You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan. Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.1 Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral, nefrogenik, dipsogenik, dan gestasional. Pada diabetes insipidus sentral, kelainan terletak di hipofisis, sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik kelainan dikarenakan ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan penyakit ini bersifat dominan dan dibawa oleh kromosom X. Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat tertentu.2,3,4 Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan polidipsia. Jika penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul segera setelah lahir. Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.3,4 B. Tujuan Penulisan Menambah wawasan ilmiah mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan prognosis diabetes insipidus.

BAB II
1

ISI
A. DEFINISI Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah. Kondisi ini merupakan manifestasi klinis dari defisiensi pitresin (ADH) yang diproduksi oleh hipofisis lobus posterior yang berperan dalam mengatur metabolisme air di tubuh atau merupakan kondisi klinis akibat dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH.5 B. ETIOLOGI Penyebab diabetes insipidus dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Kelainan organis Setiap lesi yang merusak unit neurohipofisis dan hipotalamus dapat mengakibatkan diabetes insipidus. akibat dari :

Kerusakan ini dapat terjadi sebagai

Operasi (bersifat sementara) Penyakit infeksi (meningitis, ensefalitis, tuberkulosis, lues, sarkoidosis, aktinomikosis, dan lain-lain), Tumor atau kista di daerah kiasma optika, infundibulum, ventrikel III, atau korpus pinealis (terutama kraniofaringioma, glioma optik, dan germinoma). Terutama tumor supraselar (30% kasus).

Xantomatosis (hand-schuller-christian), Leukimia Hodgkin Pelagra Trauma pada kepala terutama fraktur basis cranii, atau setelah suatu prosedur operatif dekat kelenjar pituitaria atau hipotalamus Sindrom laurence-moon riedel Idiopatik DI (30% kasus) Ensefalopati iskemik atau hipoksia

Familial DI Radiasi Edema serebri Perdarahan intrakranial

Keadaan tersebut akan berakibat gangguan dalam : Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis Sintesis ADH terganggu Kerusakan pada nukleus supraoptik paraventricular Gagalnya pengeluaran vasopressin 2,4.6,7 2. Kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) Kelainan terletak pada ginjal yaitu tubulus yang tidak peka terhadap hormon antidiuretik (ADH). Faktor keturunan yaitu gen sex linked dominant merupakan penyebab kelainan ini. Diabetes insipidus nefritogenik sering disertai retardasi mental. Dalam keadaan normal, ginjal mengatur konsentrasi air kemih sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pengaturan ini merupakan respon terhadap kadar hormon antidiuretik di dalam darah. Hormon antidiuretik (yang dihasilkan dari kelenjar hipofisa), memberikan sinyal kepada ginjal untuk menahan air dan memekatkan air kemih. Diabetes insipidus nefrogenik adalah suatu kelainan dimana ginjal menghasilkan sejumlah besar air kemih yang encer karena ginjal gagal memberikan respon terhadap hormon antidiuretik dan tidak mampu memekatkan air kemih. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat tertentu yang bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal, diantaranya : Penyebab primer : primary familial: x-linked recessive dimana bentuk berat terdapat pada anak laik-laki, dan bentuk yang lebih ringan terdapat pada anak perempuan. Penyebab sekunder : 1) Penyakit ginjal kronik : Penyakit ginjal polikistik Medullary cystic disease 3

Pielonefretis Obstruksi ureteral Gagal ginjal lanjut 2) Gangguan elektrolit Hipokalemia Hiperkalsemia 3) Obat obatan : Antibiotik aminoglikosid, demeklosiklin dan antibiotik, litium, asetoheksamit, tolazamid, glikurid, propoksifen, colchicine, fluoride, cidofovir, demeclocycline, methoyflurane. 4) Penyakit sickle cell 5) Gangguan diet : deprivasi protein 6) Amiloidosis 7) Sjogren syndrome8 3. Idiopatik Selain karena penyebab sentral dan nefrogen, beberapa kasus diabetes insipidus tidak diketahui penyebabnya. Pada sejumlah kecil kasus, diabetes insipidus merupakan kelainan herediter. Bentuk autosom dominan ditandai dengan onsetnya yang bervariasi mulai sejak lahir sampai umur beberapa tahun, dan semakin lama ada variasi keparahan dalam keluarga dan individu. Gejala menurun pada dekade ke 3 dan ke 5. Kadar AVP mungkin tidak ada (< 0,5 pg/mL) atau menurun secara bervariasi. Gena berada pada kromosom nomor 20, dan praprotein yang mengkode berisi AVP dan neurofisin (NPII), protein pembawa hormon. Rantai tunggal pembawa polipeptide ini terbelah dalam granula sekretori dan kemudian disambung lagi ke dalam kompleks AVP-NP sebelum sekresi. Mutasi yang meyebabkan diabetes insipidus autosom dominan telah dilokalisasi di bagian NP II. Meskipun mutasi hanya melibatkan satu allele, mutan kompleks AVP NP II mengganggu fungsi allele normal, mengakibatkan pewarisan atosom dominan. 2,6,7,8

C. KLASIFIKASI

1. Diabetes insipidus sentral Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat fatal. ADH. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibodi terhadap ADH.2 Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh. 3 2. Diabetes insipidus nefrogenik Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat disebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh. atau Penderita diterapi HCTZ dengan kadang hydrochlorothiazide (HCTZ) indomethacin.

dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.8,9,11

3. Diabetes insipidus dipsogenik

Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.2,3 4. Diabetes insipidus gestasional Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes Pada insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. boleh digunakan sebagai terapi.2

kasus dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak

D. PATOFISIOLOGI Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya.9,11 Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotik. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun.

Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.10,11 Sekresi ADH dalam mereabsorbsi air diatur oleh dua mekanisme yaitu osmoreseptor dan baroreseptor 1. Osmoreseptor Terletak di anterolateral hipotalamus. Sel ini berperan dalam menjaga keseimbangan air dan Na. Perubahan dalam tekanan osmolar plasma akan merangsang signal untuk rilis atau inhibisi ADH. Tekanan osmolaritas di bawah 280 mOsm/kg tidak akan merangsang sekresi ADH. Rangsang rilis ADH mulai ketika terjadi perubahan terjadi perubahan tekanan osmolaritas di atas 280 msml/kg. Tekanan osmolaritas 290 mOsm/kg akan merangsang sekresi ADH sebesar 5pg/ml.

Gambar : Peningkatan Osmolalitas Cairan Ekstraseluler Atau Penurunan Volume Intravaskuler Akan Merangsang Sekresi Vasopressin

2.

Baroreseptor Terletak di sinus carotis dan arkus aorta yang mengatur tekanan darah. Stimulasi rilis ADH terjadi jika tekanan darah turun sehingga mensupresi

baroreseptor. Serabut saraf sensoris dari nervus IX dan X membawa signal ini dari sinus dan arcus untuk merangsang rilis ADH di hipotalamus.

Gambar : Baroseptor Stimulan Rilis ADH Tabel : Karakteristik Osmoreseptor dan Baroreseptor
Receptors Location Value Measured Osmoreceptors Baroreceptors anterolateral hypothalamus carotid sinus & aortic arch Posm circulating volume suppression of receptor 10-15% decrease large yes

ADH Release Stimulated By activation of receptor Change Required for Action 1% above 280 mosm/kg Resulting Amount of ADH Override Other? small no

Ginjal menyaring 70-100 liter cairan dalam 24 jam, dan dari jumlah ini 85% direabsorbsi di tubulus bagian proksimal tanpa pertolongan ADH. Sisanya

di reabsorbsi di tubulus bagian distal di bawah pengaruh ADH. bekerja dengan memperbesar permeabilitas jaringan terhadap air.

Vasopresin

Gambar : Mekanisme Kerja Vasopresin Dengan Memperbesar Permeabilitas Jaringan Terhadap Air Di Tubulus Ginjal. Gangguan pengumpulan air dari pada fisiologi duktus vasopressin pengumpul ini ginjal dapat menyebabkan berkurang

karena

permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotik pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).5,9,11 E. GEJALA KLINIS 1. Poliuria dan polidipsia Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 510 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1,001 1,005 atau 50 200 mOsmol/kg berat badan.

10

Poliuria yang terjadi ialah primer dan untuk mengimbanginya penderita akan minum banyak (polidipsia). Pada bayi kecil yang diberikan minum biasa akan tampak gelisah yang terus-menerus, kemudian timbul dehidrasi, panas tinggi dan kadang-kadang dapat timbul syok. Untuk menghindari syok, harus diberikan cairan dalam jumlah besar, sebaiknya air putih. Gejala lain yaitu lekas marah, letih, dan keadaan gizi kurang. Enuresis bisa merupakan gejala dini penyakit ini. Kulit biasanya kering, karena anak tidak berkeringat. Sering terdapat anoreksia. Kadang-kadang terdapat gejala tambahan seperti obesitas, kakeksia, gangguan pertumbuhan, pubertas prekoks, gangguan emosionil, dan sebagainya, bergantung pada letak lesi di otak. Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala poliuria dan polidipsia biasanya mulai timbul segera setelah lahir. Bayi sangat sering menangis dan tidak puas dengan susu tambahan tetapi senang bila mendapat air. Pada anak haus yang berlebih akan mengganggu aktivitas tidur, bermain, dan belajar.2,7 2. Dehidrasi Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. 3. Hipertermia 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia. Berat badan turun dengan cepat Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat Gejala dan tanda lain Tergantung pada lesi primer, misalnya penderita dengan tumor daerah hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan, obesitas, atau kakheksia prgresif, hiperpireksia, gangguan tidur, seksual prekoks, atau gangguan emosional. Lesi yang pada awalnya menyebabkan diabetes

11

insipidus akhirnya dapat merusak hipofisis anterior, pada keadaan demikian diabetes insipidus cenderung lebih ringan atau hilang sama sekali.4,5, 6,7,10

F. DIAGNOSIS Diagnosis diabetes insipidus ditegakkan berdasarkan gejala klinik, laboratorium (urinalisis fisis dan kimia dan tes deprivasi air). Guna mendiagnosa penyebab suatu poliuria adalah akibat diabetes insipidus, bukan karena penyakit lain, caranya adalah dengan menjawab tiga pertanyaan yang dapat kita ketahui dengan anamnesa dan pemeriksaan. 1. Apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan tersebut (dalam hal ini air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria itu terjadi. 2. Apakah penyebab poliuria ini adalah faktor renal atau bukan. Poliuria bisa terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oliguria (sedikit kencing). 3. Apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat diabetes insipidus mengeluarkan air murni, namun tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai bahwa poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu differential diagnosis dari diabetes insipidus.2 Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah diabetes insipidus, maka harus melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis diabetes insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada diabetes insipidus, antara lain: 1. Hickey Hare atau Carter-Robbins 2. Fluid deprivation 3. Uji nikotin 12

Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada diabetes insipidus sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada diabetes insipidus nefrogenik tidak terjadi apa-apa.2,4 G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia. Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. Pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmoll dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. Urin pucat atau jernih. Kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.9 Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi ADH parsial dan juga untk membedakan diabetes insipidus dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma maupun urin tiap 2 jam. Pada individu normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenisyang naik (800-1200).6 3. Radioimunoassay untuk vasopresin kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunukkan diabetes insipidus parsial. 4. neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer. Rontgen cranium Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura. 5. MRI 13

MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitaria anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik terang/isyarat terang. Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita normal, namun tidak tambap pada penderita dengan lesi jaras hipotalamik-neurohipofise. Penderita dengan dabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar pituitaria dapat terlihat dengan MRI pada penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis sel langerhans (LCH) atau infiltrasi limfosit. Pada beberapa penderita abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain ada.9 H. DIAGNOSIS BANDING 1. Kelainan ginjal seperti penyakit polikistik, pielonefritis kronis, nefronoptisis familial. Kenaikan kadar ureum dan kreatinin plasma, anemia, dan urin isotonis merupakan khas penyakit ginjal primer. 2. Defisiensi AVP yang diwariskan atau di dapat. dengan defisensi AVP primer. 3. 4. 5. Hipokalemia dan hiperkalsemia bisa menyebabkan polidipsia, dan poliuria dengan berat jenis urin yang rendah Insufisiensi adrenal, diantaranya salt losing syndrom Polidipsia psikogenik : compulsive water drinkers. Dalam keadaan ini terdapat kelainan jiwa seperti neurosis yang dilatarbelakangi oleh keinginan memperoleh perhatian. Anak yang terkena biasanya mampu dengan mudah enghasilkan urin yang terkonsentrasi bila cairan dikurangi. Namun kadangkadang diagnosisnya sukar karena polidipsia yang lama menurunkan kadar urin maksimum yang dapat dicapai setelah dehidrasi atau bahkan setelah infus larutan garam hipertonik. 6. Adipsia atau hipodipsia Merupakan manifestasi klinis dari defek pusat haus murni. Namun sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan osmoreseptor untuk haus dan AVP menempati daerah hipotalamus anterior yang berdekatan, hipernatremia 14 Kegagalan berespon terhadap AVP atau desmopresin penting untuk membedakan diabetes insipidus

hipodipsik biasanya disertai dengan defek pada fungsi ADH. Ini paling sering
D.I. Na+ plasma Na+urine Plasma osmo Plasma gluc. Urine gluc. Urine output (unless dry) Urine SG Fluid volume Depleted dilute polyuria fluids +/DDAVP Overloaded Concentrated oliguria Fluid restriction N -ve (unless dry) /N Depleted Concentrated polyuria Fluid & Na+ replacement /N S.I.A.D.H./ DDAVP toxic /N N -ve C.S.W./ Renal.S.W. N -ve

Management

terjadi pada penderita dengan tumor hipotalamus, terutama germinoma, glioma, histiositosis, malformasi kongenital, dan mikrosefali.7,8 Tabel : Perbedaan Diabetes Insipidus dengan SIADH dan CSW I.KOMPLIKASI 1. Dehidrasi hipernatremik serta komplikasi neurologisnya 2. Retardasi mental 3. Hidronefrosis 6 J. PENATALAKSANAAN Faktor penyebab patut mendapatkan pertimbangan pertama pada pengobatan. Pengobatan pada diabetes insipidus harus sesuai dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada pasien diabetes insipidus sentral (DIS) parsial tanpa gejala nokturia dan poliuria yang mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari tidak diperlukan terapi khusus. Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal replacement) yaitu desmopressin atau DDAVP (1desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Analog ini 15

lebih tahan terhadap degradasi oleh peptidase daripada AVP alami. Aktivitas antidiuretik DDAVP adalah 2000-3000 kali lebih besar daripada aktivitas pressornya, dan 1 mikrogram menghasilkan diuresis yang berakhir dalam waktu 8-10 jam, dibandingkan dengan hanya 2-3 jam untuk AVP alami. DDAVP diberikan melalui sistem pemasukan pipa hidung yang mengalirkan sejumlah tepat pada mukosa hidung. Dosis berkisar antara 5-15 mikrogram yang diberikan sebagai dosis tunggal atau terbagi menjadi 2 dosis. Anak umur kurang dari 2 tahun memerlukan dosis yang lebih kecil (0,15-0,5 mikrogram/kg/24 jam). Dosisnya harus secara individu dan penting disesuaikan jadwal dosisnya sehingga memungkinkan penderita dalam keadaan poliuria ringan sebelum dosis berikutnya diberikan. Untuk penderita yang memerlukan lebih dari 10 mikrogram dosis preparat semprot hidung juga tersedia. Preparat parenteral DDAVP (0,03-0,15 mikrogram/kg) tersedia dan bermanfaat paska bedah transfenoidalis, bila penyumbatan hidung menghalangi peniupan hidung.9 Desmopressin seperti halnya ADH memfasilitisasi reabsorbsi air di tubulus kolektivus dengan cAMP-mediated insersion. Hasilnya volume urin berkurang dan berat jenis urin meningkat. Efek samping dari desmopressin yaitu hiponatremia dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan hipertensi.2 Harus berhati-hati pada penderita dengan diabetes insipidus yang koma, menjalani pembedahan, atau mendapat cairan intravena karena alasan apapun. Tanpa melihat bentuk terapi setiap dosis yang efektif boleh diulangi hanya setelah pengaruhnya berkurang dan poliuria berulang. Diabetes insipidus paska bedah sering sementara, penilaian kembali tiap hari untuk kebutuhan ADH diperlukan setelah pengobatan dimulai.9 DDAVP juga berpengaruh pada reseptor eksternal seperti V2 yang Penderita mengakibatkan keluarnya faktor VIII dan faktor Von Willebrand.

dengan hemofilia A ringan atau sedang atau penyakit von Wilebrand terpilih dapat disembuhkan secara berhasil dengan dosis DDAVP 15 kali lebih tinggi daripada dosis yang dipergunakan untuk antidiuresis. Desmopresin semakin banyak dipergunakan pada penatalaksanaan anak dengan enuresis. Dosis yang diperlukan adalah 20-40 gr, diberikan sebagai semprot hidung sebelum tidur.9

16

Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti: - Diuretik Tiazid - Klorpropamid - Klofibrat - Karbamazepin2 Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus. Penderita bayi dan anak-anak harus sering diberi minum. Terutama pada bayi yang masih sukar mengekspresikan rasa hausnya . Jika asupan cairan mencukupi, jarang terjadi dehidrasi.3,4 K. PROGNOSIS Diabetes insipidus jarang mengancam jiwa, tetapi mungkin menunjukkan keadaan serius yang mendasari. Penderita dengan diabetes insipidus tanpa komplikasi dapat hidup selama bertahun-tahun dengan kesulitan poliuria dan polidipsia sepanjang mereka memiliki mekansme haus yang utuh dan mendapatkan air dengan bebas.9 Diabetes insipidus ini mungkin hanya sementara setelah trauma atau intervensi bedah pada daerah hipotalamus atau kelenjar pituitaria. Pada beberapa penderita dengan retikuloendoteliosis sel Langerhans, remisi spontan terjadi tetapi pada penderita lain, diabetes insipidus mungkin hanya sisa lama setelah remisi keadaan primer. Perbaikan diabetes insipidus klinis dapat menunjukkan perkembangan insufisensi kelenjar pituitari anterior. Prognosis penderita dengan tumor otak tergantung pada lokasi lesi dan tipe sel neoplastik.9

17

BAB III KESIMPULAN


Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi peningkatan rasa haus dan peningkatan kuantitas urin dengan berat jenis yang rendah. Kondisi ini merupakan manifestasi klinis dari defisiensi pitresin (ADH) atau merupakan kondisi klinis akibat dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH. Penyebab diabetes insipidus dapat karena penyebab sentral yang menyebabkan penurunan produksi ADH maupun kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik) yang menyebabkan ginjal kurang peka terhadap ADH, serta idiopatik. Gejala klinis khas diabetes insipidus yaitu poliuria dan polidipsia,h gejala lainnya yaitu dehidrasi, hipertermia, nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia. Berat badan turun dengan cepat, serta gejala enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing, keringat sedikit sehingga kulit kering dan pucat, anoreksia, lebih menyukai karbohidrat. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. Gejala dan tanda lain tergantung pada lesi primer. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesa dan pemeriksaan penunjang (laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia), test deprivasi air, radioimunoassay untuk vasopresin, rontgen cranium, dan MRI. neurologisnya, retardasi mental, hidronefrosis. Pada DIS yang komplit, terapi hormon pengganti (hormonal replacement) yaitu desmopressin atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) 18 komplikasi diabetes insipidus dapat terjadi dehidrasi hipernatremik serta komplikasi

merupakan pilihan utama. Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti: diuretik tiazid, klorpropamid, klofibrat, karbamazepin. Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus. Diabetes insipidus jarang mengancam jiwa. Penderita dengan diabetes insipidus tanpa komplikasi dapat hidup selama bertahun-tahun dengan kesulitan poliuria dan polidipsia sepanjang mereka memiliki mekanisme haus yang utuh dan mendapatkan air dengan bebas.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Asman Boedi Santoso. Diabetes Insipidus. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, FK UI, hal 816 2. National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse. 2009. Diabetes insipidus. from http://www.niddk.org. Diakses 20 Oktober 2009 3. Askep Diabetes Insipidus.2009. from http: //www.medikastore.com. Diakses 20 Oktober 2009 4. Mahmud. 2009. Diabetes Insipidus Nefrogenik. From http://www.perisaihusada.net. Diakses 20 Oktober 2009 5. C.B. Pender dan Clarke Fraser. 2009. Dominant Inheritance Of Diabetes Insipidus: A Family Study. American Academy of Pediatrics ournal, 15 : 246254 6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Endokrinologi Anak. Dalam Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak 1985. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; cetakan kesebelas. 7. Endokrinologi Anak. Dalam : Manual textbook of Nelsons Pediatrics. 8. Sands, Jeff M., Bichet, Daniel G. Nephrogenic Diabetes Insipidus. Ann Intern Med. 2006; 144:186-194. 9. Abdelazis Elamin. 2009. Diabetes Insipidus. Departement of Child Health and Pediatric Endocrinologist Sultan Qaboos University. 10. Jamest R West dan James G. Kramer. Nephrogenic Diabetes Insipidus. American Academy of Pediatrics Journal, 15 ;424-432

20

REFERAT

DIABETES INSIPIDUS

Diajukan kepada : dr. Supriyanto, Sp.A

Disusun Oleh Elies Fitriani : K1A004016

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN SMF ILMU PENYAKIT ANAK

21

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO PURWOKERTO 2009

LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui referat berjudul

DIABETES INSIPIDUS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik Senior Di Bagian Ilmu Penyakit Anak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :

Elies Fitriani K1A004016

Pada tanggal:

Oktober 2009

Pembimbing,

dr. Supriyanto, Sp.A

22

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul Diabetes Insipidus ini. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di bagian Ilmu Penyakit Anak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada: 1. 2. dr. Supriyanto, SpA selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan referat ini Teman-teman di stase anak serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak dijumpai kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari para penelaah sangat diharapkan demi proses penyempurnaan.

Purwokerto,

Oktober 2009

Penulis

23

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................... A. Definisi ........................................................................................ B. Etiologi ........................................................................................ C. Klasifikasi .................................................................................... D. Patofisiologi ................................................................................ E. Manifestasi Klinis ........................................................................ F. Diagnosis ..................................................................................... G. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. H. Diagnosa Banding ...................................................................... I. Komplikasi ................................................................................... J. Penatalaksanaan ............................................................................ K. Prognosis ..................................................................................... BAB III. PENUTUP ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... i ii iii 1 2 2 3 5 6 10 12 13 14 15 15 17 18 20

24

25

You might also like