You are on page 1of 59

EKONOMI BENCANA1

Oleh : ERWIN RUHIYAT

Pendahuluan Tujuan dan Ruang Lingkup Modul ini membahas ekonomi bencana, mengupas bagaimana analisis ekonomi bisa digunakan untuk memberikan masukan kepada para pengambil keputusan mengenai pilihan-pilihan kebijakan. Beberapa kebijakan mungkin sedikit mahal dalam biaya tetapi efektif, beberapa mahal dalam konteks jangka pendek tetapi menghemat pengeluaran keuangan di masa depan. Beberapa kebijakan cukup menghemat biaya tetapi membebani keuangan di masa depan. Modul ini ditulis untuk para analis kebijakan -mereka yang memberikan nasihat/masukan kepada pemerintah, PBB, LSM dan tokoh masyarakat mengenai keputusan-keputusan sulit tentang alokasi sumberdaya yang terbatas untuk mencapai hasil yang maksimal. Sebagai contoh dari ekonomi bencana adalah proyek poormans corner di Jamaika, merupakan proyek rumah sangat sederhana yang dibangun oleh Jamaican National Housing Trust. Pembangunan rumah ini mengabaikan konstruksi aman bencana angin topan, ketika selesai dibangun rumah-rumah ini hancur diterjang badai Gilbert. Biaya perbaikan per unit hampir seperempat dari biaya pembangunan rumah dan biaya sewa rumah selama tujuh bulan untuk para penghuni rumah yang mengungsi selama rumahnya diperbaiki harus dikeluarkan. Jelas bahwa bila rumah sangat sederhana itu dibangun dengan memperhatikan kontruksi yang aman bencana akan menghindari pengeluaran

Disadur dari modul Disaster Economics oleh Ross Bull

substansial secara langsung maupun tidak langsung dan dana yang ada bisa dipergunakan untuk proyek-proyek pembangunan lainnya. Dalam modul ini, istilah-istilah ekonomi digunakan sehingga konsep-konsepnya diupayakan dapat dipahami pembaca dari berbagai disiplin ilmu dan latar belakang profesi.

Selayang Pandang Mengenai Modul Ini Modul ini memiliki tiga bagian, Bagian Satu menjelaskan secara singkat mengenai ekonomi, menjelaskan perangkat kuantitatif yang membantu analisis ekonomi, memberikan gambaran mengenai proses pengambilan keputusan rasional yang direkomendasikan oleh ahli ekonomi dan pertimbangan mengenai bagaimana bencana bisa dianalisa dari sudut pandang ekonomi. Bagian Dua menyajikan lima skenario bencana pilihan yang menggarisbawahi isu-isu kebijakan utama dan bongkar-pasang yang harus dilakukan ketika dilakukan analisis ekonomi. Bagian tiga mengenai cara-cara alternatif pembiayaan proyek bantuan dan pemulihan pasca bencana.

Bagian Satu : Bencana dan Ekonomi

Apa sih yang dikaji ekonomi ? Ekonomi adalah bagaimana dan mengapa menggunakan sumberdaya yang dimiliki dengan satu cara tertentu daripada cara lainnya. Sebagai contoh, alokasi secara rasional dari sumberdaya melibatkan asumsi-asumsi yang

memperbolehkan pengeluaran untuk produksi, pengiriman, konsumsi atau investasi infrastruktur. Kebutuhan untuk menjelaskan asumsi-asumsi yang mendasari keputusan pengeluaran biaya diterapkan untuk persiapan rencana pembangunan atau program pemulihan pascabencana, bahkan keputusan yang diambil oleh kepala rumah tangga yang memutuskan berapa banyak penghasilannya akan

dialokasikan untuk makanan, sewa atau tabungan. Isu-isu mengenai alokasi sumberdaya terbatas antara kebutuhan yang bersaing merupakan fungsi prioritas, (sama seperti kelayakan teknis) dan prioritas akan berbeda antar individu, departemen/kementrian dan partai politik. Dalam rangka mengalokasikan sumberdaya sektor publik yang diatur oleh pemerintah, alternatif dan pilihan harus dikaji dan pertanyaan-pertanyaan harus diajukan, seperti Berapa banyak yang harus dikeluarkan, untuk apa, kapan dan dimana ? cara lain untuk memandang pertanyaan ini adalah memutuskan untuk tidak membeli sesuatu, proposal pembelanjaan mana yang bisa diabaikan atau dialihkan. Akankah proses alokasi sumberdaya seluruhnya melalui pembelanjaan pemerintah atau melalui pembentukan lingkungan kebijakan

pemberdayaan yang ditujukan untuk merangsang konsumsi sektor swasta, produksi, penghematan dan investasi ? Akankah perubahan dalam kerangka kerja institusi negara dibutuhkan untuk mengijinkan implementasi investasi sektor publik atau inisiatif kebijakan ? Perimbangan mana dari penerimaan pemerintah, konsesi dan pinjaman komersil, hibah dan bantuan pemulihan yang lebih diminati dan layak untuk membiayai pengeluaran sektor publik yang diajukan ?

Fokus kuantitatif Banyak keputusan-keputusan mengenai penanganan bencana merupakan perkara hidup dan mati yang menentang analisis ekonomi kaku. Tetapi, banyak keputusan tidak sebesar itu dan masih bisa menerima analisis ekonomi berdasarkan metode kuantitatif. Analisis kuantitatif seperti yang dilakukan dalam kursus analisis ekonomi, biasanya melibatkan persiapan proyeksi-proyeksi penawaran dan permintaan. Tanpanya, tidak mungkin untuk memastikan bahwa produksi yang cukup, pengiriman atau kapasitas penimbunan stok akan dilakukan untuk memenuhi permintaan. Proyeksi, tanpa data yang bisa diandalkan harus mengandalkan tebak-tebakan. Tebakan terbaik didasarkan kepada asumsi mengenai bagaimana individu, kelompok keluarga, dan organisasi akan berperilaku dalam kondisi tertentu. Karena penawaran dan permintaan dipengaruhi oleh harga, sudah menjadi kebiasaan memfokuskan terhadap analisis kuantitatif mengenai identifikasi dan analisis seluruh biaya yang termasuk dalam penentuan harga dari barang atau pelayanan kepada konsumen dan produsen. Hal ini penting agar dapat mengkaji apakah

Pendapatan produsen/tenaga kerja dari kegiatan tertentu cukup untuk menjamin produksi melebihi persyaratan minimum, dan Konsumen mampu membeli barang dan jasa yang disediakan oleh produsen, setelah ongkos pengiriman, margin pemasaran dan pajak telah disertakan.

Analisis kuantitatif dilakukan untuk membuat data numerik yang bisa digunakan untuk membantu dalam membandingkan dan mengevaluasi investasi dan alternatif-alternatif kebijakan. Apa yang pada awalnya tampak seperti solusi yang jelas untuk menyelesaikan masalah bisa berubah menjadi satu dari sekian banyak alternatif solusi. Begitu juga, mungkin tidak ada opsi investasi dimana pada pandangan awal jelas sekali untuk memilih yang lainnya.

Proses pemikiran praktis Ketika pemerintah harus mengalokasikan pembelanjaan (termasuk upah kerja), metoda analisis akan menyertakan tujuh tugas, sebagai berikut 1. Penting untuk segera memiliki pemahaman jelas mengenai latar belakang situasi terkini, dan mengkaji kenapa alokasi tambahan sumberdaya dibutuhkan, kemudian menentukan tujuan kebijakan. 2. Setelah mengkaji skala permasalahan yang ada, penting untuk mulai membangun daftar intervensi alternatif sebagai pertimbangan bagi pemerintah selama proses pemilahan pilihan. 3. Langkah cepat mengkaji alternatif-alternatif dalam daftar akan

dibutuhkan, terutama mengenai kelayakan teknis dan keuangan seperti juga batasan budaya dan politis dari setiap investasi atau pilihan kebijakan. 4. Perkiraan dari biaya dan keuntungan yang berhubungan dengan alternatif-alternatif investasi dan kebijakan akan dibutuhkan, termasuk

pengkajian mengenai opportunity costs yang terlibat. Ini akan seringkali melibatkan agregasi terkomputerisasi dari modal, asistensi teknis dan reccurent costs. 5. Kemungkinan-kemungkinan pembiayaan yang berkaitan dengan pilihanpilihan yang sedang dipertimbangkan perlu menjadi pertimbangan, untuk memastikan keseimbangan antara sumberdaya yang tersedia dan komitmen pendanaan yang ada. 6. Intervensi-intervensi kebijakan oleh pemerintah perlu dipilih,

mengidentifikasi siapa atau institusi mana yang akan bertanggungjawab untuk implementasi, dan menjelaskan periode waktu intervensi mana yang akan diimplementasikan. 7. Terakhir, dokumentasi perlu disempurnakan, untuk menyajikan

pengajuan pemerintah dan sumberdaya yang dibutuhkan kepada pemberi bantuan pembiayaan.

Analisis ekonomi dalam penerapannya terhadap bencana Ketika memperkirakan konsekuensi ekonomi akibat bencana, sudah menjadi kebiasaan untuk identifikasi dampak langsung, tidak langsung dan sekunder. Dampak langsung adalah kerusakan terhadap properti, hilangnya pendapatan perorangan, bisnis dan komunitas. Lebih jauh didefinisikan sebagai Hilangnya modal, seperti kerusakan rumah, pabrik, sarana komunikasi (jembatan, jalan, rel kereta, jaringan telepon) dan infrastruktur komunitas (sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, jaringan listrik, sistem sanitasi). Hilangnya persediaan yang diperuntukkan konsumsi akhir atau untuk produksi lebih lanjut.

Kerugian produksi yang akan berimbas dalam bentuk berkurangnya pendapatan; sebagai contoh : panen yang buruk, hancurnya tanaman, kematian ternak, atau bangkrutnya bisnis kecil.

Biaya yang dikeluarkan untuk tanggap darurat dan perbaikan.

Setiap kerugian tersebut bisa memiliki dampak tidak langsung, sebagai contoh : apabila pabrik tutup akibat bencana maka Berkurangnya kegiatan pengiriman barang/jasa tanpa adanya alternatif pemasaran. Berkurangnya pembelanjaan barang dan jasa oleh konsumen yang kehilangan pekerjaan/matapencaharian. Berkurangnya pendapatan negara akibat berkurangya pendapatan negara dari pajak. Lebih jauh, kedua dampak tersebut menghasilkan dampak sekunder beberapa waktu pascabencana, berupa Wabah penyakit. Inflasi. Peningkatan disparitas pendapatan individu dan keluarga,

ketidakseimbangan dalam pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah dalam satu negara. Kerugian economic opportunities akibat penyesuaian aktifitas

perekonomian. Perubahan ekologis. Perubahan negatif dalam balance of payments.

Modul ini sengaja membatasi diskusi mengenai teori ekonomi karena keputusankeputusan kebijakan dan investasi di negara berkembang tampaknya lebih dipengaruhi oleh urusan duniawi daripada penerapan teori. Negara berkembang seringkali memiliki substantial debt; institusi sektor publik yang lemah seringkali
7

kelebihan pegawai tetapi tidak produktif; dan angkatan kerja yang memiliki keahlian terbatas dengan upah rendah. Faktor-faktor politis dan sosial budaya di negara-negara berkembang merupakan faktor penentu utama respon terhadap bencana. sebagai tambahan, banyak negara berkembang terpaksa untuk melaksanakan seluruh tata pemerintahan dibawah tata kelola krisis, tanpa ruang untuk merencanakan pembangunan di masa depan. Dalam kerangka kerja tak sesuai ini, para penentu kebijakan di negara berkembang harus berusaha untuk optimalisasi sumberdaya manusia dan faktor produksi lainnya, untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Bencana, alami atau akibat manusia, mengganggu proses rentan yang dihadapi negara-negara tersebut, dalam proses tersebut bencana merusak atau menghancurkan kapasitas produksi dan sementara melumpuhkan aktifitas di tingkat nasional, regional atau sektoral. Tugas analisis ekonomi adalah untuk bekerjasama dengan para pembuat kebijakan untuk menentukan dan meninjau alternatif-alternatif, analisis tradeoffs, dan mendampingi para penentu kebijakan untuk memilih pilihan terbaik yang ada. Sebagai contoh pertama, anggaplah tanggap bencana dimana pertimbangan kemanusiaan merupakan keutamaan. Disini, analisis ekonomi bisa membantu pengkajian biaya dan keuntungan dari berbagai pilihan relief. Sebagai contoh, akan lebih efisien bagi pemerintah untuk memberikan hibah tunai satu kali kepada keluarga dan individu korban bencana, daripada memberikan bantuan makanan yang kemudian dijual kembali dengan harga murah oleh penerima bantuan. Sama halnya, ketika donasi dalam bentuk makanan bisa membantu usaha-usaha relief, dampaknya terhadap petani adalah menjadi disinsentif jangka menengah, membuat mereka tidak kompentitif bila harga pangan lokal

jatuh akibat masuknya bantuan pangan. Benar, bahwa beberapa bentuk hibah bisa menimbulkan biaya tambahan daripada face value nya dalam bentuk sumberdaya yang digunakan untuk penyimpanan dan distribusi stok/persediaan. Sebagai contoh kedua, pertimbangan rekonstruksi dimana kegiatan ini harus diposisikan secara paralel dengan langkah-langkah relief. Perencanaan rekonstruksi membutuhkan pertimbangan dari berbagai alternatif mengenai apa yang akan dibangun, dalam urutan seperti apa, dan pengaturan institusi yang harus dibentuk untuk menjamin implementasi yang efektif. Kemampuan untuk melakukan analisis ekonomi dibatasi oleh beberapa faktor. Kemampuan institusi riset di negara berkembang adalah terbatas, dan daya yang dimiliki juga patut dipertanyakan. Improvisasi diperlukan dengan memberikan penekanan pada pengkajian terbatas, daripada analisis jangka menegah yang didasarkan kepada data valid, analisis ekstensif dan pencarian solusi secara luas. Batasan duniawi di negara berkembang biasanya tidak memberikan keleluasaan waktu dalam melakukan analisis, karena masyarakat terdampak cenderung berusaha untuk pulih secepat mungkin. Apabila para pembuat kebijakan terlalu lama berdebat, kemungkinan mereka tidak mampu melakukan intervensi secara substansial. Lebih jauh, kondisi eksisting bisa preclude mengambil tindakan untuk menghindari apa yang tidak tidak sesuai. Di bangladesh, sebagai contoh bahaya bermukim di delta-delta sungai adalah jelas tetapi tekanan populasi tidak memberikan banyak pilihan. Para pembuatan kebijakan harus mengambil sudut pandang praktis dalam upaya untuk meningkatkan sumberdaya rekonstruksi yang ada. Isunya adalah menentukan rekonstruksi mana yang menjadi prioritas sebagai contoh : perbaikan jembatan rusak atau generator listrik dan jaringan distribusinya yang rusak dan apakah solusi biaya keseluruhan yang paling rendah untuk perbaikan struktur yang rusak hingga tingkat operasional tertentu.

Wilayah lainnya dimana analisis ekonomi bisa sangat membantu dalam pengkajian aspek biaya-keuntungan dari investasi dalam pencegahan atau mitigasi bencana. sehingga seluruh masyarakat bisa dibantu untuk bersiap menghadapi bencana. kegagalan dalam investasi untuk pencegahan bencana adalah tidak efisien dan menghamburkan biaya. Hasil optimum mungkin tidak dapat dicapai, tetapi karena para pemukim tetap membangun rumah-rumah dan infrastruktur ekonomi di daerah rawan bencana, dan pemerintah akan terus memangkas biaya pemeliharaan infrastruktur. Oleh karena itu, apabila keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pencegahan dan mitigasi cukup tinggi, ada kemungkinan untuk memberikan penekanan kepada para pembuat keputusan untuk membuat perubahan, memberikan fasilitasi koordinasi antara donor, pemberi pinjaman, pemerintah dan publik. Sejajar dengan isu spesifik mengenai investasi, analisis ekonomi membutuhkan Evaluasi biaya yang berhubungan dengan kejadian bencana dan dampaknya terhadap pendapatan valuta asing/valas dan persyaratan impor. Membicarakan cara-cara dimana asistensi jangka pendek bisa diperoleh untuk memenuhi kebutuhan obat dan makanan juga pelayanan melebihi obligasi hutang. Identifikasi bagaimana kebijakan jangka menengah dan jangka panjang bisa dimodifikasi untuk mengakomodasi potensi kehancuran dalam konteks kondisi-kondisi yang berhubungan dengan restrukturisasi hutang atau penggunaan concessionary credits. Terakhir, ketika ahli manajemen bencana biasanya berurusan dengan kedaruratan atau fase pumulihan awal tanpa memperhatikan analisis ekonomi secara substansial, mereka bisa memanfaatkan analisis ekonomi dalam pengkajian kerusakan untuk menentukan bagaimana relief jangka pendek dan rehabilitasi-rekonstruksi jangka pendek bisa mendapatkan pembiayaan. Penting
10

untuk mengenali perspektif jangka pendek dan jangka panjang, karena bisa menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Dimana jangka pendek cenderung

mengusahakan segalanya segera bergulir kembali secara fisik, sedangkan jangka panjang lebih cenderung untuk memperhatikan banyak alternatif kegiatan atau struktur yang layak dilindungi dan/atau ditempatkan kembali, dan mana yang tidak perlu menjadi tidak perhatian melaksanakan sesuatu kembali dengan biaya apapun. Perspektif jangka panjang akan fokus kepada berbagai alternatif dan mengkaji biaya-biaya dan keuntungan dari berbagai alternatif tersebut. Dalam praktiknya, ahli manajemen bencana harus menciptakan solusi yang layak, praktis dan bisa dilakukan sehingga bisa menyelesaikan permasalahan secara cepat, langgeng dan hemat biaya. Solusi semacam itu biasanya membutuhkan inovasi karena solusi yang berhasil di terapkan di satu negara perlu diadaptasikan kepada kondisi-kondisi lokal di negara lainnya.

Apakah ekonomi bencana berbeda dari ekonomi ? Setelah melihat kurangnya pertimbangan-pertimbangan ekonomi yang para analis kebijakan biasa hadapi, apakah mereka menerima bantuan khusus dari teori ekonomi dalam mencoba mengalokasikan sumberdaya secara efisien dalam skenario bencana ? ketika prinsip-prinsip ekonomi bisa sangat membantu dalam evaluasi kebijakan, tidak ada subset khusus dari ekonomi yang unik terhadap situasi bencana. dengan kata lain, aplikasi prinsip-prinsip ekonomi sama saja ketika mencari solusi untuk bencana nasional sama halnya ketika mengkaji (sebagai contoh : operasi pemasaran parastatal grain yang gagal), dimana tergantung kepada tingkat kegagalan yang pada akhirnya berujung bencana. tantangannya adalah mencari solusi alternatif yang ada dan mengkaji biayabiayanya, keuntungan dan trade-offs. Dalam melakukannya, akankah ada solusi optimal ?

11

Perencanaan optimal Pertimbangkan suatu bencana yang melibatkan keruntuhan total suatu daerah urban akibat aktivitas seismik, termasuk sebagian besar infrastruktur pelayanan publik. Keputusan kunci dalam rentang waktu yang pendek untuk menentukan aktivitas mana yang harus direncanakan dan memperhatikan urutan pembangunan kembali. Apa yang menjadi critical path ? dari mana kita mulai ? Jelas, bahwa ada beberapa opsi dan alternatif. Keputusan harus diambil untuk menolak beberapa dan menerima yang lainnya. Kemungkinan merupakan keputusan yang paling penting adalah apakah akan dilakukan rekonstruksi di daerah urban atau tidak. Bila akan dilakukan, apakah akan dibangun seperti sediakala atau harus lebih baik ? sementara keputusan-keputusan semacam ini harus diambil dan mau tidak mau harus melibatkan politik dalam prosesnya, juga harus memperhatikan kondisi ekonomi dari situasi yang terjadi. Dalam skenario bencana seperti di atas kesempatan muncul untuk

mempertimbangkan perencanaan yang optimal. Sebagai contoh : perencanaan ulang penggunaan sumberdaya, daripada membuat ulang struktur yang sama dari konsumsi sumberdaya yang ada sebelum terjadi bencana. tetapi, kesempatan semacam itu hanya ada untuk beberapa saat, karena sedikit waktu untuk melakukan perencanaan ulang secara optimal merubah tatanan lama atau meluruskan kekeliruan.

Struktur insentif Dinamika penanggulangan bencana memiliki pertanyaan bagi analis kebijakan dan penentu kebijakan. Apakah struktur insentif yang ada cukup untuk mendorong masyarakat agar terlibat dalam proses rekonstruksi ? apabila tidak,

12

untuk apa repot-repot masyarakat miskin korban bencana ikut serta berpartisipasi lebih dari sekedarnya ? Apabila insentif perlu diintroduksikan untuk merangsang partisipasi, akankah proyeksi keuntungan dan kerugian dihasilkan dari intervensi kebijakan semacam itu sesuai yang diharapkan oleh pemerintah, komunitas internasional atau populasi lokal atau malahan menjadi lebih parah ? dengan kata lain, akankah orang kaya menjadi lebih kaya dan orang miskin menjadi lebih miskin ? akankah terbentuk kelas menegah baru dan seberapa besarkah jadinya ? Akankah ada keuntungan bagi masyarakat ? sementara banyak aktor pada tahap pembangunan, terutama lembaga swadaya masyarakat yang biasanya khawatir oleh pedagang lokal dan wirausahawan yang mengambil keuntungaan dari terjadinya bencana, apakah ini menjadi masalah ? asal setelah terjadinya bencana aktivitas ekonomi dapat pulih dengan cepat ?

Gambaran keseluruhan Latihan 1 menyediakan lembar kerja untuk membantu konseptualisasi apa yang terlibat ketika ekonomi dikaitkan dengan bencana. sementara akan ada subset dan kasus spesial yang belum terlingkup latihan 1, sedikit sesuai dengan realitas dan membagi bencana menjadi tiga kategori umum Banjir, badai tropis, gempabumi dan bahaya lainnya, akan terjadi secara alamiah tidak dapat dihindari dalam jangka pendek dan kemungkinan akan terjadi secara acak/rapid onset. Banjir, perang, kekeringan dan kerusakan lingkungan merupakan bencana akibat perbuatan manusia, terjadi secara perlahan sehingga masih dapat dihindari dan akan memiliki dampak detrimental kumulatif.

13

Tatakelola perekonomian yang keliru, merupakan buatan manusia terjadi secara perlahan, dapat dihindari dam memiliki dampak detrimntal kumulatif.

Studi Kasus Penting untuk membuat perbedaan antara bencana alam dan bencana akibat perbuatan manusia, karena perlakuannya pun berbeda. Satu sisi, bencana alam tampaknya memiliki perhatian secara nasional dan akan diperlakukan dalam konteks nasional, sebagai contoh erupsi vulkanik gunung Pinatubo di Filipina tahun 1991. Juga, bencana alam lainnya seperti badai bisa menerjang lebih dari satu negara sebagai contoh, badai yang menerjang Karibia dan Amerika tengah, tanggung jawab untuk pemulihan sering berada di level internasional. Di lain pihak, bencana akibat perbuatan manusia contohnya banjir di Bangladesh, disebabkan kebijakan kehutanan di daerah hulu sungai; perang di afrika; dan kekeringan juga kelaparan di lingkar Sahara membutuhkan resolusi nasional dan internasional. Sedangkan permasalahan yang timbul dari bencana alam dan akibat perbuatan manusia seringkaali bisa diselesaikan melalui investasi dan kebijakan pencegahan/mitigasi atau rehabilitasi/rekonstruksi. Studi kasus diatas mencatat kasus khusus mengenai bencana akibat perbuatan manusia -tata kelola perokonomian domestik yang salah- hanya bisa diselesaikan melalui strategi reformasi menyeluruh yang biasanya disebut penyesuaian struktural/structural adjustment. Intervensi penyesuaian struktural fokus pada reformasi kebijakan, daripada hanya investasi fisik. Alternatif kebijakan kunci yang akan digunakan pada penyesuaian struktural dibahas secara lebih mendalam pada bagian dua dari modul ini. Ketika memutuskan solusi mana yang sesuai untuk menyelesaikan

14

potensi

atau

peristiwa

bencana,

para

pembuat

kebijakan

perlu

mempertimbangkan penggunaan tiga kategori intervensi ekonomi berikut ini Instrumen-instrumen kebijakan domestik, untuk mempengaruhi

keputusan sektor swasta mengenai produksi, pendapatan, simpanan dan investasi. Instrumen ini biasanya melingkupi penentuan harga, pajak langsung dan tak langsung, subsidi, credit supply, tingkat bunga dan nilai tukar. Investasi domestik di infrastruktur publik untuk sektor ekonomi, pedesaan, perkotaan dan pelayanan. Mekanisme pembiayaan domestik dan eksternal, yang membiayai pengeluaran yang diajukan. Sementara instrumen kebijakan domestik tidak dapat dengan mudah diaplikasikan ketika mencoba menyelesaikan permasalahan bencana alam, tampaknya lebih sesuai untuk menyelesaikan bencana akibat perbuatan manusia, terutama ketika komoditas/incentive pricing bisa digunakan untuk mencegah, menghentikan atau membalikkan kerusakan akibat banjir, kekeringan atau jenis lain kerusakan lingkungan. Dalam kasus penyesuaian struktural, ternyata semua tipe intervensi tersebut dibutuhkan.

Persyaratan rehabilitasi umum dan sektoral Penting untuk memperoleh indikasi awal dari persyaratan sumberdaya total yang diakibatkan oleh suatu bencana. para pembuat keputusan membutuhkan informasi kuantitatif untuk menentukan, pertama sektor-sektor mana dan area geografis yang akan diprioritaskan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi, kedua apa persyaratan pembiayaan dan kemungkinan-kemungkinan pembiayaan.

15

Penting selama fase kesiapsiagaan untuk mengembangkan informasi dasar sektoral/sectoral baseline information di area kunci dimana rehabilitasi mungkin dibutuhkan. Setelah bencana, estimasi kebutuhan sektoral harus diperoleh melalui rapid urban and rural appraisal. Kebutuhan-kebutuhan ini harus dianalisis dengan memperhatikan persyaratan valuta asing/foreign exchange requirements. Alaminya, ada beberapa varian cara sektor tersebut digambarkan. UNDP menggunakan empat belas sektor yang berbeda dalam setiap programnya. ECLAC telah mengembangkan metodologi pengkajian kerusakan yang

komprehensif sehingga bisa memberikan perkiraan yang akurat mengenai kerusakan dalam seluruh sektor ekonomi dan sosial. Metoda ini menggunakan klasifikasi sektoral yang konsisten dengan kondisi ekonomi Amerika Latin dan membagi kerusakan total antara sektor swasta dan sektor publik. ECLAC membuat pembedaan antara kerusakan langsung terhadap stok modal, bangunan dan inventaris dan kerusakan tidak langsung yang memasukkan kerugian produksi, biaya yang lebih tinggi dan hilangnya pendapatan di sektor pelayanan/jasa. Pengkajian sekunder mengenai dampak bencana menunjukkan pengaruhnya terhadap pembangunan makroekonomi negara di masa depan, berikut kemampuan/ketidakmampuan untuk membiayai persyaratan rehabilitasi yang dibutuhkan. Pendekatan apapun yang digunakan, akan secara luas menyertakan perkiraan dari kebutuhan finansial dan fisik yang ber-fase, mengidentifikasi biaya lokal dan biaya valuta asing/foreign exchange costs. Setelah mengestimasi keseluruhan kehilangan dan kerusakan, para perencana dan analis kebijakan kemudian harus mengidentifikasi sumberdaya yang dibutuhkan untuk penanggulangan dan rehabilitasi. Kebutuhan sumberdaya harus melingkupi

16

Kebutuhan

bangunan,

pabrik,

mesin

produksi

dan

kebutuhan

infrastruktur lainnya, termasuk pemerintah pusat, lokal, kerjasama pemerintahan dan institusi semi-pemerintah. Kebutuhan komersial dan pemukiman (pedesaan dan perkotaan), termasuk properti bergerak seperti kendaraan. Kebutuhan hibah, persediaan makanan dan obat-obatan masyarakat terdampak bencana. Sebagai bagian dari analisis dan sebelum implementasi dari berbagai program rehabilitasi, setiap keputusan harus dipilih untuk evaluasi apakah akan dilakukan investasi atau tidak, karena 1. Tidak terlalu penting untuk mengganti aset-aset yang hancur atau rusak menurut basis equivalensi. 2. Ketika aset-aset diganti, rehabiliatsi harus cost-effective. 3. Aset-aset yang diganti harus berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung untuk pemeliharaanya dan biaya tidak tetap lainnya. 4. Rehabilitasi prioritas utama harus dimulai lebih dulu, baru kemudian rekonstruksi dengan prioritas lebih rendah. 5. Awal konstruksi tidak boleh diijinkan hingga jelas bahwa infrastruktur yang direhabilitasi ketika selesai dibangun akan mampu memberikan output dan pelayanan yang maksimal seperti diharapkan expenditure appraisal.

Ringkasan Semua masyarakat bisa dibantu untuk meramalkan dan siap siaga menghadapi bencana, kegagalan masyarakat dalam investasi pencegahan adalah tidak efisien dan pemborosan.

17

Dampak dari bencana seringkali dirasakan oleh sektor swasta; individu, rumahtangganya, dan perusahaan tempat mereka bekerja. Apapun rencana rehabilitasi oleh pemerintah harus melibatkan sektor swasta. Tidak ada subset khusus dari prinsip-prinsip ekonomi yang ada bagi ahli manajemen bencana yang berbeda dari yang digunakan dalam ekonomi pembangunan. Tidak ada ketegangan menurun/inherent dalam proses pemulihan antara tujuan yang berlawanan agar semua segera berjalan normal daan menentukan aktivitas dan aset yang mana layak untuk dilindungi dan dipilihkan, dan mana yang tidak. Tujuan analisis ekonomi dari bencana adalah menciptakan solusi yang tangguh, inovatif, layak dan bisa dilakukan dalam proses pembangunan yang akan menyelesaikan masalah dengan cepat dan hemat. Struktur insentif dimana masyarakat bekerja dan menghasilkan barang/jasa harus cukup untuk mendorong masyarakat berpartisipasi penuh dalam proses pemulihan. Bencana alam tampaknya merupakan fokus nasional, sedangkan bencana karena perbuatan manusia membutuhkan intervensi regional atau global. Ada kasus khusus mengenai bencana akibat perbuatan manusia, tata kelola perekonomian yang salah yang hanya bisa bisa diselesaikan secara nasional melalui strategi kebijakan menyeluruh dan reformasi legislatif, biasanya disebut penyesuaian struktural/structural adjustment. Meskipun analisis ekstensif sering diperlukan untuk mempertimbangkan economic trade-offs situasi bencana membutuhkan pengkajian cepat dari total sumberdaya yang dibutuhkan, dan perkiraan kebutuhan sektoral hampir seringkali membutuhkan rapid urban dan rural appraisal. Sangat penting memiliki checklist yang tersedia dan dapat diterapkan mengenai kondisi yang dibutuhkan sebelum bencana, yang bisa membuat pemerintah memuaskan diri sendiri sehingga a) semua alternatif yang

18

layak telah diperiksa secara konsisten, b) rehabilitasi sektor publik yang diajukan di justifikasi oleh prioritas-prioritas, c) rehabilitasi yang diajukan diintegrasikan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah untuk

mengendalikan pengeluaran publik/public expenditure. Ketika mempersiapkan program pemulihan, penting untuk memastikan bahwa biaya untuk pemeliharaan infrastruktur terbangun kembali dimasukkan dalam anggaran pembelanjaan negara karena tidak ada alasan memperbaiki aset nasional bila tidak dipelihara. Prinsip-prinsip alokasi sumberdaya pascabencana harus disepakati dan dipergunakan untuk memandu pemulihan ekonomi. Rancangan program pemulihan harus sejauh mungkin menyertakan pengaturan-pengaturan untuk implementasi fleksibel pada tingkat lokal.

19

Bagian Dua : Alternatif Skenario Bencana

Setelah membaca bagian ini anda diharapkan dapat Memahami bagaimana analisis ekonomi bisa diterapkan dalam situasi bencana untuk mengenali pilihan-pilihan kebijakan per kasus kejadian. Mengenali perbedaan ekonomis dari berbagai jenis bencana. Lebih mampu menyarankan intervensi untuk berbagai jenis bencana

Bagian dua meringkas lima skenario bencana : bencana multi-sektor yang umum, bencana yang disebabkan oleh tata kelola prekonomian yang salah, bencana yang melibatkan populasi terusir/displaced population dan pengungsi, bencana yang merunut kepada rawan pangan/food insecurity, dan bencana yang melibatkan kerusakan lingkungan. Setiap skenario menyajikan : Sekilas mengenai latar belakang dari skenario Selayang pandang dari beberapa alternatif dan trade-offs untuk dipertimbangkan dalam menentukan bagaimana pemerintah harus merespon terhadap bencana.

Bencana multi-sektoral Latar belakang Bencana multi-sektoral bisa disebabkan oleh banjir, badai tropis, gempabumi, atau tornado. Ketika bencana melanda suatu wilayah geografis yang luas, permasalahan bisa menjadi sangat parah bagi petani dan bisnis kecil. Kerusakan yang terjadi adalah

20

Kematian dan luka-luka terhadap pemilik usaha, keluarganya, dan karyawannya. Kerusakan dan hilangnya aset produktif. Kurangnya persediaan lokal dari bahan baku yang dibutuhkan, bahan makanan, dan jasa, dan kurangnya mata uang asing untuk membeli barang dan jasa dari luar negeri/impor.

Infrastruktur fisik dan pasar yang rusak, termasuk processing, penyimpanan, dan jasa pelayanan. Gangguan terhadap aktivitas pasar dan tempat penjualan. Ketidakmampuan membayar pinjaman, berikut tidak adanya pendapatan dan tabungan untuk konsumsi dan investasi.

Banyak macam intervensi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan di atas, termasuk sumberdaya yang dibutuhkan untuk membiayai a) penyaluran kredit kepada petani dan usaha kecil, yang bisa membantu perbaikan rumah dan aset modal yang rusak atau hancur; b) rehabilitasi infrastruktur sektor publik yang rusak dan penting untuk mendukung produksi, konsumsi, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Sebagai tambahan, hibah dengan waktu-tertentu akan dibutuhkan bagi populasi terusir dan terdampak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka/immediate living requirements. Berdasarkan latarbelakang ini, membenarkan pascabencana 1. Sebagian besar angkatan kerja akan menganggur, menyebabkan hilangnya pendapatan sehingga pada akhirnya harus mengandalkan bantuan tunai dan makanan, pakaian dalam bentuk barang impor komersial. keterlibatan dapat diidentfikasi empat alasan yang pemerintah dalam rehabilitasi ekonomi

21

2. Neraca pembayaran/balance of payments akan terganggu, karena hilangnya pendapatan ekspor. Juga meningkatnya impor makanan komersial. 3. Pendapatan pemerintah akan berkurang, sebagai akibat menurunnya pajak pendapatan karena rendahnya pendapatan/income. 4. Aparat pemerintahan tetap mendapat gaji, tetapi tidak dapat bekerja. Menyebabkan terkurasnya sumberdaya keuangan pemerintah. Alternatif Pemerintah harus mempertimbangkan inisiatif kebijakan dan investasi, agar mampu mengembangkan program rehabilitasi sektor publik. Dalam mencermati alternatif-alternatif ini, perhatian tampaknya harus fokus menjawab beberapa pertanyaan yang diringkas di bawah ini. Umumnya analis akan membandingkan biaya dan keuntungan yang bisa dihitung dan yang tidak dapat dihitung dari berbagai alternatif yang diidentifikasi. 1. Apakah sektor swasta yang mengirim input dan masukan teknis sesuai kepuasan konsumen pedesaan dan perkotaan ? haruskah input sektor publik mengenai mekanisme jasa-pelayanan dihapuskan, mungkin karena akan berkompetisi dengan sektor swasta ? apakah pemerintah ingin mempertahankan kontrol terhadap aset atau pelayanan strategis atau berorientasi kamanan yang membutuhkan rehabilitasi atau rekonstruksi ? 2. Ketika proposal disetujui untuk mengganti atau memperbaiki aset-aset yang rusak, seperti lembaga penelitian atau pusat pelatihan, apakah ada kebutuhan yang tidak terpenuhi agar bisa memberikan pelayanan ? bisakah sektor swasta menyediakan pelayanan seperti itu ? bila ya, adakah dorongan yang bisa dilakukan oleh pemerintah ? 3. Ketika infrastruktur sektor swasta terlibat dalam menyediakan pelayanan yang bisa dilakukan sektor swasta, seperti penetasan telur regional, gudang pakan ternak atau peternakan, bisakah aktifitas tersebut
22

dialihkan kepada pihak swasta ? haruskah didanai dengan strategi kredit yang berhubungan dengan program rehabilitasi ? bila ya, dalam kondisi pembayaran ulang bunga dan pinjaman modal yang mana agar kredit bisa disediakan kepada debitur ? 4. Apakah rehabilitasi atau perbaikan infrastruktur tingkat lokal, misalnya rumah sakit daerah akan menjamin ketersediaan pelayanan yang dibutuhkan ? bila tidak, bagaimana pelayanan-pelayanan ini akan disediakan, oleh siapa, dan untuk waktu berapa lama, dan apa peran pemerintah dalam menjamin pelayanan-pelayanan itu dapat tersedia ? 5. Apakah infrastruktur membutuhkan rehabilitasi, seperti jembatan, kondisi pada implementasi dari keseluruhan program rehabilitasi semua infrastruktur publik yang rusak, atau bisakah perbaikan jembatan ini dijustifikasi melalui stand alone basis ? 6. Apakah infrastruktur harus seluruhnya diganti atau solusi tambal sulam layak dilakukan, berhubung dengan prioritas dan pendanaan yang ada ? 7. Apakah bencana akan kembali terjadi ? bila ya, apa insentif finansial atau persyaratan legal yang perlu dibuat untuk memastikan struktur-struktur terbangun bisa bertahan dari kejadian bencana yang terulang ? 8. Akankah asuransi dan sumberdaya yang ada cukup untuk membiayai pembangunan kembali sektor bisnis ? akankah subsidi dan skema kredit lainnya diperlukan ?

Bencana yang disebabkan oleh tatakelola perekonomian yang salah Latar belakang Banyak negara di Afrika sebagai contoh : Benin, Madagaskar, Mali, Mauritania, Nigeria dan Togo telah ditandai sejak kemerdekaannya dengan mata uang overvalued, yang menyebabkan terjadinya impor murah dan kesulitan dalam melakukan ekspor komoditas pertanian, pembelanjaan pemerintah yang terlalu
23

besar, dan terlalu banyak parastatal control terhadap harga produksi dan pemasaran komoditas. Ini telah menyebabkan bencana ekonomi kumulatif dan lebih dari 30-40 tahun kemiskinan perdesaan dan perkotaan yang meningkat, dengan ditandai oleh insentif kepada petani untuk pasar perkotaan yang semakin berkurang. Ini, pada gilirannya berakhir kepada langkanya pangan di pasaran, dimana komoditas tersedia dengan harga yang sangat mahal, sebagian karena akibat sektor swasta dan parastatal seasonal hoarding. Sudah terbukti bahwa situasi yang sama telah terjadi di negara-negara Eropa Tengah sejak tahun 1945. Di Afrika dan Eropa, tata kelola perekonomian yang salah telah diperparah dengan kerusakan lingkungan. Penyelsaian mendasar dari bencana semacam ini adalah suatu bentuk penyesuaian struktural/structural adjustment yang fokus terhadap Mendorong ekonomi berorientasi pasar Rehabilitasi potensi-potensi pertumbuhan di sektor-sektor kunci Menghilangkan hambatan infrastruktural Perkuatan tata kelola ekonomi nasional Meningkatkan pendapatan pemerintah dan mengendalikan

pembelanjaan negara Implementasi kebijakan sosial yang komprehensif untuk mendampingi rumah tangga perdesaan dan perkotaan yang rentan terutama mereka yang kerentannya meningkat akibat reformasi penyesuaian struktural Alternatif Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan alternatif dan inisiatif-inisiatif investasi dan trade-offs nya, selama proses merancang paket penyesuaian struktural yang didukung oleh Bank Dunia/World Bank dan IMF/International Monetary Fund. Penyesuaian struktural membutuhkan target spesifik tersebut ditetapkan, diskusi berikut menetapkan beberapa target tersebut

24

1. Nilai tukar mata uang yang realistis dan fleksibel harus dipertahankan. Ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai tingkat nilai mata uang harus dipertahankan dan berapa lama harus dipertahankan. Ketika nilai tukar harus dipertahankan, maka diperlukan menjaga perbedaan antara tingkat nilai tukar resmi dan parallel market lebih rendah dari persentase yang ditetapkan. Ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai persentase mana dan tingkat parallel market mana yang harus diterapkan. Memastikan akses tak dibatasi dari sektor swasta terhadap nilai tukar asing melalui lelang mata uang setiap minggu dengan pertanyaan mengenai siapa yang melaksanakannya dan dengan kondisi apa? 2. Nilai bunga pinjaman harus cukup tinggi untuk mengurangi pinjaman tidak produktif dan tidak penting, mengendalikan inflasi dan mobilisasi sumberdaya finansial domestik. Tetapi, berapa tinggi bunga tersebut dan bagaimana bunga akan dinaikkan ? 3. Pajak impor dan produksi domestik harus disesuaikan untuk

menghilangkan bias akibat impor. Tetapi, harus pada tingkat berapa ? 4. Pajak ekspor harus disederhanakan dan dikurangi, bahkan dihilangkan bila mempengaruhi permintaan untuk ekspor. Mengenali ini, analis masih harus memutuskan komoditas ekspor mana yang harus diperhatikan, sementara nilai pajak harus berada di tingkat berapa dan berapa lama penyesuaian harus dilakukan. 5. Tindakan untuk mendorong ekspor barang dan jasa yang efisien, termasuk pariwisata harus disediakan. Ini bisa berbentuk pusat pariwisata yang dikelola pemerintah atau swasta asing. 6. Apakah harga dari seluruh impor komersil dan bantuan pangan termasuk ongkos transportasi, margin, asuransi, kerugian dan bea masuk impor ? seiring meningkatnya biaya impor bahan makanan, apakah pertanian

25

domestik mampu bersaing dengan pangan impor ? apakah pemerintah akan menerapkan strategi swasembada pangan, contohnya kemampuan untuk membayar impor yang dibutuhkan dengan penghasilan ekspor dan menerima produksi domestik yang kurang efisien sebagai harga yang harus dibayar untuk mencapai ketahanan pangan daripada persediaan dari beberapa makanan dan komoditas lainnya ? 7. Pada tahap mana tarip terhadap penggunaan fasilitas publik ditetapkan untuk menjamin bahwa operasi jangka pendek, pemeliharaan dan biaya penggantian tidak membutuhkan pendanaan substansial sektor publik ? bisakah penyelenggaraan pelayanan publik dialihkan kepada sektor swasta ? dalam kondisi bagaimana hal tersebut bisa dilakukan ? apakah aktifitas yang ada perlu dilikuidasi ? 8. Seberapa besar inti pelayanan sipil/PNS dibutuhkan untuk memberikan pelayanan yang diharapkan secara efisien ? bisakah jabatan-jabatan tertentu dihilangkan dan pembelanjaan pemerintah dipangkas ? kenaikan gaji seperti apa yang harus ditawarkan kepada PNS yang baik performanya ? 9. Hingga tingkat mana pajak pertambahan nilai (contoh, BBM, tembakau, alkohol) harus dinaikkan ? penguatan institusi peperti apa yang diperlukan untuk meningkatkan pendapatan dari pengumpulan pajak ? 10. Proyek-proyek mana yang harus menyertakan program investasi publik yang baru dirancang ? apakah proyek-proyek ini konsisten dengan tujuan pemerintah, juga strategi sektoral, proyeksi makroekonomi, komitmen restrukturisasi hutang dan inisatif kebijakan menyeluruh ? 11. Perusahaan publik/BUMN mana dan parastatals yang bisa dilikuidasi ? mana yang bisa diprivatisasi dan direstrukturisasi ? mana yang bisa dijual kepada investor asing dan nasional ? dengan syarat-syarat apa hal tersebut bisa dilaksanakan ?

26

12. Jenis kebijakan

sosial seperti apa, termasuk program-program

ketenagakerjaan, program-program bantuan makanan, skema income transfer yang lebih hemat dan efektif dalam melindungi kelompok rentan di perdesaan dan perkotaan yang terdampak serius selama fase transisi dari penyesuaian struktural ? 13. Program reformasi legislatif dan demokrasi sperti apa yang dibutuhkan untuk melengkapi inisiatif-inisiatif ekonomi yang dilakukan selama penyesuaian struktural ?

Bencana yang melibatkan populasi terusir/displaced populations dan pengungsi Latar belakang Banyak situasi tidak stabil merupakan hasil dari migrasi populasi secara substansial. Seringkali migrasi ini akibat bencana alam, seperti banjir atau gempabumi, dan akibat bencana buatan manusia seperti hilangnya kesuburan tanah dan peperangan. Dalam beberapa situasi, biasanya ketika perang dan rawan pangan menyatu, banyak migran melintasi perbatasan negara dan menjadi pengungsi. Dari semua kasus ini terdapat konsekuensi ekonomi secara substansial terhadap individu-individu yang terpaksa berpindah tempat, berikut juga komunitas dan negara dari dan tempat tujuan mereka berpindah. Dalam kasus khusus mengenai pengungsi, ada tiga solusi handal yang diajukan oleh UNHCR untuk menempatkan kembali pengungsi dalam komunitas yang sesuai/viable communities. Pemulangan secara sukarela/voluntary repatriation, dianggap sebagai solusi yang paling diharapkan. Ketika pemulangan secara sukarela tidak mungkin, penempatan lokal/local settlements di negara tempat mengungsi adalah merupakan pendekatan terbaik kedua untuk mendorong kemandirian dan integrasi yang layak dari pengungsi. Banyak penempatan lokal berada di daerah

27

pedesaan, baik penempatan yang spontan maupun terencana. Kriteria untuk mendapatkan penempatan di negara pihak ketiga diturunkan tidak hanya dari kondisi di negara asal, tapi juga negara tempat pertama mengungsi. Beberapa negara mengijinkan suaka sementara/temporary asylum, dengan syarat bahwa penempatan di negara pihak ke tiga akan segera dilakukan. Alasan etnis, politik atau ekonomi bisa membuat integrasi lokal tidak mungkin dilakukan, sehingga diperlukan negara pihak ke tiga. Populasi yang berpindah dalam suatu negara/internal displaced populations/IDPs juga menghadapi beberapa solusi yang sama. Mereka mungkin menemukan komunitas lokal yang ada untuk bermukim dan memulai kembali kehidupan mereka; pindah ke lahan kosong dan membentuk komunitas baru; kembali ke rumah mereka; atau mencari ijin untuk pindah ke negara lain. Alternatif Setiap potensi penyelesaian yang teridentifikasi memiliki konsekuensikonsekuensi ekonomi dan humanitarian trade-offs. Ketika pemerintahan mengakomadasi para migran secara spontan atau terorganisasi (permanen atau semi-permanen) penempatan lokal/local settlements membutuhkan biaya untuk infrastruktur dan kebutuhan pangan serta basic needs. Para migran sendiri seringkali menjadi subyek eksploitasi oleh negara induk pengampuh/host country dan masyarakatnya. Tetapi, mereka juga membawa banyak keuntungan. Sebagai contoh, ketika pengungsi menetap secara lokal, terdapat tambahan daya beli/source of purchasing power, dan menyediakan angkatan kerja terlatih dan tidak terlatih. Apabila pemerintahan menginginkan untuk mengintegrasikan migran, akan membutuhkan biaya tambahan untuk pelatihan, kesehatan, perumahan, dan jaminan sosial yang secara parsial di imbangi dengan daya beli dan angkatan kerja migran.

28

Ketika populasi ekspatriat secara tiba-tiba terusir dari negara host dan harus kembali ke negara asal, atau ke negara pihak ke tiga (contoh, orang Palestina, Filipina, Bangladesh, atau orang Yaman yang bekerja di Timur Tengah) akan kehilangan sumber penghasilannya. Berkurangnya penghasilan bulanan akan memiliki dampak serius terhadap anggota keluarga dan neraca

pembayaran/balance of payments di negara asal para ekspatriat tersebut. Orangorang tersebut bisa dipaksa untuk angkat kaki tanpa membawa harta kepemilikannya. Dilain pihak, bila mereka memiliki tabungan, mungkin saja terjadi peningkatan aset di negara tujuan atau negara asal mereka. Secara keseluruhan biaya reintegrasi orang-orang yang kembali bisa menjadi sangat tinggi dan secara signifikan membebani sistem pelayanan yang ada. Perpindahan populasi, terutama ketika melibatkan pengungsi, merupakan isu politik yang sensitif juga merupakan perhatian utama usaha-usaha kemanusiaan. Oleh karena itu, sulit untuk memastikan bagaimana untuk mengukur biaya dan keuntungan yang berhubungan dengan suatu pilihan kebijakan. Tentunya, tradeoffs akan sangat dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan politis, bahkan bila seluruh biaya dan keuntungan bisa dihitung.

Bencana yang merunut kepada rawan pangan/food insecurity Latar belakang Bencana rawan pangan telah terjadi di banyak negara, terutama di Afrika dan Eropa tengah. Pencapaian ketahanan pangan nasional/national food security bisa dilakukan bila masyarakat memiliki akses terhadap pangan dalam jumlah yang cukup, dengan harga yang mereka mampu beli. Dalam rangka usaha-usaha untuk mencapai ketahanan pangan nasional, tiga kondisi prinsip (dibuat oleh FAO) harus memenuhi

29

1. Jumlah persediaan makanan/food stooffs global (produksi domestik plus impor) harus cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. 2. Fluktuasi dalam suplai pangan musiman harus dikurangi, dan tampak dalam harga pangan musiman yang stabil. 3. Populasi harus memiliki akses terhadap persediaan pangan, baik melalui penghasilan yang cukup atau bila masih kurang melalui program bantuan pangan/targeted feeding programs. Di banyak negara, tiga kondisi untuk mencapai ketahanan pangan ini tidak terpenuhi pada tingkat nasional, karena harga dan trade regime belum ditentukan untuk menjamin persediaan pangan yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Kesetimbangan pangan/food balance secara keseluruhan belum tercapai, baik ketika produksi domestik tidak mencukupi, atau tidak cukupnya mata uang asing untuk membeli bahan pangan impor. Karena bantuan pangan tidak bisa bertahan untuk jangka waktu yang lama, persediaan yang ada melalui sumber ini tidak akan memberikan solusi permanen. Di negara rawan pangan, harga pangan berfluktuasi seiring musim karena boarding sektor swasta. Juga, tingkat pendapatan lokal/local level income seringkali tidak mencukupi untuk membeli persediaan pangan yang ada dengan harga pangan yang berlaku. Tetapi, di negara-negara dimana tiga kondisi di atas terpenuhi pada tingkat nasional, permasalahan nutrisi bisa saja tetap ada pada tingkat mikroekonomi, terutama rumah tangga yang merupakan grup yang paling rentan. Sebagai contoh : wanita hamil dan menyusui, juga balita. Dalam situasi seperti ini, diperparah dengan kemiskinan, permasalahan nutrisi terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai gizi yang baik dan weaning practices. Permasalahan yang berkaitan dengan nutrisi juga terjadi di daerah yang terisolasi dari jalur rintisan pemasaran/principal marketing routes. Isolasi geografis membatasi

perdagangan, dan mengurangi kesempatan memperoleh penghasilan dan


30

pertukaran produk secara regional termasuk didalamnya buah dan sayuran sebagai keragaman pangan dan bahan makanan. Alternatif Pemerintah harus mempertimbangkan langkah-langkah alternatif untuk

intervensi sistem pangan, mulai dari produksi, panen, penyimpanan, pengolahan, transportasi, perkulakan hingga eceran. Untuk melakukan pengkajian

menyeluruh dari alternatif-alternatif yang ada, termasuk trade-offs, pemerintah harus secara sistematik melakukan prosedur berikut ini 1. Analisis basis sumberdaya fisik yang dimiliki negara, untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan produksi pangan dan tanaman ekspor lainnya. 2. Persiapkan kalkulasi biaya sumberdaya domestik untuk menunjukkan keuntungan komparatif antara membudidayakan tanaman pangan atau ekspor bahan pangan dan teknologi produksi lainnya. 3. Gunakan kedua set informasi di atas, berikut perkiraan pertumbuhan populasi untuk menentukan target produksi dan produktivitas untuk pangan dan bahan pangan ekspor juga untuk menetapkan target impor pangan komersial dan concessional. 4. Persiapkan anggaran/budgets pertanian untuk berbagai tanaman pangan dan teknologi untuk identifikasi harga yang menguntungkan petani agar mau berproduksi dan investasi. 5. Persiapkan analisis struktur biaya dari sistem pangan termasuk produksi, penyimpanan, pemasaran, pengolahan, dan distribusi untuk alternatif tanaman pangan, terutama di bagian negara yang paling lemah ketahanan pangannya, dan perdagangan lintas perbatasan banyak dilakukan.

31

6. Definisikan tujuan utama dari pemerintah untuk ketahanan pangan, beserta tujuan kebijakan strategis untuk meningkatkan produksi pangan domestik, stabilisasi aliran pangan dan meningkatkan akses pangan. Setelah mengikuti prosedur ini, pemerintah bisa melakukan evaluasi investasi alternatif, instrumentasi kebijakan dan langkah-langkah regulasi untuk menentukan dampak yang diharapkan terhadap tujuan ketahanan pangan yang digulirkan oleh pemerintah. Alternatif-alternatif yang dikaji ulang selama proses ini bisa fokus kepada Apakah pemerintah ingin mengikuti kebijakan swasembada pangan ? Bila pemerintah memutuskan untuk swasembada, bisakah bersaing di pasar dunia dengan eksportir lainnya yang sudah memiliki pasar di negara-negara berkembang ? Apakah produksi pangan skala besar lebih efisien secara finansial dan ekonomi daripada produksi skala kecil/smallholder production ? Agar tercapai ketahanan pangan, balance of stock holding seperti apa yang paling cost effective. internasional; nasional atau lokal ? Setelah mengkaji ulang pertanyaan-pertanyaan di atas, dan melihat opsi yang dipilih, pemerintah kemudian bisa memformulasi program investasi, identifikasi ide-ide proyek, dan memastikan mata uang lokal dan persyaratan mata uang asing. Pemerintah kemudian membicarakan program investasi yang diajukan dengan donor bilateral dan multilateral potensial, juga LSM.

32

Bencana yang melibatkan degradasi lingkungan Latar belakang Dalam kaji ulang kebencanaan yang melibatkan degradasi lingkungan, perlu mempertimbangkan contoh spesifik yang diambil dari Kepulauan Maldives. Negara kepulauan kecil/small island state ini terdiri dari 19 buah atoll yang terbentuk atas 1.200 pulau-pulau karang yang terletak di Samudera Hindia bagian utara. Sebagian besar pulau-pulau tersebut memiliki kontur datar dengan ketinggian kurang dari 2,5 meter. Kurang lebih 55.000 orang (25% dari populasi lokal) hidup di Male, ibukota Maldives. Populasi yang besar ini terbentuk karena tingginya tingkat kelahiran secara nasional yaitu sekitar 3,5% per tahun. Juga terdapat urbanisasi ke Male, disebabkan oleh a) kegagalan masa lalu akibat desentralisasi pertumbuhan ekonomi terhadap bagian terluar dari atoll, dan b) konsentrasi alokasi sumberdaya dan penentuan kebijakan di ibu kota negara. Pertumbuhaan populasi telah menciptakan kebutuhan yang besar akan sektor perumahan dan infrastruktur sektor publik yang berada di lokasi reklamasi. Dengan ketinggian rata-rata tersebut di atas, Maldives menghadapi potensi naiknya permukaan air laut dan ombak pasang yang disebabkan oleh pemanasan global/global warming. Ombak tinggi/high tide yang abnormal terjadi antara 15 17 April 1987 meyebabkan kerusakan terutama di Male, menghancurkan tembok penahan ombak/sea walls dan menggerus hampir satu per tiga lahan yang baru direklamasi, kompleks perumahan dan bandara juga ikut hancur. Total kerugian nasional mencapai 10 juta dolar (dengan perhitungan harga tahun1991). Negara mengalami kembali kejadian ombak tinggi Juni 1988 dan menimbulkan kerusakan lebih jauh dan dipengaruhi oleh badai di bulan Mei 1991. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harusnya mempertimbangkan untuk investasi dalam mitigasi, untuk mencegah kehancuran di masa depan akibat

33

bencana. tahun 1987 pemerintah Maldives meminta bantuan pemerintah Jepang untuk melakukan identifikasi kerusakan yang disebabkan peristiwa tersebut. Berdasarkan rekomendasi dari pihak Jepang, pemecah ombak dibangun sebelah selatan Male. Tahun 1992 diajukan proposal untuk membangun tembok penahan ombak pada beberapa tempat terpilih. Ini akan membutuhkan 3.000 meter kubik beton disertai dengan blok beton pemecah ombak. Proyek tembok penahan ombak ini diperkirakan menghabiskan biaya sekitar 28 juta dolar (dengan perhitungan harga tahun 1991). Pembangunan tembok ini harus berkoordinasi dengan proyek sebelum dan yang akan dianggarkan, untuk memastikan konsistensi dan skala ekonomi. Benar adanya karena reklamasi Male yang dilakukan tahun 1979 dan selesai pertengahan 1986 telah berhasil mereklamasi 59,7 hektar di bagian selatan dan barat pulau Male dan digunakan untuk menyediakan lahan untuk tunawisma, sekolah, rumah sakit, pembangkit listrik, pelabuhan untuk perkapalan domestik dan kapal ikan, sarana olah raga dan fasilitas umum lainnya. Biaya total untuk investasi sektor publik yang bisa hancur akibat gelombang bila tidak dibangun sea walls adalah sekitar 70 juta dolar (dengan perhitungan harga tahun 1991). Sebagai tambahan, kerusakan juga bisa terjadi terhadap perumahan sektor swasta dan perusahaan-perusahaan. Alternatif Jelas sekali, pemerintah harus mempertimbangkan dan evaluasi trade-offs antara beberapa pilihan, seperti di bawah ini 1. Haruskah Male menjadi satu-satunya pulau yang harus dilidungi ? 2. Haruskah desentralisasi infrastruktur dan pemerintahan (berikut

populasinya) dipercepat ?

34

3. Apabila desentralisasi jadi dilakukan, adakah dana yang tersisa bila infrastruktur baru dibangun ? 4. Apakah, lebih baik untuk meningkatkan konsentrasi sumberdaya di Male, daripada terdesentralisasi, sehingga Male benar-benar terlindungi ? 5. Apabila pembangunan terkonsentrasi di Male, dan kolom air lokal terus menurun teknik pemurnian seperti apa yang ibukota ini miliki ? 6. Apakah lebih baik untuk membayar investasi mitigasi yang mahal, atau mengambil risiko dengan pemanasan global ? 7. Apabila investasi mitigasi bisa dibiayai melalui hibah, haruskah Maldives menjadi ketergantungan kepada hibah dari satu negara ? 8. Apakah dengan membentengi Male dengan sea walls lebih baik daripada membangunnya pada tempat-tempat tertentu ? 9. Meskipun tidak terdapat pajak penghasilan dan pajak perusahaan di Maldives, haruskah populasi Male membayar pajak khusus atau premi asuransi untuk berkontribusi terhadap biaya investasi mitigasi ? 10. Karena pariwisata sudah menjadi penghasil mata uang asing (melebihi pendapatan dari pemancingan tuna dan ekspornya), haruskah dana yang tersdia digunakan untuk melindungi pulau-pulau yang digunakan untuk pariwisata, kemungkinan diniayai oleh pajak dari pariwisata ? 11. Maldives menerima buangan sampah berbahaya dan ilegal, akankah kebijakan melindungi pulau-pulau tujuan wisata dengan cara membakar sampahnya menyebabkan prohibited holiday charges, memaksa turis untuk pergi ke tujuan liburan lainnya ?

Kesimpulan Bagian dua membahas beberapa skenario bencana yang spesifik, setiap skenario ini realistik dan diambil dari pengalaman penulis. Setiap skenario memiliki dinamika internalnya masing-masing dan solusi potensial. Ini menjelaskan bahwa

35

setiap bencana yang dihadapi oleh analis kebijakan merupakan peristiwa unik yang membutuhkan penyelesaian yang unik pula. Point pentingnya adalah bahwa setiap skenario, ketika dianalisis dari sudut pandang ekonomi memiliki alternatif solusi dan setiap solusi ini memiliki tradeoffs. Kegagalan untuk mengenali alternatif-alternatif dan konsekuensi ekonomi ikutannya menempatkan analis kebijakan dan penentu kebijakan dalam posisi yang tidak menyenangkan dengan memiliki beberapa pilihan dan sedikit pemahaman dari hasil intervensi yang diajukan. Inti dari analisis ekonomi adalah kerangka kerja analisis/analytical framework, sebagai contoh : pertanyaan yang diajukan oleh analis, apa yang harus segera dilakukan ? apa yang bisa ditangguhkan ? apa tidak perlu dilakukan ? adalah merupakan pertanyaan-pertanyaan kunci.

36

Bagian Tiga : Pilihan-pilihan Pembiayaan

Setelah membaca bagian ini anda diharapkan dapat Menjelaskan delapan tipe alat/tools pembiayaan kreatif yang bisa digunakan untuk mendorong pemulihan bencana dan membiayai keuangan proyek pemulihan. Identifikasi beberapa aspek kontraproduktif dari beragam alat

pembiayaan kreatif. Sementara penanggulangan/relief bencana, rehabilitasi dan mitigasi bisa berharga secara ekonomi, sosial, dan moral. Uang tunai diperlukan agar implementasi bisa dilaksanakan. Seperti biasanya, keuangan selalu terbatas para pembuat kebijakan harus melakukan identifikasi dan menyusun prioritas proyekproyek. Setelah memperoleh ide mengenai skala kebutuhan finansial yang dibutuhkan untuk implementasi rencana penanggulangan, rehabilitasi, atau mitigasi, pilihan pembiayaan bisa dikaji untuk menentukan neraca valuta asing/balance of foreign exchange dan biaya mata uang lokal/local currency costs yang akan dilibatkan. Delapan alternatif dan kemungkinan-kemungkinan pelengkap/complimentary possibilities untuk mengembangkan pembiayaan bencana akan didiskusikan di bawah ini. Terlebih dahulu, rute pembiayaan tradisional/traditional financing route yang diikuti di negara-negara berkembang akan didiskusikan. Ini biasanya melibatkan bantuan penanggulangan oleh LSM, diikuti dengan asistensi bilateral dan multilateral. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tujuh jenis kemungkinan-kemungkinan pembiayaan kreatif

37

Debt swaps Blocked funds Trust funds Triangular food aid Disaster insurance Revolving funds Central bank assistance

Traditional route Ketika bencana terjadi dan dibutuhkan bantuan segera, kegiatan ini biasanya akan dibiayai melalui PBB, Uni Eropa, mitra perdagangan bilateral, dan LSM seperti Oxfam atau Safe The Children Fund. Tetapi hampir tidak mungkin dihindari bahwa pembiayaan jangka menegah dari program pemulihan pascabencana akan menjadi bagian dari rencana pembangunan nasional atau program rehabilitasi. Rencana atau program semacam itu akan membuat tujuan keseluruhan dari negara akan lebih teliti, basis sumberdayanya, batasan-batasan prinsipil terhadap pembangunan, strategi pembangunan menyeluruh, strategistrategi sektor individu, program investasi publik yang dianggarkan/proposed public investment programme (PIP), proposal-proposal implementasi rencana, dan proposal-proposal untuk monitoring dan evaluasi (monev). Pembahasan mengenai dokumen rencana atau program seringkali dilakukan ketika pertemuan donor multilateral atau bilateral yang utama. Pada pertemuan semacam itu, biasanya Bank Dunia akan mempersiapkan country economic memorandum untuk menetapkan isu-isu utama yang perlu menjadi perhatian. Pada waktu yang sama, studi-studi sektoral dilakukan dengan fokus terhadap pinjaman sektor/sektor lending. UNDP juga tampaknya telah memformulasi country indicative planning figure (IPF).

38

Dengan asumsi proyek PIP yang diajukan dikaji layak (dalam kerangka kerja kebijakan makroekonomi yang dapat diterima), concessional loan dan grant funds akan dibutuhkan untuk memulai proyek implementasi, meskipun beberapa isu mungkin perlu diselesaikan sebelum pinjaman atau hibah finansial menjadi efektif. Ketika dibutuhkan proyek percontohan/pilot project sebelum dimulainya proyek secara keseluruhan, pendanaan disediakan melalui Bank Dunia sebagai contoh project preparation facility (PPF). Terdapat kemungkinan bahwa Bank Dunia, Inter American Development Bank dan Asian Development Bank untuk mengatur kembali pinjaman-pinjaman yang ada untuk kepentingan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Debt swaps Banyak bank swasta besar di negara-negara berkembang telah atau masih memiliki hutang tunai dari negara dunia ketiga, terutama di Amerika Latin. Tampaknya bahwa hutang-hutang ini tidak akan pernah terbayar penuh, beberapa bank menyatakannya sebagai unrecoverable losses dan merupakan persentase yang sangat besar dari hutang komersial. Beberapa bank tidak mampu melakukan ini karena akan mempengaruhi neraca bank/balance sheet. Bank-bank yang telah menghapus hutang-hutang tersebut tetapi masih menyimpan catatannya, masih harus menghadapi permasalahan di kemudian hari akibat hutang tersebut. Debt swaps memberikan mekanisme untuk membantu bank menerima sedikit pengembalian dari investasi yang telah mereka keluarkan. Prinsipnya, apabila LSM, atau agensi internasional seperti UNHCR atau UNICEF bisa membeli hutang komersial yang sangat besar dari suatu negara dengan diskon yang besar. Sebagai contoh, dengan nilai yang sangat jauh dari nilai sebenarnya/face value, hutang ini kemudian bisa dibayarkan kembali dalam

39

mata uang lokal dengan rate of conversion yang lebih disukai untuk menyediakan pendanaan bagi operasional program oleh LSM atau agensi internasional di negara terdampak bencana. Debt swaps yang paling sering dilakukan adalah yang berhubungan dengan transfer modal dan lahan/transfer of equity and land, sebagai bagian dari kebijakan tingkat tinggi menuju a) privatisasi, b) ekspansi infrastruktur produktif atau basis modal nasional/national capital base, dan c) pengembangan pariwisata. Kebijakan semacam itu cenderung tidak inflationary, tetapi membutuhkan uang baru dan mitra-mitra nilai mata uang lokal/local hard currency partners. Sebagai tambahan, hutang yang ada bisa ditukar untuk incremental foreign exchange yang diperoleh atau disimpan melalui produksi domestik yang meningkat di masa depan. Juga terdapat ketertarikan dalam debt swaps untuk memenuhi kebutuhan dasar, pelatihan, meningkatnya ketahanan pangan, perbaikan kualitas lingkungan, persediaan air, kesehatan anak, pembangunan pendidikan, reboisasi hutan, dan heritage development. Terdapat empat tahapan yang dilakukan dalam debt swaps 1. Persetujuan diperoleh secara prinsipil dari negara debitur agar debt swaps bisa dilakukan. Ini akan melibatkan negosiasi-negosiasi dengan kementerian keuangan negara debitur dan bank sentral. Kedua institusi ini harus setuju mengenai nilai tukar/exchange rate yang akan diterapkan dalam merubah hutang ke dalam mata uang lokal, syarat-syarat pembayaran, metode dan jangka waktu untuk pelaksanaan. Negosiasi juga akan melibatkan LSM lokal atau agensi internasional, institusi ke tiga ini akan menerima dana dan mengelola program yang disetujui, dan harus memiliki kredibilitas di mata donor juga otoritas pajak di negara kreditur. 2. Instrumen hutang/debt instrument dan persyaratannya/terms harus diidentifikasi, harga pasar/market price untuk debt outstanding akan
40

ditentukan melalui lelang/auction atau dengan menggunakan pasar yang ada/existing markets dimana hutang negara dunia ketiga dibeli dan dijual. Di pasar ini, hutang dijual dibawah harga face value nya dan ada kesempatan untuk negosiasi kembali pengurangan harga. Pendanaan untuk akuisis hutang oleh LSM atau agensi internasional bisa berasal dari donasi oleh bank kreditur, lelang dengan harga murah/preferential price, donasi cash for debt purchase, atau kombinasi dari ketiganya. Solusi terakhir yang harus menjadi pertimbangan adalah posisi pajak dan akunting dari berbagai pihak di negara-negara kreditur dan debitur. Sementara bank komersial menghendaki pendapatan yang dapat diterima dari pinjaman, bank tersebut bisa setutju terhadap pengembalian tak langsung/indirect returns dalam bentuk positive public relations daripada pendapatan finansial/direct financial gain. Konversi hutang bisa melibatkan dikeluarkannya local currency bonds atau pembayaran tunai, atau kombinasi dari keduanya. Mengeluarkan surat hutang/bonds bisa memastikan bahwa efek inflasi dari debt swap bisa ditekan. 3. Title of the debt harus ditransfer kepada Title harus disampaikan kepada LSM di negara kreditur yang kemudian mendonasikan kepada LSM mitranya di negara debitur. LSM negara kreditur bisa melakukan donasi dana kepada LSM negara debitur agar dapat memperoleh/acquire hutang. Hutang bisa di donasikan secara langsung kepada LSM negara debitur untuk dikelola atas nama LSM mitranya di negara kreditur. Title bisa diserahkan kepada agensi internasional.

4. Program aksi LSM/agensi internasional harus terlihat dilaksanakan sesuai dengan program implementasi yang dapat diterima. Sebagai contoh, pertimbangkan debt for environmental concerns swap yang pertama kali dilakukan di Bolivia tahun 1987. Consevation

41

International/CI membeli hutang bank komersial milik Bolivia sebesar 650.000 dolar dengan menggunakan Citibank sebagai agennya. Hutang dibeli dengan diskon sebesar 85% dari face value nya sebesar 15 sen untuk satu dolar. CI setutju untuk membatalkan kewajiban Bolivia untuk membayar hutang sebesar 650.000 dolar untuk ditukar dengan persetujuan pemerintah Bolivia agar Memberikan perlindungan hukum terhadap 4 juta hektar hutan tropis dan padang rumput. Membentuk pendanaan operasi, dalam mata uang lokal untuk mengelola wilayah tersebut seharga 250 juta dolar, terdiri dari sumbangan langsung Pemerintah Bolivia sebesar 100 ribu dolar dan sebanyak 150 ribu dolar dari USAID. Mendirikan komisi nasional yang bertanggungjawab untuk implementasi program lingkungan. Menyalurkan dana operasi melalui Kementrian Pertanian Bolivia dan LSM Bolivia yang dipilih oleh CI. Terdapat specific drawbacks yang diasosiasikan dengan debt swaps. Idealnya a) menciptakan tambahan pendanaan yang bila tidak dilakukan maka tidak tersedia, dan/atau b) meningkatkan efektivitas dari penggunaan dana yang ada yang telah diprogram sebelumnya. Swaps tidak berguna bila negara debitur tidak memiliki LSM , apabila agensi internasional yang terlibat tidak beroperasi secara efektif atau swaps tidak sesuai dengan tujuan pemerintah negara-negara debitur dan LSM/agensi internasional yang terlibat. Nilai dari swaps juga akan tergantung kepada opportunity cost yang diasosiasikan dengan investasi-investasi alternatif, fluktuasi valuta/exchange rate yang mungkin/possible, dan efek inflasi terhadap negara debitur akibat swaps.

42

Tidak terdapat solusi tunggal debt swaps yang bisa direplikasi di seluruh negara. Semua swaps adalah unik dan tergantung kepada negosiator-negosiator yang kreatif dan fleksibel. Terdapat sejumlah permasalahan yang biasa terjadi 1. Semua pihak harus diyakinkan bahwa transaksi-transaksi semacam itu adalah konsisten dengan prioritas pengeluaran/expenditure jangka pendek dan jangka panjang. 2. akan ada kebutuhan untuk menghindari biaya-biaya tetap dan tidak tetap tambahan yang berhubungan dengan program expenditure. 3. Swaps perlu kompatibel dengan peraturan-peraturan yang menaungi kegiatan LSM dan agensi internasional di negara-negara debitur dan kreditur. 4. Swaps harus menghasilkan sumberdaya tambahan yang signifikan untuk membenarkan/justify penukaran waktu staff dari eksisting program. 5. Complex swaps membutuhkan personil yang canggih secara ekonomi di negara debitur pada beberapa tahap berbeda. 6. Perlu ada klarifikasi mengenai obigasi pajak/tax obligation dari bank, LSM dan agensi internasional yang berpartisipasi. 7. Swap bisa menimbulkan inflasi. 8. Bank komersial di negara kreditur tampaknya menginginkan struktur dari swap sedemikian rupa tidak terjebak dalam masalah-masalah

administrasi. 9. Penggunaan pialang-pialang yang berpengalaman, volume traders dan commercial lawyers untuk intermediasi dalam negosiasi swap tampaknya cukup mahal, meskipun terdapat contoh dimana pelayan serupa disediakan secara cuma-cuma atau dengan biaya rendah.

43

Blocked funds Hutang bank komersial yang dihadapi di Afrika tidak terlalu besar, scope

penggunaan skema debt swaps lebih rendah daripada di Amerika Latin. Alternatif dari penggunaan skema debt swaps di Afrika adalah blocked funds. Blocked funds biasanya milik sektor swasta (sebagai contoh, mereka telah diberi garansi kredit ekspor) harus menunggu dalam antrian hingga valuta asing tersedia. Blocked funds swaps menjadi mungkin dilakukan bila pemerintah negara debitur setuju repatriasi deviden atau ekuitas/repatriation of dividends or equity, tetapi tidak mampu melakukannya dalam praktik untuk fasilitasi keputusan semacam itu karena valuta asing yang dibutuhkan tidak tersedia. Blocked funds ini, oleh karenanya hanya berguna di negara debitur sebagai alat untuk membiayai pengeluaran mata uang lokal/means of financing local currency expenditures. Prinsip-prinsip untuk mencairkan pendanaan semacam itu sama dengan swapping commercial debt outstanding, dan bisa diperoleh melalui donasi, secondary sale atau lelang. Diperkirakan apa, yang sekarang merupakan blocked funds jumlahnya milyaran dolar di seluruh dunia. Blocked funds juga merupakan hasil dari pembatasan yang ditekankan oleh negara-negara donor mengenai penggunaan keuntungan dari concessional sales atau program bantuan lainnya. Sebagai contoh, setelah gempabumi di Thamar, Yaman tahun 1982, Amerika serikat melakukan obral/sale bijih PL480 kepada pemerintah Yaman. Pemerintah Amerika Serikat menjual bijih tersebut kepada pemerintah Yaman yang kemudian menjualnya kepada konsumen. USAID meminta bahwa keuntungan dari penjualan bijih tersebut ditabung dalam rekening di bank sentral Yaman dan dana ini bisa digunakan untuk membiayai rekonstruksi rumah pascabencana.

44

Triangular food aid Negara-negara donor dan penerima juga agensi pangan/food agencies telah menunjukkan ketertarikan dalam cara-cara mensiasati pengalihan pangan yang diproduksi di satu negara berkembang untuk disediakan sebagai bantuan pangan di negara berkembang lainnya. Antara tahun 1983 dan 1988, transaksi-transaksi semacam ini meningkat dari 443.000 ton hingga menjadi 1,2 juta ton setara bijih/grain. Transaksi-transaksi ini tumbuh dari 4.5% hingga 8,9% dari total bantuan makanan sereal selama periode waktu yang sama. Di sub-sahara Afrika, pada periode waktu yang sama, transaksi-transaksi ini meningkat dari 9,4% menjadi 24,6% dari seluruh bantuan pangan di wilayah tersebut, dan dari 64% menjadi 77,4% dari transaksi di seluruh dunia. Bentuk paling umum dari transaksi ini adalah triangular food aid transaction/TFAT, pada prinsipnya bisa digeneralisasi untuk komoditas yang sesuai, seperti animal fodder, semen atau batubara. Dalam triangular transaction, agensi donor membeli pangan menggunakan uang tunai dari dana bantuan pangan yang dimiliknya, di satu negara berkembang kemudian dikirimkan ke negara berkembang lainnya sebagai bantuan pangan. Ini berbeda dengan bantuan pangan yang disediakan donor dari timbun cadang bahan makanan yang mereka miliki atau hasil dari pembelian ekspor negara berkembang atau membeli di pasar internasional terbuka. Triangular transactions menggabungkan dua bentuk bantuan dan penjualan : valuta asing disediakan untuk negara pensuplai sementara bantuan pangan diberikan kepada negara penerima. Untuk operasi-operasi trilateral, sebagai pengganti pembelian pangan

menggunakan uang tunai, donor menyediakan suatu komoditas bahan pangan yang ditukar di suatu negara berkembang untuk komoditas bahan pangan jenis

45

lain untuk dikirim ke negara penerima sebagai bantuan pangan dengan biaya pengapalan ditanggung oleh donor. Transaksi semacam itu menggabungkan dua bentuk bantuan : negara sumber memiliki keuntungan valuta asing melalui tidak perlunya membeli komoditas pangan komersial yang disediakan untuk pertukaran, minus nilai dari komoditas yang dipertukarkan, sementara negara penerima memperoleh bantuan pangan. Jenis transaksi ini cenderung dipergunakan oleh grain exporting donor dengan kelenturan terbatas dalam penggunaan dana bantuan pangannya untuk membeli komoditas-komoditas di negara-negara berkembang. Donor menggunakan operasi triangular untuk perkuatan program-program bantuan pangan karena program-program semacam ini meningkatkan efektifitas biaya, mempercepat pengiriman, dan menyediakan komoditas-komoditas pangan yang sesuai dengan kebiasaan makan dan budaya dari penerima bantuan pangan. Donor-donor juga menggunakan operasi bantuan pangan tersebut untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, permintaan tambahan merangsang produksi pangan dan membantu perdagangan dalam dan antar negara. Jenis bantuan pangan semacam ini bisa melibatkan triangular transactions, trilateral operations, pembelanjaan lokal, barter pangan/food exchange atau swaps dan barter arrangements, semua yang memiliki kesamaan fitur. Pertama, mereka menggunakan pangan dari negara berkembang dalam operasi bantuan pangan dan kedua, dalam banyak kasus mereka menarik sumberdaya keuangan atau komoditas yang sudah dianggarkan oleh donor khusus untuk operasi bantuan pangan. Terdapat juga jenis transaksi lain, pembelian lokal/local purchases komoditas pangan dilakukan dengan uang tunai dari anggaran bantuan pangan agensiagensi donor, dan komoditas-komoditas yang dibeli dipergunakan sebagai bantuan pangan di negara yang sama. Dalam local exchange/swaps, komoditas

46

(misalnya gandum/wheat) disediakan oleh donor kepada negara penerima kemudian ditukar dengan komoditas lain (misalnya tepung jagung/maize) tesedia di negara tersebut, yang kemudian dipergunakan dalam program atau proyek pembangunan food-aided di negara bersangkutan. Local transactions masih sedikit bila dibanding dengan triangular transactions. Keuntungan dari triangular and trilateral transactions meliputi Merangsang peningkatan produksi pangan dengan cara menciptakan tambahan permintaan. Mendorong ekspor dan meningkatkan penerimaan valuta asing. Mengangkat perdagaan dalam dan antar negara juga ketahan pangan. Mendukung strategi-strategi pangan, rencana dan program ketahanan pangan dengan membantu negara-negara mengelola kelebihan produksi pangan. Mendorong pengembangan transportasi, penyimpanan dan logistik. Perkuatan pengelolaan dan administrasi pangan. Membantu restrukturisasi dan liberalisasi pasar.

Kekurangan penggunaan TFAT adalah Fluktuasi yang luas dalam produksi dan kurangnya informasi akurat, sehingga membuat perencanaan lanjutan menjadi sulit. Transportasi, penyimpanan dan logistik yang tidak memadai, juga quality control, pengelolaan dan administrasi yang buruk sehingga sulit untuk membuat jadwal pengiriman yang sesuai. Hilangnya surplus dari kurva permintaan efektif dengan segera bisa menyebabkan negara-negara berinvestasi secara tidak layak dan efisien dalam penyimpanan dan stok. Pengalaman menunjukkan bahwa operasi-operasi TFAT adalah kompleks dan implementasinya harus dimonitor secara seksama. Pembedaan harus dibuat
47

antara pengaruhnya pada negara-negara pensuplai dan penerima dan antara operasi tanggap darurat dan kegiatan pembangunan. Perhatian lebih harus diberikan kepada komoditas-komoditas non-cereal, terutama pulses dan minor traded foods, untuk melengkapi cereals dalam food aid basket. Harga-harga TFAT harus sesuai harga pasar internasional dan beroperasi dalam kisaran parity prices ekspor/impor, mempertimbangkan fluktuasi dalam komoditas dunia dan pasar valuta asing. Formula penentuan harga harus dibuat untuk meredam pengaruh/dampak volatile price movements dalam jangka pendek untuk kontras yang mungkin membutuhkan 6-12 bulan untuk selesai. Ketika forward commitment dibuat untuk membeli komoditas-komoditas pangan di negara penghasil untuk beberapa tahun, klausul negosiasi harus disertakan dalam kontrak, sementara konfirmasi maksud pembelian/intent to buy akan berisi klausul untuk meninjau harga pembelian secara periodik. Perhatian harus ditujukan kepada biaya-biaya administratif dari triangular transactions. Ini harus menjamin bahwa waktu tidak terbuang sia-sia untuk memperoleh pangan dalam jumlah yang tidak besar dari eksportir melaui rute pengiriman yang bukan merupakan bagian dari jalur perdagangan. Sementara transaksi bantuan pangan telah berhasil dalam mengalihkan sumberdaya untuk mensuplai negara-negara berkembang, sebagian beasr dilaksanakan melalui parastatal marketing channels yang sering membutuhkan biaya besar karena operasi-operasi yang kurang efisien. Transaksi harus lebih sering dilakukan secara langsung dengan produsen kecil melalui organisasiorganisasi masyarakat petani untuk transfer benefits kepada petani dan merangsang peningkatan produksi. Keuntungan pembangunan yang lebih puas bisa dicapai dengan cara mengkombinasikan asistensi finansial dan teknis dengan bantuan pangan.

48

Bertolak belakang, pembiayaan pembelian tambahan pangan dalam mensuplai negara berkembang bisa melanggengkan kebijakan pertanian yang tidak sesuai, merunut kepada ketergantungan program-program triangular food aid untuk merangsang peningkatan produksi dan perdangan bahan pangan. Penentuan harga food aid transactions dan local purchases yang tidak sesuai bisa menyebabkan ganguan dalam alokasi dan perlindungan sumberdaya yang tidak berkelanjutan ketika bantuan pangan usai. Stimulasi perdaganan regional yang disubsidi oleh operasi pembelian bantuan pangan/food aid purchasing operations bisa menyebabkan trade diversion yang bekerja melawan comparative advantage. Substitusi bantuan pangan untuk bantuan finansial mungkin bisa dilakukan dengan pertimbangan yang kurang akibat opportunity cost dari substitusi tersebut.

Trust funds The Brady Proposal tahun 1990 untuk mengurangi hutang negara berkembang dikonsolidasi oleh inisiatif Presiden Bush bulan Juni 1990. Strategi enterprise for Americas yang digulirkan Presiden Bush untuk pengampunan hutang memberikan dukungan yang kuat untuk penggunaan commercial debt swaps. Sebagai tambahan, persetujuan untuk untuk mengurangi volume soverign debt outstanding adalah kondisional dalam introduksi reformasi kebijakan, seperti structural adjustment, movement towards free market prices, dan reduced parastatal importance. Inisiatif Presiden Bush juga mengusulkan pembentukan dana perwalian/trust funds yang fokus terhadap isu-isu lingkungan, yang akan didanai dari pembayaran bunga dalam mata uang lokal dari pinjaman yang direstrukturisasi oleh lembaga pinjaman Amerika Serikat. Dana perwalian yang didirikan biasanya dibawah administrasi PBB dan mulai dipertimbangkan oleh Uni Eropa untuk diimplementasikan. Beberapa donor tidak

49

mampu membuat program-program bilateral secara mandiri, mungkin karena kurang familiar dengan negara-negara yang dibantu atau ukuran program donor akan terlalu kecil untuk justifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengembangan dan administrasinya. Dana perwalian membentuk mekanisme pembaiayaan/financing mechanism dimana negara-negara tersebut bisa membantu tanpa harus membuat program pembangunan lokal. Dalam kasus-kasus seperti itu, dana/fund akan berkontribusi untuk

mengamankan volume keseluruhan dan kualitas asistensi. Dana perwalian memiliki sejumlah karakteristik Menawarkan sumber pendanaan pembangunan yang fleksibel, bisa dugunakan untuk perancangan proyek seperti persiapan kebijakan dan dokumen-dokumen program. Merupakan mekanisme baru untuk cost sharing, dalam program-program tersebut melibatkan banyak donor biasanya terbatas dan hanya cukup untuk membiayai proyek-proyek kecil, seringkali pada tingkat lokal dan dengan dampak terbatas. Meningkatkan kualitas asistensi yang diterima, karenanya prioritas yang meningkat adalah untuk menjauh dari pembiayaan proyek untuk hubungan kerjasama yang berorientasi program dengan donor, dimana dukungan donor diperpanjang hingga program kegiatan sektoral dan multi sektoral. Bertindak sebagai fokus untuk tujuan-tujuan tertentu, dihasilkan dari international appeal, biasanya setelah bencana nasional atau sektoral.

Asuransi Bencana/Disaster insurance Program asuransi bisa menjadi alat yang efektif dalam menyediakan asistensi pascabencana dan mendorong aktivitas-aktivitas mitigasi. Ketika sebagian besar

50

negara-negara berkembang tidak memiliki skema asuransi yang komprehensif, asuransi telah menjadi strategi untuk pemulihan bencana dan mitigasi selama lebih dari satu abad. Terdapat perhatian yang meningkat kepada asuransi sebagai cara untuk membatasi kewajiban pemerintah ketika terjadi bencana dan sebagai alat untuk memastikan kepatuhan terhadap building codes dan langkahlangkah mitigasi lainnya. Asuransi mengkondisikan risiko untuk disebar kepada komunitas yang lebih luas. Beban mereka yang terdampak paling berat dikurangi oleh mereka yang tidak terdampak melalui premi juga membuat biaya disebar kepada waktu yang lebih lama/longer period of time. Asuransi tentunya tidak, mengurangi dampak fisik tetapi bisa mengurangi dampak psikologis dari bencana dengan mengalihkan ketidakpastian dalam pemulihan keuangan. Beberapa poin penting agar diperhatikan mengenai asuransi. Satu, asuransi bisa dikenakan hampir pada semua, subjek terhadap premi menjadi commensurate dengan risiko yang terlibat. Kedua, meskipun asuransi bisa digunakan untuk melindungi kehilangan dari suatu sumberdaya -baik itu aset-aset infrastruktur, panen tahunan, ternak atau ikan, bahkan perkebunan- klaim biasanya dikenakan untuk kerugian parsial daripada keseluruhan nilai dari kerugian. Tiga, asuransi merupakan proporsi komersial yaitu untuk menghasilkan keuntungan juga oleh karena itu perusahaan asuransi tidak berkewajiban menawarkan asuransi. Kebijakan asuransi bencana telah terbukti berguna untuk beberapa jenis bahaya seperti banjir, badai tropis dan gempabumi. Tetapi, bencana besar bisa sangat menghabiskan biaya bagi perusahaan asuransi individual. Karena alasan ini, program reasuransi terbukti bisa mentransfer risiko secara lebih luas. Diskusi berikut ini fokus kepada satu jenis asuransi, yaitu crop insurance sebagai cara untuk memahami isu-isu umum yang terlibat dalam disaster

insurance/asuransi bencana. Crop insurance bisa menjadi sumber pembiayaan

51

untuk

mendanai

rehabilitasi

pascabencana.

Potensi

penggunaan

jenis

pembiayaan ini adalah signifikan, tetapi asuransi belum digunakan secara luas di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, dari 54 negara di Afrika dan Timur Dekat, hanya 12 negara yang mengintroduksikan skema crop insurance. Terdapat dua tingkatan dari bencana ketahanan pangan dalam pertanian di negara berkembang dimana asuransi mungkin digunakan secara luas. Pertama, ada kemungkinan terjadi kekurangan produksi nasional bahan pangan/food crops yang membutuhkan bantuan pemerintah untuk menggunakan cadangan valas untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional. Sementara negara berkembang bisa mengatasi sumber ketidakstabilan pangan dengan

meningkatkan penggunaan cadangan valasnya untuk impor pangan, ini bisa menggangu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Skema ketahanan pangan, seharusnya berurusan dengan fluktuasi dalam pembelanjaan pangan impor. Tujuan dari ketahanan pangan/skema asuransi yang dirancang oleh Konandreas, Huddlestone, dan Ramangkura adalah untuk memberikan jalan bagi negara-negara berkembang untuk menstabilkan konsumsi pangannya dengan import bahan pangan. Kedua, asuransi bisa digunakan untuk membantu mereka dengan pendapatan kecil/smallholder income yang berkurang sebagai akibat gagal panen oleh bencana alam atau buatan manusia. Informasi lebih jauh mengenai kemungkinan-kemungkinan menggunakan asuransi untuk offset implikasiimplikasi finansial dari bencana dijelaskan dalam FAOs 1991 Crop Insurance Compendium yang menyediakan Rangkuman seluruh dunia mengenai ketersediaan crop insurance, dengan analisis oleh insured perils, sum insured, deductibles, reinsurance, loss assessment, insured crops dan compulsory atau voluntary participation. Laporan regional yang meringkas perilaku crop insurance yang tersedia di tiap kawasan dengan statistik regional dari hasil-hasil crop insurance.
52

Country reports yang menegaskan struktur crop insurance dan representasi skema crop insurance.

Dalam urutan tersebut perusahaan asuransi tanaman pangan bisa memberikan perlindungan kepada pembudidaya terhadap kemalangan/peril dan tetap melakukan usaha, ada beberapa isu-isu kebijakan yang harus dipertimbangkan termasuk didalamnya : Pilihan dan jumlah kemalangan yang diasuransikan, juga jumlah dan jenis tanaman pangan Apakah perlindungan berdasarkan individu, wilayah atau kelompok Periode perlindungan, sebagai contoh selama seluruh siklus budidaya atau pada tahap pertumbuhan tertentu Apakah asuransi harus dioperasikan oleh negara, didanai swasta dan selfsupporting; atau gabungan publik-swasta Beberapa waktu terakhir, telah ditunjukkan bahwa asuransi tanaman pangan multi-peril yang dioperasikan oleh sektor publik telah menjadi kegagalan yang mahal. Ini disebabkan oleh biaya-biaya administrasi yang sangat tinggi dan ketidakmampuan pemerintah (karena intervensi politik) untuk menagih premi yang adil dan menegakkan penyesuaian kehilangan imparsial/impartial loss adjustment. Kesimpulan FAO mengenai asuransi tanaman pangan/crop insurance memberikan saran : Sebagian besar pemerintah tidak berada dalam posisi untuk menyediakan subsidi-subsidi berat kepada asuransi tanaman pangan. Sebagian besar skema asuransi karenanya harus swasta. Alternative parastatal body bisa sukses bila memiliki kemandirian dari pengaruh politik mengenai penentuan premi dan indemnities, juga penyesuaian kerugian/losses.

53

Terlepas dari ketertarikan penawaran perlindungan all risk, asuransi tanaman pangan lebih layak pada limited peril basis, menyediakan perlindungan yang dibutuhkan oleh pembudidaya.

Skema yang melibatkan petani kecil harus compulsory. Mungkin untuk merancang program bagi petani besar, tetapi skala ekonomi sedemikian rupa sehingga asuransi mampu memberikan supervisi yang dibutuhkan untuk menghindari adverse selection.

Tanaman pangan komersial adalah yang paling siap untuk asuransi. Tanaman bahan pangan yang ditanam pada tingkat subsisten atau nonkomersial sulit untuk diasuransikan. Pembayaran untuk tanaman perennial harus didasarkan pada kerugian produksi satu musim.

Transaksi-transaksi finansial antara penyedia asuransi dan petani yang diasuransikan jarang terjadi. Ini berarti bahwa penyedia asuransi harus berupaya membentuk jejaring, bila dimungkinkan dengan organisasiorganisasi atau firma yang sudah melaksanakan kesepakatan keuangan dengan para petani, sehingga transaksi-transaksi bisa dilakukan dengan biaya minim.

Tidak ada jalan pintas untuk mencapai pertimbangan yang matang. Harus ada supervisi lapangan, terutama oleh ahli budidaya pertanian dengan bantuan personil asistensi untuk melakukan field assessments.

Komunikasi yang intensif harus dilakukan dengan perusahaan reasuransi untuk membantu pembentukan program-program sehingga reasuransi bisa mudah dilakukan.

Edukasi publik penting dilakukan dalam program asuransi. Programprogram edukasi dan bahan publikasi harus digunakan oleh penyedia asuransi untuk memastikan bahwa nasabah mereka bisa memanfaatkan semua keuntungan dari pelayanan asuransi yang ditawarkan. Ini harus juga membantu menghindari situasi-situasi dimana ekspektasi-ekspektasi

54

tidak realistik yang diharapkan oleh petani mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari program asuransi.

Dana Bergulir/Revolving Funds Sementara pendanaan akan tersedia pada tingkat nasional dari agensi multilateral, bilateral dan relief ketika bencana terjadi, beberapa pendanaan ini harus diarahkan kepada rumah tangga terdampak bencana pada tingkat lokal untuk membantu membangun kembali rumah-rumah, menggantikan

perlengkapan rumah tangga yang hancur atau rusak, dan kembali produktif. Modal awal jenis ini biasanya berasal dari didirikannya program kredit dana bergulir/revolving fund credit program, yang dioperasikan melalui pemerintah, sistem perbankan formal, atau LSM lokal atau internasional. Bila memungkinkan, lebih diharapkan untuk menggunakan kelompok simpanpinjam di tingkat desa seperti di Togo dan Cameron. Pendirian dana bergulir juga bisa melibatkan pembentukan gerakan persatuan kredit/credit union movement di tingkat lokal yang seiring waktu bisa direplikasi secara nasional. Persatuan kredit menyediakan fungsi pinjaman on-site yang seringkali tidak ada dalam program-program kredit yang digulirkan pemerintah diluar desa. Persatuan kredit desa memiliki keuntungan lebih daripada program-program kredit pemerintah atau project-related. Sebagai contoh, biaya dan waktu yang diperlukan untuk memproses pinjaman bisa dikurangi, karena persatuan kredit ini letaknya terkonsentrasi. Loyailitas peminjam dari persatuan kredit terhadap sesama anggotanya dan juga nasabah mendorong tingginya pengembalian dan rendahnya kredit macet. Keuntungan lebih jauh dari jenis pembiayaan tingkat lokal ini adalah biasanya diarahkan kepada usaha kecil dan petani penggarap yang merupakan kelompok yang paling menderita bila dihantam bencana. juga, partisipasi dalam skema semacam ini umumnya kondisional pada individu yang

55

melaksanakan bentuk-bentuk sederhana dari pelatihan akuntansi yang meningkatkan kemampuan mengelola bisnis. Program-program dana bergulir bisa menyediakan modal yang dibutuhkan untuk ekspansi dan perkembangan usaha kecil. Pendanaan semacam ini bisa menangkap relief dollars yang bisa digunakan untuk mendorong

pembangunan. Subsidi di bawah bunga pinjaman biasa untuk pinjaman dana bergulir bisa memberikan insentif untuk pembentukan usaha baru atau ekspansi usaha yang sudah berjalan.

Asistensi Bank Sentral/Central Bank Assisstance Kerjasama regional dan sub-regional bisa dilakukan sebagai cara untuk memperoleh pembiayaan eksternal. Sebagai contoh, di Amerika Latin dan Karibia persetujuan antara bank sentral dibawah perjanjian Santo Domingo untuk memberikan bank sentral negara terdampak menerima deposit jangka pendek dari bank sentral negara lain untuk membantu kekurangan temporal dari uang tunai akibat bencana.

Koordinasi Bantuan Asing Untuk Bencana Setelah identifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk bantuan tanggap darurat dan investasi rehabilitasi, bantuan asing perlu dikoordinasikan sebelum dan sesudah dilaksanakan. Ini membutuhkan pemerintah untuk membuat database semua bantuan yang masuk, pledge dan actual. Protokol-protokol untuk menangani masuknya bantuan asing harus merupakan kegiatan kesiapsiagaan yang penting. Unit semacam ini penting bila beberapa konsekuensi kontra-produktif dari bantuan dan concessional assisstance seperti di bawah ini terjadi

56

Drawdown dan disbursement bantuan seringkali lebih rendah dari total komitmen bantuan, sehingga kebutuhan bantuan cenderung meningkat.

Sering juga terjadi terlalu banyak bantuan dalam bentuk yang keliru/kurang dibutuhkan, waktu yang tidak tepat, tempat yang salah untuk sektor yang salah.

Apabila bantuan dalam bentuk uang tunai, bisa mempengaruhi balance of payments karena membuat overstate posisi sebenarnya dari cadangan valas yang dimiliki negara dan nilai tukarnya.

Sementara bantuan tang biasanya diterima secara gratis, bisa mengganggu stabilitas. Contoh, bantuan pangan bisa merubah pola konsumsi, menyebabkan produksi domestik yang tidak efisien dan menciptakan ketergantungan. Juga sulit untuk memantau pembelanjaan pemerintah yang telah dibiayai melalui counterpart funds yang diperoleh melalui penjualan bantuan pangan.

Ringkasan Point-point penting yang diangkat dalam modul ini Dari sudut pandang Bank Dunia/World Bank, bencana diidentifikasikan sebagai kejadian yang secara serius mengganggu ekonomi negara, menyebabkan negara melakukan modifikasi secara substansial program-program investasinya (yang tampaknya akan memiliki dampak jangka panjang), dan kebijakan-kebijakan ekonominya (yang tampaknya akan memiliki dampak hanya pada jangka pendek dan menegah). Untuk mengurangi gangguan semacam itu, alternatif investasi dan pilihan-pilihan kebijakan harus dievaluasi, dan prioritas diidentifikasi. Anderson menyarankan bahwa ada tiga alasan kenapa variabel bencana harus disertakan secara penuh dalam proses perencanaan pembangunan. Pertama, bencana berkaitan dengan kemiskinan, sehingga meningkatkan kemungkinan

57

krisis bisa berubah menjadi bencana. kedua, pembangunan bisa meningkatkan kerentanan terhadap bencana: sebagai contoh, (a) industrialisasi bisa berujung bencana (b) urbanisasi cepat dan pemukiman bisa tidak terlindung dari aktivitas seismik dan banjir, (c) kelebihan populasi bisa menuju kepada penurunan kualitas lingkungan dan krisis. Ketiga, sumberdaya pembangunan seringkali disiasiakan karena gagal mengurangi kerentanan. Bagaimanapun, benar adanya untuk menyatakan bahwa perencanaan

pembangunan harus lebih mempertimbangkan variabel bencana, dalam praktiknya sangat sulit untuk menentukan kesetimbangan yang paling sesuai antara investasi untuk mitigasi atau pemulihan. Ini menimbulkan dua poin penting untuk perencanaan pembangunan. Pertama, kesetimbangan antara investasi mitigasi dan pemulihan akan menjadi fungsi prioritas, yang pada gilirannya akan beragam antara partai politik, departemen pemerintah, dan individu. Kedua, pertanyaan apakah para perencana pembangunan harus melakukan optimalisasi pascabencana Haruskah bencana dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk rasionalisasi alokasi sumberdaya antara dan dalam setiap sektor, dengan pandangan untuk merubah produksi ekonomi dan kesetimbangan konsumsi? Atau alternatifnya Haruskah ekonomi diperbolehkan untuk kembali bekerja secepat mungkin, membiarkan pemeriksaan atas pertanyaan-pertanyaan

kebijakan kunci mengenai seberapa baik menghilangkan distorsi harga dan suplai? Terakhir, beberapa point penting yang tampaknya tidak akan dapat dipecahkan oleh analisis ekonomi, tetapi sangat penting untuk keberhasilan implementasi program, yaitu

58

Proses yang menantang dalam menentukan entitlements untuk identifikasi dimana keluarga-keluarga harus layak menerima bantuan, makanan, dan bantuan kredit dibawah program rehabilitasi dan rekonstruksi. Menentukan bagaimana institusi-institusi kredit dan pemerintah harus memperlakukan debt outstanding ketika terjadi bencana, dan apakah moratorium harus diberlakukan. Memastikan mekanisme mana yang akan ditetapkan untuk membuat masyarakat pada tingkat lokal agar terlibat dalam perencanaan dan menentukan prioritas. Menentukan bagaimana proses rehabilitasi dan pemulihan harus diawasi untuk mengurangi kecenderungan antara program-program kerja fisik dan finansial yang approved dan aktual. Memutuskan cara terbaik untuk koordinasi asistensi concessional donor, termasuk retroaktive financing, untuk memastikan proyek-proyek yang dibiayai secara internasional saling melengkapi satu sama lain, bukannya berkompetisi.

59

You might also like