You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

UROLHITIASIS RUANG KENANGA RSUD Prof. Dr. MARGONO

SOEKARDJO PURWOKERTO

Oleh: SEFI RACHMA AFIANTI S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi. Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap

(idiopatik).Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Purnomo, 2000).

2. Tujuan a. Tujuan Umum: Untuk mengetahui gangguan pada klien urolithiasis. b. Tujuan Khusus: a. Untuk mengetahui definisi atau pengertian urolithiasis. b. Untuk mengetahui etiologi urolithiasis. c. Untuk mengetahui faktor pencetus/presipitasi urolithiasis.

d. Untuk mengetahui patofisiologi urolithiasis. e. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari urolithiasis. f. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan penunjang untuk urolithiasis. g. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan urolithiasis. h. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dengan adanya urolithiasis. i. Mengetahui rencana asuhan keperawatan untuk pasien urolithiasis.

B. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di trakus urinarius. Urolithiasis merupakan penyakit yang salah satu tanda gejalanya pembentukan batu di dalam saluran kemih.

2. Etiologi Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, meliputi: 1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. 2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. Faktor ekstrinsik, meliputi: 1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu) 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih. 5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

3. Faktor Pencetus/Presipitasi 1. Ginjal Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu. 2. Immobilisasi Kurang gerakan tulang dan musculoskeletal menyebablan penimbunan kalsium. Peningkatan kalsium diplasma akan meningkatkan pembentukan batu. 3. Infeksi Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti pembentukan batu. 4. Kurang minum: sangat potensial terjadi timbul nya pembentukan batu. 5. Pekerjaan: dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya

pembentukan batu dibandingkan pekerjaan seseorang buruh atau petani. 6. Iklim: tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya daerah tropis menyebabkan banyak keluar keringat akan mengurangi produksi urin. 7. Diuretic: protein mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya batu saluran kemih.

8. Makanan: kebiasaan mengkonsumsi makan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang polong, kacang tanah, dan coklat. Tinggi purin seperti ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti bayam, seledri, kopi, the, dan vitamin D.

4. Patofisiologi Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu. Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu. Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.

Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.

5. Tanda dan Gejala a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. b. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal. c. Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan. d. Batu di piala ginjal e. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral. f. Hematuri dan piuria dapat dijumpai. g. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis. h. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal, dan muncul mual dan muntah. i. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala

gastrointestinal ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar. j. Batu yang terjebak di ureter: menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. k. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar. l. Hematuri akibat aksi abrasi batu. m. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm. n. Batu yang terjebak di kandung kemih: biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri.

o. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.

6. Pemeriksaan Penunjang Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka

7. Pathway Lampiran

8. Pengkajian Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik: Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: 1. Aktivitas/istirahat: Gejala: Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama) 2. Sirkulasi Tanda: 3. Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

Eliminasi Gejala:

Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya Penrunan volume urine Rasa terbakar, dorongan berkemih Diare

Tanda: 4. Oliguria, hematuria, piouria Perubahan pola berkemih

Makanan dan cairan: Gejala: Mual/muntah, nyeri tekan abdomen Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup

Tanda: 5. Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus Muntah

Nyeri dan kenyamanan: Gejala: Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan) Tanda: Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6.

Keamanan: Gejala: Penggunaan alkohol Demam/menggigil

7.

Penyuluhan/pembelajaran: Gejala: Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme

Penggunaan

antibiotika,

antihipertensi,

natrium

bikarbonat,

alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

9. Diagnose Keperwatan Yang Mungkin Muncul 1. Nyeri akut b.d agen injury biologi 2. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi anatomic 3. Risiko Infeksi b.d pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat ditandai dengan pemasangan kateter

10. Rencana Asuhan Keperawatan No 1 Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Manajemen Nyeri: 1. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. 2. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) 3. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri dan atur posisi pasien senyaman mungkin. 4. Kolaborasi medis untuk pemberian analgesik dan analgetik Rasional 1. Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program 2. Istirahat sangat dibutuhkan untuk meminimalisir rasa nyeri. 3. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi 4. Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. 5. Analgetik dapat menghilangkan rasa nyeri

Nyeri akut b.d agen injury Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mampu: biologi Skala Skala Indikator Awal Target Rasa nyaman pasien meningkat Pasien melaporkan nyeri berkurang Pasien tidak menampakkan ekspresi menahan nyeri Keterangan: 1. Keluhan Ekstrim 4. Keluhan ringan 2. Keluhan berat 5. Tidak ada keluhan 3. Keluhan sedang

Gangguan eliminasi urin Setelah dilakuakan tindakan keperawatan Manajement eliminasi 1.Membandingkan b.d obstruksi anatomik. selama 3x24 jam klien mampu: urin : apakah ada perubahan 1. Monitor eliminasi urin pola berkemih. Skala Skala Indikator termasuk frekuensi, Awal Target 2. Kandung kemih yang konsistensi, bau, Eliminasi urin tegang disebabkan volume dan warna Konsistensi urin sumbatan 2. Kaji keluhan distensi karena Pengetahuan kateter. kandung kemih tiap 4 Keterangan: jam 3.Untuk mengetahui 1. Keluhan Ekstrim 4. Keluhan ringan 3.Ukur intake output keseimbangan cairan 2. Keluhan berat 5. Tidak ada keluhan cairan. 3. Keluhan sedang 4.Untuk mengetahui 4. Kaji warna dan bau fungsi ginjal. urine dan nyeri. melancarkan 5. Anjurkan klien untuk 5.Untuk minum air putih 2 Lt urine /sehari , bila tidak ada kontra indikasi. Risiko Infeksi b.d Setelah dilakuakan tindakan keperawatan Perawatan tempat insisi: 1. Mengintervensi pertahanan tubuh primer selama 3x24 jam klien mampu: tindakan selanjutnya. 1. Kaji dan laporkan yang tidak adekuat suhu tanda dan gejala 2. Peningkatan ditandai dengan menandakan adanya Skala Skala infeksi luka (demam, Indikator pemasangan kateter. infeksi. Awal Target kemerahan, bengkak, 3. Menghindarkan Insisi kering dan nyeri tekan dan pus) infeksi. penyembuhan mulai terjadi 2. Kaji suhu. 4. Menghindari infeksi Drainase dan selang kateter silang 3. Anjurkan klien untuk bersih Keterangan: menghindari atau 1. Tidak pernah menunjukan menyentuk insisi.

2. 3. 4. 5.

Jarang menunjukan Kadang-kadang menunjukan Sering menunjukan Selalu menunjukan

4.

Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan perawatan luka.

DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarths (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC. Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta

You might also like