You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

LATAR BELAKANG Dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan organisme unggul, kegiatan kultur sel menjadi sangat lazim dilakukan. Ini dilakukan agar didapat bahan/sumber tunas yang akan digunakan dalam biakan selanjutnya dengan memiliki sifat unggul yang sama dengan induknya dan akan didapat hasil yang jauh lebih banyak tunas dengan waktu yang relative lebih singkat dibandingkan dengan cara perkawinan. Kegiatan kultur sel dapat dilakukan dalam berbagai bidang, seperti pertanian, peternakan, industri obat dan vaksin, serta dalam pengembangan rekayasa genetika. Dalam kultur sel, hanya dibutuhkan jaringan yang masih aktif membelah dan masih muda dan akan dihasilkan anakan yang banyak dengan sifat yang sama. Dalam prosesnya, dari jaringan awal akan kalus dikultur untuk mendapatkan kultur primer. Kemudian sel yang telah dibiakkan, akan menjadi sel lini akan diseleksi sel apa saja yang memang sesuai dengan apa yang diharapkan. Hasil proses ini akan menghasilkan sel strain, kemudian dibiakkan. Hasil biakkan ini akan masuk proses scale up apabila digunakan dalam skala industri. Setelah sel dibiakkan dalam proses scale up, sel dapat dipanen. Diperlukan suatu keadaan yang memang sesuai dengan pertumbuhan sel. Dengan demikian, akan didapat suatu hubungan antara berbagai variabel dengan pertumbuhan sel. Selain itu, apakah ada suatu efek yang akan ditimbulkan dengan adanya pertumbuhan di lingkungan. Hubungan ini akan dibutuhkan dalam proses kultur sel sehingga kita akan mendapatkan suatu kondisi optimal dalam proses kultur sel. Percobaan ini akan menggambarkan suatu proses kultur sel serta alat dan bahan yang memang diperlukan dalam percobaan ini. Ini akan menggambarkan ketika proses ini ada dalam skala industri. 1.2. TUJUAN PERCOBAAN Dari percobaan ini akan dicapai tujuan berikut. Memahami metode yang digunakan untuk mengkultur sel Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses kultur sel. Mengetahui pola pertumbuhan bakteri dalam fermentor.

1.3. TEORI 1.3.1. Kultur Bakteri 1.3.2. Laju Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume serta ukuran sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan sigmoid.

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri Sumber:

Perubahan kemiringan pada kurva sigmoid tersebut menunjukkan transisi dari satu fase perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih sering dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering digunakan, karena setiap unit pada ordinat menampilkan suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama : Fase lag

Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu sel tidak atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan peningkatan komponen makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang setaraf dengan sintesis sel maksimum. Fase eksponensial

Pada fase ini sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik bakteri dan kondisi lingkungan.

Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban berbagai mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar 20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel mamalia sekitar 10 jam pada temperatur yang sama. Fase Stasioner.

Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah, kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal, atau mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang. Fase Kematian.

Pada saat medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel memasuki fase yang baru. 1.3.3. Cara Pengukuran Laju Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel per
satuan isi kultur) ataupun destilasi sel (berat kering dari sel-sel persatuan isi kultur). Dua parameter ini tidak selalu sama karena berat kering sel rata-rata bervariasi pada tahap berlainan dalam pertumbuhan kultur, kedua para meter tersebut juga tidak bermakna sama dalam penelitian mengenai biokimia mikroorganisme atau gizi mikroorganisme. Densitas sel adalah kuantitas yang lebih bermakna, sedangkan dalam penelitian mengenai inaktivitas mikroorganisme, kosentrasi sel adalah kuantitas yang bermakna (Pratiwi, 2008).

Pengukuran Konsentrasi Sel Metode Total Count Pada metode ini sampel ditaruh di suatu ruang hitung (seperti hemasitometer) dan jumlah sel dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993). Jika setetes kultur dimasukkan kedalam wadah (misalnya hemasitometer) yang diketahui volumenya, maka jumlah sel yang dapat dihitung. Akan tetapi cara tersebut memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup atau mati dan tidak dapat digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang dari 102 sel/ml) (Purwoko, 2007).

Kelemahan lainnya ialah sulitnya menghitung sel yang berukuran sangat kecil seperti bakteri karena kekebalan hemositometer tidak memungkinkan digunakannya lensa objektif celup minyak. Hal ini dibatasi dengan cara mencernai sel sehingga menjadi lebih mudah dilihat. Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang cenderung bergerombol sehingga sukar membedakan sel-sel individu. Cara mengatasinya ialah mencerai-beraikan gerombolan sehinggga tersebut dengan menambahkan bahan anti gumpalan seperti dinatrium etilanadiamina tetra asetat dan tween-80 sebanyak 0,1%. Keuntungan metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan (Hadioetomo, 1993). Pengukuran Massa Sel Pengukuran Berat Kering Sel Berat sel kering didapatkan dengan menyaring atau mensentrifuge massa sel dalam suatu kultur kemudian membilasnya dengan air atau buffer kemudian memanaskannya dalam oven suhu 80oC selama 24 jam atau 110oC selama 8 jam. Hasil analisis berat sel kering adalah 30% dari massa sel yang sebenarnya dalam fermentor. Hasil dari berat sel kering dapat menggambarkan massa sel yang ada, mati atau hidup tetapi tidak menggambarkan massa sel yang terbentuk dan kemudian hilang karena sel lisis. Metode Turbidimetrik Bila kita harus memeriksa kosentrasi sel jumlah besar biakan, maka metode cawan bukanlah pilihan yang baik karena tidak hanya memakan waktu tetapi juga memerlukan media dan pecah-belah dalam jumlah besar. Untuk kasus demikian tersedia metode yang lebih cepat dan praktis, yaitu pengukuran kekeruhan biakan dengan metode turbidimetri dimana OD (Optical Density) berbanding lurus dengan konsentrasi sel. Pengukuran biasanya dilakukan pada panjang gelombang 600-700 nm dimana absorbsi sinar oleh komponen sel adalah minimum. Secara rutin jumlah sel bakteri dapat dihitung dengan cara menghitung kekeruhan (turbiditas) kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah sel. Prinsip dasar metode turbidimeter adalah jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan sebagian cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap propisional (sebanding lurus dengan jumlah sel bakteri). Ataupun jumlah cahaya yang diteruskan berbanding terbalik dengan jumlah sel bakteri. Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit cahaya yang diteruskan. Metode ini memiliki kelemahan tidak dapat membedakan antara sel mati dan sel hidup Volume Sel yang Dipadatkan Pengukuran dilakukan dalam tabung sentrifuge berkala. Nilai dari PCV yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi massa sel, waktu dan kecepatan sentrifugasi, jumlah padatan yang tidak mengandung sel, morfologi kultur, dan osmolaritas medium. Jika sel dianggap mengandung

20% padatan dan densitas 1,0 g/ml maka perkiraan massa sel dapat dihitung dengan membagi volume sel per liter dengan 5 mg/g sel

1.3.4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan seluruh unsur pokok kimia sel. Hal tersebut merupakan suatu proses yang memerlukan replikasi seluruh struktur, organel, dan komponen protoplasma seluler dengan adanya nutrien dalam lingkungan sekelilingnya. Dalam pertumbuhan bakteri, semua substansi esensial harus tersedia untuk sintesis dan pemeliharaan protoplasma, dengan sumber energi, dan kondisi lingkungan yang sesuai. Sebagai suatu kelompok, bakteri merupakan organisme yang sangat pintar. Mereka memperlihatkan kemampuan yang sangat besar dalam menggunakan bahan makanan yang tersebar, menyusun bahan anorganik menjadi senyawa organik yang sangat kompleks. Beberapa spesies juga belajar tumbuh pada berbagai relung ekologik dengan temperatur, keasaman, dan tekanan oksigen yang ekstrim. Kemampuan bakteri untuk bertahan di bawah keadaan sekitar yang demikian merupakan perlindungan dari adaptabilitas tinggi dan refleks kapasitasnya dalam keberhasilan merespon suatu stimulus yang dianggap asing atau tidak pernah ditemui sebelumnya.

1.3.4.1. Faktor Nutrisi Karbon Dua pola dasar kebutuhan nutrisi bakteri dan cermin kemampuan metabolisme yang dimilikinya.Bakteri Autotrofik (litotrof), untuk pertumbuhannya hanya membutuhkan air, garam anorganik dan karbon dioksida. Kelompok ini mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar metabolit organik esensial. Bakteri heterotrofik (organotrof) membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya. Dalam praktek laboratorium, glukosa secara luas digunakan sebagai sumber karbon organik, tetapi berbagai senyawa lain juga dapat digunakan secara khusus atau sumber karbon tertentu oleh bakteri yang berbeda. Di antara bakteri yang pintar, Pseudomonas menggunakan lebih dari 100 senyawa organik yang berbeda sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Faktor Pertumbuhan Sejumlah bakteri heterorofik tidak dapat tumbuh tanpa suplai satu atau lebih faktor pertumbuhan. Senyawa tersebut biasanya ditambahkan dalam medium kultur dalam bentuk ekstrak ragi atau darah, termasuk vitamin B-kompleks, asam amino, purin, dan pirimidin. Vitamin B-kompleks berperan sebagai katalitik dalam sel juga komponen koenzim atau

sebagai grup prostetik enzim. Organisme yang mampu mensintesis faktor pertumbuhan biasanya tidak memerlukan senyawa tersebut dari luar. Ion Anorganik Sejumlah kecil ion anorganik dibutuhkan oleh semua bakteri. Selain nitrogen, sulfur dan fosfor yang terdapat sebagai unsur dalam senyawa biologik , kalium, magnesium dan kalsium pada bakteri fungsinya berhubungan dengan polimer anionik tertentu. Magnesium berfungsi menstabilkan ribosom, membran sel, asam nukleat, dan dibutuhkan untuk aktivitas sejumlah enzim. Kalium juga dibutuhkan untuk aktivitas sejumlah enzim, dan konsentrasi kalium dalam sel bakteri Gram-positif dipengaruhi oleh kandungan asam teikoat pada dinding sel. Sebagian besar bakteri membutuhkan besi, magnesium, seng, kupri, dan kobalt, dan untuk bakteri lain kebutuhan molibdenum dan selenium dianggap esensial. Kebutuhan unsur tersebut untuk bakteri lain lebih sulit untuk diperkirakan, karena kadang-kadang diperlukan atau kehadirannya dianggap sebagai unsur kontaminan dalam medium. Unsur dalam jumlah yang sedikit (trace element) berperan penting dalam inetraksi inangparasit. Pada inang hewan, kekuatan protein pengikat-besi dalam cairan tubuh berfungsi untuk menahan besi terhadap serangan mikroorganisme yang masuk. Keberhasilan mikroorganisme memasuki inang, akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk mengambil besi, dan dengan giat mengekstrak besi dari berbagai lingkungannya. Sejumlah senyawa besi (siderophore) sudah dikenal pada beberapa spesies bakteri. Kehadirannya sangat penting untuk pengambilan besi, dan signifikan secara evolusiner untuk keberhasilan kompetisi dengan inangnya dalam hal nutrisi esensial yang jumlahnya terbatas Oksigen Kebutuhan oksigen pada bakteri tertentu mencerminkan mekanisme yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Karbon Dioksida Bakteri pengguna CO2 sebagai sumber karbon seluler utama, ialah bakteri kemolitotrof dan fotolitotrof . Selain itu, kemoorganotrof juga membutuhkan suplai CO2 yang memadai untuk fiksasi CO2 heterotrofik dan untuk sintesis asam lemak. Karbon dioksida secara normal dihasilkan selama katabolisme senyawa organik, oleh karena itu tidak dianggap sebagai faktor pembatas. Beberapa bakteri, seperti Neisseria dan Brucella, memiliki satu atau banyak enzim yang berafinitas rendah terhadap CO2 dan membutuhkan CO2 pada konsentrasi yang lebih tinggi (10%) dibanding CO2 yang terdapat di atmosfir (0,03%). Keadaan ini harus dipertimbangkan untuk kepentingan isolasi dan biakan bakteri tersebut.

1.3.4.2. Faktor Fisik Potensial Reduksi dan Oksidasi Potensial Reduksi-Oksidasi (Eh) pada medium kultur merupakan faktor kritis dalam penentu pertumbuhan suatu inokulum yang ada pada saat dipindahkan ke media yang baru. Pada sebagian besar media yang kontak dengan udara, Eh sekitar + 0,2 sampai + 0,4 Volt pada pH 7. Anaerob obligat tidak dapat tumbuh pada keadaan demikian, Eh yang dibutuhkan paling sedikit 0,2 Volt. Keadaan kultur anaerobik dapat dibuat dengan mengeluarkan oksigen, menggunakan sistem kultur anaerobik atau dengan penambahan senyawa yang mengandungsulfidril, seperti kalsium tioglikolat (merkaptoasetat). Selama pertumbuhannya bakteri aerobik dan anaerobik mengalami penurunan Eh lingkungan, hal ini dapat diamati dan penting dalam infeksi bernanah yang disebabkan oleh campuran bakteri aerobik dan anaerobik yang mampu menyebabkan infeksi yang dimulai oleh bakteri aerobik. Temperatur Setiap bakteri memiliki temperatur optimal dimana mereka dapat tumbuh sangat cepat dan memiliki rentang temperatur dimana mereka dapat tumbuh. Pembelahan sel sangat sensitif terhadap efek kerusakan yang disebabkan temperatur; betuk yang besar dan aneh dapat diamati pada pertumbuhan kultur pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur yang mendukung tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Kehadiran Ion Hidrogen pH medium biakan juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, untuk pertumbuhan bakteri juga terdapat rentang pH dan pH optimal. Pada bakteri patogen pH optimalnya 7,2 7,6. Meskipun medium pada awalnya dikondisikan dengan pH yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tetapi, secara bertahap besarnya pertumbuhan akan dibatasi oleh produk metabolit yang dihasilkan mikroorganisme tersebut. Bakteri memiliki mekanisme yang sangat efektif untuk memelihara kontrol regulasi pH sitoplasmanya (pHi). Pada sejumlah bakteri, pH berbeda dengan 0,1 unit per perubahan pH pada pH eksternal. Hal ini disebabkan kontrol aktivitas sistem transpor ion yang mempermudah masuknya proton. Bermacam-macam sistem yang mencerminkan luas rentang nilai pHi diperlihatkan oleh berbagai bakteri. Asidofil memiliki nilai rentang pHi 6,5 7,0; neutrofil memiliki nilai rentang pHi 7,5 8,0, dan alkalofil memiliki nilai rentang pHi 8,4 9,0. Mikroorganisme fermentatif memperlihatkan rentang nilai pHi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mikroorganisme yang menggunakan jalur respirasi. Pada

mikroorganisme fermentatif, produksi produk fermentatif yang bersifat asam dan akumulasinya mengakibatkan gangguan keseimbangan pH dan pembatasan pertumbuhan.

Sejumlah mikroorganisme meningkatkan mekanisme kompensasi untuk mencegah efek toksik dari akumulasi produk yang bersifat asam dan berkonsentrasi tinggi tersebut. Kondisi Osmotik Konsentrasi larutan yang aktif secara osmotik di dalam sel bakteri, umumnya lebih tinggi dari konsentrasi di luar sel. Sebagian besar bakteri, kecuali pada Mycoplasma dan bakteri yang mengalami kerusakan dinging selnya, tidak toleran terhadap perubahan osmotik dan akan mengembangkan sistem transpor kompleks dan alat pengatur sensor-osmotik untuk

memelihara keadaan osmotik konstat dalam sel. Membrane-derived Oligosaccharide (MDO), suatu unsur sel yang terdapat pada E. coli. Pada E. coli dan bakteri Gram-negatif lain, terdapat dua bagian cairan yang berbeda, sitoplasma yang terdapat pada membran dalam, dan daerah periplasma yang terdapat di antara membran luar dan membran dalam. Pada saar bakteri ini tumbuh pada medium dengan osmolaritas rendah maka membran sitoplasma yang sdikit kaku akan mengembang paling tidak dapat mencegah perubahan osmolaritas daerah periplasma, sama dengan pada sitoplasma.Pada sel yang tumbuh dalam medium dengan osmolaritas rendah, MDO merupakan sumber utama anion terfiksasi pada daerah periplasma dan berperan memelihara tekanan osmotik tinggi dan potensial membran Donnan pada bagian periplasma. Struktur oligosakarida ini sangat layak untuk peran pengaturan tersebut. Oligosakarida ini memiliki BM antara 2200-2600 dan bersifat impermeabel terhadap membran luar, suatu komponen penting untuk fungsi spesifiknya. Oligosakarida ini terdiri dari 8-10 unit glukosa. Pertumbuhan sel pada medium dengan osmolaritas rendah mensintesis MDO pada kecepatan maksimum, kecepatan sintesis nampaknya diatur secara genetik untuk merespon perubahan osmolaritas medium.

BAB II ALAT DAN BAHAN

2.1 ALAT 6. LAMBDA MINIFOR Laboratory Fermentor-Bioreactor (sambungan bagian-bagian stirred fermentor) LAMBDA ANTIFO anti-foam detector and controller LAMBDA MINIFOR laboratory bioreactor-fermenter dilengkapi dengan sistem control dan detector busa. Kehadiran dari busa dalam reactor dapat nilai dari diketahui dari nilai konduktivitas elektrik. Konduktivitas elektrik dapat dapat diukur secara langsung dan tidak membutuhkan probe anti-foam yang mahal. Dua jarum probe antifoam dari empat port LAMBDA MINIFOR fermenter dapat digunakan. Sebagai konsekuensi, tidak ada port tambahan yang digunakan untuk deteksi dan control anti-foam. LAMBDA DOZITO miniature anti-foam syringe pump Daerah di sekitar saluran fermentor/bioreactor adalah sangat murni dan jumlah zat antifoam yang digunakan dalam fermentasi dan proses kultur sel biasanya hanya beberapa ml. Karena itu, LAMBDA telah dibekali degan detector/controller dan mungkin adalah sistem syringe pump terkecil di dunia. Quadraple plug box Quadraple plug box memungkinkan koneksi sampai empat instrument tambahan LAMBDA (seperti pompa, flow controller, weighing module, antifoam controller) ke LAMBDA MINIFOR laboratory fermentor/bioreactor. Plug box ini menyediakan power supply dan koneksi RS-485. Dua quadruple box dapat disambungkan secara bersama untuk menambah socket yang tersedia. Electronic outgas condenser Outgas condenser mencegah kondensasi air pada filter output yang dapat menyumbat aliran gas keluar. Air yang telah dikondensasi mengalir kembali ke saluran. Aliran balik ini sangat penting, terutama ketika bekerja dengan volum sedikit untuk berminggu-minggu, karena medium dapat menjadi tinggi konsentrasinya dan volum yang dipakai akan berkurang.

Sebagai alternatif untuk condenser exhaust udara dengan pendingin air, LAMBDA menggunakan outgas condenser berbasis Peltier yang suhunya dikontrol secara otomatis dibawah 5C. LAMBDA Liquid O-Ring Berfungsi untuk menutupi ruang diantara upper vessel dan lower vessel agar tidak terjadi kontaminasi.

8. Kuvet Kuvet digunakan untuk menampung fermentor broth yang akan diukur nilai OD600 menggunakan spektrofotometer 9. Sentrifuge Memberikan percepatan sentripetal pada cairan yang diputar untuk memisahkan bagianbagian cairan berdasarkan massa. Massa yang lebih berat akan berada di lebih bawah dibanding bagian dengan massa ringan. 10. Tabung Sentrifuge Falcon Digunakan untuk menampuang cairan yang akan disentrifugasi. 11. Pipet Mikro Digunakan untuk mengambil dan menampung cairan ke dalam peralatan semisal microtube, dalam jumlah yang sangat sedikit hingga ketelitian l. 12. Microtube Tabung kecil yang hanya dapat menampung cairan maksimal 1-2 ml, digunakan sebagai wadah penyimpan cairan dalam pendingin atau pemanasan secara tidak langsung. 2.2 BAHAN 1. Bacillus subtilis

Bacillus subtilis adalah organisme yang akan digunakan untuk percobaan kultur sel karena kemudahannya untuk membelah dan relatif kurang berbahaya dibanding dengan Eschericia coli. 2. Medium Luria Bertani

Medium ter-dehidrasi yang digunakan untuk menumbuhkan dan memanen Eschericia coli rekombinan, karena telah mengandung semua nutrisi yang diperlukan oleh bakteri rekombinan. Pepton menyediakan nitrogen dan karbon, juga terdapat vitamin dan zat-zat tertentu dari ekstrak yeast. Ion natrium untuk transportasi dan NaCl untuk keseimbangan osmotic. Aquadest Mengencerkan medium cair atau tetrasiklin (tidak digunakan dalam percobaan ini).

BAB III DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 DATA PENGAMATAN
Jam Ke 0 Variasi OD600 Variasi pH 11

12

13

14

15

16

17

18

8 Berat Sel yang Dihasilkan 9 Berat basah Berat Kering 10

You might also like