You are on page 1of 7

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Merupakan sebuah kewajiban setiap Muslim untuk membelanjakan
daripada rizki yang dikaruniakan Allah padanya. Karena harta benda yang dimiliki
oleh seseorang pada hakikatnya adalah milik Allah, yang diamanatkan kepada si
pemilik, agar digunakan atau dibelanjakan untuk jalan yang diridhai Allah. 1 Salah
satu bentuk membelanjakan harta di jalan Allah itu adalah dengan shodaqoh.
Shodaqoh umumnya dapat diberikan kepada seseorang tanpa memandang miskin
atau kaya, Muslim atau bukan Muslim. Karena pada dasarnya shodaqoh adalah
merupakan suatu ibadah yang tidak hanya berdimensi ketuhanan, tetapi shodaqoh
juga merupakan ibadah yang memiliki dimensi kemanusiaan (sosial).
Kewajiban yang demikian merupakan sebuah uji mental bagi para
pelakunya, walaupun secara lahiriah tampak seolah-olah hanya transaksi finansial
semata dan kurang terasa sebagai gerak jasmani dalam ibadah, seperti layaknya
dalam ibadah sholat. Ajaran Islam menjadikan ibadah yang mempunyai aspek
sosial sebagai landasan membangun satu sistem yang mewujudkan kesejahteraan
dunia dan akhirat. Dengan mengintegrasikannya dalam ibadah berarti memberikan
peranan penting pada keyakinan dan keimanan yang mengendalikan seorang
Mukmin dalam hidupnya.2
Sudah lazim bahwa harta benda keduniawian selalu menjadi objek cinta

1 Prof. Drs. H. Masyfuk Zuhdi, Studi Islam; Jilid 3: Muamalah, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1993), cet. 2, h. 85.
2 KH. Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial: Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga
Ukhuwah, (Bandung: Mizan, 1995), cet. 3, h. 233.

1
manusia, karena dengan benda-benda tersebut orang akan dapat merasakan nikmat
dan lezatnya kehidupan dunia. Dan karena harta pulalah manusia menjadi cinta
dunia dan takut mati, walau sebenarnya kematian akan mengantarkannya pada
pertemuan dengan Yang Dicintai. Harta bukan untuk ditumpuk, kemudian
dinikmati sendiri. Seorang Muslim harus ingat bahwa ada kewajiban yang mesti
dilakukan terhadap harta itu yang di dalamnya juga ada milik orang lain, agar
harta yang diberikan Allah tidak sia-sia dan bisa menjadi bekal hidup, baik dunia
maupun di akhirat. Keseimbangan dalam mengelola harta itulah yang ditekankan
Rasulullah SAW. Inilah yang terkadang berat dilakukan, karena menganggap harta
benda yang dimiliki adalah hasil kerja keras yang harus dinikmati sendiri.
Padahal, dalam harta seseorang sejatinya ada campur tangan dari Allah SWT.
Karena itu, harta mesti dikelola sesuai dengan petunjuk Allah juga.3 Akhirnya,
rasa cinta kepada-Nya juga perlu diuji, yakni dengan berpisah dari harta benda
yang teramat dicintainya. Itulah sendi ajaran Islam yang didasarkan pada
pengorbanan membelanjakan sebagian harta yang dimiliki untuk berderma dan
bershodaqoh sebagai perwujudan tanda syukur kepada Allah yang telah
memberikan karunia-Nya.
Dengan demikian, apabila manusia telah mengetahui akan hal itu, niscaya
manusia pun akan berlomba-lomba untuk bisa mendermakan dan
menshodaqohkan sebagian dari rizkinya yang dikaruniakan oleh Allah. Karena
dengan begitu, selain manusia telah menunaikan kewajibannya terhadap Allah
(hablumminallah), yaitu melaksanakan perintah Allah sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur'an. Dan sekaligus manusia juga telah menunaikan kewajiban lain
dengan menshodaqohkan hartanya itu, yaitu menunaikan kewajibannya terhadap
sesama manusia (hablumminannaas).
Islam adalah agama yang mengutamakan amal, derma, kebaikan,
kemurahan hati, dan tolong-menolong antar sesama. Sifat kikir, rakus,dan tamak
adalah bagian dari sifat syaitan. Allah menyuruh kita untuk berderma sebagai
berikut:
š úïÏ% © ! $ # š c q à )Ïÿ Y 㠃 O ß g s 9º u q ø B r & È @ ø Š© 9 $ $ Î/ ͑$ y g ¨Z 9 $ # u r

3 Indonesian Muslim Society, Sedekah, http://www.republika.co.id.


3

# v  Å ™ Z p u ŠÏR Ÿ x t ã u r ó O ß g n = s ù ö N è d 㠍 ô _ r & y ‰ Y Ï ã ö N Îg În / u ‘ Ÿ

w u r ê ’ö q y z ó O Îg ø ‹n = t æ Ÿ w u r ö N è d šcq çR t “ ó s tƒ Ç Ë ÐÍ È

"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara


tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati". (QS. Al-Baqarah: 274)

Islam mewajibkan setiap orang yang sehat dan kuat untuk bekerja dan
berusaha mencapai rizki Allah, guna mencukupi dirinya dan mengatasi
keluarganya, sehingga sanggup mendermakan dan menshodaqohkan hartanya
dijalan Allah. Bagi orang yang tidak mampu berusaha dan bekerja, serta tidak
mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi hidupnya, maka ia
berhak mendapatkan perhatian dan jaminan dari keluarganya yang mampu.
Namun tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup
memberi bantuan. Dan Islam tidaklah bersikap dingin dan membiarkan nasib fakir
miskin yang terlantar itu. Maka dengan shodaqoh itulah akan mengurangi tingkat
kemiskinan suatu bangsa atau bahkan umat Islam pada umumnya.
Sudah menjadi fakta bahwa kegiatan ekonomi sekarang telah melahirkan
kesenjangan pendapatan yang semakin lebar dan makin besar. Salah satu faktor
utama yang menyebabkan besarnya kesenjangan pendapatan tersebut adalah
karena ketiadaan mekanisme distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip
keadilan dan keseimbangan, sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir
kelompok. Padahal Allah SWT sangat menentang perputaran harta di tangan
kelompok elit masyarakat saja.4
Sebagaimana yang dinyatakan-Nya dalam surat Al-Hasyr ayat 7:
B u ä ! $ s ù r & ª ! $ # 4 ’n ?t ã ¾ Ï& Î!q ß ™ u ‘ ô `ÏB È @ ÷ d r & 3 “t  à )ø 9 $ # ¨$!

¬ T sù É Aq ß ™ §  = Ï9 u r “Ï% Î!u r 4 ’n 1 ö  à )ø 9 $ # 4 ’y J » t G u Šø 9 $ # u r

È û ü Å 3 » | ¡ y Jø 9 $ # u r È û ø ó $ # u r È @ ‹ Î 6 ¡ ¡ 9 $ # ö ’s1 Ÿ w tb q ä 3 tƒ P 's!rß Š

tû ÷ ü t / Ïä ! $ u ŠÏY ø î F {$ # ö N ä 3 Z ÏB 4 ! $ tB u r ã N ä 3 9 s ? # u ä ã A q ß ™ §  9 $ #

4 Baznas, Zakat; Distribusi Kekayaan yang Adil, (Jakarta: BAZNAZ dan Dompet Dhuafa
Republika, 1428 H), Edisi Ramadhan.

3
ç nr ä ‹ 㠂sù $ tB u r ö N ä 3 9 p ktX ç m ÷ Y tã (# q ß g tF R $ $ sù 4 (#q à ) ¨ ?$ #u r

© !$ # ( ¨ b Î ) © !$ # ß ‰ ƒ Ï ‰ x © É > $ s) Ï è ø 9 $ # Ç Ð È

"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-
orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-
orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya". (QS.
Al- Hasyr : 7)

Dalam ajaran Islam, mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan ini


adalah melalui instrumen zakat, infak dan shodaqoh (ZIS). Secara demografik
dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat muslim Indonesia
sebenarnya memiliki potensi strategik yang layak dikembangkan menjadi salah
satu instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi Zakat, Infaq dan
Shodaqoh (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia
adalah beragama Islam, dan secara kultural kewajiban zakat, berinfaq, dan
shodaqoh di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat
muslim.
Secara substantif, zakat, infaq dan shodaqoh adalah bagian dari
mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan.
Dana zakat, infaq dan shodaqoh diambil dari harta orang yang berkelebihan
dan disalurkan bagi orang yang kekurangan, namun tidak dimaksudkan
memiskinkan orang kaya. Hal ini disebabkan karena zakat, infaq dan shodaqoh
diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu. Oleh
karena itu, alokasi dana zakat, infaq dan shodaqoh tidak bisa diberikan secara
sembarangan dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu.
Akan tetapi, sejauh ini bahwa pengertian dan pemahaman manusia selama
ini tentang shodaqoh masih sangatlah terbatas, baik apakah shodaqoh itu
berdimensi ruhaniah ataupun shodaqoh itu berdimensi jasmaniah. Pemahaman
yang ada di masyarakat selama ini mengenai shodaqoh itu sendiri, masih sangat
5

terbatas sekali. Lain halnya dengan sholat. Pemahaman sholat sudah merata
dikalangan kaum muslimin ,namun belum demikian terhadap shodaqoh.
Masyarakat selam ini masih memahami bahwa shodaqoh hanya dalam bentuk
materi semata. Sehingga dengan begitu timbul anggapan yang mengatakan bahwa
dengan bershodaqoh akan mengurangi harta. Hal ini terjadi karena shodaqoh
hanya di pandang dari segi materi.
Atau memang merupakan sifat alamiah manusia yang memang sangat sulit
berbagi, apalagi menjadi dermawan. Karena sebagian orang berpikir bahwa,
dengan memberi, harta miliknya akan berkurang. Atau, barangkali mereka
berpikir, jangankan untuk orang lain, untuk diri sendiri saja masih kurang. Itu
sebabnya banyak orang berpikir, sebaiknya menunggu sampai harta cukup dulu,
baru kemudian bershodaqoh. Padahal, dalam praktek, harta yang dikumpulkan itu
malah tidak pernah cukup, selalu saja kurang, sehingga shodaqoh pun tertunda.
Pemahaman manusia yang demikian itu disebabkan oleh pendidikan
agama Islam yang mereka dapatkan kurang menyentuh hati mereka untuk bisa
melakukan ha-hal itu. Salah satu faktor yang mengakibatkan kurang bisa
menyentuh hati mereka itu adalah karena cara atau metode memasyaratkan
shodaqoh itu sendiri yang disajikan kurang menarik. Disinilah peran suatu
lembaga atau instansi tertentu untuk memasyarkatkan dan mengelola shodaqoh itu
menjadi lebih menarik hati masyarakat untuk malakukan shodaqoh. Fungsi
lembaga tersebut adalah harus bisa memasyarakatkan atau mempublikasikan
kepada masyarakat luas tentang shodaqoh, terkait dengan metode, sistem dan
manajemen yang digunakan lembaga atau instansi tersebut dalam
memasyarakatkan atau mempublikasikan shodaqoh.
Untuk itu, berdasarkan permasalahan diatas, penulis tertarik untuk
membahas masalah tersebut lebih mendalam. Oleh karena itu, penulis berusaha
menelitinya lebih mendalam dengan menulis skripsi dengan judul:
"Memamsyarakatkan shodaqoh melalui pendidikan agama Islam (Studi
Pemasyarakatan Shodaqoh di PPPA Daarul Qur’an(".

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis

5
mengidentifikasikan beberapa masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini
sebagai berikut:
1. Pemahaman masyarakat selama ini tentang shodaqoh.
2. Hal-hal apa yang sudah dilakukan masyarakat dalam upaya
memasyarakatkan shodaqoh.
3. Keuntungan yang diperoleh masyarakat dari bershodaqoh.
4. Sistem dan manajemen PPPA Daarul Qur’an dalam memasyarakatkan
shodaqoh.
5. Media yang digunakan PPPA Daarul Qur’an dalam memasyarakatkan
shodaqoh.
6. Bentuk pemanfaatan dana shodaqoh yang dilakukan PPPA Daarul Qur’an.
7. Faktor pendukung dan penghambat dalam memasyarakatkan shodaqoh
yang dilakukan PPPA Daarul Qur’an.

C. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan penelitian ini, maka permasalahannya dibatasi
sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem dan manajemen PPPA Daarul Qur’an dalam
memasyarakatkan shodaqoh?
2. Media apa saja yang digunakan PPPA Daarul Qur’an dalam
memasyarakatkan shodaqoh?
3. Bentuk pemanfaatan dana shodaqoh yang dilakukan PPPA Daarul Qur’an?

D. Perumusan Masalah
Agar dalam pembahasannya lebih terarah dan terfokus, maka dalam
penulisan skripsi ini dirumuskan, bagaimana sistem dan manajemen PPPA Daarul
Qur’an dalam memasyarakatkan shodaqoh melalui pendidikan agama Islam.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skriksi ini adalah:
a. Untuk mengetahui sistem operasional manajemen PPPA Daarul
Qur’an dalam memasyarakatkan shodaqoh.
7

b. Untuk mengetahui manajemen PPPA Daarul Qur’an dalam


memasyarakatkan shodaqoh.
2. Manfaat Penelitian
a. Memotivasi masyarakat untuk lebih giat
lagi dalam bershodaqoh
b. Mengetahui lebih jauh PPPA Daarul
Qur’an sebagai sebuah lembaga
pendidikan dari hasil pengumpulan dana
shodaqoh
c. Mendapatkan sebuah sistem dan
manajemen baru dalam
memasyarakatkan shodaqoh.

You might also like