunuh semua mikroba, dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit. Metoda ini sudah dikenal lebih dari satu abad yang lalu. Dengan cara ini, hanya cairan infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan gangguan hati. Selain suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.

b.

Non-overkill (bioburden-based) :sesuai dengan perkembangan kedokteran yang

membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.

Cairan infus yang dihasilkan oleh Otsuka Jepang termasuk PT Otsuka Indonesia mempergunakan pendekatan metoda Bioburden melalui proses dan teknologi sebagai berikut : A. 1. Bahan baku (Material) Penyediaan air demineralisata (deionized water), dengan system Reverse

Osmosis yang memenuhi syarat, dan penyediaan air untuk injeksi (water for injection) melalui unit distilasi bertahap (multi stage distillation unit) pada suhu 121140 oC yg bebas pirogen. 2. Bahan baku dengan beban mikroba dan endotoksin (pirogen) tidak melebihi

batas yang dipersyaratkan

F. Komplikasi Lokal 1. Infiltrasi Pergeseran jarum dan infiltrasi lokal dari larutan ke dalam jaringan subkutan bukanlah hal yang jarang terjadi. Infiltrasi ditunjukkan dengan edema disekitar tempat penusukan, ketidaknyamanan, dan rasa dingin di areainfiltrasi, dan penurunan kecepatan aliran yang nyata. Jika larutan yang dipergunakan bersifat mengiritasi, kerusakan jaringan dapat terjadi. 2. Flebitis Flebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristik dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di

daerah penusukan atau sepanjang vena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan. 3. Tromboflebitis Tromboflebitis mengacu pada adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Hal ini dikarateristik dengan adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar tempat penusukan atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis. Perawat termasuk menghentikan IV, memberikan kompres hangat, meninggikan ekstremitas, dan memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan. 4. Hemotoma Hemotoma terjadi sebagai akibat dari kebocoran darah ke jaringan di sekitar tempat penusukan. Hal ini dapat disebabkan karena pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum bergeser keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda tanda dan gejala dari hematoma termasuk ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusuka, dan kebocoran darah pada tempat penusukan. 5. Bekuan (clotting) Bekuan pada jarum merupakan komplikasi lokal yang lain. Hal ini disebabkan karena selang IV yang tertekuk, kecepatan aliran yang terlalu lambat, kantong IV yang kosong, atau tidak memberikan alairan setelah pemberian obat atau larutan intermiten. Tanda dan gejalanya adalah penurunan kecepatan aliran dan aliran darah kembali ke selang IV. Jika terjadi bekuan, jalur IV harus dihentikan. Perawatan terdiri dari tidak mengirigasi atau melakukan pemijatan pada selang, tidak mengembalikan aliran dengan meningkatkan kecepatan atau menggantung larutan lebih tinggi, dan tidak melakukan aspirasi bekuan dari kanul. Pada beberapa kasus urokinase (Abbokinase) disuntukkan ke dalam kateter untuk membersihkan bekuan yang diakibatkan oleh fibrin atau bekuan darah. G. Kebutuhan cairan pada lansia
Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitas. Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh,

mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal, dll. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan sendi. Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit karena untuk mengolah makanan dalam usus sangat dibutuhkan air, tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal dan timbullah sembelit. Air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, softdrink, alkohol, es, maupun sirup dan dianjurkan minimal kita minum air putih 1.5 sampai dengan 2 liter/hari. Minuman seperti kopi, teh kental, softdrink, alkohol, es, maupun sirup bahkan tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakitpenyakit tertentu seperti kencing manis, darah tinggi, obesitas, dan jantung. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia 1. Berat badan (lemak tubuh) cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan selsel lemak mengandung sedikit air, sehingga komposisi air dalam tubuh lansia kurang dari manusia dewasa yang lebih muda atau anak-anak dan bayi. 2. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan kemampuan untuk memekatkan urine, mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi. 3. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi individu untuk mentoleransi makanan-makanan tertentu. Lansia terutama rentan terhadap konstipasi karena penurunan pergerakan usus. Masukan cairan yang terbatas, pantangan diet, dan penurunan aktivitas fisik dapat menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan laksatif yang berlebihan atau tidak tepat dapat mengarah pada masalah diare. 4. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin mempunyai masalah dalam mendapatkan cairan (misalnya gangguan dalam berjalan) atau mengungkapkan keinginan untuk minum (misalnya penderita stroke). Kekurangan Cairan Pada Lansia Masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh, hal ini berhubungan dengan berbagai perubahan-perubahan yang dialami lansia, diantaranya adalah peningkatan jumlah lemak pada lansia, penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin dan penurunan rasa haus. Tanda-tanda utama kekurangan cairan pada lansia antara lain : Terjadi peningkatan suhu tubuh Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan (normal : 14 20 x/menit) Peningkatan frekwensi denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah, halus. Tekanan darah menurun. Terjadi penurunan jumlah urine

Jika terjadi kekurangan cairan juga akan nampak perubahan fisik pada lansia, antara lain : Kulit kering dan agak kemerahan. Lidah kering dan kasar. Mata cekung. Penurunan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba atau drastis. Turgor kulit menurun. Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kekurangan cairan yang dialami oleh seorang lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : Penurunan kesadaran Gelisah Lemah Pusing Tidak nafsu makan Mual dan muntah Kehausan (pada lansia kurang signifikan) Kelebihan Cairan Pada Lansia Selain masalah kekurangan cairan, seorang lanjut usia juga bisa mengalami kelebihan cairan, hal ini bisa berakibat buruk bagi kesehatannya. Berbeda atau berlawanan dengan kekurangan cairan, tanda-tanda kelebihan cairan pada lansia antara lain :

Terjadi penurunan suhu tubuh. Dapat terjadi sesak nafas. Denyut nadi teraba kuat dan frekuensinya meningkat. Tekanan darah meningkat. Peningkatan jumlah urine (jika ginjal masih baik). Juga akan nampak pada perubahan fisik pada lansia, antara lain :

Turgor kulit meningkat Edema Peningkatan berat badan secara tiba-tiba Kulit lembab Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kelebihan cairan yang dialami oleh seorang lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

Pusing Anoreksia / tidak nafsu makan Mual muntah

PEMANTAUAN STATUS CAIRAN PADA LANSIA 1. Tanda-tanda kekurangan cairan Tanda tanda vital
a. Terjadi peningkatan suhu tubuh b. Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan (normal : 14

20 x/mnt)
c. Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah, halus d. Tekanan darah menurun

Pemeriksaan Fisik :
a. Kulit kering dan agak kemerahan b. Lidah kering dan kasar c. Mata cekung d. Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastic e. Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat)

Perilaku :
a. Penurunan kesadaran b. Gelisah c. Lemah d. Pusing e. Tidak nafsu makan f.

Mual dan muntah

g. Kehausan (pada lansia kurang signifikan)

Terjadi penurunan jumlah urin 2. Tanda-tanda kelebihan cairan Tanda tanda vital
a. Terjadi penurunan suhu tubuh b. Dapat terjadi sesak nafas c. Denyut nadi teraba kuat dan frekuensinya meningkat d. Tekanan darah meningkat

Pemeriksaan fisik :
a. Turgor kulit meningkat (lansia kurang akurat) b. Edema c. Peningkatan BB secara tiba-tiba d. Kulit lembab

10

Perilaku :
a. Pusing b. Anoreksia / tidak nafsu makan c. mual muntah

Peningkatan jumlah urin (jika ginjal masih baik)

H. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia


1. Berat badan ( lemak tubuh ) cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan sel-sel lemak mengandung sedikit air, sehingga komposisi air dalam tubuh lansia kurang dari manusia dewasa yang lebih muda atau anak-anak dan bayi. 2. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan kemampuan untuk memekatkan urine, mengakibatkan kehilangan air yang lebih tinggi. 3. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi individu untuk mentoleransi makanan-makanan tertentu. Lansia terutama rentan terhadap konstipasi karena penurunan pergerakan usus. Masukan cairan yang terbatas, pantangan diet, dan penurunan aktivitas fisik dapat menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan laksatif yang berlebihan atau tidak tepat dapat mengarah pada masalah diare. 4. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin mempunyai masalah dalam mendapatkan cairan ( gangguan dalam berjalan ) atau mengungkapkan keinginan untuk minum (misalnya penderita stroke). I. Kekurangan Cairan Pada Lansia Masalah cairan yang lebih sering dialami lansia adalah kekurangan cairan tubuh, hal ini berhubungan dengan berbagai perubahan-perubahan yang dialami lansia, diantaranya adalah peningkatan jumlah lemak pada lansia, penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan urin dan penurunan rasa haus. Tanda-tanda utama kekurangan cairan pada lansia antara lain : 1. Terjadi peningkatan suhu tubuh

11

2. Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan ( normal : 14 20 x/menit ) 3. Peningkatan frekwensi denyut nadi ( normal : 60-100 x/menit ), nadi lemah, halus. 4. Tekanan darah menurun 5. Terjadi penurunan jumlah urine. Jika terjadi kekurangan cairan juga akan nampak perubahan fisik pada lansia, antara lain : 1. Kulit kering dan agak kemerahan 2. Lidah kering dan kasar 3. Mata cekung 4. Penurunan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba atau drastic 5. Turgor kulit menurun Selain perubahan yang nampak pada fisik, akibat kekurangan cairan yang dialami oleh seorang lansia bisa mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : 1. Penurunan kesadaran 2. Gelisah 3. Lemah 4. Pusing 5. Tidak nafsu makan 6. Mual dan muntah 7. Kehausan

J. Pemantauan Status Cairan Pada Lansia


Tanda-Tanda Kekurangan Cairan a. Tanda Tanda Vital 1) Terjadi peningkatan suhu tubuh 2) Dapat terjadi peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman pernafasan ( normal 14 20 x/mnt ) 3) Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi lemah, halus

12

4) Tekanan darah menurun b. Pemeriksaan Fisik 1) Kulit kering dan agak kemerahan 2) Lidah kering dan kasar 3) Mata cekung 4) Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastic 5) Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat) c. Perilaku 1) Penurunan kesadaran 2) Gelisah 3) Lemah 4) Pusing 5) Tidak nafsu makan 6) Mual dan muntah 7) Kehausan (pada lansia kurang signifikan)

13

You might also like