You are on page 1of 8

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas

BAB PENDAHULUAN I A. Latar Belakang Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya Pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut bronkus (Broncho Pneumonia). Gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 buan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia dibawah 2 bulan, tidak dikenal diagnosis Pneumonia.(Afifah Tin,dkk.,2003.) Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA. Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, di mana penyakit yang terbanyak di derita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun.(Arikunto,s.2006.) Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. Di mana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.(Depkes RI.2000). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak di perkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Penyakit ISPA, sering terjadi pada anak anak, bahkan di negara-negara berkembang. Penyakit ISPA ini merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak. Di sebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISPA) paling sering adalah Pneumonia P2 ISPA balita sebagai target penemuan penderita Pneumonia balita pertahun dihitung dari jumlah penduduk usia balita pada suatu wilayah. Secara teoritis diperkirakan 10 % penderita pneumonia akan menigggal bila tidak

diobati (depkes Ri, 1996) Sebagian besar kematian tersebut di picu oleh ISPA bagian bawah (Pneumonia). Tetapi masyarakat yang masih awam dengan gangguan itu. Sebagian besar kematian tersebut dipicu oleh ISPA bagian bawah (Pneumonia). Tetapi masyarakat yang masih awam dengan gangguan itu. Penyakit ISPA dapat menyerang jaringan paru-paru dan penderita pun cepat meninggal akibat Pneumonia berat, namun tidak cepat di tolong. Karena memang akibat ketidaktahuan masyarakat tentang kelainan itu. Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadinya Pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut bronkus (Broncho Pneumonia). Gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia di bawah 2 bulan, tidak di kenal diagnosis Pneumonia. Mengutip hasil survei kesehatan rumah tangga 1995 yang melaporkan proporsi kematian anak akibat penyakit sistem pernafasan adalah 2,1%, sementara pada balita 38,8%. Berdasarkan Program Pembangunan Nasional (Propenas ) bidang kesehatan, angka kematian bayi dari 5/1.000 pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi 3/1.000 pada akhir tahun 2005. Di Sidomulyo ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Sarana Kesehatan. Pasien yang berobat ke Puskesmas sebanyak 40-60 %. Kunjungan di bagian rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit sekitar 15-20 %. Hidup serumah dengan perokok juga menjadi faktor penyebab penyakit ISPA anak. Hasil penelitian di sumedang jaw barat tahun 2001, menyatakan bahwa 23% penyakit ISPA pada anak balita disebabkan oleh pendeita hidup serumah dengan perokok. Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPA) dan saluran nafas bagian bawah (ISPA) beserta adneksanya. ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya stitis media yang merupakan penyebab ketulian. Sedangkan hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPA), Paling sering adalah pneumonia (WHO 2003). Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 balita (Depkes, 2003). Kejadian ISPA di wilayah Provinsi Gorontalo masih terhitung tinggi, hal ini terlihat bahwa kasus ISPA sesuai data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo pada tahun 2009 sebanyak 28.322 kasus, dan khususnya di Kabupaten. Di Kabupaten Gorontalo jelas penderita ISPA tahun 2007 sebanyak 298 kasus, tahun 2008 terdapat 569 balita dan tahun 2009 sebanyak 610 kasus, laporan dari catatan medis di Puskesmas Sidomulyo tahun 2007 terdapat 198 kasus penyakit ISPA, Pada tahun 2008 terdapat 489 kasus penyakit ISPA dan tahun 2009 terdapat 551kasus penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskemas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009

B. Perumusan Masalah Bagaimana hubungan kejadian ISPA pada balita berdasarkan status Imunsasi, pemberian ASI eklusif dan faktor lingkungan di wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor faktor yang berhubugan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan status Imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita. b. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Institusi Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi Instansi terkait. 2. Manfaat Ilmiah Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak pihak yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap persoalan yang sama. 3. Manfaat Praktis Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam memperluas wawasan keilmuwan dan menetapkan upaya pencegahan. http://bidanstasiun.blogspot.com/2011/10/faktor-faktor-yang-berhubungandengan_2842.html

BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)masih merupakan masalahkesehatan yang penting, karena ISPA (seperti ;sinusitis, common cold, influenza, pneumonia) penyebab kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 %-60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20%-30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan terjadi pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPAyang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderitadatang untuk berobat dalam keadaan berat (Rasmaliah, 2004). Penyebab kematian bayi di Indonesia hasil survey mortalita subdit ISPA tahun 2005 menunjukkan bahwa ISPA merupakan dari penyebab kematian bayi dengan jumlah 22,3% dari sekian kasus penyebab kematian pada balita (DepkesRI, 2007). Dari pola 10 penyakit terbanyak dibeberapa rumah sakit umum di Indonesia maupun data survey (SDKI, Surkesnas) juga menunjukkan tingginya kasus ISPA. Prevalensi ISPA dalam beberapa tahun menurut hasil SDKI yaitu pada tahun 1991 terjadi prevalensi 9,8% dengan kelompok umur 1223 bulan, tahun 1994 terjadi prevalensi 10% dengan kelompok umur 6 35 bulan, tahun1997 terjadi prevalensi 9% dengan kelompok umur 611 bulan, tahun 2002-2003 terjadi prevalensi 8% dengan kelompok umur 623 bulan, dan pada tahun 2007 terjadi prevalensi 11% dengan kelompok umur 1223 bulan (Depkes RI, 2007). Sedangkan menurut data yang dikumpulkan melalui Profil Kesehatan Kota Makassar Tahun 2008 tercatat bahwa jumlah kasus ISPA sebanyak 42.563penderita (DinkesSulSel,2008). Dan dari hasil data kunjungan Puskesmas Salotungo, Kab. Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan survey dalam kasus pola 10 penyakit terbesar Puskesmas Salotungo tahun 2008 pun menunjukkan bahwa angka kesakitan yang paling tinggi ditimbulkan oleh ISPA dengan jumlah 1950 kasus dengan persentase sekitar 29,03% dari jumlah kasus pola 10 penyakit terbesar.

Dari olah data kunjungan kasus ISPA Balita dengan usia 3959 bulan menunjukkan bahwa terdapat 75 kunjungan kasus atau sekitar 27,29% dari seluruh kejadian ISPA di Puskesmas Salotungota Tahun 2008 yang dialami oleh Balita. Dari hasil uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa ISPA merupakan masalah kesehatan utama yang ada ditengah masyarakat baik ditingkat nasional maupun tingkat kabupaten/kota, khususnya diwilayah kerja Puskesmas Salotungo sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita

BABII TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang ISPA 1. Definisi Istilah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Adapun batasan definisinya masing-masing sebagai berikut : a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga dapat menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus,rongga telinga dan pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran nafas Infeksi akut adalah infeksiyang berlangsung sampai dengan 14 hari.

b.

c.

Jadi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran pernafasan; mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta organ adneksanya (sinus, rongga telinga dan pleura).yang disebabkan oleh mikroorganisme yang berlangsung selama 14 hari ditandai dengan batuk pilek, sakit tenggorokan disertai dengan demam atau tidak(Rasmaliah,2004) 2. Tanda Gejala Umum ISPA

Adapun tanda gejala ISPA menurutPerhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PRSSI), 2002 antaralain; a. b. c. d. Batuk Serak (anak bersuara parau) Pilek Panas ataudemam, suhu badan lebih dari 38,5Ce.Sesak napas.

3. Klasifikasi ISPA Karena bentuk ISPA yang paling sering menyebabkan kematian balita adalah pneumonia maka klasifikasinya dan dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok menurut Warung Masyrakat Informasi Indonesia [Warmasi], 2009 sebagai berikut: a. b. Kelompok umur 2 bulan-< 5 tahun, klasifikasi dibagi atas : pneumonia berat, pnemonia dan bukan pneumonia Kelompok umur < 2 bulan , klasifikasi dibagi atas : pnemonia berat dan bukan pneumonia.

4. Etiologi a. Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.Bakteri penyebeb ISPA antara lain darin genus Streptokokus,Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella danKorinobakterium.. Virus penyebeb ISPA antara lain adalah golongan Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus b. Etiologi Pnemonia Penyebab pnemonia pada balita sukar ditegakkan karena dahak sukar diperoleh. Menurut publikasi WHO bahwa penyebab pnemonia adalah Streptokokus pnemonia dan Hemopillusinluenzae (Warmasi,2009). 5. Pencegahan Penemuan dini penderita ISPA dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek

biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan bergizi dan minuman yang sehat (air putih, sari buah) sebagai bagian dari tindakanpenunjang yang penting bagi pederita ISPA (Rasmaliah,2004). 6. Pengobatan a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya. b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obatantibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari(Rasmaliah,2004)

B. TinjauanTentang Balita 1. Defenisi Balita Bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai Balita dan membatasinya sebagai bayi dan anak yang berusia limatahun kebawah. Karena Balita dikategorikan dalam dua kelompok maka selanjutnya kita sebut masa bayi dan awal masa kanak-kanak dimana masing-masing memiliki ciri-ciri khas yang berlainan Dimana masa bayi menurut Nadia, 2005 bahwa masa bayi berlangsung selama dua tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir selama dua minggu atau dalam bulan dapat disebut masa bayi adalah bayi dengan usia 0-24 bln. Masa bayi sering dianggap sebagai keadaan tidak berdaya dimana bayi setiap hari belajar untuk semakin mandiri. Dan awal masa kanak-kanak berlansung 25-59 bln, para ahli psikolog menyebutkan bahwa masa ini adalah masa kelompok dimanaanak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial dalam mempersiapakn diri sebelum masuk usia sekolah. Masa ini disebut juga masa menjelajah

dimana anak belajar untuk menguasai dan mengendalikan lingkungannya. Pada masa ini juga anak sering meniru tindakan atau bicara orang sekitarnya sehingga bias disebut sebagai usia meniru. Disisi lain, meskipun anak berusaha memiliki kecendrungan untuk meniru orang lain namun dalam bermain sang anak pun beusaha menunjukkan kreatifitasnya sehingga pada usia ini sering juga disebut usia kreatif.(Nadia, 2005). 2. Masalah Kesehatan Balita Beberapa faktor kematian Balita maupun yang berperan dalam proses tumbuhk embang Balita adalah adanya penyakit seperti ;Diare,Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, Infeksi Saluran Pernafasan dan menurut laporan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Ri pada tahun 2006, penyakit sistem saluran napas menempati peringkat pertama dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia, yaitu persentase 9,23%. Sedangkan untuk persentase 10 penyakit utama pada pasien rawat inap di Rumah Sakit di Indonesiapada tahun yang sama, penyakit Sistem Saluran Napas menempati urutan ke-8 dengan persentase 1,69% Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap Balita dalam rangka pemantauan pertumbuhan dan perkembangan Balita dan untuk pencegahan terhadap penyakit antara lain pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya, pemeriksaan dan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada orang tua (Depkes RI, 2007). C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPABerulang

You might also like