You are on page 1of 16

BAB I SLHD 2009

Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

BAB I

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP & KECENDERUNGANNYA

1. GEOGRAFIS

Secara geografis Kabupaten Tabalong terletak antara 1 o 18 2 o 25 LS dan 115 o 9 115 o 47 BT dengan luas wilayah 3946 Km
2

(394.600 ha) atau 10,61 % dari luas Propinsi Kalimantan Selatan dengan batas - batas wilayah : Sebelah Utara : Provinsi Kalimantan Timur Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Timur Sebelah Selatan : Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Balangan Sebelah Barat : Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah

Ditinjau dari segi administrasi Pemerintahan, Kabupaten Tabalong terbagi dalam 12 Kecamatan, 124 Desa dan 7 Kelurahan: Kec. Banua Lawas : 15 Desa (161,67 Km 2 ) Kec. Pugaan : 7 Desa (64,06 Km 2 ) Kec. Kelua : 11 Desa, 1 Kelurahan (115,78 Km 2 ) Kec. Muara Harus : 7 Desa (62,90 Km 2 ) Kec. Tanta : 14 Desa (172,10 Km 2 ) Kec. Tanjung : 11 Desa, 4 Kelurahan (323,34 Km 2 ) Kec. Murung Pudak : 8 Desa, 2 Kelurahan (118,72 Km 2 ) Kec. Haruai : 13 Desa (469,77 Km 2 ) Kec. Bintang Ara : 9 Desa (391,50 Km 2 ) Kec. Upau : 6 Desa (323,00 Km 2 ) Kec. Muara Uya : 14 Desa (924,16 Km 2 )

1 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

- Kec. Jaro : 9 Desa (819,00 Km 2 )

Kecamatan terluas adalah Kecamatan Muara Uya dengan luas 924,16 km 2 (92.416 Ha) atau 23,42%, sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Muara Harus dengan luas 62,90 km
2

(6.290 ha) atau 1,59% luas wilayah Kabupaten Tabalong.

Secara fisiologis Kabupaten Tabalong pada umumnya merupakan bagian dari dataran tinggi Meratus, kecuali bagian Selatan merupakan batas Timur cekungan Barito, dengan ketinggian dari permukaan laut hingga lebih dari 1.000 meter.

Dari kenampakkan tofografi, wilayah kabupaten Tabalong dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu : satuan dataran dengan ketinggian antara 0-10 m dari permukaan laut, satuan medan bergelombang bagian selatan hingga tengah wilayah dengan ketinggian 10-50 m dari permukaan laut, dan satuan medan perbukitan menempati bagian Utara hingga bagian Timur wilayah dengan ketinggian lebih dari 50 m diatas permukaan laut.

Berdasarkan hasil pengolahan garis bentuk dari Peta Rupa Bumi Indonesia (Bakosurtanal) skala 1:50.000, wilayah Kabupaten Tabalong didominasi oleh kelompok lahan dengan topografi Datar (kelas lereng A : 0-8%) mencakup 50,92% wilayah Kabupaten Tabalong, mengelompok dari bagian tengah ke Selatan wilayah dan di sepanjang sungai Tabalong Kiwa sebelah Timur wilayah. Keadaan lereng lainnya yang cukup dominan adalah landai (kelas lereng B : 8-15%) hingga Agak Curam (kelas lereng C : 15-25%) tersebar dalam kelompok memanjang dari arah Utara ke bagian Tengah wilayah. Sedangkan bagian wilayah denga topografi Curam (kelas lereng D : 25-40%) dan Sangat Curam (kelas lereng E lebih dari 40%) hanya sebagian kecil, tersebar di beberapa bagian sebelah Timur dan Utara.

Berdasarkan peta geologi Bersistem Indonesia lembar Amuntai, Buntok, Sampanahan dan Balikpapan skala 1 : 250.000 (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung), wilayah Kabupaten Tabalong didominasi oleh batu pasir kuarsa dan berlempung dengan sisipan batubara (formasi Tet : Tanjung dan Tmw : Warukin), serta batu gamping mengandung fosil foraminifera besar (formasi Tomb : Berai). Formasi Tet dan Tmw tersebar dalam bentuk memanjang berselang-seling dari arah utara ke tengah dan Selatan wilayah, sedangkan formasi Tomb dalam bentuk kelompok memanjang dari tengah ke arah Selatan wilayah. Ketiga formasi tersebut meliputi 75,51% wilayah Kabupaten Tabalong.

2 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

Menurut Peta Sumber Daya Tanah Eksplorasi (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000) klasifikasi tanah di wilayah Kabupaten Tabalong membentuk 13 (tiga belas) satuan peta tanah (SPT) yang merupakan asosiasi atau kompleks dari 14 (empat belas) grup (great group) yaitu : Haplohemists, Haplofibrists, Endoaquepts, Dystrudepts, Qurtzipsemments, Durorthods, Hapludults, Plinthudults, Hapludox, Kandiudults, Eutrudepts, Hapludolls, dan Argiudols (Soil Taxonomy/Soil Survey Staff, 1998). 1. LAHAN DAN HUTAN

B.1. Fungsi Kawasan

Berdasarkan Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Selatan (Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 453/Kpts-II/2009 tanggal 23 Juli 2009) skala 1 : 250.000, sebagian besar atau sekitar 73,52% Kawasan Kabupaten Tabalong merupakan kawasan hutan, yang terdiri dari Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi Tetap, dan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi. Fungsi kawasan hutan yang paling dominan adalah Hutan Produksi Tetap seluas 32,38% wilayah. Selebihnya seluas 26,48% wilayah merupakan kawasan non-kawasan Hutan, atau merupakan Kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan badan air (sungai, danau dll).

B.2. Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tabalong merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah suatu kabupaten yang disusun dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah. Arahan fungsi kawasan dalam RTRW merupakan arahan lokasi kegiatan pembangunan pada wilayah Kabupaten Tabalong, yang juga merupakan pembangunan jangka menengah (10 tahun) Pemerintah Daerah Tabalong.

Rencana pola tata ruang wilayah Kabupaten Tabalong menggambarkan deliniasi zoning atau batasan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Secara umum penetapan kawasan lindung betujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menunjang pembangunan yang berkelanjutan, sebagai langkah awal untuk penetapan keseluruhan materi rencana tata ruang wilayah mengingat kawasan lindung dapat merupakan kendalan atau faktor pembatas bagi

3 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

kegiatan budidaya.

B.3. Penutupan Lahan dan Penggunaan Tanah

Penggunaan tanah pada dasarnya merupakan gambaran hasil interaksi tingkat aktivitas manusia dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah dan lingkungan alamnya, yang dapat secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi fungsi dan peruntukan yang telah ditetapkan yang berupa fungsi kawasan menurut Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Selatan (Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 453/Kpts-II/2009 tanggal 23 Juli 2009) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tabalog, adalah merupakan suatu bentuk intervensi terhadap pola penggunaan dan pemanfaatan tanah/kawasan yang telah ada, menjadi suatu kondisi atau pola pemanfaatan tanah/kawasan di masa mendatang.

Hasil perhitungan luas dari Peta Penutupan lahan berdasarkan hasil analisis Citra Landsat 7 ETM+ Path 117 Row 61 lip[utan tanggal 29 Juni 2008 dan pengamatan lapangan menunjukkan bahwa 47,25% kawasan wilayah Kabupaten tabalong masih berhutan, masing-masing 8,97% Hutan Primer, 31,06% Hutan Sekunder, 0,91% Hutan rawa primer, 0,52% Hutan Rawa Sekunder dan 5,77% Hutan tanaman sejenis. Jenis penutupan lahan lainnya yang terdapat dan relatif dominandi dalam kawasan berturut-turut berupa : Pertanian Campuran 28,81%, Semak 9,89%, Perkebunan 3,72%, belukar tua 3,16%, Kebun 1,88%, Sawah 1,11%, serta jenis penutupan lahan lainnya kurang dari 1% berturut-turut berupa : belukar muda, pertambangan, permukiman, rawa, tubuh air, landasan udara dan tanah terbuka.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan tanah di dalam kawasan Kabupaten Tabalong sebagian besar bahkan hampir seluruhnya sudah banyak campur tangan manusia terutama berupa perkebunan rakyat, kebun, pertanian campuran, sawah dan permukiman. Sedangkan yang belum tersentuh campur tangan manusia diasumsikan berupa hutan primer hanya 9,9% yang terdiri dari hutan primer lahan kering 8,9% dan hutan rawa primer 1,0%.

B.4. Analisis Penggunaan/Penutupan Lahan dengan Fungsi Kawasan

Dengan adanya data penutupan lahan, maka hal ini bisa memberikan gambaran tingkat pemanfaatan sumber daya suatu wilayah, sekaligus merupakan masukan dalam upaya

4 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

merumuskan kebijaksanaan yang perlu diambil baik dalam rangka mendorong pertumbuhan/pengembangan maupun dalam pengendalian pembangunan. Penggunaan tanah di suatu wilayah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik fisik wilayah, kondisi penggunaan tanah di sekitarnya, aksesibilitas, kebijakan pembangunan dan sebagainya.

Gambaran perimbangan luas antara kondisi penggunaan tanah aktual dengan rencana peruntukan/fungsi kawasan di wilayah Kabupaten Tabalong seperti terlihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel tersebut memberikan gambaran luas dan masing-masing letak penggunaan tanah dalam setiap peruntukan menurut fungsi kawasan.

Penutupan lahan lainnya yang tidak mencerminkan penggunaan atau peruntukan sebagai lahan kawasan hutan seperti pertambangan, kebun, permukiman dan perkebunan kurang dari 2,5%. Secara keseluruhan berdasarkan fakta di atas dapat dicermati bahwa tingkat keselarasan penggunaan/penutupan lahan yang ada dengan rencana peruntukan areal sebagai kawasan hutan cukup tinggi, karena jenis penutupan lahan berupa hutan (hutan primer, hutan sekunder, semak dan belukar) cukup dominan. Penutupan lahan berupa semak, belukar tua dan belukar muda masih dapat dipertahankan sebagai kawasan hutan dengan upaya membangun kembali vegetasi hutan (reboisasi). 1. KEANEKARAGAMAN HAYATI

C.1. Pengertian dan Peranan Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati merupakan gambaran lingkungan hidup yang terdiri dari berbagai macam jenis makhluk hidup (hewan, tumbuhan dan makhluk hidup lainnya) dengan berbagai ciri khas masing masing yang disebut dengan plasmanutfah. Dilihat dari data sebelumnya, 73,52% kawasan Kabupaten Tabalong merupakan kawasan hutan,yang dalam hal ini sebagai tempat hidup segala macam makhluk hidup, sehingga menyebabkan tingginya kaenekaragaman hayati.

Keanekaragaman hayati merupakan sumber daya alam penting bagi kehidupan sosial ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Bagi Kabupaten Tabalong keanekaragaman hayati dapat menjadi sumberdaya yang mempunyai arti ekonomi penting. Banyak jenis tumbuhan yang terdapat di hutan seperti rotan, bambu, tumbuhan-tumbuhan obat, dan lain-lain yang dapat dijadikan pemasukan bagi Kabupaten. Mengingat pentingnya sumberdaya hayati ini, maka konservasi

5 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

kawasan hutan termasuk flora dan fauna serta keunikan alam perlu ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman plasma nutfah, jenis spesies, dan ekosistem. Degradasi luas hutan memacu hilangnya atau punahnya sumberdaya hayati tersebut.

Konservasi keanekaragaman hayati yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk beberapa bentuk kawasan konservasi diantaranya taman nasional, suaka alam, suaka alam laut, suaka margasatwa, cagar alam, dan hutan lindung. Indikator terjadinya kerusakan keanekaragaman hayati yang menyebabkan penurunan keanekaragamannya mengacu pada Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Keanekaragaman Hayati.

C.2. Macam Keanekaragaman Hayati

Kondisi ekologis dan biologis hutan di Kanupaten Tabalong membawa dampak terhadap keanekaragaman jenis makhluk hidup yang ada di dalamnya. Selain itu hutan di Kabupaten Tabalong mencerminkan tipe hutan Dipterocarp Pegunungan, Dipterocarp Dataran rendah dan dasar lembah, tipe hutan Biwan, Rivarian Forest (tepi sungai), Bukit Kapur, dan Hutan Sekunder. Sebagian besar pohon pohon yang terdapat di kawasan hutan tersebut merupakan anggota famili Dipterocarpaceae seperti Meranti (Shorea sp), Kapur (Driobalanops sp), Keruing (Dipterocarpus sp), Nyatoh (Palaqium sp) Bengkirai (Shorea laevis), Balau (Shorea eliptica),Biwan (Endertia spectabilis), Merijang (Sindora spp), dan Ulin (Eusideroxylon zwageri). Selain vegetasi pohon juga terdapat beragam jenis burung terutama penghasil sarang yang bernilai ekonomis tinggi seperti walet, berbagai jenis kelelawar yang tinggal di gowa-gowa dalam hutan, beragam jenis ikan dan amfibi, juga terdapat owa-owa, oranng utan, macan dahan, beruang matahari, bekantan dan banteng.

Selain itu beberapa jenis ikan yang terdata adalah sebagian besar ikan-ikan budidaya dan ikan yang sering dijadikan sumber bahan makanan seperti Ikan gabus/haruan (Channa striata), ikan lais (Cyptopterus sp), ikan toman (Channa micropeltes), sapat siam (Trichogaster pectoralis), tambakan (Helostoma temminckii), udanng tawar (Cambarus virilis), baung/jambal (Hemibagrus nemurus), puyau/nilam (Osteochillus melanopleurus), manangin sungai, patin (Pangasius spp), sanggiringan, riu/tawes (Puntius javanicus), seluang (Rasbora dusonensis), papuyu (Anabas testudineus), sepat rawa (Trichogaster pectoralis), lampam (Puntius sp), Nila (Oreochromis niloticus), mujair (Oreochromis mossambicus), bawal (Colossoma macropomum), ikan mas (Cyprinus carpio), lele (Chlarias spp) dan ikan lainnya.

Berdasarkan data di atas, jenis tumbuhan dan hewan yang tercatat hanyalah sebagian kecil

6 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

dari semua spesies/jenis. Diperlukan masih banyak waktu untuk mengidentifikasi yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan agar warga masyarakat sekitar lebih mengetahui jenis/spesies tumbuhan atau hewan beserta peranan dan manfaatnya sehingga pemanfaatan sumber daya alam yang ada dapat terlaksana dengan baik dan berprinsip pada kelestarian lingkungan sekitar.

Keanekaragaman hayati bisa terjaga jika seluruh komponen yang ada di wilayah Kabupaten Tabalong baik itu pemerintah, aparat dan masyarakat ikut berpartisipasi menjaga dan melestarikannya. Kelestarian keanekaragaman hayati berkenaan lanngsung dengan kemelimpahan jenis hewan dan tumbuhan yang ada, sebab dalam lingkungan semuanya berbentuk daur kehidupan dimulai dari produsen, konsumen, dan pengurai. Lebih jelasnya lagi dapat digambarkan melalui rantai makanan dan jaring-jaring makanan. Jika ada salah satu mata rantai yang terputus atau punah akibat dari keserakahan dan ketamakan manusia maka rantai makanan akan terhenti dan bisa berdampak adanya kepunahan berantai sehingga kemelimpahan jenis hewan dan tumbuhan semakin berkurang, hal ini menyebabkan turunnya tingkat keanekaragaman hayati. Oleh karena itu tiada kata lain bagi kita selain menjaga dan melestarikan lingkungan kita. 1. A I R

D.1. Kondisi Sumber Daya Air

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air adalah air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya.

Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung, sedangkan pengelolaan kualitas air pada sumber air diluar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air dapat memenuhi standar baku mutu air. Oleh karena itu, sumber daya air dan udara harus dilindungi, dijaga atau dipertahankan agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi

7 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.

Permasalahan air pada Kabupaten Tabalong juga tidak terlepas dari masalah tersebut di atas, oleh karena itu perlu menjadi perhatian kita bersama karena beberapa tahun terakhir berdasarkan pengakuan masyarakat bahwa kondisi kualitas air dan udara sudah menunjukkan penurunan baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Permasalahan ini perlu kita kendalikan sehingga fungsi air dapat menunjang hidup dan kehidupan baik terhadap manusia, flora maupun fauna yang ada, untuk itu perlu dilakukan monitoring dan analisa kualitas air sehingga akan dapat diketahui kualitasnya, sumber pencemarnya dan juga bagaimana upaya pelestariannya.

Selama ini wilayah Kabupaten Tabalong mendapatkan air umumnya diperoleh dari sungai yang berada di dalamnya, tidak ada wilayah laut dan pantai sehingga pembahasan pelaporan kualitas lingkungan meliputi air yanng berada di sungai dan sedikit waduk.

Secara umum pola sungai di wilayah Kabupaten Tabalong adalah berpola gabungan dari dendritik, pinnate dan Radial sentripetal, dimana pola aliran yang mengumpul menuju ke pusat, Pola ini terdapat di daerah basin (cekungan) dan salah satu sifat utamanya adalah apabila terjadi hujan secara merata di seluruh daerah aliran sungai, maka puncak banjirnya akan sedemikian tinggi hingga berpotensi besar untuk menggenangi daerah yang ada di sekitar aliran sungai, baik pada bagian hulu maupun pada bagian hilir sungai dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Tabalong. DAS Tabalong terdiri dari sub DAS Tabalong Kanan, Sub DAS Tabalong Kiwa, dan Sub DAS Kelua dan Muara harus. Daerah Aliran Sungai tersebut memiliki banyak anak sungai yang digunakan sebagai sumber air dan transportasi sungai. Air sungai tersebut telah dimanfaatkan oleh penduduk untuk mandi, cuci, kakus, air minum serta irigasi persawahan.

8 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

Kecenderungan konsumsi air bersih di Kabupaten Tabalong secara ekspansial akan terus meningkat setiap tahunnya, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung mengalami penurunan sebagai akibat adanya aktivitas pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali, sehingga berakibat pada kerusakan alam dan pencemaran. Pemenuhan kebutuhan air bersih bagi Kabupaten Tabalong yang berpenduduk 206.904 jiwa, menjadi hal yang sangat mendesak sesuai dengan tingkat kepadatan dan kemajuan Kabupaten Tabalong, sedangkan disisi lain banyak perusahaan baik perkebunan, pertambangan maupun industri lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung limbah industri yang dihasilkan akan masuk / mengalir ke sungai dimana banyak penduduk Kabupaten Tabalong yang hidup disepanjang Daerah Aliran Sungai tersebut.

D.1.1. Kondisi Kuantitas Air

Potensi air di Kabupaten Tabalong cukup besar, salah satu diantaranya adalah potensi sumber daya air permukaan, namun kondisi sumber daya air permukaan mulai menunjukan gejala penurunan terhadap kuantitas air. Kondisi ini dinilai dari besarnya fluktuasi debit air minimum dan maksimum pada DAS Tabalong yang selalu terjadi pada setiap musim kemarau, dimana air sungai mengalami kekeringan yang cukup signifikan artinya air surut Iebih tinggi yang menyebabkan menurunnya debit air. Tetapi apabila terjadi curah hujan yang cukup banyak, maka DAS Tabalong Kanan, Kiwa dan Muara Harus mengalami kenaikan debit air yang cukup tinggi tetapi keadaan airnya lebih keruh akibat tanah pada bagian hulu sungai ikut terkikis.

Kuantitas penggunaan air oleh masyarakat dari tahun ke tahun terus meningkat, hal ini bisa di lihat dari volume air yang digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari melalui air PDAM yang dikonsumsi oleh masyarakat.

D.1.2. Kondisi Kualitas Air Sungai

Kondisi air sungai Tabalong dan anak-anak sungai Tabalong secara kasat mata mengalami penurunan dari segi kualitas. Hal ini disebabkan adanya beberapa aktifitas perusahaan yang membuang limbahnya ke sungai seperti. PT. Adaro Indonesia Gorups, PT. Interex Sacra Raya, PT. Cakung Permata Nusa, PT. Bumi Jaya, CV Kelua Raya, PT. Pertamina EP Tanjung dan usaha kecil lainnya seperti pembuatan tahu serta aktifitas rumah tangga.

9 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

Dari aktifitas pertambangan yang mana didalamnya terjadi pengupasan tanah penutup, penambangan dan penutupan tanah penutup, pada saat lubang terbuka air hujan yang datang berada pada lubang tambang mereka buang ke sungai, khusus untuk PT. Adaro Indonesia mereka membuang air ke beberapa anak sungai Tabalong seperti Sungai Jaing, sungai Padang Panjang, Sungai Mangkusip walaupun dalam pembuangannya mereka sudah melakukan pengelolaan terlebih dahulu air limbahnya namun adanya penurunan kualitas air sungai pasti terjadi. Kolam-kolam penampungan pengolahan limbah mereka minimal 3 bulan sekali di kelola dan di bersihkan (maintenance) pada saat ini air yang mereka buang otomatis berpengaruh terhadap air sungai karena ada yang tidak tertampung.

Selain kuantitasnya, kualitas air sungai yang ada di DAS Tabalong serta anak sungai juga mulai terjadi penurunan secara kualitas bila dibandingkan dengan sebelum adanya aktivitas-aktivitas yang menimbulkan dampak pencemaran. Pada tahun 2009, telah dilakukan pemantauan kualitas air pada DAS Tabalong (beberapa anak sungai) dengan mengambil sampel pengujian secara berkala, dimana masing DAS diambil 3 (tiga) titik sampel.

secara umum keadaan air sungai yang ada di Kabupaten Tabalong masih berada dalam kondisi baik, walaupun ada beberapa indikator kualitas air lebih tinggi dari baku mutu yang telah ditetapkan. Hal tersebut adalah tingginya konsentrasi Fe (besi) pada beberapa sungai diantaranya Sungai Guruhiyang (1,878mg/L), Sungai Jangkung (1,105 mg/L), Sungai Jaing (0,312 mg/L), Sungai Wangi Banua Lawas (1,296 mg/L), Sungai Harus Hilir (1,086 mg/L), Sungai Lumbang (1,718 mg/L), Sungai Tabalong Kanan (1,390 mg/L) dan Sungai Geragat (0,3257 mg/L).

Tingginya kadar Fe (besi) yang ada pada beberapa sungai di atas bisa disebabkan karena kandungan tanah yang banyak mengandung besi, selain itu bisa juga karena faktor limbah perusahaan yang dibuang ke sungai tanpa pengelolaan yang optimal, atau karena waktu pengambilan sample yang berada pada musim kemarau, sehingga konsentrasi unsur tersebut menjadi tinggi melebihi ambang batas. Dalam hal ini pemerintah harus berperan sebagai pengendali lingkungan melalui (lembaga/instansi terkait) dengan kebijakan-kebijakan daerah untuk mengatur dan menjaga kelestarian kondisi air yang ada di Kabupaten Tabalong.

Selain air sungai, yang menjadi objek perhatian dari penilaian kualitas air yang ada di Kabupaten Tabalong, ada juga air tanah/permukaan lain seperti air sumur yang menjadi sumber air minum bagi daerah yang belum terjangkau PDAM.

10 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

D.2. Penyebab Penurunan Kuantitas dan Kualitas Air

Kecenderungan debit air pada DAS lingkup Kabupaten Tabalong yang mengalami fluktuatif yang signifikan selain disebabkan pengaruh musim hujan dan musim kemarau, diantaranya juga disebabkan oleh adanya tekanan jumlah penduduk yang semakin besar, perluasan dan pengembangan areal industri, alih fungsi lahan dan kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI) serta perambahan hutan tanpa ijin (illegal logging) yang tanpa mengindahkan fungsi lingkungan sebagai penyangga kehidupan (Lift buffer). Secara umum faktor faktor penyebab menurunnya kualitas air dapat dijabarkan dari berbagai segi, sebagai berikut : 1. Dari segi aktifitas pertambangan/pembukaan lahan yang memungkinkan terlarutnya lapisan tanah atas (top soil) yang mengandung humus dalam muatan sedimen. Terlarutnya bahan organik dalam humus ke sungai mengakibatkan kenaikan kadar BOD dan penurunan DO serta meningkatnya kadar logam berat (Hg, Cu, Fe dll). Sebab lain yang juga mengakibatkan penurunan DO adalah terjadinya peluapan pada saat musim hujan yang menyebabkan banyaknya sedimen-sedimen yang terlarut dalam air sungai. Meningkatnya konsentrasi logam berat merupakan fenomena umum ditemukan pada lahan-lahan tambang batubara yang sedang beraktifitas dan belum direklamasi. Hal tersebut disebabkan oleh tereksposenya batuan penutup karena adanya aktifitas penggalian lahan dan batuan pada lubang tambang. Sedangkan peningkatan konsentrasi TDS bersumber dari kelarutan garam yang tinggi karena tercampur dengan bahan-bahan lain. Kegiatan illegal minning di sepanjang DAS Tabalong cukup marak, dimana kegiatannya yaitu menambang pasir dan emas. Penambangan dilakukan di pinggir maupun di tengah sungai dengan menggunakan peralatan yang serbai mekanis dengan volume yang yang besar. Akibat penambangan pasir mengakibatkan struktur tanah pembentuk dan penyangga tepi sungai mengalami erosi yang sangat tinggi sehingga bibir sungai banyak yang terkikis ke darat dan mengalami sendimentasi yang mengakibatkan debit air akan turun sehingga daya tampung sungai mengalami penurunan. 2. Kegiatan penebangan liar atau dikenal illegal logging di Kabupaten Tabalong juga mempunyai andil yang cukup besar dalam memberi tekanan terhadap potensi sumber-sumber air baik di danau maupun di DAS Tabalong sendiri. Akibat penebangan yang tidak mematuhi kaidah-kaidah kelestarian lingkungan menyebabkan areal tangkapan air (water catchment area) mengalami penurunan secara drastis, sebab penyangga utama sebagai penangkap atau penahan air adalah vegetasi atau pohon-pohon yang berada di kawasan hutan tersebut sudah dibabat habis. Kerusakan hutan dan lahan tersebut akan menyebabkan terjadinya sedimnetasi pada sungai-sungai di DAS Tabalong yang pada akhirnya menyebabkan potensi air yang tertampung semakin sedikit dan akan menyebabkan banjir yang merata pada wilayah Kabupaten Tabalong. Alih fungsi lahan dan kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan menjadikan sumber potensi pencemaran terhadap air di DAS Tabalong semakin meningkat. Hal ini disebabkan, banyaknya pembukaan lahan untuk perkebunan sawit secara serentak dan besar-besaran berakibat hilangnya penyangga-penyangga dan penahan air yang baik, hal ini disebabkan akar-akar kelapa sawit tidak dapat menggantikan sebagai penangkap air yang baik. Ini akan berakibat pada penurunan potensi air dan menyebabkan tingkat sedimentasi dan erosi

11 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

yang tinggi. Kegiatan industri dan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi tidak menutup kemungkinan baik secara sengaja maupun tidak sengaja, limbah yang dibuang atau dikelola pada intalasi pengelolaan air limbah (IPAL) akan menyebabkan pencemaran di DAS Tabalong. Apabila ini terjadi maka perusakan lingkungan pada DAS Tabalong akan terjadi dan perlu diselamatkan. 3. Pada sektor bangunan, pembangunan ruko dan pemukiman baru memberi dampak terhadap pengurangan daerah resapan air, sehingga ada kecendrungan bahaya banjir sehingga akan mengganggu kesehatan masyarakat. 4. Pada sektor pertanian, penggunaan pupuk yang berlebih menyebabkan terakumulasinya unsur hara pada daerah hilir sehingga daerah tersebut menjadi daerah yang kaya dengan unsur hara, menjadi tempat hidup alga dan beberapa jenis bakteri dan laga biru, maka terjadilah yang namanya booming algae, dimana perairan menjadi hijau karena ditumbuhi oleh berbagai jenis alga, terjadinya penurunan kadar DO, naiknya angka BOD dan COD sehingga kualitas air menurun dengan drastis. 5. Pada sub sektor peternakan sedikit banyaknya akan memberikan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan. Dampak positifnya seperti sebagai sumber pendapatan masyarakat, sedangkan dampak negatif limbahnya dapat merusak dan mencemari lingkungan karena kotoran ternak yang tidak diolah akan terbawa air hujan kemudian mengalai ke sungai yang dekat dengan lokasi peternakan, selain itu dengan bantuan air hujan kotoran akan meresap ke dalam ke dalam tanah dan masuk ke sumber air yang biasa digunakan untuk air minum. Dengan kondisi ini maka akan mengganggu kesehatan masyarakat.

Kecenderungan penurunan kualitas air terjadi karena sumberdaya air belum mendapat perlindungan, pelestarian dan peningkatan efisiensi yang memadai dan penggunaan kawasan daerah tangkapan air yang kurang bijaksana. Secara kualitatif penurunan kualitas air dapat diindikasi dengan sulitnya penduduk yang bermukim di sepanjang sungai untuk mendapatkan air bersih meskipun secara kuantitatif air tersedia dalam jumlah besar. Penurunan kualitas air di daerah tengah dan hilir di duga karena aktifitas pertambangan, perhubungan serta aktifitas domestik masyarakat. Pemecahan masalah untuk hal tersebut di atas data dan informasi indikator lingkungan yang lengkap dan valid khususnya kualitas air sangat penting dilakukan sebagai salah satu acuan status lingkungan hidup di Kabupaten Tabalong.

D.3. Dampak Terjadinya Penurunan Kuantitas dan Kualitas Air

Dampak penurunan kuantitas dan kualitas air ditinjau dari berbagai macam segi sebagai berikut

12 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

1. Aktifitas pada sektor kehutanan berdampak pada menurunnya kuantitas dan kualitas air terutama hilangnya daerah resapan air atau daerah penyangga karena luas hutan yang semakin menurun. 2. Pada sektor pertambangan, bekas tambang ditinggalkan begitu saja tanpa ditutup lagi, kualitas air tergenang sudah asam sehingga pada saat ditambang oleh pemegang PKP2B sudah sangat sulit mengatur tata air yang sudah rusak dan juga sulit memperoleh top soil saat direklamasi. Kegiatan pertambangan rakyat antara lain emas, pasir, batu dan lain-lain berdampak positif yang dinikmati langsung oleh masyarakat penambang, sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan tarap hidup. Disisi lain juga berdampak negatif terhadap lingkungan fisik kimia dan sosial, antara lain berdampak adanya lubang-lubang/cekungan yang tidak ter-reklamasi dan menjadi sumber pencemar air terutama peningkatan kekeruhan, penurunan tingkat keasaman (pH), peningkatan kandungan air raksa pada pertambangan emas, pendangkalan sungai akibat pengendapan lumpur atau pasir, penyebab erosi dan sedimentasi yang pada akhirnya merusak DAS dan tata air.

Permasalahan air terjadi karena sumber daya air belum mendapat perlindungan, pelestarian dan peningkatan efisiensi yang memadai dan penggunaan kawasan daerah tangkapan air yang tidak bertanggung jawab. Besarnya tekanan penggunaan lahan dan perubahan fungsi lahan akibat pertambahan penduduk dan berbagai kegiatan sektoral telah membuat daerah resapan air semakin sempit dan tidak cukup efektif. Kerusakan ekosistem DAS dan tata air, yang berarti berkurangnya areal hutan yang berfungsi menahan air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah menyebabkan air hujan langsung ke laut.

Permasalahan catchment area (DTA) ini lebih disebabkan oleh kegiatan pertambangan, belum maksimalnya reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang serta perambahan hutan sehingga kecepatan bertambahnya luasan degradasi hutan dan lahan yang tidak sebanding dengan luasan lahan yang direhabilitasi. Secara kualitatif, penurunan kualitas air dapat diindikasi dengan sulitnya penduduk yang bermukim di sepanjang pinggir sungai untuk mendapatkan air bersih meskipun secara kuantitatif air tersedia dalam jumlah besar. Kasus menurunnya kualitas sumber daya air disamping terkait dengan buangan limbah yang tidak terencana dan terkendali dengan baik juga dipengaruhi oleh kerusakan DTA oleh kegiatan perambahan hutan. Sekarang yang cukup menonjol adalah akibat dari kegiatan pertambangan batubara.

Kegiatan pertambangan bahkan pertanian sekalipun, memberikan kontribusi yang sangat nyata terhadap penurunan kualitas air, terutama dari suplay meterial padatan hingga bahan organik ke sistem perairan. Dari semua faktor-faktor penurunan kualitas air tersebut di atas dapat mengakibatkan dampak terburuk yaitu terjadinya banjir.

13 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

D.4. Respon dan Kebijakan yang Diambil

Melihat kondisi kualitas sumber daya air di Kabupaten Tabalong yang cenderung mengalami penurunan walaupun masih dalam batas normal, maka pemerintah Kabupaten Tabalong perlu merespon keadaan tersebut agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih berat. Adapun kebijakan yang dilakukan dalam menanggulangi hal-hal yang disebutkan diatas, dilakukan pemantauan kualitas air secara berkala. Juga dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap perusahaan yang wajib AMDAL dan UKL-UPL agar dalam pengelolaan industri harus mengelola limbah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, menindak tegas terhadap pelaku illegal logging, menertibkan penambang-penambang tanpa ijin kemudian dilakukan pembinaan agar dalam melakukan kegiatannya selalu mengikuti kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan serta memberikan sanksi tegas bagi masyarakat yang membuang sampah di sungai-sungai. 1. UDARA

E.1. Kondisi Udara Kabupaten Tabalong

Udara mempunyai arti penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan benda-benda lainnya. Sehingga udara merupakan sumberdaya alam yang arus diindungi untuk hidup dan kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Hal ini berarti pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara sebingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya yang akhirnya tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai fungsinya.

Dalam pencemaran udara selalu terkait dengan sumber yang menghasilkan pencemaran udara yaitu sumber yang bergerak (umumnya kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (umumnya kegiatan industri) sedangkan pengendaliannya selalu terkait dengan serangkaian kegiatan pengendalian yang bermuara dan batasan baku mutu udara.

14 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

Status mutu udara ambien daerah merupakan mutu udara ambien yang menggambarkan keadaan kualitas udara ambien di suatu lokasi pada waktu tertentu. Kondisi udara Kabupaten Tabalong masih dalam ambang normal, kondisi terburuk hanya terjadi pada musim kemarau yaitu adanya peningkatan kadar debu sehingga mengganggu aktivitas masyarakat di Kabupaten Tabalong tetapi setelah masuk musim hujan kondisi peningkatan kadar debu tersebut sudah berkurang.

Dampak yang ditimbulkan oleh peningkatan kadar debu pada musim kemarau adalah berkurangnya jarak pandang karena terhalang oleh debu aktivitas lalu lintas khususnya dari truk-truk pengangkut muatan batubara maupun kelapa sawit atau kendaraan penjemput pekerja ke dan dari areal tambang, terjadinya iritasi pada mata dan terganggunya saluran pernapasan. Hal ini berakibat terganggunya aktivitas masyarakat, industri dan dunia usaha masyarakat di Kabupaten Tabalong.

E.2. Penyebab Penurunan Kualitas Udara

Kegiatan pembangunan pada umumnya menyangkut tentang pendayagunaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Sumber daya alam dan lingkungan merupakan satu kesatuan dalam sistem ekologi atau ekosistem yang dapat memberikan manfaat langsung maupun tidak langsung bagi kehidupan manusia. Dalam sistem ekologi atau ekosistem, manusia tidak saja sebagai konsumen tetapi sekaligus juga berperan aktif dalam proses produksi pengelolaan.

Pembangunan diberbagai sektor terlihat berkembang sangat pesat, dan dapat dimaklumi dengan munculnya berbagai sektor tersebut dapat memberikan dampak bagi kehidupan manusia maupun terhadap lingkungan. Khusus kegiatan disektor pertambangan dan energi di Kabupaten Tabalong sangat pesat perkembangannya, terutama kegiatan pertambangan batubara dengan ditandai hadirnya perusahaan besar dan kecil yang masing-masing melakukan eksplorasi dan eksploitasi, bahkan sampai saat ini telah dirasakan mulai banyak pengaruh yang ditimbulkannya, baik pengaruh terhadap lingkungan maupun sosial.

Kegiatan tersebut disamping dapat menimbulkan dampak positif, berupa kenaikan devisa negara, pendapatan asli daerah (PAD), penyerapan tenaga kerja dan menjadi transfer teknologi secara langsung, namun demikian ternyata juga memberikan dampak negatif terhadap

15 / 16

BAB I SLHD 2009


Ditulis oleh Ramadani Selasa, 26 Juni 2012 01:08

kerusakan bentang alam dan pencemaran lingkungan khususnya pencemaran udara.

Selain hal tersebut beberapa faktor yang bisa menyebabkan penurunan kualitas udara adalah pembakaran dan kebakaran hutan. Kerusakan hutan dan lahan yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan hampir terjadi setiap tahun, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan hasil pemantauan titik panas (hot spots) taun 2008 terjadi peningkatan jumlah titik api di bandingkan dengan tahun 2006, di Kalimantan secara umum mencapai 254% (dari 5.049 menjadi 17.857).

E.3. Ketersediaan Data Kualitas Udara

Pemantauan kualitas udara dilakukan oleh beberapa lembaga pemerintah untuk berbagai tujuan. Kementrian Lingkungan Hidup melakukan pemantauan kualitas udara yang dilaksanakan melalui Pusat Pengelolaan Lingkungan (Environmental Management Centre, EMC), Badan-Badan dan Dinas-Dinas Lingkungan Hidup Daerah, Laboratorium Kesehatan Lingkungan (BTKL), Badan Meteorologi dan Geofiska (BMG), PTNBR (BATAN), LAPAN, Departemen Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan Raya (Puslitbang Jalan Raya), dan berbagai lembaga pendidikan tinggi/universitas. Pada tahun 2000 pemerintah mulai mengoperasikan jaringan pemantau kontinu otomatis di 10 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Denpasar, Jambi, Medan, Palangkaraya, Pekanbaru, Pontianak, Semarang dan Surabaya. Sistem pemantauan tersebut memantau konsentrasi CO, SO2, NOx, O3 dan debu (PM10).

Data yang diperoleh dari pemantauan ini dipergunakan untuk menghitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan ditampilkan pada papan display ISPU yang tersebar di beberapa lokasi di dalam kota. Perhitungan ISPU dilakukan berdasarkan data pemantauan selama 24 jam (dari 15:00 15:00 hari berikutnya). Indeks ISPU untuk tiap parameter yang dipantau menunjukan kualitas udara selama periode 24 jam pemantauan. - Nilai indeks

16 / 16

You might also like