You are on page 1of 12

MEMAHAMI HUBUNGAN MASYARAKAT DALAM KOMUNITAS MADRASAH Oleh : Syamsuddin Rasyid NIM : 10 062 052 023 I. PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Secara kodrati, setiap manusia mempunyai naluri yang kuat untuk selalu hidup bersamasama dengan manusia lainnya. Naluri ini disebut gregariousness. Timbulnya naluri tersebut karena adanya dorongan/keinginan/kebutuhan biologis yang perlu pemuasan, antara lain: 1. Dorongan untuk makan dan minum agar tetap hidup, untuk itu diperlukan kerjasama dan bantuan orang lain. 2. Dorongan untuk mempertahankan diri. Jika seseorang terancam bahaya, maka akan lebih mudah mempertahankan diri dengan bekerjasama dengan orang lain. 3. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan memperoleh keturunan. Hal ini memerlukan pasangan dan kerja sama yang baik lewat perkawinan.[1]

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, manusia tidak daapat berusaha sendirisendiri secara terpisah, ia perlu berhubungan dengan manusia-manusia lainnya untuk meminta bantuan atau bekerja sama agar apa yang dibutuhkan bisa diperoleh lebih cepat dan lebih mudah. Dalam kehidupan bersama itulah, manusia dapat mengembangkan daya cipta, rasa, dan karsanya hingga maksimal dan membuat kepribadiannya secara wajar melalui proses hubungan/ interaksi masyarakat dimana ia berada. Dengan kata lain, manusia hanya akan menjadi manusia (manusia yang berkepribadian) jika ia hidup bersama di tengah-tengah manusia dan dididik oleh manusia dengan acuan nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku dalam lingkungannya. Oleh karena itu Aristoteles sejak 300 tahun SM menyatakan bahwa manusia adalah Zoon Politicon artinya manusia makhluk sosial.[2]

Dalam menjalin hubungan masyarakat, peranan interaksi sangat besar yang meliputi hubungan timbal balik antara dua pihak atau lebih yang saling mempengaruhi satu sama lain. Hubungan bisa terjadi antarindividu, individu dengan kelompok, atau eklompok dengan kelompok, bahkan antarmanusia engan lingkungan alam, sosial dan budayanya. Hubungan sosial/masyarakat dapat terjadi dalam sebuah lembaga kemasyarakatan. Salah satu lembaga kemasyrakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan Madrasah. B. Rumusan Masalah Madrasah sebagai suatu lembaga atau wadah perkumpulan orang-orang yang memiliki tujuan sangat diperlukan adanya hubungan antar manusia atau hubungan masyarakat. Dalam proses hubungan tersebut, bisa berjalan secara harmonis, tetapi tidak sedikit juga berjalan secara disharmonis, hal ini disebabkan oleh adanya konflik, pertentangan maupun persaingan. Berdasarkan latar belakang dan deskripsi tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: 1. Bagaimana konsep hubungan masyarakat? 2. Bagaimana eksistensi madrasah sebagai lembaga masyarakat? 3. Bagaimana hubungan masyarakat dalam komunitas madrasah? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui konsep hubungan masyarakat 2. Untuk mengetahui eksistensi madrasah sebagai lembaga masyarakat 3. Untuk mengetahui hubungan masyarakat dalam komunitas madrasah.

II PEMBAHASAN A. Pengertian Hubungan Masyarakat Hubungan masyarakat merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang berkaitan dengan hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok masyarakat yang lain.[3] Hubungan masyarakat adalah hubungan timbal balik antarindividu, antarkelompok atau antara individu dan kelompok yang saling mempengaruhi, Hubungan masyarakat dalam bentuk interaksi adalah syarat utama bagi terwujudnya aktivitas sosial dalam kehidupan sosial. Interaksi sosial bersifat dinamis dan bentuknya bisa positif atau negatif sehingga bisa menghasilkan perubahan-perubahan sikap dan perilaku bagi para pelakunya. Interaksi menjadi kunci dalam kehidupan bersama.[4] Menurut charles P. Loomis dalam Edy Purwito hubungan/ interaksi sosial memiliki empat ciri pokok, yaitu: 1. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang. 2. Ada komunikasi dua arah antar pelakunya. 3. Ada dimensi waktu, (masa lalu, sekarang dan yang akan datang) 4. Ada tujuan tertentu yang ingin dicapai sebagai hasil interkasi. Berlangsungnya suatu hubungan masyarakat didasarkan pada pelbagai faktor antara lain imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.[5] Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendirisendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila masing-masng ditinjau secara lebih mendalam, maka faktor imitasi misalnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam hubungan masyarakat. Salah satu sisi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif dimana misalnya yang ditiru adalah

tindakan-tindakan yang menyimpang, kecuali daripada itu imitasi juga dapat melemahkan bahkan mematikan pengembangan daya kreasi seseorang. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Jadi proses ini sebenarnya hampir sama dengan imitasi akan tetapi titik tolaknya berbeda. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda oleh emosi, dimana dapat menghambat daya berfikirnya secara rasional. Mungkin proses sugesti terjadi apabila orang yang memberikan pandangan adalah orang yang berwibawa atau mungkin karena sifatnya yang otoriter. Sugesti dapat pula terjadi jika yang memberikan pandangan atau sikap merupakan bagian terbesar dari kelompok yang bersangkutan atau masyarakat. Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, oleh karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar), maupun dengan disengaja oleh karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe tertentu di dalam proses kehidupannya, walaupun dapat berlangsung dengan sendirinya, proses identifikasi berlangsung dalam suatu keadaan dimana seseorang beridentifikasi benar-benar mengenal pihak lain (yang menjadi idealnya), sehingga pandangan, sikap maupun kaidah-kaidah yang berlaku pada pihak laintadi dapat melembaga dan bahkan menjiwainya. Nyatalah bahwa berlangsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam ketimbang proses imitasi dan sugesti walaupun ada kemungkinan bahwa pada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi dan atau sugesti. Simpati merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak laindan untuk bekerjasama dengannya. Inilah perbedaan utamanya dengan identifikasi yang didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai

kelebihan-kelebihan atau kemampuan-kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Proses simpati akan dapat berkembang didalam suatu keadaan dimana terdai faktor saling mengerti. Pada umumnya di dalam masyarakat ada 3 (tiga) bentuk hubungan masyarakat, yaitu: kerjasama (cooperation), persaingan(competition), dan pertikaian (conflict). Ketiga bentuk

hubungan masyarakat tersebut dirinci kembali dalam beberapa bentuk yaitu: akomodasi, asimilasi dan akulturasi.[6] 1. Kerjasama (cooperation) Kerjasama merupakan bentuk paling umum yang diinginkan oleh banyak pihak karena setiap orang/kelompok memiliki kecenderungan untuk hidup bersama, berkumpul dan bekerjasama untuk memenuhi kebutuhannya. Hubungan masyarakat dalam bentuk kerjasama berlaku dalam ruang dan waktu yang sangat luas dan merambah ke seluruh lapisan masyarakat serta meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Hubungan kerjasama sangat penting untuk mewujudkan kehidupan sosial yang teratur, tertib, aman, damai dan dinamis. Kerjasama bisa berlangsung secara spontan, kerjasama langsung (perintah atasan), kerjasama kontrak (koperasi) dan kerjasama tradisional (gotong royong, tolong menolong maupun kerukunan sosial).[7] Menurut Charles H. Cooley dalam Soerjono soekanto bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.[8] 2. Persaingan (competition) Persaingan adalah bentuk hubungan masyarakat, dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya sama-sama menginginkan sesuatu yang sangat berharga/berguna/penting atau memperebutkan sesuatu yang jumlahnya terbatas, tetapi belum sampai terjadi benturan fisik diantara mereka. Menurut Gillin dalam Soerjono Soekanto mendefinisikan bahwa persaingan adalah suatu proses sosial, dimana para individu atau kelompok manusia saling bersaing mencari

keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian publik dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekerasan.[9] Persaingan mempunyai dua tipe umum yakni yang bersifat pribadi misalnya dalam memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi, dan ada persaingan kelompok. Dalam kenyataannya persaingan dapat berakibat asosiatif atau bersifatdisasosiatif 3. Konflik (conflict) Pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan baik dalam ciri fisik, emosi, kebudayaan maupun pola-pola perilaku dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian. Perasaan memegang peranan penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut sedemikian rupa sehingga masing-masing pihak berusaha untuk saling menghancurkan. Pertentangan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancamandan/atau kekrasan. Sebab-sebab terjadinya pertentangan adalah:[10] a. Perbedaan antara individu-individu.

b. Perbedaan kebudayaan c. Perbedaan kepentingan

d. Perubahan sosial Pertentangan merupakan suatu proses disasosiatif akan tetapi sebagai bentuk proses sosial pertentangan dapat diarahkan ke dalam hal-hal positif. Pertentangan di dalam bentuk yang lunak dan dapat dikendalikan biasanya digunakan dengan sengaja dalam acara-acara diskusi maupun seminar untuk menemukan ide-ide yang ideal dan lebih baik. B. Eksistensi Madrasah sebagai lembaga sosial Kebutuhan manusia bermacam-macam, cara pemenuhan setiap kebutuhan harus diatur oleh lembaga tersendiri agar tidak saling berbenturan. Karena itu dibentuk berbagai lembaga yang sesuai dengan bidang kegiatannya, yaitu keluarga, ekonomi, politik, edukasi, agama, maupun budaya.

Lembaga dapat diartikan sebagai badan atau organisasi yang di dalamnya mengandung unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat agar terwujud suatu

ketertiban/keteraturan sosial. Untuk itu, di dalam lembaga diperlukan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Terbentuknya suatu lembaga diawali dari banyaknya jenis kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, tiap-tiap orang melakukan berbagai tindakan. Agar tindakan-tindakan tersebut tidak menimbulkan kekacauan, kerusakan dan kerugian orang lain, maka diperlukan adanya suatu badan beserta perangkat peraturannya yaitu lembaga. Berdasarkan berbagai kebutuhan tersebut maka di dalam masyarakat muncul lembaga-lembaga kemasyarakatan misalnya lembaga politik, lembaga pendidikan, lembaga ilmiah, lembaga keagamaan, lembaga kekerabatan.[11] Dalam tulisan ini yang akan dibahas adalah lembaga pendidikan dimana di dalamnya terdapat lembaga madrasah. Dalam sejarah Pendidikan Islam madrasah jika ditinjau dari segi derivasikatanya berarti belajar atau tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam). Pemakaian istilah madarasah secaradefinitive muncul pada abad ke 11 merupakan penjelamaan dari transformasi institusi pendidikan Islam dari mesjid ke Madrasah. Terkait dengan sejarah munculnya madrasah ada beberapa pendapat antara lain menurut Ali al-Jumbulati dalam Suwito dan Fauzan mengatakan bahwa madrasah yang pertama kali berdiri adalah Madrasah al-Baihaqiah di kota Nisabur yang didirikan oleh Abu Hasan al-Baihaqi (w.414 H), menurut hasil penelitian Richard Bulliet (1972) menyatakan bahwa madrasah yang pertama kali berdiri adalah Madrasah Miyan Dahiya yang mengajarkan fiqih Maliki di Nisapur, Abd. Al-Al (1977) menyatakan bahwa madrasah yang pertama adalah Madrasah Sadiyyah, pada masa pemerintahan Sultan Mahmud al-Ghaznawi (998-1030) sedangkan menurut Naji Maruf Madrasah pertama yang didirikan adalah madrasah yang berada dikawasan khurazan. Dari awal munculnya Madrasah, yang paling populer adalah Madrasah Nizam al-Mulk atau madrasah Nizamiyyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk seorang perdana menteri dinasti salajikah pada masa pemerintahan Sultan Alp-Arslan dan Sultan Maliksyah pada abad ke-5 H atau abad 11 M. Tepatnya pada tahun 459H/1067 M.[12] Menurut Mehdi meskipun madrasah

Nizamiyah bukan merupakan madrasah pertama dalam Islam, tetapi ia merupakan sistem madrasah pertama yang didirikan oleh negara dan sunni. Madrasah Nizamiyah merupakan lembaga pendidikan resmi dimana pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan-tujuannya, kurikulumnya, memilih guru dan memberikan dana kepada madrasah.[13] Dalam konteks Indonesia lahirnya madrasah tidak bisa dilepaskan dari pendidikan pesantren yang sudah ada sejak Islam masuk kenegeri ini. eksitensi madrasah dalam tradisi pendidikan Islam di Indonesia tergolong fenomena modern yang dimulai sekitar abad ke-20 sebagai reaksi terhadap sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada saat itu maupun bagian dari gerakan pembaharuan Islam di Indonesia yang memiliki kontak cukup intensif dengan pembaharuan di timur tengah,[14]Lembaga Madrasah lahir dari interaksi misi pendidikan Islam dengan tradisi timur tengah modern,[15] Dalam perkembangan selanjutnya madrasah menjadi bagian dalam sub sistem pendidikan nasional. Madrasah diintegrasikan dengan UUSPN No. 2/1989 yang mengatur tentang semua jalur dan jenjang pendidikan termasuk pendidikan keagamaan dengan mensejajarkan sekolah umum dengan madrasah.[16] Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 15, pasal 17, dan 18 kembali menegaskan kedudukan madrasah sebagai bahagian dari sistem pendidikan nasional.[17] Madrasah adalah sekolah umum bercirikhas agama Islam yang dikelola oleh Departemen Agama (Baca sekarang Kementerian Agama)[18] Berdasarkan pengertian lembaga maupun proses munculnya madrasah, maka madrasah adalah bahagian dari lembaga kemasyarakatan dalam bidang pendidikan. C. Hubungan Masyarakat dalam Komunitas Madrasah Sebagai suatu institusi atau lembaga, madrasah memiliki berbagai unsur antara lain ada orang-orang, ada kerjasama dan ada tujuan yang hendak dicapai. Orang-orang yang berada dalam suatu madrasah tergabung dalam komunitas madrasah yang secara intern atau terlibat secara langsung meliputi: Kepala Madrasah, komite, Guru, pegawai TU, Penjaga sekolah maupun peserta didik. Adapun komunitas madrasah secara eksternal termasuk pemerintah, orang tua siswa, maupun masyarakat secara umum.

Dalam mencapai fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas yaitu : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[19] Untuk mencapai fungsi dan tujuan tersebut, maka dibutuhkan unsur kerjasama antar komunitas madrasah. Kerjasama juga akan melahirkan kehidupan sosial yang teratur, tertib, aman, damai dan dinamis. Kerjasama bisa berlangsung secara spontan, kerjasama langsung (perintah atasan), kerjasama kontrak (koperasi) dan kerjasama tradisional (gotong royong, tolong menolong maupun kerukunan sosial). Kerjasama dapat terjadi apabila masing-masing subyek dalam komunitas madrasah mengerti dan memahami tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi). Tidak

melakukan overlapping atau mengurusi sesuatu yang bukan menjadi tugasnya tanpa perintah baik dari atasan maupun dari pemilik tugas yang sebenarnya. Kerjasama dalam mencapai tujuan lembaga akan terjadi jika dalam komunitas madrasah tersebut terpelihara ukhuwah, saling menghormati dan menghargai. Sikap-sikap seperti ini seharusnya menjadi budaya dalam komunitas madrasah, alasannya pertama karena madrasah adalah lembaga pendidikan yang harus mencerminkan perilaku mendidik baik dalam arti sempit sebagai proses pengajaran maupun secara luas sebagai tauladan kepada semua

pihak. Kedua madrasah merupakan simbol lembaga keagamaan yang mengajarkan nilai-nilai agama yang semuanya bermuara kepada kebaikan, kedamaian, maupun nilai-nilai yang lain. Kesadaran terhadap ukhuwah Islamiyah mencerminkan rasa persahabatan, persaudaraan, cinta kedamaian atau mendahulukanishlah, kerukunan, solidaritas, musyawarah dan toleransi yang dilakukan oleh sesorang kepada orang lain.[20] Dalam ukhuwah berpadu atau mengintegritas perasaan saling mencintai sesama manusia, tidak menjadikan saudaranya sebagai musuh yang harus disingkirkan serta menempatkan kemaslahatan di atas pribadi maupun golongan, selain itu tidak ada lagi keinginan untuk menjegal hak-hak saudaranya serta kemajuan yang dicapai

individu lain. Kemajuan yang dicapai pihak lain dijadikan cambuk untuk merekonstruksi jatidirinya. Akan tetapi dalam realitas sosial tidak dapat dinafikkan bahwa dalam komunitas madrasah sering terjadi disharmonisasi, disintergrasi, sebagai proses disosiatif atau

Oppositional processyang berarti cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia dalam mencapai tujuan tertentu. Adapun proses disosiatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu : persaingan (competition), kontravensi[21], maupun pertentangan dan

pertikaian (konflict).[22]Kesemua persoalan-persoalan tersebut hanya akan menghambat tujuan lembaga madrasah pada khususnya, bahkan tidak sedikit lembaga madrasah yang mempunyai proses disosiatif mengakibatkan antipati masyarakat sehingga kurang diminati dan pada akhirnya, berakibat pada penutupan madrasah. Apabila gejala-gejala ini mulai muncul, maka peran dan fungsi manajemen (kepemimpinan) madrasah sangat dibutuhkan. Fungsi dan peranan kepemimpinan dapat diwujudkan antara lain dengan cara bersikap adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sumber inspirasi dan mau menghargai.

A. 1.

2.

3.

B.

III PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka sebagai kesimpulan adalah sebagai berikut: Hubungan masyarakat merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis bisa positif dan negatif yang berkaitan dengan hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, antara kelompok dengan kelompok masyarakat yang lain. Terbentuknya suatu lembaga diawali dari banyaknya jenis kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Berdasarkan berbagai kebutuhan tersebut maka di dalam masyarakat muncul lembagalembaga kemasyarakatan lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat madrasah Hubungan masyarakat dalam komunitas madrasah idealnya dapat berjalan harmonis melalui proses kerjasama dan ukhuwah, namun juga sering terjadi disharmonisasi. Maka dibutuhkan kesadaran serta peran manajemen dalam komunitas madrasah tersebut Saran-saran Tugas Madrasah sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan perlu menjadi contoh dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan kesadaran dari komunitas madrasah untuk mampu mengaktualisasikan diri dalam peran dan tugas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Arifin, Anwar, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam UU Sisdiknas, Cet III, Jakarta : Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003 Mukhtar, Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya,Cet III, Jakarta:logos wacana Ilmu, 2001 Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Surabaya risalah Gusti, 2003 Nata, Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam,Bandung:Angkasa, 2003 Philipus, Ng. dan Aini, Nurul, Sosiologi Dan Politik, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2009 Purwito, Edy, Dinamika Sosilogi, Surakarta:Widya Utama, 2004 Soekanto, Sorjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Cet.34, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002 Suwito, et.al. Sejarah Sosial Pendidikan islam Cet.II, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008 Wahid, Abd., Islam di Tengah Pergulatan Sosial,Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya, 1993 Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Cet III, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993

http://syamsuddinrasyid.blogspot.com/2012/03/sosiologi-pendidikan-islam.html 23.oo

You might also like