You are on page 1of 13

Kata Pengantar

Puji dan Syukur Kami Panjatkan ke Hadirat Allah SWT. karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dan Guru-guru pembimbing dalam masalah yang mungkin terjadi sewaktu-waktu. Adapun yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah Sekolah Sebagai Lembaga Pembantu Mengakhiri Konflik. Dalam penyusunan makalah ini, tentu saja kami banyak mendapat tantangan dan hambatan, akan tetapi dengan kerjasama kelompok yang selaras dan juga atas bantuan dari berbagai pihak, tantangan itu dapat teratasi. Olehnya, kami sangat bangga dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan, semoga hasilnya pun sesuai dengan yang kami harapkan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca dan Guru Pembimbing khususnya kepada Guru Mata Pelajaran yang bersangkutan, Bpk. Jufirson, S.Pd. yang tentu sangat kami harapkan sebagai penyempurnaan dan bahan pembelajaran kedepannya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Kutawaringin, November 2012

Kelompok Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa /murid di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistempendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Namanama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi menurut negara, tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar. Alternatif sekolah dapat menyediakan kurikulum dan metode non-tradisional. Ada juga sekolah non-pemerintah, yang disebut sekolah swasta. Sekolah swasta mungkin untuk anakanak dengan kebutuhan khususketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah khusus bagi mereka; keagamaan, seperti sekolah Islam, sekolah Kristen, hawzas, yeshivas dan lain-lain, atau sekolah yang memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi atau berusaha untuk mengembangkan prestasipribadi lainnya. Sekolah untuk orang dewasa meliputi lembagalembaga pelatihan perusahaan dan pendidikan dan pelatihan militer. Sekolah-sekolah di Jawa Barat khususnya di Kabupaten Bandung tidak jauh berbeda dengan sekolah di kota/kabupaten lainnya yang tersebar di Indonesia. Saat ini, pemerintah sedang memusatkan perhatiannya pada perilaku para pelajar sekolah menengah. Terlebih maraknya pergaulan bebas yang mana siswa-siswi sekolah menengah adalah usia remaja yang sangat rentan akan arus globalisasi yang merebak tak terkendali. Kauffman (1989: 6) mengemukakan bahwa perilaku seperti ini juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Tawuran belia ini merupakan pembahasan utama bagi pemerintah dimana peristiwa memalukan ini sangat tidak asing terdengar di kalangan pelajar remaja saat ini. Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jawa Barat tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah. Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota. Masih banyak sekali konflik-konflik lainnya yang saat ini bergulat di antara remaja usia sekolah. Sekolah juga tak dapat melepaskan tanggung jawabnya begitu saja kepada siswasiswinya untuk tidak membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang menerpa para pelajar itu sendiri, lalu apa sajakah langkah yang harus dilakukan Sekolah dalam
1

menyelesaikan konflik siswa-siswinya, seberapa besar peran sekolah untuk ikut menyelami permasalahan itu, dan konflik jenis apa yang menjadi kewajiban sekolah untuk menyelesaikannya. Dalam makalah ini, kami yang bekerja bersama akan mencoba menafsirkan, mendiskusikan, dan mengeluarkan pendapat kami mengenai cara-cara penanganan yang mungkin dapat diambil untuk menjadi pelicin bagi berjalannya arus perilaku yang sesuai dengan nilai, norma, dan hukum-hukum agama yang berlaku.

B. Perumusan Masalah Masalah-masalah yang akan kami diskusikan dalam penyelesaian permasalahan ini, dirumuskan sebagai berikut: Struktur Organisasi dan Peranan Bimbingan Konseling di Sekolah Ketersediaan fasilitator sebagai penyuluh atau pembimbing di sekolah Konflik pada tingkat remaja usia sekolah menengah Kemampuan siswa dalam bersosialisasi di lingkungan sekolah Perbedaan lembaga sekolah dari lembaga penyelesaian konklik lainnya Kemampuan seorang pelajar dalam menghadapi konflik Jenis-jenis konflik yang biasa terjadi pada usia remaja usia sekolah menengah Perhatian orangtua untuk berperan aktif dalam dunia pendidikan anaknya sebagai bentuk pertanggungjawaban Sekolah berperan penting dalam proses mobilitas pelajar yang menimbulkan konflik Kegagalan seorang pelajar dalam menghadapi konflik Faktor-faktor penyebab konflik di kalangan remaja C. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan dan juga disesuaikan dengan keterbatasan kemampuan inteligensi kami, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah : Struktur Organisasi dan Peranan Bimbingan Konseling di Sekolah Konflik pada tingkat remaja usia sekolah menengah Perbedaan lembaga sekolah dari lembaga penyelesaian konklik lainnya D. Metode Penulisan Dalam memperoleh data atau informasi yang akan digunakan untuk penulisan makalah ini, kami menggunakan metode studi kepustakaan yakni dilakukan dengan mengambil referensi dari buku-buku, internet, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topik penulisan makalah ini sebagai dasar untuk mengetahui dan memperkuat teori yang digunakan.

BAB Ii

PEmbahasan
A. Pemecahan Masalah Struktur Organisasi dan Peranan Bimbingan Konseling di Sekolah 1. Struktur Organisasi BK Di Sekolah Manajemen bimbingan dan konseling di sekolah agar bisa berjalan seperti yang diharapakan antara lain perlu dukungan oleh adanya organisasi yang jelas dan teratur. Organisasi yang demikian itu secara tegas mengatur kedudukan, tugas dan tanggung jawab para personil sekolah yang terlibat. Demikian pula, organisasi tersebut tergambar dalam struktur atau pola organisasi yang bervariasi yang tergantung pada keadaan dan karakteristik sekolah masing-masing. jika personil sekolah siswanya berjumlah banyak dengan didukung oleh personil sekolah yang memadai diperlukan sebuah pola organisasi bimbingan dan konseling yang lebih kompleks. Struktur atau pola BK di sekolah adalah sebagai berikut: a. KANDEPDIKNAS Kandepdiknas, adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan BK di sekolah. Dalam hal ini pengawas sebagaimana dimaksudkan dalam petunjuk pelaksanaan BK di sekolah. b. KEPALA SEKOLAH DAN WAKASEK Kepala Sekolah ( bersama Wakasek) adalah penanggung jawab pendidikan pada satuan pendidikan ( SLTP , SMA SMK) secara keseluruhan, termasuk penanggung jawab dalam membuat kebijakan pelaksanaan pelayanan BK. c. KOORDINATOR BK DAN KONSELOR SEKOLAH Koordinator BK ( bersama konselor sekolah) adalah pelaksana utama pelayanan BK. d. GURU MATA PELAJARAN Guru ( Mata pelajaran atau praktik), adalah pelaksana pengajaran dan praktik / latihan e. WALI KELAS Wali kelas, adalah guru yang ditugasi secara khusus untuk mengurusi pembinaan dan adminstrasi ( seperti nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kelas tertentu. f. SISWA Siswa, adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, praktik / latihan, dan bimbingan di SLTP, SMA, dan SMK. g. TATA USAHA Tata Usaha, adalah pembantu Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan administrasi dan ketatausahaan. h. KOMITE SEKOLAH Komite Sekolah, adalah organisasi yang terdiri dari unsur sekolah, orang tua dan tokoh masyarakat, yang berperan membantu penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan. Sifat hubungan antara pola-pola di atas dapat diartikan variatif. Hubungan antara unsur Kandepdiknas denagn Kepala Sekolah dan koordinator BK adalah hubungan administratif. Hubungan antara Koordinator BK dengan Guru dan Wali Kelas adalah hubungan kerja sama sekaligus koordinatif bila ditinjau dari garis administrasi Kepala Sekolah ke bawah.
3

Sedangkan hubungan Koordinator BK dan Guru pembimbing / Konselor Sekolah, Guru Mata Pelajaran, Wali Kelas, dengan siswa adalah hubungan layanan.

2. Peranan Personil BK Kepala Sekolah a. Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan secara menyeluruh di sekolah yang bersangkutan. Tugas kepala atau peranan kepala sekolah adalah :Mengkoordinasikan segenap kegiatan yang diprogramkan di sekolah, sehingga kegiatan pengajaran, pelatihan dan bimbingan Konseling merupakan kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis. b. Menyediakan sarana dan prasarana, tenaga / SDM dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya layanan bimbingan Konseling yang efektif dan efisien. c. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program BK, penilaian dan upaya tindak lanjut layanan bimbingan Konseling. d. Mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam rangka kerja sama pelaksanaan pelayanan bimbingan Konseling. e. Memberikan kemudahan bagi terlaksananya program BK di sekolah. f. Menetapkan koordinator guru pembimbing yang bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan BK di sekolah berdasarkan kesepakatan bersama guru pembimbing ( konselor). g. Menyiapkan surat tugas guru pembimbing dalam proses BK pada setiap awal semester. h. Menyiapkan surat pernyataan melakukan kegiatan BK sebagai bahan usulan angka kredit bagi guru pembimbing ( konselor). i. Melaksanakan layanan BK terhadap minimal 40 siswa bagi kepala sekolah yang berlatar belakang pendidikan BK. Staf Pimpinan / Wakil Kepala Sekolah Wakasek bertugas membantu kepala sekolah dalam hal : a. Mengkoordinasikan pelaksanaan layanan BK kepada semua personil sekolah b. Melaksanakan kebijakan pimpinan sekolah terutama dalam layanan BK c. Melaksanakan BK terhadap minimal 75 siswa, bagi wakasek yang berlatar belakang pendidikan BK Koordinator Bimbingan Konseling a. Koordinator Bimbingan Konseling bertugas mengkoordinasikan guru Bimbingan konseling dalam : 1) Memasyarakatkan pelayanan bimbingan Konseling
4

2) Menyusun program Bimbingan Konseling 3) Melaksanakan program Bimbingan Konseling 4) Mengadministrasikan pelayanan Bimbingan Konseling 5) Menilai program dan pelaksanaan Bimbingan Konseling 6) Memberikan tindak lanjut terhadap hasil penilaian BK. b. Membuat usulan kepada kepala sekolah dan mengusahakan terpenuhinya tenaga, sarana dan prasarana. c. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan kegiatan BK kepada kepala sekolah. Guru Bimbingan Konseling / Konselor Sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli guru Bimbingan Konseling / konselor bertugas: a. Memasyarakatkan pelayanan Bimbingan Konseling b. Merencanakan program Bimbingan Konseling c. Melaksanakan segenap layanan Bimbingan Konseling d. Melaksanakan kegiatan pendukung Bimbingan Konseling e. Menilai proses dan hasil pelayanan Bimbingan Konseling dan kegiatan pendukungnya. f. Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan penilaian g. Mengadministrasikan layanan dan kegitan bimbingan konseling yang dilaksanakan. h. Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan konseling pada koordinator. Guru Mata Pelajaran Sebagai tenaga ahli pengajaran dalam mata pelajaran tertentu dan sebagai personil yang sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa, peranan guru mata pelajaran dalam pelayanan bimbingan konseling adalah : a. Membantu memasyarakatkan pelayanan Bimbingan Konseling kepada siswa. b. Membantu guru Bimbingan Konseling / konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling. c. Mengalih tangankan (liferal) siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling kepada konselor. d. Menerima siswa alih tangan dari guru Bimbingan Konseling, yaitu siswa yang menurut guru Bimbingan Konseling memerlukan pelayanan pengajaran khusus (seperti pengajaran perbaikan, program pengajaran. e. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswasiswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan Bimbingan Konseling. f. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling. g. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa seperti konferensi kasus. h. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan Bimbingan Konseling dan upaya tindak lanjutnya. Wali Kelas Sebagai pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan dan konseling wali kelas berperan: i. Membantu mengelola kelas tertentu, dalam pelayanan Bimbingan Konseling, wali kelas berperan dengan cara : 1. Mengumpulkan data tentang siswa. 2. Menyelenggarakan penyuluhan 3. Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa.
5

4. Pengaturan dan penempatan siswa. 5. mengidentifikasi siswa sehari-hari. 6. Kunjungan rumah/konsultasi dengan orang tua/wali. ii. Membantu guru mata pelajaran melaksanakan perannya dalam pelayanan Bimbingan Konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. iii. Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya untuk mengikuti layanan bimbingan dan konseling. d). Ikut serta dalam konferensi kasus Staf Tata Usaha / Administrasi Staf tata usaha atau administrasi adalah personil yang bertugas: a. Membantu guru pembimbing dan koordinator dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan BK di sekolah b. Membantu mempersiapkan seluruh kegiatan BK c. Membantu menyiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan BK d. Membantu melengkapi dokomen tentang siswa seperti catatan komulatif siswa. 3. Peranan Guru dalam Pelayanan Bimbingan BK Apabila dirinci ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh seseorang guru ketika ia diminta mengambil bagian dalam penyelenggaraan program BK di sekolah a. Guru sebagai Informator Seseorang guru dalam kinerja dapat berperanan sebagai infomator, terutama berkaitan dengan tugasnya membantu guru pembimbing atau konselor dalam memasyrakatkan layanan BK kepada siswa pada umumnya. Melalui peranan ini guru dapat menginformasikan berbagai hal tentang layanan BK , tujuan , fungsi dan manfaatnya bagi siswa. b. Guru sebagai Fasilitator Guru dapat berperan sebagai fasilitator terutama ketika dilangsungkan layanan pembelajaran baik itu yang bersifat preventif ataupun kuratif. Pada saat siswa mengalami kesulitan belajar, guru dapat merancang program perbaikan ( rremedial teaching) dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan yang dialami dan menyesuaikan dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya , bagi siswa yang pandai guru dapat memprogramkan tindak lanjut berupa kegiatan pengayaan (enrichment). c. Guru sebagai Mediator Dalam kedudukannya yang strategis , yakni berhadapan langsung dengan siswa , guru dapat berperan sebagai mediator antara siswa dengan guru pendamping. Hal itu tampak misalnya pada saat seseorang guru diminta untuk melakukan kegiatan identifikasi siswa yang memerlukan bimbingan dan pengalihtanganan siswa yang memerlukan BK kepada guru pembimbing atau konselor sekolah. d. Guru sebagai Motivator Dalam peranan ini , guru dapat berperan sebagai pemberi motivasi siswa dalam memenfaatkan layanan BK di sekolah, sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh layanan konseling. Tanpa kerelaan guru dalam member kesempatan pada siswa member layanan, maka layanan konseling perorangan akan sulit terlaksana mengingat terbatasnya jam khusus bimbingan pada sekolah sekolah kita. e. Guru sebagai Kolaborator Sebagai mitra seprofesi yakni sama sama sebagai tenaga pendidik di sekolah , guru dapat berperan sebagai kolaborator konselor di sekolah, misalnya dalam penyelenggaraan berbagai jenis layanan orientasi informasi, layanan pembelajaran atau
6

dalam pelaksanaan kegiatan pendukung seperti konferensi kasus, himpunan data dan kegiatan lainnya yang relevan.

Konflik pada tingkat remaja usia sekolah menengah Dalam perkembangan sosial remaja, dapat dilihat adanya dua macam gerakan yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju kearah teman-teman sebaya, tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan lingkungan primer bagi seseorang sejak lahir sampai tiba masa individu meninggalkan rumah dan membentuk keluarga sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia paling awal terjadi dalam keluarga. Oleh sebab itu setiap individu akan menyerap norma dan nilai yang ada dalam keluarga untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya sebelum mengenal norma dan nilai dari masyarakat umum. Namun demikian bermacam nilai dan norma yang ada masuk ke dalam masyarakat melalui teknologi komunikasi sehingga terciptanya norma-norma dan nilai-nilai baru yang kemudian masuk dalam lingkungan keluarga sehingga terjadilah berbagai konflik dan kesenjangan dalam kelurga. Konflik yang terjadi dalam keluarga karena masa remaja awal muncul perasaanperasaan negatif, timbul keinginan lepas dari kekuasaan orang tua, tidak lagi patuh pada kebijaksanaan orang tua (Ahmadi, 1991). Konflik ini membuat orang tua juga berada dalam keadaan dilema sebab bila orang tua ingin bertindak otoriter terhadap anaknya, kenyataannya anak tidak bisa dididik secara keras tetapi bila orangtua melonggarkan pola didikannya, dikhawatirkan anak akan menjadi manja dan tidak disiplin (Sarwono, 1994). Faktor-faktor penyebab munculnya konflik pada remaja: Kurangnya sosialisasi dari orangtua kepada anak mengenai nilai-nilai moral dan sosial. Contoh perilaku yang ditampilkan orangtua (modeling) di rumah terhadap perilaku dan nilai-nilai anti-sosial. Kurangnya pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar sekolah, dan lainnya). Kurangnya disiplin yang diterapkan orangtua pada anak. Rendahnya kualitas hubungan orangtua-anak. Tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga. Perbedaan budaya tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau lingkungan baru.

Dalam menghadapi tantanagn masa kini, para remaja dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian diri yang meliputi penyesuaian personal, sosial, edukasional, vokasional, spriritual dan moral. Situasi tantangan masa kini yang sering disebut sebagai era globalisasi, era modern, era iptek, dan sebutan lainnya mempunyai kondisi dan tuntutan yang jauh berbeda dengan masa
7

lalu. Dengan kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaruh budaya asing akan makin kuat dan menantang pola-pola hidup remaja masa kini. Untuk menghadapinya dengan baik, remaja dituntut untuk memiliki kualitas nilai-nilai yang dapat dijadikan filter pengaruh luar. Selain konflik dalam lingkungan rumah, remaja juga mengalami konflik di tengah masyarakat sebagai lingkungannya. Pesatnya teknologi komunikasi massa memperkecil batas geografis, etnis, politis, maupun sosial antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Pengaruh lingkungan diawali dengan pergaulan antar teman. Pada usia 9-15 tahun hubungan teman merupakan hubungan yang akrab dan diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama, saling berbagi perasaan dan tolong menolong untuk memecahkan masalah bersama. Namun pada usia yang lebih tinggi, ikatan emosi bertanbah kuat dan remaja makin saling membutuhkan tetapi saling memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya masing-masing (Selman dan Selman dalam Sarwono, 1994). Menurut Bigot,dkk, rentang usia remaja adalah 13-21 tahun sedangkan menurut Hurlock, usia remaja adalah 13-21 tahun yang dibagi dalam masa remaja awal usia 13/14-17 tahun dan masa remaja akhir 17-21 tahun (Mappiare, 1982). Pada masa remaja terdapat gejala-gejala yang disebut negative phase, di antaranya adalah kejemuan kegelisahan, pertentangan sosial, penantangan terhadap orang dewasa, dan sebagainya. Selain itu pada masa remaja juga terdapat ciri-ciri khas yaitu ketidakstabilan emosi, berani dalam sikap dan moral, status yang sulit ditentukan membuat remaja menghadapi banyak masalah baik dengan orang tua, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Gessel,dkk. (Yususf, 2001) mengemukakan bahwa remaja 14 tahun seringkali mudah marah, mudah terangsang, dan emosinya mudah meledak dan kurang bisa mengendalikan perasaannya. Hal ini merupakan bentuk permasalahan yang akarnya bisa saja sepele tapi memakan korban akibat tidak adanya penyelesaian yang baik terhadap masalah. Remaja lebih memilih adu otot daripada duduk bersama dan membicarakan masalah yang terjadi. Ketidakmatangan emosi pada usia remaja membuat remaja menyelesaikan masalah dengan cara yang tidak tepat. Ketika menghadapi ketidaknyamanan emosional, tidak sedikit remaja yang menghadapinya secara difensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya. Reaksinya itu tampil dalam tingkah laku yang agresif seperti melawan, bertengkar, berkelahi dan senang mengganggu. Konflik antar remaja dengan teman sebaya terbukti dengan adanya penelitian Arswendo, dkk. pada tahun 1985 terhadap pelajar sekolah menengah di Jakarta dan Bandung di mana sebagian besar responden menyatakan pernah berkelahi dalam tahun terakhir. Penelitian ini mengungkap faktor-faktor yang berkaitan dengan perkelahian remaja ini yaitu disebabkan lawan yang memulai, solidaritas pada teman, memperebutkan gadis, dan faktor ikutikutan (Sarwono, 1994). Kuatnya pengaruh teman ini yang sering disebut sebagai akar dari
8

tingkah laku remaja yang buruk sehingga menyebabkan terjadinya konflik. Banyaknya studi dengan menggunakan berbagai metode penelitian diketahui bahwa sebagian besar konflik yang dihadapi remaja lebih banyak diselesaikan dengan power assertion (adu kekuatan) dan disengagement (putus hubungan) daripada melalui negosiasi atau kompromi. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja pada usia 15-18 tahun banyak mengalami konflik dengan teman sebaya dalam masyarakat selain dari konflik dengan keluarga dan sekolah.

Perbedaan lembaga sekolah dari lembaga penyelesaian konklik lainnya Macam-macam Lembaga Penyelesaian konflik secara umum adalah: a. Lembaga kepolisian Polisi merupakan aparat resmi pemerintah untuk menertibkan keamanan. Tugastugas polisi, antara lain memelihara ketertiban masyarakat, menjaga dan menahan setiap anggota masyarakat yang dituduh dan dicurigai melakukan kejahatan yang meresahkan masyarakat, misalnya pencuri, perampok dan pembunuh. UU Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial Pasal 1 ayat 14 : Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disingkat Polri, adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan pelindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

b. Pengadilan Pengadilan lembaga resmi yang dibentuk pemerintah untuk menangani perselisihan atau pelanggaran kaidah di dalam masyarakat. Pengadilan memiliki unsurunsur yang saling berhubungan satu sama lain. Unsur-nsur yang saling berhubungan dengan pengadilan adalah hakim, jaksa dan pengacara. Dalam proses persidangan, jaksa bertugas menuntut pelaku untuk dijatuhi hukuman sesuai peraturan yanag berlaku. Hakim bertugas menetapkan dan menjatuhkan putusan berdasarkan data dan keterangan resmi yang diungkapkan di persidangan. Pengacara atau pembela bertugas mendampingi pelaku dalam memberikan pembelaan. c. Tokoh adat Tokoh adat adalah pihak ang berperan menegakkan aturan adat. Peranan tokoh adat adalah sangat penting dalam penyelesaian konflik. Tokoh adat berperan dalam membina dan mengendalikan sikap dan tingkah laku warga masyarakat agar sesuai dengan ketentuan adat.
9

d. Tokoh agama Tokoh agama adalah orang yang memiliki pemahaman luas tentang agama dan menjalankan pengaruhnya sesuai dengan pemahaman tersebut. Pengendalian yang dilakukan tokoh agama terutama ditujukan untuk menentang perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma agama. e. Tokoh masyarakat Tokoh masyarakat adalah setiap orang yang memiliki pengaruh besar, dihormati, dan disegani dalam suatu masyarakat karena aktivitasnya, kecakapannya dan sifat-sifat tertentu yang dimilikinya. Dari macam-macam Lembaga Penyelesaian Konflik diatas dapat disimpulkan bahwa cara penyelesaian yang beragam antara hukum pemerintahan dengan hukum tradisional. Dengan demikian cara penyelesaian konflik yang dilakukan oleh sekolah tentu lebih tertutup khusus untuk sekolah yang bersangkutan, yaitu dengan cara musyawarah antara pihak yang berkonflik didampingi guru yang berwenang dengan suasana kekeluargaan tetapi masih tetap dan hukum agama yang berlaku.

berlandaskan

hukum

undang-undang

kenegaraan

B. Faktor Pendukung Hal-hal yang dapat mendukung akan berjalannya keterlibatan sekolah dalam penyelesaian konflik diantaranya: Keaktifan Badan kepengurusan sekolah Kemajuan teknologi yang sejalan dengan adat dan kebiasaan Cara berpikir orangtua yang maju dala dunia pendidikan anak Keterbukaan setiap masing-masing individu Sikap siswa yang masih mampu menerima ajaran moral dari guru dan orang tua C. Faktor Penghambat Tidak selamanya penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan mudah, berikut factorfaktor yang dapat menghambat sekolah untuk lebih leluasa menyelesaikan konfliknya di sekolah: Pergaulan negative yang telah mempengaruhi pemikiran siswa Cara mendidik orangtua yang salah Watak siswa yang telah terbentuk Kurangnya fasilitator/badan pembimbing konseling di sekolah Tidak ada perhatian dari guru maupun orangtua siswa

10

BAB Iii

PEnutupan
A. Kesimpulan Berdasarkan materi dan kajian teori yang telah kelompok kami diskusikan akhirnya dapat kami simpulkan bahwa: Dibutuhkan peran aktif keikutsertaan dari kepengurusan sekolah untuk dapat membantu menyelesaikan konflik yang menerpa siswa-siswi dari sekolah yang bersangkutan. Pemupukan moral sejak dini adalah penting bagi guru dan orang tua agar siswa mampu menerima ajaran dan masukan sesekali sedang berkonflik hingga siswa takkan mengulanginya lagi. Penyelesaian konflik melalui tangan sekolah dapat saja dikatakan penyelesaian paling efektif selama berada pada batas wajar, karena cara penyelesaian dan landasan hukum yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kejiwaan siswa remaja yang labil. B. Pesan dan Kesan Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada berhubungan dengan makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca khususnya Guru Pembimbing Sosiologi yang bersangkutan, Bpk. Jufirson untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kita sekalian.

11

Daftar Pustaka

Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan Dan Pengembangan). Bandung: CV. Mandarmaju. Mulyadi, Yadi dan Posman Simanjuntak. 1992. Sosiologi 2 . Jakarta: Erlangga. Rahmat, K. 1981.Manusia, Kebudayaan, dan Masyarakatnya. Medan: F.A. Islamiyah Prayitno. 2008. Pendidikan Profesi Konseling (BK di Sekolah). Yogyakarta: CV. Mahardika Indonesia Maryati, Kun,dkk,.2002. Sosiologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Shadily, Hasan. 1993.Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta. Soekanto, Soerjono. 2005.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Raja Grafindo Persada

www.konselingindonesia.com www.scribd.com www.ebookbrowse.com

12

You might also like