You are on page 1of 9

Mengapa FEED dulu tidak langsung ke Detail Engineering?

"Maretdhioko, (Ma'aden)"imam.maretdhioko@worleyparsons.com Imam

Dear rekan milis, Rekan-rekan bisa membantu menjawab kenapa dibutuhkan FEED dahulu sebelum ke kontrak EPC? Apakah untuk memperoleh estimasi cost sebuah project untuk mendapat approval dari BPMIGAS atau badan lainya. FEED sendiri tingkat keakuratan 20% dari total cost. Mengapa tidak langsung kontrak ke detail design? Dengan langsung ke detail design bisa menghemat cost untuk melakukan FEED dan tingkat keakuratanya lebih tinggi. Karena kecenderunganya kontrak setelah fase FEED adalah LSTK untuk EPC contractor yang dimana semua resiko ditanggung EPC contractor namun bisa saja terjadi change management. firdauzi hata firdauzihata@yahoo.com Pak Imam, Di perusahaan saya, FEED (project definition) merupakan satu tahapan yang harus dijalani untuk suatu development project. Internal perusahaan kami mempunyai kebijakan sendiri dimana suatu development project selain harus mendapat persetujuan dari BP MIGAS tapi juga harus mendapatkan persetujuan dari kantor pusat kami di Paris. FEED didefinisikan sebagai gabungan dari appraisal design/conceptual study dan Pre-project study dimana akurasi dari cost estimate berkisar antara 15%-20%. Dalam proses itu kami melakukan pengurangan uncertainties factor dan memaksimalkan semua peluang untuk optimasi biaya. Kisaran biaya dari FEED biasanya 1%-1.5% total initial cost estimate, tapi dengan melaksanakan proses ini kami menghindari terjadinya perubahan SOW yang lebih besar di kemudian hari. Jadi prespektif ekonomi masih menguntungkan. Mungkin rekan2 milis bisa menambahkan lebih banyak mengenai masalah ini, sebab saya juga masih terhitung baru berurusan dengan masalah ini. Semoga dapat membantu.

Maretdhioko, Imam imam.maretdhioko@worleyparsons.com Memang betul Client memerlukan basis design/FEED. Berikut tingkat keakuratan estimasi.

(Ma'aden)

Saya ingin mengambarkan sedikit pada tahapan bidding client mengeluarkan ITB yang dasarnya dari FEED untuk kontraktor dan sebagai dasar client sendiri telah melakukan owner estimate mengacu kepada document FEED dengan akurasi 20%.Kemudian dalam waktu beberapa minggu document tender dikembalikan lagi ke Client. Dimana EPC contractor mempunyai waktu yang singkat untuk mereview dan memenuhi spesifikasi dari owner. Bilamana harga EPC contractor lebih dari owner estimate akan dilakukan re-tender dll. Kemudian setelah award yang biasanya dinilai dari harga terendah kontraktor tesebut menang dengan kontrak LSTK (Lump Sump Turn Key). Saya melihatnya begini: 1. Kontraktor melakukan review doc secara singkat, dan kadangkadang berbeda pandangan mengenai apa yang dimau oleh owner. 2. Kontraktor banting harga di bawah owner estimate yang notabene belum akurat menjadi pemenang, sehingga pada saat project berjalan untuk mengakali biar gak rugi ya dengan change order dan sebagainya. 3. Saya melihat dari segi owner enak tidak terlalu resiko karena kontrak lumpsump, ya mungkin kalo kontraktornya "cerdik" ya seringsering review variation order untuk mentransfer kembali resikonya. Dari uraian diatas mengapa tidak dilakukan kontrak strategi seperti Client melakukan tender detail engineering dulu yang dasarnya dari FEED sehingga OE lebih akurat untuk fase PC. Setelah itu kemudian dilakukan tender Procurement dan Construction sehingga tidak banyak terjadi change management. Dan itu yang mendasari pertanyaan saya mengapa tidak langsung ke detail engineering package. FEED bisa dilakukan saja oleh client secara internal kalau tidak ada source bisa ke consultant. kristiawan kristiawan_jkt@yahoo.com

Pak Imam, Mau ikut nimbrung. Bagi Client, advantage kontrak EPC adalah detail engineering dan pekerjaan konstruksi dilakukan oleh satu perusahaan sehingga : - kontraktor punya implied warranty (walaupun umumnya tertulis di kontrak) bahwa hasil pekerjaannya akan fit for the purpose. - kontraktor bertanggung jawab thd constructability dari designya dan bisa melakukan fast track. Kalau Client melakukan engineering sampai detail, artinya yang akan dilakukan adalah tradisional lump sum kontrak ( kontrak design & konstruksi dipisah ) bukan EPC. Tiap metode kontrak memang ada untung ruginya sendiri, Client akan memilih mana yang paling sesuai. Tampaknya concern Pak Imam ada di proses bidding. Mengacu ke standar kondisi kontrak dari FIDIC, ada 2 model kontrak untuk pekerjaan dimana design dilakukan oleh kontraktor : FIDIC Silver Book untuk EPC Kontraktor harus punya waktu cukup untuk mereview / verifikasi / hitung ulang semua data yang diberikan oleh Client, sebelum submit proposal. Kesalahan prelim design di FEED atau kesalahan data kondisi lapangan di dokumen kontrak harus termasuk dalam harga penawaran lump sum kontraktor. Client cuma interested bahwa hasil pekerjaan akan fit for the purpose. Konsekwensinya mereka harus bayar lebih mahal karena risk contingency kontraktor akan lebih besar. FIDIC Yellow Book untuk Plant Design & Build Standard contract condition ini lebih longgar. Kalau misalnya soil data di kontrak tidak sesuai dg lapangan, kontraktor akan berhak dapat kompensasi ( variation work ). Kontraktor juga diberi jangka waktu tertentu setelah contract signing untuk review kalkulasi yang diberikan Client (FEED). Selama periode ini, kalau ditemui kesalahan di FEED yang punya cost / time impact, kontraktor juga berhak dapat variation work. Kondisi kontrak FIDIC dikenal fair untuk kedua pihak ( Kontraktor & Client ), tinggal bagaimana Client memilih kondisi kontrak yang paling tepat. Saya kira untuk proyek EPC, kontraktor akan sangat berhati-hati menghitung resiko pekerjaan sehingga kemungkinan banting harga lebih kecil. Soal kontraktor rajin buat variation proposal, saya rasa wajar karena penawaran harga lump sum dibuat berdasar scope /

conditions / time limit tertentu. Kalau secara contractual memang berhak, mestinya tidak ada masalah dengan usulan variation dari kontraktor. roeddy setiawan roeddyes2001@yahoo.com Dear Pak Maretdhioko, Imam (Ma'aden)", oh kesini arahnya, wah kurtang tahu pak yang kaya beginian sih rasa rasa nya engak oernah deh melakukan kecurangan. kalau dari kaca mata owner sekali kita tulis expenditure, kita stik dengan itu, kalau yang pak imam cari sih , buat info auditor setelah project selesai atau gedung bundar gitu paki roeddy setiawan roeddyes2001@yahoo.com Dear Pak Maretdhioko, Imam (Ma'aden), Pertanyaan yang bagus pak, sayangnya untuk pertanyaan yang baik ini jawaban nya macam macam jadi ini sudah di tingkat fuzy logic barangkali, exact solution seperti solusi dr persamaan diff sudah kurang layak. dan ngak kepake Kalau dari kaca mata owner ada be berapa issue. yang pertama tentunnya timing dan cost of money. kita lakukan feed bisa dikerjakan inhouse bisa juga dilemparkeluar.. ,study yang terbatas, kesalahan 40 -30 % ok ., waktu yang singkat. secara corporate di tempat owner project tersebut boleh dibilang belum pasti mau ketimur apa ke utara, Tapi kelompok facilities&engineering kan harus pintar meramal dan adaptif, (kan real work dari mulai afe ditulis sampai facilities diserahkan ke operation jarang yang kurang dari tiga tahun lag nya, untuk project yg lebih besar bisa lima tahunan) kalau mereka nunggu kelompok drilling&Exp selesai kan disorakin itu facilities, kemana saja katanya.bisa bisa tunggu lima tahun setelah mereka selesai kerja facilities untuk saprod baru mau dibikin kan ngak lucu. nah feed tersebut benjol nya ganti ganti sesuai dg hasil konsolidasi dr facililities vs exp/drilling. kan kalau mau lebih extreem lagi kita bisa bilang gini , ini standard untuk facilities 50,000 bbl oil da dda aaf abcdefg semua disebut spec mulai dari plot plan, bill of material piping ,electrical sampai model matematis yang bisa di tonton real time nplus operator training. Ini standard yang 100,000 bbl oil ddad dazcf zfaz cmn sama.

ini standard well negara ontorejo ja ja ja semua di sebut nya barang siapa kontarktor mau deviate dari standard ngomong dulu sama ane, kalu engak tidak cost recovery da vda vada . jadi kan enak tiap kps negara ontoloyo ini tingal datang ke bpmogas mau yang 50,000 onshore atau 50,000 submersible terserah semua ada dilaci tinggal ambil. kalu sudah begini kan bagus cuman tidak ada rekruitment baru untuk waktu yang lama. dan tidak akan ada perguruan tingi yang buka jurusan engineereing. salam dengan kelompok explorasi drilling.. jadi tiap kali ada konsolidasi paling tidak fuzy logicnya keluar. kalau langsung detail design, yang design kan kan minta parameter buat design, banyak sekali pertanyaan yang mesti ada untuk design basis, yang owner belum tentu punya .

Akh. Munawir amunawir@gmail.com Malahan kadang2 spt ini : Pre-FEED --> FEED --> EPCI --> Commisioning & Start up. Selain karena faktor regulasi, dibutuhkannya tahapan sebelum EPCI itu, ada beberapa pertimbangan/tujuan yg melatar belakanginya : 1. Pemilihan teknologi yg akan dipakai (sangat berpengaruh pada --> Cost/investasi, facility lifetime, production efisiensi, ..etc) 2. Estimasi cost (ngitung modal untuk EPCI phase) 3. Estimasi schedule (brpa lama EPCI & kapan br bisa produksi shg menghasilkan uang (balik modal+untung) 4. Basis design & rough engineering/design. 5. ...... etc.

Administrator Migas ranirama@centrin.net.id Pertanyaan yang menarik. Sebenarnya masalah ini sudah pernah diseminarkan oleh KMI pada tanggal 28 Juli 2006 "Project Management I". Di bawah ini saya sampaikan sedikit materi presentasi yang

berhubungan dengan FEED. Silahkan didiskusikan lebih lanjut karena para presenter dari BPMIGAS ikut memonitor Milis Migas Indonesia. Oh ya, jadi lupa. Softcopy dari Seminar Project Management I & II belum saya share yah ke anggota milis semuanya. OK, nanti kalau ada waktu akan saya upload di www.migas-indonesia.net agar bisa didownload oleh anggota Milis Migas Indonesia. FUNGSI PENGAWASAN MANAJEMEN PROYEK (Sasaran 3 Blue Print BPMIGAS)

Biaya kegiatan Conceptual Engineering hingga FEED (Basic Design s/d Optimisasi) relatif rendah dibandingkan biaya keseluruhan Proyek. Di sisi lain, keputusan yang diambil pada tahap awal ini akan sangat mempengaruhi lingkup teknis dan biaya keseluruhan Proyek. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi BPMIGAS untuk melakukan pengawasan sejak di tahap paling awal dari Proyek (karena keputusan pada tahap ini akan sangat mempengaruhi jalannya Proyek), hingga ke tahap paling akhir yaitu EPCI (karena sebagian besar biaya Proyek dibelanjakan pada tahap ini)

EVALUASI LINGKUP DAN BIAYA PROYEK

Peran yang diemban Divisi Operasi Fasilitas dan Konstruksi pada tahap eksplorasi lebih bersifat mendukung dan memberikan masukkan pada kegiatan kajian kelayakan (teknis dan biaya) suatu usulan/revisi pengembangan lapangan untuk penyusunan POD.

Pada saat POD telah disetujui, Divisi Operasi Fasilitas dan Konstruksi menjalankan fungsi sbb: 1. 2. 3. Memberikan masukkan pada evaluasi AFE Memberikan masukkan pada evaluasi Rencana Lelang Memberikan masukkan pada evaluasi Usulan Pemenang Lelang

4. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap WP&B terkait kegiatan konstruksi (fasilitas baru, modifikasi, refurbishment, dan replacement)

5. Mengkoordinir pengawasan teknis pada proyek-proyek Engineering dengan Divisi Jianbang, EPT, Operasi Penunjang, Operasi Lapangan, dan Divisi terkait lainnya. 6. Mengkoordinir pengawasan manajerial pada pelaksanaan proyekproyek EPCI dengan Divisi PMA, Jianbang, EPT, Operasi Penunjang, Operasi Lapangan, dan Divisi terkait lainnya. 7. Melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah terkait aktifitas Proyek 8. POD Memberikan masukkan pada evaluasi PLK, revisi AFE, dan revisi

9. Mengkoordinir evaluasi laporan AFE Close-Out dengan Divisi PMA, Pengendalian Finansial, Jianbang, EPT, Operasi Penunjang, Operasi Lapangan, dan Divisi terkait lainnya. KONTRIBUSI ANTAR-DIVISI PADA RANTAI PENGEMBANGAN LAPANGAN

Produksi

Alex Iskandar axlpce@gmail.com Dear milis Migas.. Menarik pak Budi, karena hampir semua oil company menerapkan step2 seperti ini Perlu saya tambahkan, dari phase2 tersebut ada "decission gate" yang menyatakan "Go or no Go" terutama sekali dari tahap konseptual (Conceptual Engineering) ke FEED dan dari FEED ke EPCI Memang exhausted, namun tahapan ini memberikan kepastian kepada project itu sendiri.. Sehingga bisa jadi setelah conceptual engineering / FEED dilaksanakan karena adanya decission gate tersebut, maka project tidak jadi dilaksanakan karena berbagai faktor (economic, technolgy dll) Intinya phase2 tersebut di buat untuk menyiapkan proyek dapat berjalan lancar pd tahap eksekusi tanpa adanya banyak perubahan (change order, cost ) dll Dan hal ini sudah merupakan "best practices" yang dilaksanakan oleh Oil & Gas Co. , dan telah juga telah diteliti secara khusus yg dilaksanakan oleh IPAinstitute (Independent Project Analysis) http://www.ipainstitute.com/home/publications/pdf/ipa_research.pdf FYI bahkan mereka menawarkan kursus tentang hal ini http://www.ipainstitute.com/home/programs/description/gatekeepers. aspx Namun berhubung karena hal ini menjadi "company propetiary", dan tidak "ethis" disampaikan secara terbuka di milis ttg step yang dilaksanakan pd tempat saya bekerja. Namun ada beberap link di intranet yg dapat menambah wacana ttg mengapa perlu adanya phase2 tersebut, dan kurang lebih sama dengan apa yg kami laksanakan , http://www.statoil.com/fin/nr303094.nsf/Attachments/StatoilSiteVisitAu g2004/$FILE/Tor%20Torsoy.pdf http://www.apegga.org/members/Presentations/AC07/Lavingia1-How %20to%20Create.ppt http://www.pmi-wcc.org/presentations/5-902/Global_Project_Management.ppt

You might also like