You are on page 1of 101

PEMBUATAN CAT BESI

Proteksi terhadap korosi


Alkyd Acrylic Nitroselulose Epoxy Melamin
DAFTAR ISI

Ucapan terima kasih


Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
BAB II Bahan Penyusun Cat
BABIII Pelarut
BAB IV Binder
BAB V Pigment
BAB VI Plasticizer
BABVII Dryer
BAB VIII Aditif
BAB IX Mesin Produksi
BAB X Quality Kontrol
BABXI Metode Aplikasi
BAB XII Problem permukaan pada Cat, Varnish dan Lacquer
BAB XII Prinsip Formulasi Cat
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian cat


Cat adalah suatu produk yang berfungsi untuk melindungi (proteksi) dan atau
menghiasi (dekorasi) dengan atau tanpa warna (transparan) suatu objek atau permukaan
dengan cara mengkovernya dengan suatu lapisan. Cat dapat diaplikasikan ke hampir
seluruh objek, pada tembok, kayu, logam, plastik, kanvas sampai pada permukaan jalan
raya.
Terdapat lima komponen utama pada cat, yaitu diluent (pelarut), binder (pengikat),
pewarna, ekstender, dan aditif. Binder adalah yang paling penting keberadaannya, binder
adalah bagian dari cat dimana pada akhirnya membentuk suatu lapisan film cat yang
kering. Fungsi diluent adalah untuk mengatur kekentalan dari cat. Diluent adalah bersifat
menguap dan tidak ikut terbentuk menjadi lapisan film. Fungsi aditif adalah bermacam-
macam, aditif adalah suatu komponen yang ditambahkan pada cat yang berfungsi untuk
menambah atau meningkatkan properti (sifat-sifat/fitur-fitur kepemilikan) dari suatu cat,
seperti kilap tidaknya, daya sebar pigmen, stabilitas, dan lain-lain. Pewarna berfungsi
sebagai penyedia warna pada cat, pewarna bisa sebagai pigmen atau dye. Jika cat tidak
diberi pewarna, maka cat dapat dikatakan sebagai cat vernish atau clearcoat. Ekstender
atau filler berfungsi untuk meningkatkan ketebalan dan kekerasan lapisan film cat dan juga
sebagai pemurah (bulking agent).

1.2 Sejarah
Industri cat adalah salah satu industri tertua di dunia. Sekitar 20.000 tahun lalu,
manusia yang hidup di gua-gua menggunakan cat untuk kegiatan komunikasi, dekorasi dan
proteksi. Mereka menggunakan metrial-material yang tersedia di alam seperti arang
(karbon), darah, susu, dan sadapan dari tanaman-tanaman yang memiliki warna yang
menarik. Yang mengejutkan, cat-cat ini mempunyai keawetan yang baik, seperti yang
ditunjukkan pada lukisan gua di Altamira Spanyol, Lascaux Spanyol, cat batu orang
Aborigin di Arnhem Land Australia, dan lukisan-lukisan prasejarah lainnya yang
ditemukan. Orang-orang Mesir kuno mengembangkan cat menjadi lebih kaya warna,
mereka menemukan cat warna biru, merah, dan hitam dengan mengambilnya dari akar
tanaman tertentu. Kemudian orang-orang Mesir itu menemukan kasein sebagai perekatnya.
Seiring dengan waktu, manusia mulai menemukan minyak tanaman dan resin dari fosil
untuk mengganti darah dan susu sebagai perekat cat.
Saat ini walaupun telah ditemukan perekat/resin yang semakin baik dengan
berkembangnya teknologi kimia, resin-resin natural hingga kini masih banyak dipakai.
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan penemuan pada dunia cat.
Tabel 1.1 Perkembangan penemuan pada dunia cat.
Tahun Penemuan
1923 Nitrocellulose
Alkyd
1924 Titanium Dioksida
1928 Phenolic larut minyak
1930 Alkyd urea-formaldehyde
1933 Kopolimer Vinylchloride
1934 Emulsi basis minyak
1936 Akrilik Thermoset
1937 Polyurethane
1939 Alkyd melamine-formaldehyde
1944 Cat berbasis silikon
1947 Resin epoksi
1950 PVA dan cat akrilik
1955 Powder coating
1958 Cat akrilik untuk otomotif
Cat tembok lateks
1960 Cat water-borne
1962 Anodic electrocoating
1963 Cat UV dan EB curing
1971 Cationic eletrocoating
1974 Clear-over-colour topcoat

Kimiawan-kimiawan jaman dahulu mengandalkan bahan natural dan resin dari fosil untuk
produk-produk cat. Kemudian muncul usaha-usaha untuk memodifikasi resin natural
menjadi resin natural sintetis. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa material
cellulose dapat dimodifikasi dengan asam nitrat untuk membentuk ester nitrate. Pada 1923
ditemukanlah nitrocellulose sebagai bahan dasar lacquer.
Satu penemuan penting adalah ketika platik sintetis untuk pertama kalinya bisa
digunakan sebagai material cat, adalah Leo Bakeland yang menemukan resin phenolic, dan
masih digunakan sampai saat ini. Pada 1923 Roy Kienle menemukan resin alkyd, hal ini
diikuti dengan penemuan-penemuan penting seperti campuran urea-formaldehyde dan
melamine-formaldehyde dicampur dengan alkyd untuk cat-cat otomotif, peralatan, dan
industri.
Resin alkyd bertahan begitu lama sampai ditemukannya resin akrilik thermoset.
Akrilik mempunyai properti yang baik untuk cat otomotif, namun sifat termoplastiknya
membuatnya lemah terhadap solvent dan cuaca. Ini semua berubah ketika Strain
menemukan akrilik themoset.. Penemuan penting lainnya adalah ketika ditemukan pigmen
putih titanium dioxide untuk menggantikan pigmen putih lead yang beracun. Pada 1937
ditemukanlah urethane, 1944 resin silikon, 1947 resin epoksi, 1950 PVAc (Poly Vinyl
Acetate), dan seterusnya.

1.3 Aplikasi cat pada kerja besi baja


A. Korosi .
Korosi disebabkan oleh reaksi logam dengan unsur yang bukan logam dari
lingkungannya. Produknya biasanya oksida atau garamnya, yang pada gilirannya turut
mempengaruhi jalannya reaksi lanjut. Mengendalikan korosi logam dapat ditempuh dengan
berbagai cara.
Reaksi korosi dapat dikelompokan atas berbagai jenis, secara umum ada dua
macam (sesuai peristiwanya) yakni penggabungan langsung logam (atau ion logam)
dengan unsur-unsur bukan logam, serta reaksi pelarutan logam (biasanya dilingkungan
berair) lalu bergabung dengan bahan logam membentuk produk korosi (reaksi
penggantian). Reaksi langsung disebut juga korosi kering, reaksi penggantian disebut
reaksi basah.
Reaksi langsung (korosi kering) termasuk oksidasi di udara, reaksi dengan uap
belerang hidrogen sulfida dan kandungan udara kering lainya, juga reaksi dengan logam
cair misalnya natrium. Reaksi demikian nyata dan lazim pada suhu relatif tinggi.
Oksidasi logam sekilas tak tampak melibatkan mekanisme elektrokimia., tapi
sebenarnya bentuk korosi itupun tergantung pada mekanisme pertukaran elektron dengan
gejala arus listrik pula. Secara sederhana oksigen molekul terserap ke permukaan logam.
Lalu mengurai menjadi atom dan mengion. Logamnya juga mengion. Ion logam dan
oksida bergabung membentuk lapisan awal oksidanya. Ion logam terus terbentuk di
permukaan, elektron berdifusi lewat lapisan oksida mengionkan oksigen di permukaan. Ion
oksida berdifusi ke lapisan oksida dan bereaksi dengan ion logam. Lapisan oksida makin
tebal. Dapat pula logam yang mengion dan berdifusi kepermukaan hasilnya serupa. Korosi
ini berlangsungnya tergantung pada sifat oksida logam seberapa permeabel dan berapa
kuat ikatannya ke permukaan logam.
Korosi dapat ditiadakan bila tidak terdapat elektrolit suatu hal yang sulit karena
korosi adalah suatu gejala galvanik. korosi dapat terjadi bila ada dua logam yang berlainan.
Oleh para ahli hal ini biasanya akan dihindari misalnya baut kuningan cincin baja. Suatu
hal yang kadang kurang dipahami ialah kenyataan bahwa dalam suatu bahan tertentu
terdapat katoda dan anoda karena struktur mikro, konsentrasi tegangan atau heterogenitas
elektrolit. Hal yang perlu diperhatikan bila akan mengendalikan korosi adalah sebagai
berikut:
1. Mengadakan lapisan pelindung
Melindungi permukaan logam adalah cara pencegahan korosi tertua dan yang biasa
diterapkan tetapi perlindungan tidak terbatas dengan bahan organik saja. Contohnya timah
putih dapat digunakan sebagai lapisan "inert" pada permukaan baja. Lembaran tembaga,
lembaran nikel, lembaran perak merupakan permukaan yang tahan korosi. Logam dapat
dilapisi dengan logam lainnya dengan proses pencelupan ke dalam logam cair proses ini
disebut galvanisasi. Bahan keramik inert dapat juga digunakan sebagai lapisan pelindung.
Sebagai contoh enamel adalah lapisan oksida berbentuk serbuk gelas dan cairan, sehingga
terbentuk lapisan seperti kaca. Pada lapisan organik misal lapisan cat mengisolir logam
dibawahnya dari elektrolit yang dapat menimbulkan korosi. Batas keampuhan cara ini
ditentukan oleh perilaku lapisan pelindung ini selama pemakaian. Lapisan organik ini tidak
tahan suhu tinggi dan gesekan. Pada gejala pasivasi dimana beberapa jenis logam
membentuk lapisan pelindung seperti contoh (logam alumunium dan baja tahan karat)
mungkin terpasifasi karena bereaksi dengan oksigen pada permukaan terbentuk lapisan
pelindung logam yang terisolasi listrik tidak mungkin terkorosi.
Selaput lapisan ini sangat penting khususnya untuk alumunium dan baja tahan karat
yang mengandung krom, inhibitor adalah ikatan-ikatan tertentu yang ditambahkan pada
elektrolit untuk membatasi korosi bejana logam inhibitor karat banyak digunakan untuk
menghambat korosi dalam radiator kendaraan bermotor. Inhibitor terdiri dari anion atom
ganda yang dapat masuk ke permukaan logam dan dengan demikian menghasilkan selaput
lapisan tunggal yang kaya oksigen. Selaput ini menyerupai lapisan yang terbentuk pada
pasivasi. Biasanya inhibitor terdiri dari ikatan yang mengandung kromat, fosfat atau ion
elemen transisi lainnya yang mudah teroksidasi.
2. Menghindarkan terjadinya pasangan galvanik.
Cara termudah untuk menghindarkan terjadinya pasangan galvanik adalah
penggunaan suatu jenis logam saja namun hal ini tidak selalu mungkin. Pada keadaan
khusus terbentuknya sel dapat dicegah dengan isolasi listrik dari logam dengan komposisi
yang berbeda. Cara yang lebih sederhana menggunakan baja tahan karat. Ada berbagai
jenis dengan kadar khrom yang bervariasi antara 13% sampai 27%. Khrom berguna untuk
pembentukan ikatan pada permukaan yang bersifat pasif. Baja tahan karat biasanya
mengandung nikel antara 8% sampai 10% nikel lebih mulia dari besi.
3. Perlindungan galvanik
Korosi dapat dibatasi dan mekanisme korosi itu sendiri digunakan untuk
melindunginya. Contoh yang sangat baik adalah lembaran baja yang di galvanisasi lapisan
seng berfungsi sebagai anoda yang dikorbankan yang terkikis korosi sendiri bajanya tetap
utuh. Metoda ini dapat digunakan untuk pemakaian lainnya.

Gambar 1.1 Tiger bush contoh anode yang dikorbankan


a. Lempeng magnesium (Mg) dalam tanah sepanjang jalur pipa.
b. Lempeng seng pada badan kapal.
c. Batang magnesium (Mg) dalam tangki air panas di industri.
Anoda yang dikorbankan ini dapat digantikan dengan mudah. Benda atau
alat itu sendiri menjadi katoda. Metoda perlindungan galvanik kedua adalah
penggunaan tegangan terpasang pada logam. Baik metoda anoda yang dikorbankan
maupun metoda tegangan terpasang berkerja berdasarkan prinsip perlindungan
yang sama yaitu dihasilkan elektron tambahan sehingga logam menjadi katoda dan
reaksi korosi tidak terjadi.
Gambar 1.2
Pipa yang menjadi katoda

Keterangan : Tegangan terpasang sumber tegangan arus searah yang kecil cukup
mampu menghasilkan elektron. Sedemikian hingga benda (pipa)
menjadi katoda.
B. Posfating
Terutama digunakan sebagai coating dasar sebelum pengecatan atau digunakan
untuk pelumasan selama penggambaran dan menambah ketahanan korosi. Apabila
permukaan logam seperti besi diekspos dalam lingkungan yang korosif dalam keadaan
asam, permukaan logam terlarutkan dan terbentuk produk korosi yang taklarut. Produk
terakhir menjadi endapan dipermukaan logam. Asam fosfat mempunyai keunggulan dan
kelebihan sifat seperti itu. Besi fosfat yang terbentuk karena proses korosi terendapkan
permukaan besi dalam bentuk kristal besi fosfat mempunyai kecenderungan untuk
melindungi permukaan dari serangan lebih lanjut dan juga lebih menonjol sebagai
permukaan yang rekat untuk pengecatan atau pelapisan organik. Kenyataannya produk
fosfat dapat merupakan campuran garam seperti seng, mangan. Walaupun lapisan fosfat
lebih baik untuk alas cat tetapi kerugian konduktifnya harus dipertimbangkan. Lapisan
fosfat memperlambat laju korosi logam dibawahnya sehingga menjadi tanggul aliran arus
korosi.
Ada tiga jenis lapisan fosfat yaitu besi fosfat, seng fosfat dan mangan fosfat. Yang
paling sederhana adalah besi fosfat karena logam dasar sebagai pensuplai kation untuk
pembentukan selaput fosfat. Besi dan seng fosfat dipakai bersama dengan semprotan atau
pencelupan. Mangan fosfat penggunaannya hanya dengan pencelupan saja. Produk
lapisannya antara lain, Fe3 (PO4)2.8H2O dan Fe3O4, Sedang untuk seng dan mangan
produknya adalah : Zn2Fe (PO4)2.4H2O dan Zn3Fe (PO4)2.4H2O, Kondisi fosfat yang
terbaik pada pH.3,1 - 3,4
Kegunaan fosfating
- Posfat besi, Untuk melindungi filing kabinet, mebel, dan sebagai alas pengecatan.
- Posfat seng, Untuk persiapan auto mobil dan bodi truk dan penerapan sebelum
pengecatan.
- Posfat mangan, Untuk permukaan gesekan dan laker seperti pada ring piston, gear,
tidak untuk alas pengecatan.
C. Cat sebagai Lapisan pelindung terhadap korosi.

C.1 Protective mechanisms

Coating steel with a firmly adhered material such as zinc which is more anodic than iron
prevents the corrosion process from occurring. While zinc inherently degrades less rapidly
than steel, painting retards the atmospheric attack on zinc so much that the durability of
painted galvanised steel exceeds the combined lifetimes of painted bare steel and unpainted
galvanising by a factor of 1.5 or more.

In some situations, galvanic protection may be employed by attaching blocks of zinc or


other metal at points (rather than in a continuous layer) to the steel and continuously
passing an electric current through the assembly, so that corrosion occurs only from the
protective anode.

However, using this system to enhance the performance of a surface coating places the
coating itself under stress at thin points. Hydroxyl ions, moisture and hydrogen gas
accumulate at cathodic areas, creating both localised alkaline conditions and the potential
for blistering.

While coatings which operate by a pure barrier effect will retard corrosion, it has been
noted that, to establish the effectiveness of the coating as a barrier in general terms (ie,
assuming it is bonded effectively to the surface) one should measure not simply its
permeability to water and oxygen but also to ions in solution (whose presence can be
detected by a reduction in the impedance of the coating). In addition, tests for potential
leaching of components in the presence of moisture, water uptake by the coating and DC
current resistance through the thickness of the coating are relevant measures of
performance.

The use of accelerated corrosion testing is (as with accelerated weathering) essential but
not entirely satisfactory. Many pigments owe their protective effects to their ability to
undergo reactions in the presence of corrosive salts. Accelerated saltspray tests will give
favourable results from pigments which react rapidly (and may therefore have a short
working life) but may give unrealistically poor results from coatings containing pigments
such as zinc phosphate which respond relatively slowly and are 'overwhelmed' by the test
conditions but work effectively under normal exposure conditions.

C.2. Resin systems

A wide range of binders is used in anticorrosive paints, and indeed it may be assumed that
any binder which is relatively inert and durable has applications in this area. A number of
commonly used binders are listed in the table below purely as examples, but this is far
from being a 'complete' listing.

Waterborne,
Binder type Curing agents solventborne or 100%
solids
Acrylic
Often physical drying only WB, SB
copolymer
Water evaporation /reaction
Alkali silicate WB
with zinc
Alkyd Metal soaps Normally SB
Chlorinated
Physical drying SB
rubber
Epoxy ester As alkyds SB
Ethyl silicate Reaction with zinc SB
Moisture cured
Ambient moisture SB
PU
Polysiloxane Self-crosslinking SB
Polyurea Isocyanate SB or 100%
Isocyanate, polyamide,
Two-pack epoxy WB, SB, 100%
ketimine or polyamine cure
Two-pack
Isocyanate SB or 100%
polyurethane

Table 1 : Examples of binders used in anticorrosive coatings

Understanding the nature of the coating can be critical to achieving good performance. Too
high a film build may cause solvent blistering or cure problems (and 'too high' can vary
from 10-12 µm for PVB etch primers to 500 µm or more for high-build epoxies).
Additionally, while high humidity can retard drying or cause coating failures in waterborne
systems, systems such as single-pack urethanes and ketimine-cured epoxies positively
demand sufficient water in the air to achieve curing.

C.3. Protective pigments

Zinc-rich coatings incorporating very high levels of metallic zinc can under favourable
circumstances provide a maintenance-free coating lifetime of up to 25 years, comparable to
or exceeding the performance of galvanising. Indeed, one pipeline in Australia still has its
original coating, applied more than 50 years ago, in good condition with only localised
repair work.

This kind of performance can only be achieved by using low levels of binder, yet
establishing maximum adhesion to the substrate. Inorganic paints using alkali-metal
silicates (waterborne) or ethyl silicate (solventborne) binders can perform extremely well
in marine atmospheres, and have no rivals where single-coat systems are required and
aesthetics are unimportant, but the initial drying conditions may be critical to achieving
good performance and the highly alkaline system is liable to cause problems when
overcoating.
During drying of these coatings, zinc silicate is formed, the silicate molecules precipitate
out of solution to form a hard coating and reactions with iron also occur, improving the
bonding of the coating to the substrate.

Organic zinc-rich coatings are preferred where the system is to be overcoated. Chlorinated
rubbers, polystyrene, moisture-curing urethanes and alkyds have all been used as binders,
but the most commonly used systems today are based on epoxy resins.

Barrier pigments. Many pigments operate mainly by offering "passive protection",


enhancing the barrier effect of the coating. Mica, aluminium, glass flake and micaceous
iron oxide (MIO) are all widely used. Their effectiveness depends on the fact that they
have a lamellar, flake form and will normally align themselves more or less parallel to the
surface of the coating. This reduces water and ionic permeability by forcing ions or water
molecules to take an indirect path from surface to substrate (see figure). Talc, usually
classed as an "extender" rather than a primary pigment, is also commonly found in
anticorrosive paints, because it is both highly inert and has a lamellar form.

Figure 1: Lamellar extender (Top) showing


barrier effect reducing moisture penetration,
with near spherical particles (below) for
comparison.

MIO is a highly effective anticorrosive pigment which has been used in coatings for more
than 100 years. In volume terms, MIO accounts for only 1% of the world's demand for iron
oxides - about 15 000 tonnes per year - but prices for the lamellar grades which give the
best performance are relatively high for a natural pigment, at around $300 per tonne. There
is currently a trend to blend this material with non-lamellar MIO which can be readily
obtained for a tenth of the price.

Although micronised grades have been introduced to allow the material to be used in
thinner coatings, demand is relatively static, due to competition from glass flake in high-
build coatings, the introduction of more effective lower-build coatings based on more
advanced binders, and a trend towards the construction of bridges in concrete rather than
steel.

Of the other common barrier pigments, mica is almost totally inert chemically and is
resistant to high temperatures. Aluminium flake is sensitive to moisture and alkaline
conditions. Stainless steel flake finds some applications, but is relatively expensive. Glass
flake is popular in high-build coatings for heavy-duty applications.

Primary grinding by the manufacturer of lamellar pigment is usually aimed at producing


the thinnest flakes possible, but subsequent grinding during paint manufacture may break
down the platelets, and then as the particle size is reduced, the effectiveness decreases as
the 'labyrinth' effect is reduced.

The bonding between pigment particles and resin is critical to achieving an effective
barrier. It will be affected by surface treatment and the choice of dispersing surfactant and
not necessarily in ways that might be expected. Improving the bond creates an
impermeable layer around the particles and so effectively enlarges the volume occupied by
the filler. While this reduces the permeability of the coating, it is also liable to increase
internal stresses and in that way reduce adhesion to the substrate, increasing the risk of
coating failure.

C.4.Active protection pigments

Various forms of lead and chromate pigments have traditionally been used to provide
effective corrosion protection, but current legislation greatly restricts their use. With their
departure, zinc phosphate has established a strong position as an active pigment in
anticorrosive primers. It is considered to have three protective mechanisms:

• formation of a protective anodic film;


• phosphate ion donation to the substrate;
• formation of anticorrosive complexes with certain binders.

While zinc phosphate has proved effective in real-world situations, as already noted, it is
often found to perform poorly in accelerated humidity or saltspray tests. It appears that the
material is not able to leach and react rapidly enough to respond to such severe
environments, but under practical conditions its response to corrosive attack is perfectly
adequate. Thus, when suppliers of proprietary modified zinc phosphate pigments claim
superior performance for their products, one must ask whether the results obtained in
accelerated tests will be reflected in improved performance in practice!

Zinc phosphate modifications include, for example, aluminium zinc phosphate, zinc
molybdate phosphate and zinc silicophosphate hydrate.
Some of the difficulties that can occur in evaluating active pigments are illustrated by tests
on zinc polyphosphate. This was prepared by reaction between sodium tripolyphosphate
and zinc nitrate. The resulting pigment (which incorporated a small amount of residual
sodium) was found to perform effectively at low additions in alkyd paints, but less
effectively in epoxy paints. It is suggested that there may be, on the one hand, synergistic
reactions between the zinc and alkyd resins, and on the other, a degree of incompatibility
between the pigment and the epoxy resin system.

Again, zinc oxide can be added in small quantities along with other actives, but must be
used with care as it has the effect of increasing the crosslink density of alkyd and other
binders, increasing their hardness but also making the system more brittle. An additional
protective effect in topcoats results from its UV absorption properties.

Calcium-exchanged silica represents a different approach to corrosion protection. This type


of pigment has a small particle size, low density and contains about 6% calcium by weight.
It is manufactured by an ion-exchange reaction on silica gel particles. Its protective action
is believed to be an ion-exchange process, in which corrosive salts penetrating the coating
are immobilised on the silica substrate while both calcium and silica ions are released and
migrate towards the substrate, (though this mechanism has been disputed). The pigment
has the unusual property of releasing its inhibiting components only in response to
corrosive attack, thus minimising losses by leaching, and appears to be at least as effective
as zinc phosphate.

Because of its low density and high active surface area, it is generally considered that the
amount required in a formulation corresponds to the volume, rather than the weight, of zinc
pigment replaced. It appears to combine well with other types of protective pigments, but it
should be noted that it is highly alkaline, and therefore problems may occur with acid-
bearing binder systems.

While most corrosion inhibitors are solids, a number of liquid materials may be combined
with them. Many are amine salts of some form, others are organic acids, and consideration
therefore has to be given to potential reactions with the binder system or pigments.

C.5. Permutations and combinations

A number of elements and compounds may be considered to exert some protective effect
against corrosion, and this has led to the evolution of a wide range of pigments which turn
out, on examination, to feature the same relatively small range of protective materials in
different combinations. Some further examples (necessarily incomplete) may be briefly
mentioned:

• Molybdates are effective but expensive, and so usually found in the form of
compounds that incorporate other anticorrosive elements such as zinc molybdate,
calcium zinc molybdate and zinc molybdate phosphate.
• Aluminium tripolyphosphate (also available in forms modified with zinc ions or
silicate) - the tripolyphosphate ion is able to chelate iron ions, in addition to the
protective effect of the phosphate itself.
• Silicates may be found in the form of combinations such as calcium borosilicate,
calcium barium phosphosilicate, calcium strontium zinc phosphosilicate, strontium
phosphosilicate, barium phosphosilicate.
• An oxyaminophosphate salt of magnesium is offered commercially, though it is
recommended only for use in solvent-borne primers. With a relatively low specific
gravity of 2.2, it can be used at a lower weight addition than zinc-based pigments.3

Beauty is only skin deep, Much of the effort (and pigment) that is put into an
anticorrosive paint essentially has the function of trying to maximise protection of
damaged areas of the coating, and in that sense, much of it is not required. Then, too, in
any protective reaction between pigment and corrosive salts it is the surface of the pigment
rather than the entire particle which is involved. Core-shell materials with an inert core
have been shown to be an effective way of reducing the quantity of biocide needed to
provide protection in antifouling paints. Is it then possible to develop coatings which will
have an extended lifetime and make more efficient use of anticorrosive pigments which are
often expensive? A number of approaches are under investigation.

For example, one commercially available composite pigment comprises 80% ferric oxide
with a surface coating of zinc phosphate. It is recommended as a zinc phosphate
replacement for anticorrosive primers and fillers.

A dual-purpose opacifying and anticorrosion pigment has been produced by coating


titanium dioxide first with an anticorrosive layer then with an organic treatment to improve
dispersibility. It is claimed that the composite pigment not only provides excellent
protection in (for example) coil coating primers but in artificial weathering tests, gave
better gloss retention and less chalking than standard titanium dioxide.
One evident problem with two-phase materials such as these is that excessive grinding will
destroy their effectiveness.
BAB II
BAHAN PENYUSUN CAT

2.1 Pendahuluan
Beberapa banyak macam bahan baku terlibat dalam pembuatan cat, tetapi intinya
cat terdiri dari padatan (solids) dan cairan (liquids). Dengan bagian padatan tersebut
tertahan (tersuspensi) dalam porsi cairan atau carrier. Solids atau padatan adalah bahan
yang tertinggal di permukaan setelah bagian liquid menguap. Solids terdiri dari beberapa
material, setiapnya didesain untuk menghasilkan beberapa properti dari cat, namun yang
utama adalah pigmen (pewarna) dan binder (perekat).
Ketika cat diaplikasikan ke permukaan proses pengeringan dimulai. Bagian cair /
carrier mulai menguap dan meninggalkan lapisan film, lapisan film terdiri dari binder,
aditif dan pigmen.
Memahami bagaimana cat mengering adalah sangat penting. Cat mengering pada 2
cara, yaitu penguapan solvent pada cat basis minyak / solvent dan coalesce (persatuan)
pada basis latex atau basis air.
Pada basis minyak, partikel – partikel cat mulai bergabung dan membentuk partikel
yang lebih panjang, proses ini dikenal sebagai chemical bonding (ikatan kimia). Pada cat
basis air, pigment, binder dan additive tidak secara kimiawi saling mengikat ketika cat
mengering. Namun partikel – partikel bergerak merapat / mendekat / menyatu bersama -
sama untuk mengisi gap yang ditinggalkan oleh menguapnya partikel air, fenomena ini
dikenal sebagai coalescence / penyatuan.

2.2 Pelarut
Sebuah cat membutuhkan bagian cair agar partikel pigmen, binder dan material
padat lainnya dapat mengalir. Cairan pada suatu cat disusun oleh solvent dan atau diluent.
Solvent berasal dari kata dissolve dan diluent berasal dari kata dilute. Keduanya adalah
suatu cairan yang mempunyai kemampuan untuk melarutkan (dissolve) suatu material.
Keduanya juga dikenal sebagai thinner karena keduanya memiliki kemampuan untuk
mengencerkan cat ke kekentalan yang diinginkan. Air meskipun dapat melarutkan substans
tidak dianggap sebagai solvent untuk cat karena air tidak melarutkan resin. Air adalah
solvent untuk gula karena gula dapat larut oleh air, bukan solvent untuk resin. Air pada
latex adalah sebagai pengencer bukan pelarut resin.
Solvent yang paling banyak digunakan adalah solvent kimia organik (mengandung
karbon). Ini dinamakan solvent organik. Solvent biasanya mempunyai titik didih yang
rendah dan mudah menguap, atau mudah dihilangkan dengan distilasi, sehingga
meninggalkan substansi yang dilarutkan. Karenanya kemudian muncul istilah VOC
(volatile organik compound) yang artinya kimia organik yang memiliki tekanan uap yang
cukup pada kondisi normal untuk menguap dan memasuki atmosfer. Material berbasi
karbon seperti aldehid, ketone, dan hidrokarbon adalah VOC.
Solvent harus tidak bereaksi kimia dengan material yang dilarutkan. Solvent
biasanya adalah bening dan cairan tak-berwarna dan kebanyakan mempunyai bau yang
khas. Konsentrasi dari sebuah larutan adalah jumlah material yang dilarutkan dalam
volume tertentu suatu solvent. Solubility (tingkat kelarutan adalah) jumlah maksimal suatu
material yang larut pada volume tertentu suatu solvent pada temperatur tertentu.

2.3 Binder
Binder bertugas merekatkan partikel – partikel pigmen ke dalam lapisan film cat
dan membuat cat merekat pada permukaan. Tipe binder dan prosentase binder dalam suatu
formula cat menentukan banyak hal dari peforma cat seperti washability (ketahanan saat
dicuci dengan air), scrubbability (ketahanan saat digosok), color retention (kekuatan
warna) dan adhesi (daya rekat).
Binder dibuat dari material bernama resin yang bisa dari bahan alam bisa juga
sintetis. Semakin banyak binder atau resin dalam cat, semakin baik catnya, semakin
mengkilap, dan semakin tahan lama. Pada cat basis air, resin yang tak larut air diproses
secara kimia sehingga dapat larut dengan air, proses ini disebut emulsifikasi. Hasil
akhirnya sering disebut dengan latex.
Binder atau perekat pada cat dapat sebagai bahan alam / natural dan juga bahan
sintetik atau polymer. Polymer sendiri berasal dari kata Yunani poly (banyak) dan meros
(part), artinya banyak bagian. Bahan alam contohnya getah damar, gum arab, minyak
linseed, dll. Sebenarnya bahan alam juga termasuk polymer namun termasuk polymer
alami (natural polymer). Polymer sintetik dibuat dari bahan alam yang dimodifikasi secara
kimia (contohnya resin alkyd) dan juga dapat dibuat seluruhnya sintetik (contoh resin
phenolic). Resin alkyd dibuat dengan proses esterifikasi minyak linseed atau minyak kastor
sehingga hasil akhir binder lebih keras, kuat dan tahan lama.

2.4 Pewarna
Penyedia warna pada suatu cat dapat menggunakan pigment dan dapat pula
menggunakan dye. Pigment adalah campuran kimia yang menyediakan warna dan tidak
larut dalam air. Cat adalah sebuah dispersi dari pigment yang berukuran mikroskopis yang
tertahan dalam suatu carrier / media. Hal ini dapat digambarkan seperti sungai yang
menahan pasir, lumpur, dan material lainnya. Sebaliknya, dye larut sepenuhnya dalam air
dan menyatu langsung dengan material yang disentuhnya.
Pigmen dapat dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non organik. Pigmen non organik
dibuat dari beberapa logam (oksida logam) sementara pigmen organik dibuat dari bahan
minyak bumi (carbon based). Pigmen dapat lebih jauh lagi dibagi menjadi pigmen utama
dan pigmen ekstender. Kebanyakan cat mengandung kedua - duanya. Pigmen utama
memberikan cat dengan daya tutup dan warna. Pada warna - warna pastel / warna dasar
putih, pigmen utama yang paling sering digunakan adalah titanium dioxide yang
mempunyai hiding power dan daya pemutih yang kuat. Titanium dioxide tidak digunakan
dalam warna-warna gelap, warna merah gelap misalnya menggunakan pigmen iron oxide
merah sebagai pigmen utamanya, warna hitam gelap menggunakan pigmen carbon black.

2.5 Ekstender
Pigmen ekstender seperti talc, silica, carbonat - carbonat, kaolin clay dan sejenisnya
membantu memperkuat pigmen utama (contohnya titanium dioxide ). Namun ekstender
tidak berlaku sebagai hiding agent, ekstender membantu menambah volume dan berat cat
sehingga harga cat menjadi murah. Pada aplikasi cat kayu, ekstender berfungsi sebagai
pengisi (filler) pori-pori kayu.

2.6 Aditif
Sebagai tambahan selain liquid, pigment dan binder, suatu cat dapat mengandung
satu atau lebih aditif (zat tambahan). Hal ini mempengaruhi properti vital dari cat
tergantung dari penggunaan akhir cat. Bentuk beberapa aditif :
1. Dryer : berfungsi sebagai katalisator agar cat menjadi
kering
2. Plasticizer : berfungsi memperlunak lapisan film cat agar
tidak mudah retak
3. Anti-skinning agent: berfungsi mencegah terbentuknya lapisan kulit
dalam kaleng.
4. Suspending agent : berfungsi menjaga padatan dalam cat agar
tidak memisah/mengendap
5. Ultraviolet absorber: menjaga agar sinar matahari tidak merusak
lapisan film cat.
BAB III
PELARUT

3.1 Pendahuluan
Solvent didefinisikan sebagai suatu substansi yang mempunyai kekuatan untuk
melarutkan (dissolving) atau membentuk suatu larutan (solusi) dengan sesuatu. Sebuah
solusi didefinisaikan sebagai substansi yang dilarutkan, khususnya dari bentuk padat
(solid) atau gas ke bentuk cair (liquid). Pada cat, solvent melarutkan resin dan polimer.
Larutan ini memudahkan proses manufaktur dan aplikasi dari cat, dan sebagai hasil dari
evaporasi solvent setelah aplikasi cat, memfasilitasi pembentukan film dari cat. Esensinya,
solvent mengkonversi agregat dari molekul polimer dan resin ke dalam molekul tunggal
atau cluster kecil dari molekul dalam larutan. Dalam sebuah larutan, molekul dari terlarut
dan solvent terdispersi satu dengan lainnya. Membentuk larutan adalah proses yang mudah
untuk memisahkan molekul. Sejalan ketika solvent menguap setelah aplikasi dari cat,
molekul polimer/resin sekali lagi membentuk agregate dan menjadi padat. Film cat dapat
mungkin didepositkan sebagai bentuk akhirnya (pengecatan non konvertibel) atau dapat
dimodifikasi secara kimia setelah deposisi (pengecatan konvertibel). Oksidasi, pemanasan,
dan radiasi adalah contoh cara dimana suatu film dapat dikonversi/diubah secara kimia
setelah aplikasi.
Solvent adalah aset yang berharga sekaligus jahat pada dunia pengecatan. Berguna,
karena memudahkan fabrikasi dari cat, membantu pada saat aplikasi dengna segala macam
teknik, mengontrol dan memberi kontribusi pada properti film cat. Solvent menjadi jahat
karena hampir semua solvent menguap ke dalam atmosfer dan masuk ke dalam air sebagai
limbah beracun.

3.2 Klasifikasi Solvent menurut Bahan Dasarnya


Secara garis besar solvent dibagi menjadi dua bagian yaitu solvent hidrokarbon dan
solvent oxygenated. Solvent oxygenated juga disebut sebagai ”solvent kimia”, sebuah
istilah karena solvent hidrokarbon dibuat hanya dari turunan minyak bumi, dan solvent
oxygenated dibuat dari sintesa kimia.

3.2.1 Solvent Hidrokarbon


Solvent hidrokarbon hanya mengandung karbon dan hidrogen. Material lain seperti
sulfur dan logam berat, yang mungkin ada pada raw material dari solvent dikurangi sampai
bagian perjuta (ppm) atau kurang saat fabrikasi. Terdapat empat kombinasi solvent
hidrokarbon komersial, sendiri, atau kombinasi, yaitu :
a. hidrokarbon rantai lurus tersaturasi, disebut sebagai parafin linier/normal (-n)
b. hidrokarbon rantai bercabang (branched) tersaturasi, disebut isoparrafin
c. hidrokarbon siklik tersaturasi, disebut naftena atau cycloparaffin
d. hidrokarbon siklik tak-tersaturasi, disebut aromatic
Contoh dari tipe-tipenya dapat dilihat pada tabel 24.1

Tabel 3.1 Solvent hidrokarbon komersial


Tipe Solvent Kandungan Contoh
Straight run Paraffin linier SBP (special boiling
petroleum fraction Parafin point) naphta
bercabang White Spirit
Naphtena
Aromatik
Dearomatized Paraffin linier Exxsol D (Exxon
petroleum fraction Parafin Chemical)
bercabang Shellsol D (Shell
Naphtena Chemical)
Aromatik 1%
Isoparaffinic Isoparaffin Isopar (Exxon
fraction Naphtena 5% Chemical)
Shellsol T (Shell
Chemical)
Aromatic fraction Aromatik Toluene
99% Xylene
Solvesso (Exxon
Chemical)
Shellsol A (Shell
Chemical)
Naphtenic Naphtena Cyclohexane
fraction 95% Methyl cyclohexane
Nappar (Exxon
Chemical)
Secara keseluruhan, solvent hidrokarbon mempunyai daya melarutkan yang rendah ke
menengah dan hanya melarutkan beberapa resin saja yang dipakai dalam cat. Ini termasuk
alkyd, solvent hidrokarbon banyak dipakai pada cat untuk rumah dan industri yang
berbasis alkyd. Solvent hidrokarbon tersedia dalam bermacam – macam laju evaporasi.
Secara umum solvent hidrokarbon harganya lebih murah daripada oksigenated solvent.

3.2.2 Oxygenated Solvent


Oxygenated solvent mengandung oksigen sebagai tambahan dari karbon dan
hidrogen. Banyak tipe dari oxygenated solvent yang dipakai dalam cat, tipe – tipe yang
utama adalah keton, ester, alkohol, glikol eter, glikol eter asetat. Ini diilustrasikan pada
tabel 3.2.
Properti oxygenated solvent bervariasi sesuai dengan klasifikasinya. Keton, akan
melarutkan resin vinyl, alkohol tidak. Struktur kimia dari solvent juga mempengaruhi
properti fisiknya. Alkohol, yang adalah ikatan hidrogen kuat, mempunyai tekanan uap
lebih dari tipe – tipe oksigenated yang lain dengan titik didih yang sama. Methyl ethyl
keton dan isopropil alkohol adalah contohnya. Keduanya mempunyai titik didih antara 79o
C sampai 82o C. Laju evaporasi dari keton adalah dua kali dari alkohol.
Secara umum oxygenated solvent lebih kuat dari hidrokarbon, dimana mereka
melarutkan beberapa banyak tipe resin dalam cat. Mereka mempunyai berbagai macam
tekanan uap, meskipun kuat, grade yang high boiling tidak mempunyai efek yang terlalu
buruk terhadap lingkungan. Oksigenated solvent mempunyai bau yang sangat kuat, namun
tidak semuanya tidak enak. Secara umum mereka lebih mahal dari solvent hidrokarbon.

Tabel 3.2 Solvent oxygenated


Tipe Formula Contoh Formula Merk
solvent Dagang
Keton methyl ethyl
ketone
Ester n-butyl
acetate

Alkohol isopropyl
alcohol
Glikol ethylene Butyl
eter glycol cellosolve
monobutyl
ether
Glikol propylene Dowanol
eter glycol PMA
acetate monomethyl
ether acetate

3.3 Klasifikasi Solvent menurut Fungsinya


Terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan kemampuan solvent untuk
melarutkan resin yang digunakan pada industri coating, yang utama terdapat empat buah
yaitu :
1. Solvent aktif : Solvent yang berdiri sendiri mampu melarutkan resin yang akan
digunakan.
2. Latent solvent : Solvent latent bukan solvent aktif untuk suatu resin namun
meningkatkan solvency solvent aktifnya. latent solvent efektif dengan nitrocellulose
3. Diluent solvent : Adalah non-solvent untuk resin, dipakai untuk mengu rangi cost dari
total solvent dalam sistem.
4. Thinner : Campuran solvent yang biasanya sama dengan formulasi solvent pada cat
dalam kemasan yang digunakan untuk menurunkan kekentalan.
Contoh dari keempat jenis solvent dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Contoh fungsi solvent


Klasifikasi Contoh solvent Contoh resin yang cocok
Aktif Hidrokarbon Alkyd long oil
alifatik Alkyd short oil, epoksi
Hidrokarbon Vinyl, urethane, acrylic
aromatik Nitrocellulose, epoksi
Keton
Ester
Latent Alkohol Nitrocellulose
Diluent Hidrokarbon Hampir semua resin
Thinner Mineral spirit Long oil alkyd
Polarity, Solubility dan Miscibility
Solvent dapat diklasifikasikan secara umum ke dalam 2 bagian yaitu polar
(hidrofilia) dan non-polar (lipofilia). Polaritas dapat diukur sebagai konstanta dielektrik
atau momen dipole dari suatu campuran. Polaritas dari suatu solvent menentukan. Polaritas
dari suatu solvent menentukan campuran macam apa yang bisa dilarutka dan dengan
solvent lain atau campuran cairan yang mana suatu solvent dapat bercampur/larut.
Aturannya, solvent polar melarutkan campuran polar dengan baik, dan solvent non-polar
melarutkan campuran non-polar dengan baik. Campuran polar kuat seperti garam non-
organik (contoh:garam meja) atau gula (contoh : sukrosa) larut hanya pada solvent yang
sangat polar, contohnya air. Campuran yang sangat non-polar seperti minyak atau lilin
hanya larut pada solvent yang sangat non-polar, contohnya heksana. Sama halnya yang
terjadi antara air dan heksana adalah saling tak larut (miscible), dan akan memisah menjadi
2 lapisan meskipun telah diaduk dengan baik.

BOILING POINT
Properti penting lain dari solvent adalah titik didih. Ini juga menentukan laju
evaporasi. Sepercik solvent dengan titik didih yang rendah seperti diethyl ether,
dichloromethane, atau acetone akan mnguap dalam beberapa detik saja pada suhu kamar.
Solvent dengan titik didih tinggi seperti air atau dimethyl sulfoxide memerlukan
temperatur tinggi untuk menguap.

Protic and aprotic solvents


A polar aprotic solvent is acetone (CH3-C(=O)-CH3). In chemical reactions the use of
polar protic solvents favors the SN1 reaction mechanism, while polar aprotic solvents
favor the SN2 reaction mechanism.
Solvent polar dapa lebih jauh lagi di bagi menjadi solvent polar protik dan solvent polar
aprotik. Solvent polar protik adalah solvent yang mengandung ikatan O-H atau N-H.
Solvent polar aprotik adalah solvent yang tidak mengandung ikatan O-H atau N-H. Air (H-
O-H), ethanol (CH3-CH2-OH), atau asam asetat (CH3-C(=O)OH) adalah representasi dari
solvent polar protic. Contoh dari solvent polar aprotic adalah acetone (CH3-C(=O)-CH3).
Boiling
Solvent Chemical Formula Dielectric constant Density
point

Non-Polar Solvents

CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-
Hexane 69 °C 2.0 0.655 g/ml
CH3

Benzene C6H6 80 °C 2.3 0.879 g/ml

Toluene C6H5-CH3 111 °C 2.4 0.867 g/ml

Diethyl ether CH3CH2-O-CH2-CH3 35 °C 4.3 0.713 g/ml

Chloroform CHCl3 61 °C 4.8 1.498 g/ml

Ethyl acetate CH3-C(=O)-O-CH2-CH3 77 °C 6.0 0.894 g/ml

Dichloromethane CH2Cl2 40 °C 9.1 1.326 g/ml

Polar Aprotic Solvents

/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-
1,4-Dioxane 101 °C 2.3 1.033 g/ml
O-\

Tetrahydrofuran (THF) /-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\ 66 °C 7.5 0.886 g/ml

Acetone CH3-C(=O)-CH3 56 °C 21 0.786 g/ml

Acetonitrile (MeCN) CH3-C≡N 82 °C 37 0.786 g/ml

Dimethylformamide
H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0.944 g/ml
(DMF)

Dimethyl sulfoxide
CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1.092 g/ml
(DMSO)

Polar Protic Solvents

Acetic acid CH3-C(=O)OH 118 °C 6.2 1.049 g/ml

n-Butanol CH3-CH2-CH2-CH2-OH 118 °C 18 0.810 g/ml

Isopropanol CH3-CH(-OH)-CH3 82 °C 18 0.785 g/ml

n-Propanol CH3-CH2-CH2-OH 97 °C 20 0.803 g/ml

Ethanol CH3-CH2-OH 79 °C 24 0.789 g/ml

Methanol CH3-OH 65 °C 33 0.791


Formic acid H-C(=O)OH 100 °C 58 1.21 g/ml

Water H-O-H 100 °C 80 1.000 g/ml

3.4 Solvent Hidrokarbon


3.4.1. White Spirit
Pelarut ini dicirikan dengan laju penguapan yang lambat dengan bau yang sedang
saja. Dapat melarutkan minyak, resin alami, vernis oleoresin, dan resin alkyd. Secara
umum digunakan untuk pembersihan ( general cleaning purpose ) dan pelarut lemak dan
digunakan sebagai pelarut pada kebanyakan formulasi cat.
3.4.2 Toluene
Biasanya digunakan bersamaan dengan pelarut yang lain dalam formulasi dari vinyl
copolimer pengeringan udara terbuka dan pelapisan klorinasi karet. Toluen secara luas
digunakan dalam pelapisan nitroselulose sebagai diluent. Merupakan tipe pelarut yang
murah untuk menurunkan harga formulasi pelapisan.
3.4.3 Xylene
Biasanya digunakan sebagai pelarut untuk poliurethan, chlorinated rubber, vinyl
copolimer dan resin alkyd dikarenakan kekuatan pelarutan yang baik dan laju penguapan
yang rendah yang mana cukup untuk memfasilitasi good flow. Xylen sangat sesuai
digunakan coating oven karena laju penguapannya memungkinkan untuk flash off.
3.4.4 Benzene
Adalah pelarut yang tidak berwarna, cairan yang sangat mudah terbakar dengan
karakter bau yang khas. Merupakan pelarut yang sangat kuat dan secara alami sangat
beracun. Salah satu penggunaan utamanya adalah untuk menghilangkan cat dan vernis
( paint and vernish remover ). Kelebihannya yang lain adalah sebagai pelarut resin yang
excellen. Sangat sesuai digunakan untuk lacquer, cat dari karet yang cepat kering.
3.5 Keton
3.5.1 Acetone
Merupakan pelerut yang sangat bagus dengan laju penguapan yang sangat tinggi. Aseton
dipertimbangkan sebagai salah satu pelarut komersial terbaik dengan harga murah. Pelarut
ini digunakan dalam vinyl kopolimer dan formulasi nitroselulose. Biasanya aseton
ditambahkan dalam jumlah yang sedikit untuk dicampur dengan pelarut yang lain, yang
mana kekuatan larutnya sangat bagus dan laju penguapannya sangat berguna untuk
memodifikasi penerapan coating dan sifat bentukan lapisan film dari coating permukaan.
Kecepatan dan kekuatan aksi pelarutan aseton membuatnya menjadi kandungan yang
diperlukan untuk penghilangan cat dan varnis dan sebagai larutan pembersih yang
digunakan pada bagian manufaktur dan penyimpanan.
3.5.2 MEK (methyl ethyl ketone)
Dibandingkan dengan aseton maka MEK mempunyai titik didih yang lebih tinggi dan laju
penguapan rendah. MEK digunakan secara aktif dalam pelarut lacquer nitro selulose.
Mempunyai toleransi larut yang tinggi, resistansi blush yang baik untuk laju
penguapannya, dan merupakan pelarut yang sangat baik untuk resin natural dan sintetik.
Oleh karena itu maka MEK digunakan dalam formulasi lacquer kepadatan tinggi.
Digunakan dalam lacquer vinyl, pelarut untuk selulose asetat dan celulose asetat butirat
dalam pembuatan pesawat terbang.
3.5.3 MIBK ( methyl isobutyl ketone )
Mempunyai kekuatan pelarutan yang sangat tinggi dan laju penguapan yang moderat.
MIBK mempunyai ketahanan blush yang sangat baik, toleransi diluent yang sangat tinggi
dan daya alir bagus ( good flow ) membuatnya menjadi pelarut tunggal yang sangat ideal
untuk lacquer semprot nitro selulose dan berbagai macam jenis coating. MIBK secara luas
digunakan sebagai pelarut untuk epoxy, poliurethane dan sistem coating nitroselulose
karena alasan daya larut dan laju penguapan yang baik

3.6 Alkohol
3.6.1 Ethyl Alkohol
Dikenal secara komersial sebagai alkohol industri ( methylated spirit ). Ethanol merupakan
salah satu bahan yangtitik didihnya rendah secara umum digunakan untuk nitroselulose
lacquer. Karena kekuatan pelarutannya yang sangat bagus dan laju penguapannya yang
cepat membuat ethanol menjadi bahan yang disukai untuk untuk melarutkan shellac.
Merupakan pelarut yang baik untuk resin alami dan sintetik.
3.6.2 IPA
Digunakan secara luas dalam lacquer NC dan thinner. IPA tersedia dalam tiga macam yaitu
anhidrous, 95%, dan 91%. Grade anhidrous lebih disukai untuk formulasi coating
permukaan dan produk yang sejenisnya. IPA digunakan sebagai pelarut untuk phenol dan
resin alami dalam vernis spirit. IPA dicampur dengan toluen atau xylene digunakan
sebagai pelarut selulose, resin alkyd dan vernis oleo resin.
3.6.3 Butyl alkohol. Dicirikan dengan bau yang menyengat digunakan sebagai pelarut
laten untuk lacquer NC. Merupakan pelarut yang baik untuk banyak jenis minyak dan
resin. Butyl alkohol digunakan sebagai pelarut untuk alkyd dan alkyd modifikasi amino
dan ditemukan dalam coating basis acrilik dan dalam vernis sebagai pelarut.
3.7 Ester
3.7.1 Ethyl asetat
Merupakan pelarut aktif titik didih rendah yang umum untuk nitro selulose. Dicirikan
dengan sifat laju penguapan yang cepat dan bau yang enak, karena bau yang agak enak
maka sering digunakan untuk mengganti ketone dalam lacquer nitroselulose.
3.7.3 Amyl asetat
Adalah solven aktif untuk nitroselulose, mempunyai bau manis seperti prambors.
Membantu meningkatkan resistansi blush, menambah kilap. Digunakan dalam lacquer
dimana laju evaporasi rendah yang diperlukan.
3.7.4 Butyl asetat
Mempunyai laju penguapan yang moderat dan berbau khas buah buahan. Sangat
mendukung good flow dan blush resistans untuk lacquer nitroselulose. Terutama
digunakan sebagai pelarut aktif titik didih moderat untuk lacquer nitro selulose dan resin
modifikasi.
3.7.5 Propil asetat
Juga seperti pelarut ester yang lebih dulu merupakan pelarut yang baik untuk nitroselulose,
juga untuk pelarut resin alami dan resin sintetis. Mempunyai titik didih yang rendah.

3.8 Glikol eter


3.8.1 Methyl cellosolve
Merupakan pelarut yang bagus untuk nitroselulose, selulose asetat dan ethyl selulose,
tetapi karena resistansi blushnya kurang maka penerapannya terbatas pada NC lacquer.
Digunakan pada pada enamel yang cepat kering dan vernis.
3.8.2 Cellosolve
Atau ethylen glykol monoethyl ether, laju penguapannya lambat dibanding methyl
cellosolve. Cellosolve mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap pelarut
aromatiktetapi hanya moderat untuk pelarut aliphatic. Berbau sedang atau mild dan daya
larutnya untuk nitro selulose sangat bagus. Cellosolve sangat mendukung untuk viskositas
rendah lacquer nitroselulose dan sangat cocok untuk lacquer tipe semprot, lacquer silk
screen, cat dan untuk menghilangkan varnis.
3.8.3 Carbitol
Digunakan secara luas dalam lacquer nitroselulose dan hampir semua resin yang
digunakan dalam coating permukaan. Sebagian dari carbitol pelarut yang sangat baik untuk
acid dye yang dimanfaatkan pada stain bukan serbuk, yang mana membuat carbitol dipakai
dalam industri coating permukaan.

3.9 Terpine
3.9.1 Turpentine
Secara komersial tersedia dalam dua jenis gum terpentin dan wood terpentin. Saat ini
terpentin diganti oleh pelarut yang lain karena alasan harga, ketidaktersediaannya, sifat
dari tampilannya.
3.9.2 Dipentene
Digunakan sebagai agen anti skinning dan mempunyai daya larut yang sangat tinggi untuk
tujuan khusus seperti untuk penyetabil vernis over-cooked yang mana sangat dekat dengan
titik gel.
3.9.3 Pine oil.
Merupakan bahan yang laju penguapannya lebih lambat dan daya larutnya lebih tinggi
dibanding dipentene. Titik didihnya 210oC – 220oC dan berat jenisnya 0.935. Digunakan
dalam prosentasi kecil dalam coating permukaaan untuk meningkatkan daya alir, gloss dan
sifat yang lain.
BAB IV BINDER

4.1 Pendahuluan
Binder atau perekat pada cat dapat sebagai bahan alam / natural dan juga bahan
sintetik atau polymer. Polymer sendiri berasal dari kata Yunani poly (banyak) dan meros
(part), artinya banyak bagian. Bahan alam contohnya getah damar, gum arab, minyak
linseed, dll. Sebenarnya bahan alam juga termasuk polymer namun termasuk polymer
alami (natural polymer). Polymer sintetik dibuat dari bahan alam yang dimodifikasi secara
kimia (contohnya resin alkyd) dan juga dapat dibuat seluruhnya sintetik (contoh resin
acrylic). Resin alkyd dibuat dengan proses esterifikasi minyak linseed atau minyak kastor
sehingga hasil akhir binder lebih keras, kuat dan tahan lama.

4.1.1 Polymerisasi
Polymer paling tepat didefinisikan sebagai spesies yang mempunyai berat molekul
yang tinggi, yang memiliki unit pengulang atau unit kimia yang sama, terhubung oleh
ikatan kovalen primer. Reaksi polymerisasi paling simpel didefinisikan sebagai :

nM (-M-)n

dimana M melambangkan monomer dan -M- menandakan unit pengulang ikatan kimia.
Contohnya, jika M adalah vinyl acetate, maka dengan reaksi polymerisasi akan terbentuk
poly (vinyl acetate).

nCH2 = CH (– CH2 – CH – )n

O ― COCH3 O – COCH3

Istilah “macromolecule” sering digunakan bersinonim dengan “polymer” untuk mengkover


tidak hanya polymer sintetik tapi juga polymer natural dan modifikasi kimianya (polymer
turunan). Arti kata “resin” banyak digunakan pada dunia cat menandakan semua tipe
binder (perekat) polimerik apapun asalnya meskipun dari getah pohon
Polymer yang mengandung hanya satu unit pengulang dinamakan homopolymer
atau polymer reguler. Seiring dengan perkembangan, ditemukan copolymer, yaitu polymer
dengan dua atau lebih unit pengulang sehingga suatu polymer / resin / latex dapat dibuat
sesuai keinginan seperti lebih keras, lebih fleksibel, lebih tahan lama dan tentu saja biaya
produksi yang murah.
Untuk memproduksi polymer, proses yang digunakan adalah proses polimerisasi,
terdapat 5 macam teknik polimerisasi yaitu :
1. Bulk Polymerization
Polymerisasi bulk dilaksanakan dalam monomer asli. Contohnya adalah pembuatan
Perspex yaitu lembaran plastik untuk lensa optik.
2. Solution Polymerization
Perbedaan dari polymerisasi bulk dengan polymerisasi solusi adalah pada
polymerisasi solusi terdapat solvent. Polymernya juga larut dalam solvent.
Pemindahan panas dari reaksi polymerisasi solusi lebih mudah dibanding dengan
bulk dikarenakan lebih rendahnya kekentalan polymer.
3. Dispersion Polymerization
Pada polymerisasi dispersi, monomer dilarutkan dalam solvent (biasanya solvent
organik). Polymer dibangkitkan, namun tidak larut dalam campuran monomer -
solvent. Polymer mengendap dan membentuk partikel latex. Keuntungan dari
polymerisasi ini adalah rendahnya kekentalan pigment sehingga pemindahan panas
reaksi lebih mudah.
4. Suspension Polymerization
Pada polymerisasi suspensi, monomer disuspensikan pada larutan yang tak larut
monomer itu sendiri (air), dalam bentuk droplet (ukuran mikron) dengan
menggunakan surfactant. Keuntungan teknik ini sama dengan polymerisasi dispersi,
hanya saja suspending agent harus dihilangkan setelah proses agar polymernya tidak
sensitif terhadap air. Poly (vinyl chloride) disiapkan dengan teknik ini.
5. Polymerisasi Emulsi
Adalah teknik yang paling banyak digunakan di dunia cat. Produk akhir yang
dihasilkan adalah latex.

4.1.2 Klasifikasi Binder


Ada banyak pengklasifikasian binder/resin, namun secara garis besar klasifikasi itu
dapat diringkas sehingga menjadi :
1. Minyak Kering/Drying oil (mentah atau diproses), contohnya :
Minyak Linseed, Minyak Castor, Minyak Tung
2. Resin Alkyd, contohnya :
Alkyd short-oil, alkyd medium-oil, alkyd long oil
3. Resin Polyester (non-minyak)
4. Resin Amino, contohnya :
Urea-formaldehyde, Melamine-Formaldehyde
5. Resin Phenolic
6. Resin Epoksi
7. Resin Hidrokarbon, contohnya :
Resin coumarone-indene, resin terpene, resin styrene-butadiene
8. Resin Akrilik, contohnya :
9. Resin Selulosik, contohnya :
Nitrocellulose, cellulose acetate, cellulose acetate butyrate
10. Resin Vinyl, contohnya :
Polyvinyl Chloride, Polyvinyl Acetate
11. Chloorinated Rubber
12. Polyurethane
13. Resin Silicone
14. Resin Natural, contohnya :
Congo, Kauri, Manila, Dammar, Rosin , Shellac
15. Aspal/Ter

Binder-binder tersebut diatas dapat dikategorikan lagi menjadi 2 bagian penting,


yaitu digunakan untuk cat konvertibel atau non konvertibel. Pada buku ini hanya dibahas
tentang cat dan binder untuk aplikasi cat konvertibel saja.
Cat non konvertibel dapat didefinisikan sebagai cat / coating yang membentuk film
sendirian melalui pelepasan / evaporasi solvent dan tanpa reaksi kimia. Cat ini secara
permanen larut dalam solvent yang dipakai untuk persiapan cat dan dapat larut lagi pada
solvent ini setelah pembentukan film. Mereka biasanya adalah thermoplastik dan
contohnya adalah nitrocellulose (NC), acrylic, chlorinated rubber (chlorubber), shellac,
celullose acetate butyrate (CAB) dan cat vinyl. Cat non convertibel sering disebut sebagai
lacquer.
Cat konvertibel sebaliknya dapat didefinisikan sebagai suatu cat yang membentuk
film dimana komponen cat mengalami reaksi kimia. Cat ini dapat saja atau tidak
mengalami evaporasi solvent seperti pada cat konvertibel. Contoh cat konvertibel ini
adalah enamel alkyd, epoxy 2 pack, polyurethane enamel, powder coating dan cat bakar
acrylic / melamine formaldehyde.
Keuntungan utama dari non konvertibel adalah cepat kering, mudah dalam
aplikasinya dan relatif murah. Beberapa cat non konvertibel juga mempunyai properti film
resistance yang baik. Kelemahannya adalah low solid dan in-efisiensi solvent. Beberapa
cat non konvertibel seperti nitrocelullose tidak mempunyai properti ketahanan exterior
untuk menandingi cat konvertibel seperti epoxy dan polyurethane. Namun cat acrylic
mempunyai ketahanan exterior yang baik.

4.2 Resin selulosik


4.2.1 Pendahuluan
Polimer selulosa adalah turunan kondensasi dari carbohydrate β-glucose, alkohol
polihidroksi enam karbon yang rantai panjangnya dibentuk dengan hilangnya H dan OH
pada posisi 1- dan 4-. Perulangan rantai linear dari molekul cellulose dapat diilustrasikan
sebagai :

cellulose

Selulosa, semenjak berbentuk polyhydric, dapat membentuk ester dari asam organik atau
asam non-organik. Turunan selulose ini dapat diklasifikasikan menurut produk reaksi yaitu
(1) Ester dari asam non-organik
- Cellulose nitrate
(2) Ester dari asam organik
- Cellulose acetate
- Cellulose acetate butyrate
(3) Eter
- Methylcellulose
- Ethylcellulose
- Hydroxyethylcellulose
- Ethylhydroxyethylcellulose
4.2.2 Cellulose Nitrate (Nitrocellulose)
Meskipun nitrocellulose telah ditemukan oleh Schonbein pada 1845 melalui nitrasi
cellulose dengan campuran asam nitrat – sulfat, baru awal abad 20 nitrocelullose dianggap
efektif untuk mengecat pesawat terbang berbahan kayu. Perang Dunia I menstimulasi
produksi nitrocellulose, dan pada akhir perang, industri pemakaian nitrocelullose menyebar
luas ke beberapa industri terutama industri automotive dan furniture, dan saat ini pun
masih digunakan.
Cellulose mempunyai 3 grup hidroksil tiap unit molekular, dan dapat secara
potensial dinitrasi untuk memproduksi tiga ester asam nitrat, mononitrate, dinitrate, dan
trinitrate. Prakteknya, grade nitrocellulose sebenarnya adalah campuran dari semua 3 ester
(termasuk cellulose yang tak bereaksi). Sebenarnya, resin ini seharusnya disebut cellulose
nitrate, bagaimanapun mereka sudah umum disebut resin nitrocellulose, dan karena itu
istilah nitrocellulose (NC) akan dipakai terus pada bahasan selanjutnya.

cellulose asam nitrat asam sulfat

nitrocellulose air asam sulfat

Resin nitrocellulose dibuat melalui nitrasi serat cellulose yang berbentuk wood pulp
atau cotton linters. Pertama – tama serat cellulose dimurnikan melalui treatment dengan
alkali dan setelah dicuci lalu dinitrasi dengan campuran asam sulfat / asam nitrat (dengan
rasio 2.6 – 5.6 : 1). Perbandingan asam dengan cellulose bervariasi 10 : 1 untuk wood pulp
dan 40 : 1 untuk cotton linters. Bubur / slurry ini kemudian disentrifuge untuk
menghilangkan kelebihan asam dan cepat – cepat di masukan di air. Kekentalan dari
nitrocellulose kemudian diturunkan dengan memanaskannya pada 145oC – 160oC di bawah
tekanan. Proses ini akan memecah beberapa rantai molekul nitrocellulose ke molekul yang
lebih kecil. Air pada bubur yang ada kemudian dihilangkan dengan mensentrifuse dan
digantikan dengan alkohol seperti isopropyl alkohol, ethanol atau butanol. Nitrocellulose
yang dibasahi alkohol (kira – kira 35 % kandungan alkoholnya) kemudian dipacking dan
dikirim. Kandungan nitrogen dan grade nitrocellulose yang dipakai untuk surface coating
dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Kandungan nitrogen nitrocellulose


Kandungan Persen Solvent yang sesuai
nitrogen Nitrogen
Tinggi 11.8-12.2 Ester, keton, glikol eter,
dan campuran eter-
alkohol
Sedang 11.2-11.7 Sama seperti kandungan
nitogen tinggi, namun
mempunyai toleransi
yang lebih besar
terhadap alkohol
Rendah 10.7-11.2 Toleransi yang sangat
besar terhadap alkohol.

Atau dengan kata lain jika kandungan nitrogennya rendah maka larut alkohol dan jika
kandungan nitrogennya tinggi akan larut ester.
Cat nitrocellulose secara umum mengandung resin nitrocellulose, plasticizer, resin
pemodifikasi, solvent dan aditif. Resin nitrocellulose dipilih berdasarkan properti dasar
yang dibutuhkan untuk cat. Contohnya, resin viskositas tinggi memproduksi cat dengan
fleksibilitas yang tinggi, tensile strenght daripada grade yang viskositasnya rendah.
Fungsi dari plasticizer adalah untuk menambah elastisitas dan ketahanan impact karena
film nitrocellulose yang rapuh / brittle. Resin nitrocellulose kompatibel dengan banyak
macam plasticizer yang dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu:
1. Plasticizer solvent : paling banyak dipakai menyediakan kedua-
nya sebagai plasticizer dan sebagai solvent untuk resin
pemodifikasi.
2. Plasticizer non-solvent : dapat dilihat pada tabel 4.2
Resin pemodifikasi (non-oksidatif) sering ditambahkan ke cat nitrocellulose untuk
menambah properti seperti durabilitas, kilap dan adhesi. Resin – resin ini secara umum
juga menambah solid dari cat. Natural resin seperti dammar atau ester gum tidak dipakai
untuk menambah kilap dan peningkatan film dari cat nitrocellulose, bagaimanapun
modifikasi ini menjadi durabilitas eksteriornya dan ketahanannya turun.
Tabel 4.2. Plasticizer untuk Nitrocellulose
Plasticizer Plasticizer non-
solvent solvent
Dibutyl phtalate Raw castor oil
Dioctyl phtalate Blown castor oil
Butyl benzyl Linseed oil
phtalate (treated)
Diethyl phtalate Tung oil

Cat nitrocellulose dan cat lain secara umum dilarutkan pada solvent aktif, solvent
latent dan solvent diluent. Campuran solvent dipakai berdasarkan beberapa pertimbangan
seperti solvency, laju evaporasi, metode aplikasi dan biaya. Komposisi solvent yang dipilih
harus dipastikan bahwa keberadaan solvent aktif harus cukup untuk secara komplit
melarutkan resin nitrocellulose. Solvent aktif adalah solvent sebenarnya untuk
nitrocellulose seperti ester, ketone dan glycol ether. Latent solvent adalah bahan solvent
untuk nitrocellulose saja, namun menjadi solvent bagi resin lain yang ada dalam cat, ini
adalah alkohool yang baisanya dipakai untuk menurunkan harga. Diluent adalah non-
solvent yang dipakai untuk mengatur solvency dan harga dari formulasi, biasanya adalah
hidrokarbon dengan penguapan cepat. Cat nitrocellulose secara tipikal dipersiapkan dari
larutan resin nitrocellulose menggunakan pigmentasi konvensional dengan sedikit aditif
seperti larutan silikon.
Cepat keringnya cat nitrocellulose adalah mungkin satu-satunya fitur penting.
Namun cat nitrocellulose mempunyai durabilitas eksterior yang buruk, yellowing
(menguning), chalking dan ketahanan kimia yang buruk dibanding cat konvertibel lainnya.

4.2.3 Cellulose Acetate


Didapat dengan memanaskan cellulose dengan acetic anhydride pada tabung
tertutup pada suhu 1800C. Saat ini, reaksi ini dimodifikasi dengan melibatkan asam asetat
dan asam sulfat. Reaksi ini memproduksi triacetate yang kemudian dihidrolisis untuk
mengurangi kandungan acetyl, memproduksi cellulose acetate yang lebih larut. Cellulose
triacetate cenderung menjadi polimer tak larut dan jarang dipakai di dunia coating.
cellulose
acetic anhydride

Cellulose acetate

Cellulose acetate untuk coating tersedia dengan kandungan acetyl mulai 38%-
40.5%. Range tersebut memberikan sebuah selulosik dengan kelarutan dan properti
terbaik. Sama dengan nitrocellulose, ester dengan kekentalan yang berbeda-beda tersedia
dan kekentalan begantung dari panjang rantai polimer. Kelarutan ester ini meningkat
sejalan ketika kekentalan ester ini turun.
Prinsip-prinsip untuk memformulasi cat dengan bahan cellulose acetate sama
dengan prinsip nitrocellulose. Perbedaan yang mencolok adalah sedikitnya resin lain,
plasticizer, dan solvent yang kompatibel untuk formulasi dengna menggunakan cellulose
acetate. Karena titik lelehnya yang tinggi (255oC), cellulose acetate cocok untuk cat tahan
panas. Juga dipakai untk coating kabel, tekstil, kulit, dan coating kertas. Cellulose acetate
memiliki adhesi yang buruk terhadap logam, dan harus dimodifikasi untuk mencapai hasil
yang memuaskan. Penggunaan utama cellulose acetate adalah untuk produksi rayon.

4.2.4 Cellulose Acetate Butyrate (CAB)


Karena terbatasnya karakteristik solubilitas/kelarutan dari cellulose acetate,
modifikasi cellulose dengan ester campuran menghasilkan polimer yang lebih kompatibel
dan mudah larut. Asam asetat dan butirat dan anhydride-nya direaksikan pada kondisi
tertentu untuk mendapat cellulose acetate butyrate. Proporsi dapat bervariasi dari
kandungan acetyl yang tinggi dengan jumlah butyryl sedikit, sampai acetyl rendah butyryl
tinggi. Produk yang diesterifikasi penuh dapat kemudian dihidrolisis parsial untuk
membentuk produk kimia adisional dengna variasi dan properti fisik yang luas.
Cellulose acetate butyrate

CAB tersedia pada range mulai acetyl 31% dan butyryl 17% sampai acetyl 6% dan
butyryl 48%. Hal ini membagi polime dalam dua grup, yang satu kandungan acetyl tinggi
dan yang satu kandungan butyryl tinggi. Seperti selulosik lain, CAB juga bervariasi
kekentalannya tergantung kandungnan acetyl dan butyrylnya.
Karena beberapa modifikasi dalam pembuatannya, CAB membunyai banyak
variasi properti fisik dan kimianya. Saat ini CAB adalah polimer selulosik kedua terpenting
setelah nitrocellulose pada industri coating. Naiknya kandungan butyryl menambah
kelarutan, toleransi untuk diluent, kompatibilitas dengan resin lain dan plasticizer,
fleksibilitas, dan ketahanan terhadap kelembaban. Turunnya kandungna butyryl
menyebabkan mengurangi tensile strength, kekerasan (hardness), dan naiknya titik leleh.
Dua area yang banyak menggunakan resin CAB adalah : industri ototmotif dan
industri furniture. Kombinasi CAB dan resin akrilik memproduksi coating yang bening dan
non-yellowing. CAB juga dimodifikasi dengan resin alkyd semi-oksidatif dan alkyd
oksidatif.

4.2.5 Ethylcellulose
Pembuatan ethyl cellulose pertama-tama diawali dengan memasukkan kapas dalam
larutan sodium hydroxyde 12-25%, dan kemudian di treatment dengan ethyl chloride
sampai sodium hidroksida dinetralisasi.

ethyl cellulose

Produk reaksi tersebut mempunyai kandungan ethoxy yang bervariasi dengna


derajat ethylasi dan menghasilkna produk komesial yang mempunyai range kandungan
ethoxy antara 45-49.5%. Pada tipe ethoxy ini, kekentalan dapat diatur.
Properti unik ethyl cellulose adalah densitasnya yang rendah, sehingga per unit
berat menghasilkn acoverage are dan volume yang lebih besar daripad apolimer selulosik
lainnya. Mempunyai volume 45% lebih besar dari nitrocellulose dan 20% lebih besar dari
cellulose acetate. Namaun secara biaya pad avoulme sama hampir sama dengan
nitrocellulose.
Properti kompatibilitas dari ethyl cellulose dengan resin lain dan plasticizer
sangatlah luas dan bervariasi. Campuran solvent sangat lemah (80:20, toluene:alkohol)
melarutkan ethyl cellulose dengan mudah. Selain sangat fleksibel ethyl cellulose jug atidak
mudah terbakar. Penggunaan utamanya adalah cat cetak, coating kertas, dan cat-cat
industri.

4.2.6 Methylcellulose
Dimethyl ether dari cellulose, atau methyl cellulose adalah produk reaksi yang
sama dengan ethyl cellulose, hanya ethyl chloride diganti dengan methyl chloride. Struktur
kimia dasarnya adalah :

methyl cellulose

Kandungan methoxy bervariasi mulai 27% sampai 32%, yang memberikan produk
dengan kelarutan maksimal terhadap air. Kekentalannya seperti selulosik lainnya, dikontrol
oleh panjang rantai selulose. Faktor ini membuat banyaknya variasi kekentalan.
Methyl cellulose tidak digunakan sebagai pembentuk film utama pada dunia
coating. Methyl cellulose dipakai sebagai thickener (pengental) pada sistem cat basisi air
karena sifat koloid hidrofilinya.

4.3 Resin akrilik


Pada industri cat dan industri plastik, dikenal kata “Acrylic Resin” atau resin
akrilik. Acrylic resin adalah polymer dan kopolymer dari ester dari methacrylic dan
acrylic acid. Seringkali pada aplikasinya polimer acrylic di ko-polimerisasi dengan
polymer non-akrilik, contohnya styrene, butadiene atau vinyl acetate untuk keperluan
tertentu. Struktur lainnya dapat dilihat pada gambar 4.1
Acrylic resin tersedia dalam bentuk homo polymer dan kopolymer dalam bentuk
padat, dalam bentuk solusi / larutan dan dalam bentuk emulsi (latex). Acrylic solid yang
dipakai dalam industri cat adalah thermoplastic (menjadi lemah dan mengalir ketika
panas), mereka adalah homopolymer dari salah satu dari ester methacrylate atau kopolymer
dari methacrylate dengan acrylate atau methacrylate ester kedua, dengan atau tanpa jumlah
yang dikurangi dan monomer fungsional tabel 4.3. Secara umum mereka sudah siap
dilarutkan dengan beberapa atau campuran solvent, kelarutannya tergantung pada ukuran
partikel dan berat molekul.

Gambar 4.1 Struktur akrilik polimer

Bentuk solusi dari resin acrylic didapat dari reaksi polimerisasi solusi. Film
terbentuk dari monomer – monomer yang dalam bentuk natural / aslinya adalah berupa
thermoplastic.

Tabel 4.3 Monomer – monomer akrilik


Monomer Dasar Monomer fumgsional
Methyl methaacrylate Methacrylic acid
Ethyl methacrylate Acrylic acid
n-Butyl methacrylate Acrylamide
Isobutyl methacrylate 2-Hydroxyethyl methacrylate
Lauryl methacrylate 2-Hydroxypropyl
Stearyl methacrylate methacrylate
Methyl acrylate Glycidyl methacrylate
Ethyl acrylate Dimethylaminoethyl
n-Butyl acrylate methacrylate
2-Ethylhexyl acrylate tert-Buthylaminoethyl
Cyclohexyl methacrylate
methacrylate Ethylene dimethacrylate
2-Ethylhexyl Trimethylolpropane
methacrylate trimethacrylate
Butylene dimethacrylate
Diethylaminoethyl acrylate

Resin akrilik pertama kali dipelajari pada awal abad 20, bagaimanapun produksi
komersil pertama dan polimer akrilik tidak terjadi sampai 1927. Karena kesuksesan cat
nitrocellulose, cat akrilik tenggelam. Sampai 1960-an ketika industri otomotif
memperkenalkan “reflow lacquer” untuk produksi masal mobil. Penggunaan akrilik
kemudian menyebar ke area lainnya seperti refinish otomotif dan aplikasi industri ke
macam – macam permukaan seperti logam, plastik, kayu dan kertas.
Cat akrilik biasanya mengandung resin akrilik, plasticizer, resin pemodifikasi,
solvent, pigment dan sedikit aditif. Resin akrilik ini secara tipikal adalah kopolimer
terplastisasi internal dari methyl methacrylate dengan berat molekul rata – rata 60.000 –
120.000. Berat molekul yang lebih tinggi dihindari karena dapat membentuk serat jaring
dan low solid pada aplikasi cat. Monomer pemlastis seperti butyl acrylate dan butyl
methacrylate sering digunakan untuk mengoptimalkan glass transisien temperatur (Tg) dan
mendapat keseimbangan yang pas antara kekerasan dan fleksibilitas. Monomer fungsional
seperti acrylic acid, hidroxy propyl methacrylate dan glycidyl methacrylate dapat juga
dipakai untuk meningkatkan properti tertentu seperti adhesi film dan ketahanan kimia.
Meskipun resin akrilik dalam cat secara tipikal telah diplastisasi secara internal,
mereka juga umumnya diplastisasi secara eksternal antara lain untuk pelepasan solvent dan
adhesi substrat. Phtalate plasticizer seperti DOP dan butyl benzyl phtalate sering dipakai.
Bagaimanapun, plasticizer cenderung untuk bermigrasi dari film akrilik sehingga
menghasilkan film embuttlement dan menurunkan durabilitas eksterior dari cat. Hal itu
dapat diatasi dengan menggunakan plasticizer non volatile seperti short oil lenght coconut
alkyd dan polyester jenuh bebas minyak.
Cat akrilik dapat dimodifikasi dengan cellulose acetate butyrate (CAB) atau
nitrocellulose (NC) untuk mengontrol viscositas, flow, dan recoatability (daya lapis ulang)
dari cat. Tipikal komposisi (berdasar solid resinnya) untuk aplikasi otomotif mengandung
acrylic resin / CAB / plasticizer : 50 : 20 :30.
Sama dengan cat nitrocellulose, komposisi solvent dan cat akrilik harus
memastikan tercukupnya solvent aktif saat evaporasi untuk secara komplit melarutkan
resin akrilik. Komposisi solvent secara umum mengandung ketone seperti MEK, MIBK,
dan acetone dan aromatik seperti toluene dan xylene. Sedikit tambahan solvent lambat
menguap dapat meningkatkan properti aplikasi dan penampilan akhir.
Selain catnya yang lebih lambat kering dibanding nitrocellulose, cat akrilik
mempunyai stabilitas yang baik saat suhu kamar atau elevated. Fleksibilitas dan kekerasan
yang baik dan ketahanan eksterior yang sangat baik. Cat nitocellulose telah secar luas
digantikan oleh cat akrilik pada dunia industri otomotif karena faktor ketahanan
eksteriornya.

4.4 Resin vinyl


Lacquer vinyl berbasis pada resin yang mengandung radikal vinyl CH2 == CH-X,
dimana X adalah spesies seperti turunan chlorida, acetate atau butyral. Walaupun definisi
ini mencakup resin-resin seperti polyethylene dan polystyrene, bahasan ini akan dibatasi
hanya pada kopolimer vinyl chlorida-vinyl acetate dan resin polyvinyl butyral.
Monomer vinyl chloride dipersiapkan melalui reaksi dari acetylene dengan chlorine
untuk membentuk ethylene dichloride yang kemudian pecah secara thermal dan
membentuk vinyl chloride.
Resin polyvinyl butyral dipersiapkan dengan butyrasi parsial polyvinyl alcohol
untuk mendapatkan resin yang mengandung 75-80% polyvinyl butyral dan 17-21%
polyvinyl alcohol.
Monomer-monomer tersebut sebelum digunakan untuk aplikasi cat dipolimerisasi
terlebih dahulu dengan polymerisasi radikal dalam proses bulk, solusi, suspensi atau
emulsi. Pada lacquer yang biasa dipakai adalah polimerisasi solusi.
Cat-cat berbasis resin vinyl ini tersusun oleh resin vinyl itu sendiri, plasticizer,
pigmen, solvent dan beberapa aditif. Cat vinyl membutuhkan plasticizer untuk
meningkatkan properti seperti fleksibilitas dan ketahanan teradap benturan. Plasticizer
dapat bertipe monomerik seperti phtalate, atau bertipe polimerik sepeti polyester.
Banyaknya kandungan plasticizer akan menambah fleksibilitas, namun kekerasan dan
ketahanan terhadap airnya berkurang. Keton adalah solvent primer yang digunakan pada
cat vinyl, namun hidrokarbon terklorinasi juga merupajkan solvent yang baik, namun
jarang digunakan. Hidrokarbon aromatik dipakai sebagai diluent untuk cat vinyl.

4.5 Chlorinated Rubber (Chlorubber)


Chlorinated rubber (karet terklorinasi) adalah resin pembentuk film untuk cat yang
berwarna putih, didapat dari klorinasi karet dalam larutan. Lacquer yang berbasis
chlorinated rubber dipakai untuk aplikasi tahan kimia dan lacquer ini cepat kering untuk
kondisi aplikasi air drying.
Chlorinated rubber diproduksi dengna cara mendegradasi karet alam (untuk
menurunkan berat molekul) dan kemudian mengklorinasi larutan karbon tetraklorida panas
dari karet yang terdegradasi. Reaksi yang terlibat meliputi substitusi, adisi, dan cyclisasi,
dan produk akhirnya mengandung 65-68% chlorine. Ini sesuai dengan tiga atau empat
atom klorin tiap unit isoprene. Separasi dari resin ini dicapai dengan mengendapkan dalam
air panas atau alkohol.
Chlorubber yang tidak diplastisasi menghasilkan film yang keras namun mudah
retak (brittle) sehingga memerlukan plasticizer untuk penggunaannya dalam coating. Sama
dengan lacquer lainnya, lacquer chlorubber mengandung plasticizer, pigmen, solvent, dan
aditif. Plasticizer jenis non-saponifikasi seperti chlorinated paraffin dan diphenyl dipakai
untuk ketahanan kimia, plasticizer yang bisa disaponifikasi seperti phtalate ester dipilih
untuk aplikasi eksterior.
Chlorubber larut dalam hidrokarbon aromatik, chlorinated hidrokarbon, ester, dan
keton tinggi, namun tak larut dalam hidrokarbon aliphatik dan alkohol. Pada prakteknya
cat chlorubber diformulasi dengan campuran solvent kuat dan dimurahkan dengan
hidrokarbon aliphatik.
Chlorubber kompatibel dengan banyak tipe resin pemodifikasi seperti alkyd dan
akrilik. Resin pemodifikasi ini meningkatkan properti seperti gloss, adhesi, dan kekuatan
eksterior.

4.6 Drying Oil


4.6.1 Pendahuluan
Minyak yang digunakan dalam cat secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu minyak tumbuhan (vegetable oil) dan minyak laut (marine oil). Secara kimia
minyak-minyak itu adalah trigliserida-trigliserida, yaitu campuran dari satu molekul
gliserin dan tiga molekul asam lemak rantai panjang. Minyak-minyak ini dibedakan pada
saat dalam bentuk padatnya bukan pada kondisi cair pada suhu kamar. Minyak bervariasi
pada kering/tidaknya tergantung pada derajat non-saturasi dari asam lemak. Drying oil
(minyak yang dapat mengering) dikonversi oleh oksigen yang ada pada udara ke material
yang kering, padat dan tak larut. Minyak-minyak ini digunakan langsung atau diproses lagi
menjadi alkyd, epoxy, urethane atau polymer lain untuk menambah kekuatan dan fiur-fitur
lainnya. Non drying oil (minyak yang tak dapat mengering) bertindak sebagai plastisizer
untuk polymer-polymer yang dipakai pada dunia cat.
Tidak hanya fitur-fitur secara fisik, tetapi juga faktor ekonomi yang menentukan
suatu minyak dipakai pada suatu cat. Drying oil adalah produk alami yang sering
mengalami fluktuasi harga sepanjang tahun, dan jika suatu harga minyak melonjak jauh
dari lainnya, minyak ini dapat diganti atau dikombinasi dengan yang lain.

gliserol asam lemak


Gambar 4.2 Komposisi trigliserida
Panjang rantai asam lemak dapat bervariasi mulai C9 sampai C22.

1 mol 3 mol trigliserida 3 mol air


gliserol asam lemak

Pada formula diatas, R1, R2, dan R3 berdiri untuk rantai asam lemak. Jika R1, R2, dan R3
adalah sama, trigliserida sederhana muncul. Trigliserida yang terjadi di alam biasanya
adalah tipe ini. Reaksi ini adalah reaksi bolak-balik, sehingga jika minyak dihidrolisis akan
didapat gliserin dan asam lemak.
Asam Lemak
Keberadaan asam lemak dalam suatu minyak menjelaskan karakteristiknya. Asam
lemak terdiri dari grup karboksil tersambaung dalam rantai hidrokarbon. Asam lemak
jenuh (saturated) mempunyai rantai-rantai hidrokarbon yang tidak mengandung ikatan
ganda (double bond), tiap karbon mempunyai sedikitnya 2 atom hidrogen. Asam-asam
lemak dengan rantai yang mengandung ikatan ganda disebut asam lemak tak jenuh
(unsaturated). Asam-asam lemak tersebut dapat mempunyai satu, dua, tiga atau lebih
ikatan ganda, yang mana posisinya pada rantai bervariasi. Dua ikatan ganda dipisahkan
oleh ikatan tunggal disebut conjugated.
Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh adalah reaktif. Reaksi dari oksigen dengan
molekul minyak pada ikatan ganda menghasilkan keringnya minyak ; biasanya semakin
besar ke-takjenuhan-nya, semakin baik keringnya. Asam lemak jenuh adalah termasuk
non-drying. Asam lemak dengan tiga ikatan ganda mengering paling cepat. Bagaimanapun,
selain penambahan ikatan ganda, posisi dari ikatan ganda juga mempengaruhi. Ikatan
ganda terkonjugasi berpolimerisasi dan mengering lebih cepat daripada ikatan ganda
terisolasi.

Stearic acid

Oleic acid

Linoleic acid

Linoleic acid
Eleostearic acid

Licanic acid
4.6.2 Raw oil
Minyak, pada kondisi naturalnya, bervariasi pada komposisi. Area geografis dan
cuaca pada saat musim pertumbuhan mempengaruhi komposisi suatu minyak. Komposisi
juga dapat bervariasi.
Varietas-varietas minyak :
Minyak Linseed
Minyak linseed didapat dari biji dari tanaman rami, Linum usitatissimum, L. Biji
rami mengandung kadungan minyak rata-rata 35%. Minyak linseed secara historis adalah
minyak yang paling penting dalam dunia cat, meskipun saat ini telah berkurang karena
munculnya penemuan-penemuan baru, minyak ini masih tetap paling banyak dipakai pada
dunia industri. Minyak linseed memiliki laju kering yang sedang. Karena tingginya
kandungan asam linoleat, minyak linseed cenderung menjadi kuning (yelowwing) pada
lapisan film cat. Minyak ini digunakan untuk cat lukis, cat rumah untuk interior dan
sebagai bahan baku produksi resin alkyd.
Minyak Safflower
Biji safflower mengandung 30% minyak. Minyak ini bersifat non yelowwing
karena kandungan asam linoleatnya rendah. Fitur-fitur minyak ini diantara minyak linseed
dan minyak soya. Minyak ini digunakan untuk produksi resin alkyd.
Minyak Soya
Minyak soya didapat dari biji Soja max., kandungan minyaknya antara 18%.
Minyak ini tidak dapat digunakan sendiri pada cat karena bersifat semidrying. Namun
minyak ini dapat diproses menjadi alkyd untuk mendapat fitur tahan pudar, air-drying
(kering udara), dan bake-drying (kering dipanggang).
Asam lemak tall oil
Minyak tall adalah produk dari proses sulfate dari kertas Kraft. Minyak tall mentah
mengandung 6-13% dari bahan tak-tersaponifikasi, sisanya menjadi asam lemak dan asam
rosin. Minyak tall dapat difriksionasi dengan distilasi menjadi kandungan rosin sampai 1%.
Alkyd dari minyak tall mendekati alkyd dari soya dalam performanya.
Minyak Tung
Minyak tung atau minyak chinawood diambil dari biji ohon tung. Kandungan
minyaknya adalah sekitar 50%. Minyak tung mengandung kurang lebih 80% asam
eleostearic yang mana adalah minyak terkonjugasi. Minyak tung mengering dengan cepat
menjadi film yang keras yang mempunyai ketahanan terhadap air dan alkali dan tahan
lama.
Minyak Oiticica
Minyak oiticica didapat dari biji pohon Licania rigida, yang asli dari Brasil.
Minyak oiticica adalah unik karena mengandung grup keto-acid. Fitur-fiturnya mirirp
dengan minyak Tung, namun mengering lebih lama, dan filmnya lebih rapuh dan lebih
tidak tahan air.
Minyak Castor dehydrated
Minyak kastor didapat dari biji kastor (jarak riccinus). Adalah minyak nondrying
mengandung grup asam hidroksi. Dengan dehidrasi kimia, grup hidroksil dipindahkan
sehingga meninggalkan ikatan ganda. Minyak kastor terdehidrasi adalah minyak drying
reaktif dengan film yang tahan pudar.
Minyak ikan
Minyak ini disdapat dari sarden dan menhaden. Minyak ikna mengandung banyak
asam lemak tak jenuh ditambah asam nondrying dengan daya tahan warna yang baik,
namun masih sedikit lengket walaupun kering.
Minyak kelapa
Minyak kelapa didapat dari kopra, bungkil kelapa kering mengandung minyak hingga
65%. Minyak ini termasuk nondrying dengan fleksibilitas yang baik dan tahan pudar.
Minyak cottonseed
Minyak cottonseeed adalah produk dari kapas, minyak nondrying yang lebih
murah dari minyak kelapa namun kualitasnya lebih buruk.
Ektraksi minyak
Minyak didapat dari biji, bungkil atau material lain dengan ekastraksi press,
ekstraksi solvent atau kombinasi keduanya. Pada ekstraksi press, langkah utama adalah
pembersihan, penumbukan, pemasakan kukus dan di press pada plat press. Pada ekstraksi
solvent, langkah-langkahnya sama namun minyak-minyak ini diekstrak dengan solvent
seperti heksana. Minyak-minyak yang dihasilkan dari metode ini dinamakan minyak
mentah (raw oil)
Refining (pemurnian)
Minyak-minyak yang masih mentah tersebut dapat dihilangkan bahan-bahan
takmurninya melalui proses yang dinamakan refining. Ada beberapa metode refining
secara umum dibagi menjadi tiga yaitu : mekanis, asam dan basa.
Pada pemurnian mekanis, oil pertama-tama di treatment dengan air 2% pada suhu
0
180 F dan di-sentrifuse. Ini akan mengumpulkan dan menghilangkan kotoran. Hasilnya
adalah minyak non-break, artinya tidak terdapat pemisahan dari material padat ketika
dipanaskan samapai suhu 6000F. Untuk warna yang lebih pucat, minyak non-break tersebut
di treatment dengan peroksida organik atau penyerap warna seperti bentonite.
Pemurnian asam dikerjakan dengan asam sulfat. Ketika warna yang lebih terang
diinginkan, bleaching clay seperti bentonite dapat ditambahkan kemudian dilakukan
penyaringan.
Minyak dengan pemurnian sistem alkali paling banyak digunakan. Larutan sodium
hidroksida ditambahkan ke dalam minyak mentah untuk mengurangi nilai asam dibawah
0.3. Keasaman yang rendah memberikan warna yang baik pada vernish. Alkali juga
menyerap kotoran-kotoran, phosphatide dan warna.

4.6.3 Processed and treated oil


Minyak mentah dapat langsung digunakan pada formula cat. Namun, pada banyak
kasus, minyak-minyak ini diproses dahulu sebelum dipakai.
Boiled oil adalah istilah untuk minyak linseed yang dibuat dengan pengering logam
dan kemudian dipanaskan.
Minyak terpolimerisasi panas dibuat dengan memanaskan minyak bebas pecah
sampai kekentalan yang diinginkan dicapai. Temperatur yang optimum untuk pemanasan
adalah antara 550 – 6000F. Kekentalan sampai Z9, dapat dicapai, ini adalah proses
polimerisasi.
Proses polimerisasi rantai asam lemak
Blown oil dibuat dengan cara mengalirkan gelembung udara ke dalam minyak pada
temperatur 180-2300F. Ini menimbulkan oksidasi parsial dari minyak, sebuah pengurangan
dalam ke-takjenuhan dan polimerisasi. Saat proses blowing, minyak mengalamin
pertambahan berat dengan penambahan oksigen.
Tabel 4.1 menunjukkan perubahan-perubahan pada pembentukan (bodying) minyak
linseed termurnikan dengan metode alkali. Saat tahap pertama pemanasan, warna dari
minyak linseed menjadi terang kemudian menjadi gelap. Pembentukan asam bebas dan
warna sesuai dengan dekomposisi oksdasi pada saat pemanasan ketel terbuka. Ketika
pembentukan dilakukan pada tekanan rendah atau dibawah 1 atmosfer, perubahan-
perubahan ini dapa diminimalisir. Penambahan nilai iodine adalah hasil dari saturasi dari
ikatan ganda karbon dan hasilnya tumbuh pada berat molekul sebagai refleksi pada
penambahan berat jenis. Minyak linseed bentukan mengering satu sampai enam kali leibih
cepat dibanding minyak mentah. Secara umum, terdapat hubungan yang baikl antara laju
kering dari suatu minyak dan laju pembentukan.

Tabel 4.1 Pembentukan minyak linseed melalui proses panas


4.6.4 MODIFIED OIL
Maleic Treated Oil
Dibuat dengan cara memansakan minyak tak jenuh dengan 2-10% maleic
anhydride. Maleic anhydride bereaksi dengan minyak pada ikatan ganda. Maleic anhydride
bereaksi lebih cepat dengan ikatan ganda terkonjugasi.

Minyak yang di treatment dengan maleic dapat dibuat larut air dengan cara
mereaksikannya dengan amoniak atau amine. Untuk sistem solven, sejak minyak tersebut
bersifat asam, minyak tersebut direaksikan dan dinetralisir dengan suatu polyol. Maleic
anhydride juga bereaksi dengan asam tak terkonjugasi. Penambahan fungsional dari
minyak yang di treatment dengan maleic menjelaskan peningkatan-peningkatan fitur,
terutama laju pembentukan yang lebih cepat, kecepatan kering, dan ketahanan air dari
minyak tall dan soya yang din treatment.
Copolymer Oil
Minyak kopolimer dibuat dengan proses pemanasan sebuah minyak tak jenuh
dengan monomer reaktif seperti styrene atau vinyltoluene. Dengan minyak terkonjugasi
seperti minyak tung, kopolimer dibentuk Bagaimanapun, dengan minyak seperti minyak
linseed, polimer dalam jumlah besar dibentuk sehingga minyak adalah campuran besar
antara homopolymer dan minyak. Masalah utama pada styrenasi minyak adalah untuk
mendapat produk yang homogen dan mengering membentuk lapisan yang bening. Minyka
terstyrenasi adalah minyka cepat kering dan mempunyai ketahanan pudar dan ketahanan
terhadap air yang baik, namun mempunyai ketahanan terhadap solvent yang buruk.
Epoxidized Oil
Minyak terepoksidisasi dibuat dari reaksi minyak tak jenuh dengan asam perasetat.
Ikatan gandanya terkonversi menjadi grup-grup epoxy atau oxyrane. Material ini dipakai
sebagai plastisizer.
4.6.5 DRYING FENOMENA
Ketika film minyak drying diekspos ke udara, oksigen masuk ke dalam film yang
masih basah. Oksigen membentuk peroksida-peroksida dan hidroperoksida-hidroperoksida
pada ikatan ganda dan grup pendamping –CH2– yang cukup reaktif, sebagai ikatan
ganda untuk merka sendiri. Formasi peroksida akan memindah ikatan ganda yang dapat
dideteksi melalui pengurangan nilai iodine.

Formasi hidroperoksida akan mengambil tempat sebagai berikut :

Sekarang secaraumum dapat dipercaya bahwa polimerisasi oksidasi dari minyak


drying dibuat melalui terbentuknya radikal-radikalbebas dengan dekomposisi dari
peroksida-peroksida dan hidroperoksida-hidroperoksida. Polimerisasi adisi dimulai oleh
radikal-radikal bebas kemudian diproses dengan meng-cross-link (lintas jalur) dari rantai
ke rantai melalui ikatan ganda.
Campuran logam tertentu yang mengandung cobalt, manganese, lead, dan lain-
lain mempercepat fenomena polimerisasi oksidasi ini.
Tabel 4.2 Klasifikasi minyak secara luas
Drying Semi drying Non drying
Linseed Safflower Cottonseed
Tung Soya Castor
Oiticica Asam tall oil Kelapa
Kastor
terdehidrasi
Ikan
Minyak drying sering diklasifikasikan sebagai minyak keras dan lunak. Minyak
keras adalah minyak yang kering dengan cepat, memberikan film yang keras, dan
berpolimerisasi panas dengan cepat. Minyak keras adalah minyak tung, oiticica dan kastor
terdehidrasi. Minyak keras mengandung asam lemak terkonjugasi yang membuat cepat
kering. Pada asam lemak normal, ikatan gandanya terisolasi, sebaliknya pada asam lemak
terkonjugasi, ikatan gandanya urut dan sehingga lebih reaktif.

4.7 Resin Alkyd


4.7.1 Pendahuluan
Resin alkyd adalah resin yang mempunyai fitur yang paling memenuhi kriteria
yang diinginkan pada cat protektif. Solvent murah dapat dipakai pada resin ini,
memberikan kemudahan aplikasi dan bau yang tidak menyengat. Alkyd adalah binder yang
paling ideal untuk cat berpigmen karena alkyd mempunyai fitur wetting dan dispersing
pigmen yang baik. Secara umum cat alkyd adalah cat yang low cost, mempunyai daya
tahan yang baik, fleksibel, kilap yang tahan lama, tahan terhadap solvent, keras, tahan
panas, dan warnanya tak mudah pudar.
4.7.2 Kombinasi
Alkyd dapat dikombinasikan dengan binder-binder lain sebagai berikut :
1. Nitrocelullose
2. Resin urea-formaldehyde
3. resin melamine-formaldehyde
4. Resin phenolic
5. Ethyl celullose
6. Chlorinated rubber
7. Chlorinated paraffin
8. Epoxy resin
9. Polyisocyanates
10. Resin silikon
11. Polyamida
12. Resin alam
13. Celullose acetate butyrate
14. Monomer (styrene, vinyl toluene, methyl methacrylate)
15. Lateks sintetis (styrene-butadiene, polyvinyl acetate, acrylic)

4.7.3 Definisi
Alkyd termasuk golongan resin sintetik dan paling cocok dideskripsikan sebagai
resin polyester dari modifikasi minyak. Alkyd adalah produk reaksi yang diturunkan dari
polyhidric alkohol, asam polybasic, dan asam lemak monobasic. Kata ”al” berasal dari
alcohol dan ”kyd” merepresentasikan suku kata terakhir dari acid (asam). Oleh karena itu,
alkyd adalah termasuk anggota dari material yang dkenal sebagai ester polimerik.

4.7.4 Polimerisasi Esterifikasi


Pada bagian ini akan dijelaskan kimia dasar apa saja yang terlibat. Reaksi
esterifikasi paling dasar adalah antara sebuah asam monofungsional seperti asam asetat,
dan sebuah alkohol monfungsional seperti metil alkohol (methanol) untuk membuat methyl
acetate dan air. [gambar 4.1A].

gambar 4.1A
Ketika reaksi ini dapat dibalik, adalah perlu untuk memindah air untuk mengatur agar
reaksi sempurna. Jika metil alkohol diganti dengan ethylene glycol, molekul yang lebih
besar, yaitu ethylene diacetate, dibuat [gambar 41.b].

gambar 4.1B
Melangkah lebih jauh lagi, dengan mengganti asam asetat dengan asam bifungsional
seperti asam suksinat, molekul kompleks terjasi. Pertama-tama ester primer terbentuk,
yang mengandung grup ujung hidroksil dan karboksil. Sejalan dengan reaksi berlangsung,
molekul kedua asam suksinat dapat mengesterifikasi grup hidroksil. Kemudian molekul
kedua dari ethylene glycol dapat mengesterifikasi grup karboksil. Seri reaksi ini dpat
berlanjut dengan alternatif glikol lain dan grup asam yang ditambahkan pada rantai sampai
terbentuk molekul yang linear dan rantai yang panjang. [gambar 4.1C]
gambar 4.1C

Jika fungsionalitas salah satu dari reaktan lebih dari 2, kondisi dari reaksi itu akan berubah
lebih jauh. Jika glycerin yang mempunyai fungsionalitas 3, direaksikan dengan asam
suksinat, reaksinya pada saat pertama adalah mirip dengan sebelumnya. Asam suksinat
pertama-tama akan bereaksi dengan grup-grup hidroksil primer dari glycerin untuk
membentuk rantai yang pendek dan linier. Sejalan dengan berlangsungnya reaksi, alkohol
sekunder bereaksi, membentuk struktur bercabang. [gambar 4.1 D].

gambar 4.1D
Pada akhirnya, branching (pencabangan) dan crosslinking (tautan silang) membuat suatu
tingkatan dimana molekul adalah tidak lagi soluble (larut) atau fusible (lebur) dan
mencapai gel state. Termasuk suatu asam lemak dimana didapat sebuah alkyd, seperti
ditunjukkan pada gambar 4.1 E
gambar 4.1B
Keterangan :

4.7.5 RAW MATERIAL


Sebelum membahas beberapa macam resin alkyd, adalah sangant perlu untuk
memahami tipe-tipe alkohol, asam, dan minyak yang dapat digunakan untuk alkyd.
Beberapa yang disebutkan dibawah ini adalah yang paling umum digunakan, namun masih
banyak lainnya yang bisa digunakan.

Polyol
Alkohol polihidric yang ditunjukkan pada gambar 4.1 mempunyai fungsionalitas
abtara 2 sampai 6. Glycerin pertama kali didapat dari proses produksi sabun dengan
memisahkan lemak dan minyak. Pada awal 1940, gliserin sintetik pertamakali diproduksi
dari minyak bumi. Glycerin mempunyai fungsionalitas 3 dan mengandung grup hiroksil
primer dan sekunder. Penggunaan utama gliserin adalah untuk produksi alkyd short oil dan
alkyd medium oil.
Pentaerythritol adalah polyol second only to glycerin, untuk aplikasi alkyd dan
diproduksi melalui proses kondensasi dari asetaldehida dengan formaldehida dalam media
alkali cair. Pentaerythritol mengandung 4 grup hidroksil primer dan sangat baik untuk
produksi alkyd long oil.
Polypentaerythritol, dipentaerythritol, dan tripentaerythritol adalah produk turunan
dari pembuatan pentaerythritol. Karena tingginya fungsionalitasnya (antara 6 sampai 8),
mereka digunakan pada alkyd long oil.
Ethylene glycol adalah glycol paling penting yang digunakan dalam resin alkyd.
Saat ini, glycol adalah polyol yang paling murah yang dapat dipakai. Namun volatilitas
(penguapan) glycol menjadi kekurangan pada produksi alkyd. Pada banyak kasus, glycol
dikombinasi dengan polyol yang fungsionalitasnya lebih tinggi seperti pentaerythritol.
Trimethylolethane dibuat dengan cara kondensasi dari formaldehida dengan
propionaldehida. Trimethylolethane mengandung tiga grup hidrosil primer.
Trimethylolpropane dibuat dengan cara kondensasi dari formaldehida dengan
butyraldehida.
Sorbitol dibuat dengan cara hidrogenasi katalitik dari glukosa. Sorbitol mengandung 6 grup
hidroksil, namun fungsionalitasnya dikalkulasi hanya 4, semenjak tidak semua hidroksil
akan beresterifikasi pada kondisi proses alkyd.
Asam
Material asam dapat dalam bentuk asam atau anhidrida. Anhidrida dibentuk dari
dua ekivalen dari asam tanpa sebuah mol air. Laju reaksi lebih cepat ketika anhidrida
dipakai, dan air yang muncul dari reaksi lebih sedikit. (tabel 4.2)
Phtalic anhydride (ortho) adalah asam dibasic utama yang dipakai pada alkyd.
Kecualui spesifik, phtalic mengacu ke bentuk ortho. Phtalic anhydride diproduksi dengan
cara oksidasi katalitik dari naphtalene atau orthoxylene.
Isophtalic acid (meta) dibuat dengan cara oksidasi katalitik dari xylene. Terephtalic
acid (para) sangat sulit untuk dipakai di alkyd karena tingginya titik lelehnya.
Tetahydrophtalic anhydride diproduksi dari raeksi Diels Alder dari maleic anhydride
dengan bahan minyakbumi tak jenuh.
Maleic anhydride dibuat dengan cara oksidasi katalitik dari naphtalena dan adlah
bentuk cis dari butendioic anhydride. Maleic adalah tak jenuh, dan akan, oleh karena itu
ber-crosslink dengan ikatan ganda asam lemak. Sejak maleic anhydride meningkatkan
fungsionalitas dari sistem, kadangkala ditambahkan ke alkyd untuk menambah kekentalan.
Asam adipat didapat dengan cara oksidasi dari cyclohexane. Pada alkyd, material
ini membuat lunak dan membuat resin menjadi fleksibel.
Asam Benzoic tidak dapat digunakan sebagai asam organik tunggal, semenjak
asam benzoic adalah monofungsional. Bagaimanapun, sedikit phtalic anhydride diganti
dengan asam benzoic berlaku sebagai penghenti rnatai dan alkyd dapat dimasak ke nilai
asam yang lebih rendah tanpa terjadinya gellation (membentuknya gel).
Asam lemak dan minyak
Minyak dan asam lemak memberikan fleksibilitas dan kering u alkyd. Solvent pertama-
tama menguap dan ikatan ganda takjenuh berpolimerisasi pada oksidasi atmosfer. Secar
umum, senmakin tinggi ketakjenuhan, sebagaimana dihitung melalui nilai iodine, semakin
tinggi daya keringnya dan semakin gelap resin alkydnya. Minyak asam adalah trigliserida
dari asam alifatik yang mempunyai 18 karbon pada rantainya. Jumlah ikatan ganda
takjenuh bervariasi mulai dari stearic acid yang jenuh komplet sehingga tidak mempunyai
ikatan ganda, sampai ke oleostearic yang mempunyai tiga ikatan ganda. Material ini
dibaahs pada bab oil and fats.(bab 3)
4.7.6 PREPARATION
Alkyd dapat disiapkan langsumg dari sebuah asam lemak, polyol dan asam, atau
dari minyak (trigliserida), polyol dan asam. Bagaimanapun, jika suatu usaha untuk
membuat alkyd dengan meraksikan minyak, glycerin, dan phtalic anhidride bersamaa-sama
pada bentuk glyceril phtalate, hal ini akan terjadi pengendapan, dan tak akkan dalam
minyak. Meski demikian, suatu alkyd dapat disiapkan dari bahan-bahan teresbut jika reaksi
yang dipakai berbeda. Minyaknya pertama-tama dikonversikan dahulu menjadi sebuah
monogliserida dengan memanaskannya dengan polyol dengan bantuan katalis.
Monogliserida kemudian bereaksi dengan phtalic anhydride dan kemudian membentuk
sebuah alkyd.
Variasi dari tipe dan jumlah minyak memberikan variasi pada lapisan film seperti
fleksibilitas dan kekerasan. Peersentasi minyak dalam sebuah alkyd mengklasifikasikan
alkyd pada penggunaan akhir sejak mempengaruhi kering, fleksibiliotas, durabilitas, dll.
4.7.7 STRUKTUR ALKYD
Gambar 4.3 menunjukkan komposisi dan struktur paling simpel dari lkyd short oil,
medium oil dan long oil. Sebenarnya, molekul-molekulnya adalah sangat kompleks,
sehingga tidak bisa ditunjukkan. Molekul-molekul itu aadlah tiga dimensi, dan gambar
tersebut hanya menunjukkan sedikit dari molekul tersebut. Branching (pencabangan) tidak
ditunjukkan. Ilustrasi tersebut menunjukkan sebuah alkyd glyceril phtalate dibuat dari
phtalic anhydride (bifungsional), glicerin (trifungsional) dan asam lemak
(monofungsional).
Tipe I adalah alkyd bebas minyak atau polyester dibuat dengan kelebihan grup
hidroksil. Resin ini larut terhadap alkohol pada tahap awal dari kondensasi.
Tipe II adalah alkyd short oil dimana rantai asam lemak bereaksi dengan sebuah
porsi dari grup hidroksil, mengurangi jumlah kelebihan hidroksil. Resin ini larut pada
solvent aromatik.
Tipe III adalah alkyd medium oil, dimana utamanya seluruh grup hodroksil
direaksikan dengan rantai asam lemak.Alkyd ini larut pada solvent aliphatic.
Tipe IV adalah alkyd long oil, dimana terdapat kelebihan minyak yang dibutuhka
untuk esterifikasi. Kelebihan minyak ini ada namun tidak bereaksi dengan alkyd atau diikat
oleh polimerisasi panas dengan asam lemak pada alkyd.
KALKULASI
Kalkulasi di bawah ini adalah contoh dari kalkulasi dari alkyd yang dimasak
dengan proses asam lemak dan alkoholisis.
Pemasakan asam lemak

Pemasakan alkoholisis

4.7.8 MANUFAKTUR
Resin alkyd dibuat dengan cara proses batch dua tahap. Tahap pertama adalah
reaksi esterifikasi dimana material-material direaksikan ke titik akhir spesifik. Kemudian
resin didinginkan secara parsial dan dimasukkan ke dlam solvent pada tangki pelarut. Dari
titik ini, alkyd dipompa ke dalam filter press untuk pembersihan dan dimasukkan ke dlam
tangki penyimpanan.
Reaksi esterifikasi dapat dilaksanakan dengan proses fusi atau proses solvent. Pada
metode fusi, reaktan dimasukkan ke dlam ketel dan dipanaskan pada kondisi atmosfer
rendah. Mendekati akhir pemaskan, gas ditiupkam ke dlam masssa resin untuk mengambil
air dan material yang tak bereaksi.
Proses solvent memakai sedikit solvent (3-10%) pada campuran reaksi berfungsi
sebaagai media pembalik. Air pada reaksi tersebut dibawa oeh solvent, dipisahkan, dan
solvent dikembalikan ke batch.
ALKYD SHORT OIL
Terdapat dua tipe, drying dan non-drying. Tipe non-drying adalah berfungsi
sebagai plasticizer dan tidak berfungsi sebagai pembentuk fil. Alkyd short oil mengandung
minyak soya atau minyak kastor terdehidrasi banyak dipakai bersama resin amino untuk
aplikasi cat peralatan. Short oil ynag mengandung minyka nondrying sepertio minyak
kelapa dipakai bersama resin nitroselullose untuk aplikasi cat mobil. Alkyd short oil dari
minyak linseed dapat digunakan beerdiri sendir untuk cat air-drying atau baking (bakar).
Formula dibawah ini adalah alkyd short ioil dari minyak kastro dehydrated dengan
prioses solvent: Kastor terdehidrasi dikonversikan ke monogliserida dengan metode
alkoholisis. Alkyd ini cocok untuk binder cat sistem bakar baik berdiri sendiri atau
dikombinasi dengan resin amino.

Panaskan kastor terdehidrasi, gliserin dan litharge sampai 4500F. Tahan untuk tes
methanol. Dinginkan sampai 2800F, tambahkan phtalic anhydride dan 4%xylene (18
pound), dan panaskan ke temperatur refluks. Masak kurang lbih 6 jam sampai karakteristik
dicapai. Encerkan dengan xylene dengan bagian berat yang sama.
ALKYD MEDIUM OIL
Adalah alkyd paling serbaguna dan digunakan untuk aplikasi airdry dan baking.
Minyak yang dipakai biasanya linseed, soya atau minyak tall. Berikut adalah formula
medium oil tall alkyd dengan pemasakan asam lemak disiapkan oleh metode fusi.

Panaskan asam lemak tall oil, petaerythritol dan phtalic anhydride ke temperatur
5500F dalam ketel yang dilengkapi dengan kondenser uap. Setelah satu jam pemanasan,
aliri dengan gaslemah sampai nilai sam 10 dicapai. Waktu total sekitar 6 jam. Encerkan
dengan mineral spirit dengan bagian berat yang sama.

ALKYD LONG OIL


Alkyd long oil digunakan untuk aplikasi eksterior dimana film yang fleksibel
diinginkan. Formula berikut adalah l\alkyd long oil dari minyak linseed glyceril phtalate
dibuat dengan proses fusi. Tahap alkoholisisi digunakan pada minyak linseed.
Panaskan minyak linseed dan gliserin sampai 5000F. Tambahkan litharge dan tahan
sampai bening dengan methanol. Masak sampai nilai asam 10 dicapai. Turunkan ke solid
70% dengan mineral spirit.

4.8 RESIN NATURAL


4.8.1 Rosin
Gum rosin relatif merupakan rosin yang murah yang secara luas digunakan dalam
industri cat. Gum rosin secara alami diperoleh dari menyadap pohon pinus. Rosin
mempunyai titik lebur yang rendah dan acid value tinggi. Sebelum digunakan untuk bahan
cat dan vernis rosin perlu untuk dimodifikasi secara kimia. Rosin mengandung 90% asam
rosin dan 10 % rosin netral. Asamnya monobasic dan mengandung asam tak jenuh.
Kandungan utama asamnya adalah abetic acid yang mana dapat diisomerisasikan menjadi
levopimaric acid dengan perlakuan panas.
4.8.2 Limed Rosin
Rosin yang keasamannya tinggi dapat dikurangi dan titik leburnya dapat dinaikkan
dengan cara mereaksikannya dengan 4% - 8% hidrated lime. Rosin dipanasi sampai 232oC
dan hidrated lime dimasukkan secara perlahan – lahan dengan pengadukan yang konstan.
Selanjutnya suhu dinaikkan menjadi 275oC dan masa dibiarkan pada suhu tersebut sampai
sample yang diambil menjadi clear apabila didinginkan. Limed rosin lebih murah dari pada
ester gum dan lebih disukai apabila pertimbangan harga murah yang diutamakan.
4.8.3 Gloss oil
Larutan yang dibuat dari limed rosin dan white spirit dinamakan “Gloss oil”. Gloss
oil dapat juga dipersiapkan dengan cara thinning adonan limed rosin setelah mengalami
pendinginan sampai suhu 215oC . Gloss oil dapat ditambahkan pada vernis dan resin lain
seperti alkyd resin untuk membikin enamel yang lebih murah atau dapat ditambahkan pada
pigmen untuk pasta.
4.8.4 Zinc resinate
Rosin dapat dipanasi dan ditambah zinc oksida untuk membentuk zinc resinate.
Resin ini mempunyai titik lebur yang tinggi dan sifat pengeringan yang bagus manakala
digunakan dalam industri coating. Banyak digunakan untuk finishing dekoratif interior dan
lacquer nitroselulose dan berbagai macam formulasi cat.
4.8.5 Ester gum
Ester gum dibuat dengan mencampurkan 3 mol rosin dan 1 mol gliserol. Rosin
dimasukkan dalam ketel baja dipanasi sampai suhu 260oC dibawah lingkupan CO2.
Gliserol ditambahkan secara perlahan – lahan disertai pengadukan. Kemudian suhu
dinaikkan sampai 288oC. Masa dipertahankan sampai diperoleh acid value yang diiginkan
dan kemudian dilakukan vaccum untuk menghilangkan kelembaban dan gliserol.
Ester gum dengan harga asam yang tinggi digunakan dengan varnesh heavy oil
karena lebih baik dalam mengurangi gelation dibanding yang harga asamnya rendah. Juga
mempunyai sifat – sufat pembasahan pigmen yang baik. Karena ester gum mengandung
gugus yang tidak jenuh akan teroksidasi jika dibiarkan dalam udara terbuka oleh karena itu
kontainernya harus yang kedap udara untuk menghindari reaksi okdidasi.
4.8.6 Penta Erythritol Esters
Apabila gliserol diganti dengan penta erythritol maka titik lunaknya akan naik.
Rosin dipanasi sampai 205oC dalam lingkup karbon dioksida, penta erythritol ditambahkan
dengan pengadukan konstan. Suhu dinakkan dari 293oC sampai 296oC dan masa campuran
dipertahankan sampai nilai asam yang diharapkan biasanya antara 12 sampai 15. Harus
menggunakan ketel baja agar diperoleh warna yang lebih baik. Penta erythritol ester
mempunyai sifat yang lebih stabil pada suhu yang lebih tinggi bila digunakan pada
pembuatan vernis dan mudah dilarutkan serta keringnya lebih keras.
4.8.7 Maleic Modified Rosin
Rosin dipanasi sampai 94oC dan ditambahkan maleic anhidrid perlahan – lahan
dengan suhu dinaikkan bertahap sampai 149oC sampai reaksi selesai. Maleic modified
rosin mempunyai titik lebur, acid value yang tinggi dan larut dalam alkohol dan glikol dan
seirng digunakan dalam vernis alkohol, cat printing dan berbagai jenis lacquer.
Karena acid valuenya tinggi membuatnya sangat reaktif dengan bahan coating yang
lain. Oleh karena itu diesterifikasi dengan alkohol utnuk penggunakan vernis yang lebih
umum. Resin maleic pentamodified dapat digunakan dengan bodying oil yang lambat
untuk pembuatan vernis, tetapi tidak akan cocok untuk lacquer dan vernis alkohol.
4.8.8 Dammar
Damar adalah resin yang tidak keras yang mempunyai aroma yang khas dan
dicirikan dengan kelarutannya dalam hidrokarbon tetapi tidak dalam alkohol. Damar sering
digunakan pada jenis vernis yang murah, vernis kertas, enamel yang tahan api dan lacquer.
Kekurangan yang menonjol dari damar adalah sifat yang kurang keras dan tidak tahan
lama apabila digunakan untuk aplikasi di tempat terbuka. Biasanya digunakan untuk
mengkilapkan enamel dan cat murah aplikasi interior. Sebagai bahan utama yang
digunakan dalam vernis bebas minyak seperti vernis untuk kertas kristal dan vernis map
dengan cara melarutkannya dalam terpentin pada kondisi dingin, yang akan menghasilkan
vernis yang sangat pucat dan dimana keringnya sangat cepat yang akan menghasilkan film
sangat elastis.
4.8.9 Amber
Merupakan resin yang sangat keras, rosin ini tidak larut dalam carbon bisulphida,
minyak bumi, alkohol, benzene dan asam asetat. Amber yang dalam kondisi lebur dapat
larut dalam minyak biji kapuk yang panasa, chloroform, ether, benzene, petroleum, spirtus,
dan terpentin tetapi tidak larut dalam alkohol. Amber jarang digunakan dalam pembuatan
vernis karena alasan harga yang sangat mahal.
4.8.10 Copals
Meliputi beberapa resin natural antara lain, manila, congo, kauri dan lain – lain.
Secara umum copal mempunyai harga asam yang lebih tinggi dibanding resin alami yang
lain.
4.8.11 Manila
Rosin ini larut dalam alkohol, keton dan hampir cocok utnuk semua pelarut,
minyak dan resin. Manila yang tingkatannya lunak dan menengah digunakan sebagai
pengganti shellac. Resin manila dapat digunakan untuk industri vernis tetapi masih kurang
bagus jika dibanding shellac. Jalan. Manila digunakan dalam pengecatan jalan diapdukan
dengan alkohol sebagai pelarutnya yang mana tidak akan membuat bereaksi dengan aspal
4.8.12 Congo
Merupakan resin fosil yang sangat keras, varietas kongo yang paling baik secara
prktis adalah yang tidak berwarna. Sebelumditreatmen kongo tidak larut dalam semua
pelarut organik setelah ditreatmen kongo dapat larut dalam pelarut organik, minyak dan
resin. Banyak digunakan dalam lacquer dan vernis karet dan dalam indusstri enamel karena
mempunyai kemampuan merekat yang kuat pada permukaan logam.
4.8.13 Kauri.
Merupakan resin fosil yang sangat keras, kauri larut pada alkohol, keton minyak
dan rosin sebelum ditreatmen tetapi setelah ditreatmen kauri dapat larut hampir dalam
semua pelarut digunakan dalam industri lacquer dan vernis. Merupakan resin yang sangat
berharga karena dapat dikombinasikan dengan semua minyak dengan sangat mudah.
4.8.13 Shellac
India adalah produsen shllac terbesar, hampir 90% permintaan dunia diambil dari
sana. Merupakan hasil sintesa dari kelenjar suatu insekta. Shellac dapat larut dalam alkohol
dan spirtus membentuk warna kecoklatan yang kebanyakan digunakan dalam french
polish. Berbentuk padat dan berjenis T.N., Button Lac, dan Garnet lac. Merupakan resin
yang digunakan untuk membuat vernis dan lacquer yang peracikannya menggunakan
spiritus, atau menggunakan alkohol manakala sudah kering akan menjadi lapisan yang
keras mulus. Walaupun cukup mahal tetapi masih diaplikasikan dalam mebel, lantai
rumah, model cor dan pernik pernik dari kayu karena sifatnya yang cepat kering, keras,
kuat, transparan dan tahan aus tetapi mempunyai ketahanan terhadap air dan kelembaban
yang buruk.
4.8.14 Natural Asphalt
Aspal alami adalah resin yang sangat keras, rapuh dengan softening point pada
132oC – 205oC. Dari berbagai macam resin aspal maka gilsonit adlah yang paling penting.
Gilasonite adalah yang termurah dan digunakan untuk vernis dan cat high gloss, hitam dan
gelap.
4.8.15 Manjak
Merupakan resin aspal yang lain yang mana berwarna hitam dan keras. Digunakan
dalam coating yang buram dan coating kulit telur hitam, menghasilkan hasil coating yang
kurang kilap dibanding gilsonite. Resin aspal ini mempunyai kecenderungan merembes
pada lapis atas. Perembesan ini yang menyebabkan pembatasan penggunaaanya.
4.8.16 Petroleum Aspahalt
Aspal minyak bumi sering digunakan sebagai bahan impregnasi kertas dan kain dan
sebagai bahan tahan air, coting bagian bawah, bahan atap dan cat yang tahan asam dan
basa. Kelebihan yang paling utama adalah harga murah dan ketersediaannya yang
melimpah. Karena harga yang murah maka sering digunakan sebagai pelapis yang tebal.
Kekurangannya adalah sifat yang mudah merembes sampai lapisan coating yang paling
atas.

4.8.17 Coaltar pitches


Merupakan hasil distilasi dari tar batu bara, sangat mudah larut dalam benzene dan
carbon bisulphida. Digunakan pada atap rumah, dasar kapal, bahan tahan air dan sering
digunakan sebagai vernis insulasi.
4.8.18 Glue
Merupakan bentuk murni dari gelatin, diturunkan dari kulit, tulang binatang dan
tulang ikan. Dapat larut dalam air dan berguna sebagai cat yang mudah larut dalam air.
Sebagai binder dalam cat calcimine bubuk kering. Hal yang menonjol dari glue adalah
harga yang murah. Hal yang paling merugikan adalah kelarutan permanen dalam air dan
sifat pembentukan film yang jelek.
4.8.19 Casein
Merupakan kandungan albumen dalam susu. Diendapkan dari susu dengan cara
penambahan asam. Casein ditambahkan dalam persentase yang sangat sedikit sebagai
koloid pelindung dan thickening agen. Casein kurang larut dalam air tetapi larut dalam
larutan alkali. Digunakan sebagai coating dalam kertas dan yang secara relatif mempunyai
ketahanan air yang jelek. Media air yang digunakan untuk pengendapan dalan finishing
kulit berbasis pada casein.
BAB V
PIGMEN

Memerlukan penjelasan yang sangat panjang kalau pigment berperan dalam coating.
Kenyataannya lapisan film mengandung beberapa lapisan dan bahwa distribusi dari
pigment pada setiap lapisan dapat berbeda dari lapisan sebelumnya atau selanjutnya. Sifat-
sifat warna dari film misalnya elasticity, toughnees, kekuatan film tergantung dari
distribusi dari vehicle diantara partikel pigment.

Suatu pigment dapat organic atau anorganic yang awalnya didefinisikan sebagai bahan
padat, dalam bentuk partikel yang sangat kecil, yang digunakan dalam satu media tetapi
tetap tidak larut dalam media cat. Pigment mempunyai aturan khusus dalam Formulasi cat
dan sifat-sifat yang mendukung pigment adalah seperti berikut ini :
1. Mendukung warna
2. Opacity
3. Menaikan ketahanan film terhadap Ultra Violet
4. Menaikan ketahanan terhadap korosi
5. Memodifikasi sifat aliran.
6. Menaikan sifat ketahanan terhadap cuaca

Sesuai dengan pengaruh pigment mempunyai sifat mengembang pada film minyak, maka
pigment dapat dibagi dalam dua kategori :
1. Yang sangat mempengaruhi kekuatan mengembang film misalnya : Basic lead
carbonat, TiO2, Ba2SO4.
2. Yang secara definitive menaikkan kekuatan mengembang film misalnya : ZnO2,
Lithopine.

1. Klasifikasi Pigment
Natural Anorganik Pigment
1. White : tidak ada
2. Coloured : Iron Oxide
3. Ekstender : Barytes, Limiting, China Clay, Mica, Talc.
Syntetic Anorganik Pigment
1. White : TiO2, ZnO2, Antimony Oxide, White Lead, Lead Sulfat.
2. Coloured : Iron Oxide, Red Lead, Cadmium Red, Lead Silicocromat, Lead
Cromate, Zinc Cromate, CadmiumYellow,Calcium Plumbat,
Chromium Oxide, Prusian Blue, Ultra Marine Blue.
3. Metallic : Alumunium, Zinc, Lead.
4. Ektender : Banefixe, Paris White.
Syntetic Organik Pigment
1. White : None
2. Coloured : Tilinidine Red, Anylamide Red, Hansa Yellow, Bezidine
Yellow, Pigment Green, PtaloCyanine blue, Car Bin, etc.

2. White Pigment
Pigment putih mempunyai prosentase konstitusi terbesar dari pigmen yang sekarang
digunakan kurang lebih 90% dari keseluruhan.
1.Titanium Dioksida (TiO2)
Adalah pigmen putih yang secara luas digunakan dalam industri dekorasi, cat dan yang
lainnya. Pigment Titanium berkembang dan menjadi kebutuhan utama karena
kombinasi sifat-sifatnya yang unik. Dan saat ini digunakan hampir pada seluruh
coating permukaan dimana pigmen putih dibutuhkan.

Titanium Dioksida diproduksi dalam bentuk kristal, anatase dan rutile. Kristal rutile
lebih kompak daripada anatase yang pada akhirnya Titanium Dioksida rutile
mempunyai indeks refraksi yang lebih tinggi, densitas lebih tinggi dan stabilitas yang
lebih besar.
Grade rutile digunakan secara ekstensif disebabkan oleh daya tahan yang ekselen.
Titanium Dioksida dibuat dengan dua cara :
1. Chloride Proses
2. Sulphate Proses
Chloride proses lebih modern daripada sulphat proses.
Sifat-sifat :
Sifat yang sangat ekstrem dari Titanium Dioksida adalah kekuatan Hiding Power yang
sangat tiggi dan kekuatan tinting. Klas rutile lebih superior dibanding klas anastase
dalam kekuatan hiding, durability, dan tinting.
Perbandingan Anastase dan Rutile

Properties Anastase Rutile

Indeks refraksi 2,55 2,7


Hiding (ft2/lb) 115,0 147,0
Tinting 1250,0 1550,0
Bulking Value (lb/gal) 32,56 35,0

Kecerahan yang sangat tinggi dari Titanium Dioksida memungkinkan untuk produksi
Coating permukaan yang sangat ekstrem. Sangat tidak reaktif terhadap kebanyakan
binder, tahan terhadap kimia, dan menyebar secara mudah untuk finishing high gloss.
Keuntungan yang lain adalah absorpsi minyakanya rendah aliran yang ekselen, retensi
warna yang baik.
Kekurangan yang paling menonjol adalah Chalking atau pengapuran. Anastase akan
segera menjadi berubah chalking apabila terekspose matahari secara langsung
dibanding rutile. Titanium Dioksida aman digunakan pada coating industri makanan,
mainan anak.
2. Zinc Oksida
Secara alami Zinc Oksida adalah basa, digunakan karena kombinasi sifatnya yang agak
tidak lumrah. Zinc Oksida cinderung menjadi Zinc siap khususnya dengan vehicle
yang bersifat asam tinggi. Reaksi tersebut umumnya menaikkan viskositas cairan
coating, yang mana diharapkan. Reaksi tersebut juga menaikkan pembasahan dan
penyebaran Zinc Oksida dalam media.
Zinc Oksida digunakan pada coating marine dan industri finishing karena dapat
menaikkan ketahanan air. Sebagai senyawa basa Zinc Oksida adalah penerima asam
yang mana menetralisasi produk dekomposisi asam dari drying oil. Kelebihan Zinc
Oksida yang lain adalah menghambat korosi dan selanjutnya digunakan apabila
kebutuhan penghambat korosi dibutuhkan.
3. Antimony Oksida (Sb2O3)
Antimony Oksida adalah pigmen putih anorganik sintetis secara luas digunakan
sebagai coating penghambat api.
Antimony Oksida digunakan dalam coating modern dalam hubungan resin coating
chlorine dalam coating retar dan api, karena bersentuhan langsung dengan api, gas
chlorine dibebaskan pada proses dekomposisi dari komponen resin dari film cat dan
bereaksi dengan Antimony Oksida menghasilkan uap Antimony Chloride yang akan
menjaga penyebaran api.
4. White Lead (2PbCO PbCOH2)
Merupakan pigment anorganik sitetis, White Lead adalah material basa yang bereaksi
dengan media dengan harga asam tinggi. White Lead bereaksi sebagai penghambat rust
(karat). White Lead mempunyai gravitasi yang tinggi dan harga bulking rendah, hiding
power, tinting strength dan absorpsi minyak rendah.
Mempunyai ketahanan pemakaian luar yang baik dan menghambat flaking dan
mengelupasnya cat pada saat digunakan. Waktu pengapuran dari film yang
mengandung White Lead tinggi dan aliran, gloss, dan stabilitas warna finisihing
tersebut adalah khas menyebabkan cocok untuk coating finishing.Kelemahan yang
paling menonjol dari pigment White Lead adalah toxicity (beracun) yang menyebabkan
tebatasnya pemakaian dalam coating modern.
5. Basic Lead Sulphat
Merupakan pigmen putih sintetis anorganik. Basic Lead Sulphat basa mempunyai sifat
aliran yang lebih bagus pada media cat daripada White Lead. Basic Lead Sulphat
sangat menghambat korosi dan oleh karena itu digunakan secara meluas untuk kerja
besi baja pada coating pantai.

3. Pigmen penghambat korosi


Korosi merupakan perusakan atau degradsi suatu logam karena serangan kimia. Pigmen
dapat digunakan untuk melindungi korosi dengan :
• Menjaga agar air dan oksigen tidak lewat.
• Melindungi tempat anoda yang sudah menjadi lobang.
• Penyedia ion solubel pemasif untuk melindungi logam.
• Penyedia film insoluble untuk menjaga korosi aktif
Pigmen – pigmen utama penghambat korosi adalah :
1. Red lead
2. Basic lead silicochromate
3. Zinc chromate
4. Calcium, strontium and zinc molybdate
5. Calcium plumbate, CI Pigment Brown 10
6. Zinc phosphate
7. Zinc dust
Kebanyakn dari pigmen tersebut beracun karena kandungan lead dan chrome VI. Pigmen
dipilih secara cermat sesuai dengan bidang aplikasinya. Oleh karena itu pemahaman
terhadap SAFETY DATA SHEET dan TECHNICAL INFORMATION adalah sangat
penting
1. Red lead
Color Index Pigment Red 105
Formula Pb304
Properties
Penggunaan utama red lead dalam plamir atau primer sebagai proteksi logam. Read lead
bereaksi dengan group asam dalam resin memproduksi sabun lead ( lead soaps ) yang
membikin pasif permukaan besi dan baja.
2. Basic lead silicochromate
Formula PbSi03 3Pb0 PbCrO4 PbO3
Properties
Basic lead silicochromate mendukung pada proteksi logam yang berkualitas tinggi dalam
pengecatan otomotif dan baja struktural.dan mudah untuk didispersikan. Grade yang lebih
halus digunakan pada cat electrocoat.
3. Zinc chromate
Color Index Pigment Yellow 36
Properties
Zinc chromate membebaskan ion chromate , yang mana membuat pasif permukaan logam,
memproduksi film pelindung pada anoda yang dapat menjaga resksi anodis.Sejak dari
dahulu sudah digunakan untuk melindungi besi, baja, dan aluminium.
4. Calcium, strontium and zinc molybdate

Formula CaMo04, SrMo04, ZnMo04

Properties
Tiga pigmen tersebut membikin pasif anoda. Pada tahunterakhir ini penggunaannya
berkembang karena pertimbangan sifat fisis yang lebih disukai

Properties of calcium & zinc molybdates


Zinc Calcium Zinc
Property
Molybdate Molybdate
Density 5.06 3.00
Oil Absorption 14 18
Mean particle
0.65 µm 1.88 µm
size
pH 6.5 8.5

5. Calcium plumbate, CI Pigment Brown 10

Color Index Pigment Brown 10


Formula Ca2Pb04
Properties
Calcium plumbate merupakan agen pengoksidasi yang sangat ampuh yang mana bereaksi
dengan grup asam dalam binder dan grup asam lemak seperti liseed oil yang menghasilkan
sabun lead dan kalsium.hal tersebut menambah sifat adhesi fil cat dan mendukung
kekuatan. Efek penghambat korosinya merupakan hasil kemampuan pigmen untuk
mengoksidasi senyawa besi terlarut yang terbentuk pada daerah anoda, dimana kemudian
membentuk suatu film tak larut senyawa besi pada anoda. Hal tersebut menetralisasi
elemen dari sell korosi dan membatasi reaksi korosi lebih lanjut. Pada paruh waktu
tertentu, terbentuk kalsium karbonat pada daerah katoda dari sel korosinya.
6. Zinc phosphate
Color Index Pigment White 32
Formula Zn3 (P04)2 2H20
Properties
Pigmen ini pada sistem cat mendukung good durability, excellent intercoat adhesion dan
sifat flow baik. Dalam lingkungan industri, bereaksi dengan ammonium sulphate
membentuk komplex asam, yang akan menghambat korosi.
7. Zinc dust
Color Index Pigment Metal 6 & Pigment Black 16
Formula Zn

Properties
Merupakan bubuk abu – abu kebiruan yang bereaksi dengan alkali menghasilkan zincate
dan dengan minyak menghasilkan sabun zinc. Ketahanan korosinya muncul melalui suatu
reaksi kimia sacrificial dari pigmen dari pada substrat bajanya. Zinc dust melindungi film
dalam coating eksterior dengan menyerap UV radiasi.
BAB VI PLASTICIZER

Zat pemlastis pada umumnya mempunyai berat molekul yang rendah, merupakan
cairan yang tidak mudah menguap yang mana secara ideal sangat kompatibel dengan
lapisan komponen polimer, menaikkan fleksibilitas dan melunakkan polimer. Fungsi
utama zat pemlastis untuk meningkatkan fleksibilitas film, secara khusus pada binder
yang mempunyai kecenderungan menjadi rapuh karena fleksibilitasnya rendah.
Zat pemlastis eksternal ditambahkan secara fisis kedalam polimer dan zat pemlastis
internal secara kimiawi ditambahkan ke dalam polimer yang akan berikatan dengan
molekulnya dengan mekanisme kopolimerisasi. Selanjutnya zat pemlastis yang
digunakan dalam dunia industri ada berbagai 2 macam;
Zat pemlastis primer, dapat dipandang sebagai pelarut dari polimer. Pemlastis primer
mengandung gugus kimia yang dapat berinteraksi dengan polimer sedemikian rupa
yang mana elastisetas dari pemlastis yang berat molekul rendah masuk diantara rantai
polimer dengan berat molekul tinggi yang akan membentuk struktur yang kurang rigid.
Pemlastis sekunder tidak reaktif terhadap polimer dan beraksi sebagai pelumas.
Pemlastis sekunder mempunyai pengaruh yang berakibat membalik kekuatan film.

Adapun sifat-sifat umum dari pemlastis adalah sebagai berikut ;


1. Compatibility, Zat pemlastis harus kompatibel dengan berbagai macam jenis
polimer. Grup fungsional dari molekul pemlastis biasanya secara alami bersifat
polar yang akan mendukung untuk kompatibilitasnya. Perbandingan yang paling
besar dari grup fungsionalnya terhadap molekul remainder, adalah zat pemlastis
yang terbesar kompatibilitas terhadap polimerdari kompatibilitas yang terbatas.
Misalnya dimethyl pthalat kompatibel dengan selulose asetat tetapi tidak dengan
dibutyl pthalat.
2. Efektif, zat pemlastis yang kan menghasilkan sifat dan karakter yang diinginkan
pada coating permukaan pada prosentasi penggunaan yang terkecil akan dipandang
sebagai yang paling efektif.
3. Permanen, zat pemlastis harus mempunyai sifat volatilitas rendah untuk
mengurangi penguapan coating film. Volatilitas dari pemlastis dipengaruhi oleh
beberapa faktor, tekanan uap ( vapor pressure ), suhu, kompatibilitas dan ketebalan
film.
4. Stabilitas, zat pemlastis harus tahan terhadap panas, cahaya, air, minyak, bahan
kimia dan api, mempinyai solubilitas dalam air yang rendah sehingga tidak dapat
terbawa keluar dari lapisan film.
5. Bau, rasa, racun dan warna, zat pemlastis yang digunakan untuk melapis kontainer
makanan, pakaian, aplikasi medis harus total bebas dari bau dan racun.

Berbagai macam zat pemlastis yang digunakan dalam industi adalah sebagai berikut
ini;
1. Minyak kastor, merupakan minyak non drying, adalah gugus hidroksil yang akan
meningkat kompatibilitasnya dengan nitro selulose. Khususnya minyak kastor coklat
digunakan sebagai zat pemlasti pada lacquer. Minyak kastor asetilated dipakai
sebagai pemlastis pada lacquer nitroselulose dan dalam coating insulasi vinyl.
2. Minyak epoxidised, pemlastis epoksidized dibuat dari munyak drying dan semi
drying. Mempunyai sifat yang cukup dalam kompatibilitas, volatilitas yang rendah
dan fleksibilitas yang sangat ekselent pada temperatur rendah. Harganya lebih murah
yang menggeser stabilser metalik dalam senyawa vinyl mempunyai performans yang
lebih baik pada beaya yang lebih hemat.
3. Camphor, Secara alami ada dalam kayu comphore, digunakan sebagai zat pemlastis
pada varnish dan lacquer dan secara luas sebagai pemlastis celulose ester.
4. Dibutyl pthalat, digunakan sebagai zat pemlastis dengan ciri kompatibilitas yang
baik dalam banyak resin, kekurangannya adalah volatilitasnya yang tinggi.
Dibutyl pthalat telah lama digunakan dalam lacquer nitrocelulose. Menguap dari film
lacquer lebih cepat oleh karena itu pada lacquer grade tinggi penggunaannya diganti
agar tetap terjaga kekerasan dan fleksibilitasnya. Dapat digunakan secara bersama –
sama dengan polimer emulsi polivinil asetat dan sebagai perekat general purpose.

5. Di – ( Zethyl hexyl ) pthalat, disebut juga octyl pthalat ( DOP), DOP kurang
volatile dan mempunyai stabilitas baik dalam panas dan cahaya. Gambar struktur
kimianya adala seperti berikut;
DOP secara luas digunakan sebagai pemlastis dalam resin vinyl dan secara ekstesif
digunakan pada sistem finishing nitroselulose. Tersedia pada harga yang murah,
mempunyai kompatibilitas pada kebanyakan resin, efektifitas yang sangat tinggi,
stabilitas yang baik dan sangat mendukung fleksibilitas pada coating temperatur
rendah.
6. Butyl benzyl pthalate, merpakan pemlastis hasil perkembangan terakhir, saat ini
mengganti posisi di butyl pthalat dalam nitro celulose dan lacquer akrilik.
Komposisinya akan menghasilkan lacquer yang superior dalam kekerasan,
fleksibilitas yang lebih baik, kepadatan yang baik, permeabilitas air yang baik dan
ketahanan pemakaian luar yang hebat. Mempunyai volatilitas yang lebih rendah
dibanding dibutyl pthalat dan stabil terhadap panas dan cahaya serta ketahanan
yang cukup terhadap pelarut dan minyak.
7. Tricresyl phosfate, pemlastis yang tidak berwarna dan berbau serta mempunyai
volatilitas yang sangat rendah. Solubilitas dalam air dan minyak yang rendah dan
mendukung permeabilitas uap air yang baik pada lapisan coating. Merupakan
pelarut untuk nitroselulose dan dapat digunakan dalam jumlah yang banyak tanpa
kuatir akan terjadi sweating. TCP mendukung fleksibilitas yang hebatdan tidak
menurunkan tegangan tensile yang diharapkan. Karena mempunyai ketahanan
panas dan listrik yang baik maka banyak dimanfaatkan pada enamel kawat dan
varnish insulasi.
8. Triphenyl phospat, digunakan untuk sistem finishing nitro selulose yang mana
ada sebagian sifat dari plastisnya cenderung untuk mengurangi flammability dari
film coating. Kompatibel dengan selulose asetat, vinyl resin, dan karet sintetis dan
larut dalam semua pelarut serta minyak vegetable. Mempunyai volatilitas rendah
dan fleksibilitas baik, tahan api dan kekerasan. Karena mempunyai sifat yang
seperti itu maka banyak ditemukan dalam aplikasi industri.
9. Butyl stearat, merupakan pemlastis sekunder untuk nitroselulose dan lacquer.
Butyl stearat menjaga dan meningkatkan ketahanan gesek dan abrasi dari film.
Butyl stearat meningkatkan kekerasan film dan efekrif pada suhu rendah.
BAB VII
DRIER

Adalah bahan yang mendukung atau menambah kecepatan curing atau pengerasan lapisan film
yang mengandung komponen yang dapat teroksidasi atau drying oil. Air drying atau pengeringan
udara terbuka adalah pembentukan film padat pada suhu ruang oleh reaksi oksidasi dari cairan
coating yang digunakan. Berbagai macam dryer terebut adalah ;
1. Metallic carboxylates - Driers for oxidative coating:
Drier metals are traditionally divided into two groups: active (or primary) and auxiliary (or
secondary) though it is an arbitrary classification. Driers that promote oxygen absorption followed
by peroxide formation and decomposition are termed active; auxiliary driers, while exhibiting no
catalytic action on their own, appear to synergistically enhance the functioning of the active drier
metals. It has been postulated that secondary driers function by forming complexes with primary
drier metals.
Active (Primary) Driers: cobalt, zirconium, lead, cerium, iron etc.
Auxiliary (secondary) Driers: calcium, manganese, barium, zinc, lithium, etc.
2. Cobalt
Cobalt is "the drier" metal and is most extensively used. It is a powerful oxidation catalyst; and as a
result, in coatings containing cobalt alone, the surface dries preferentially causing surface wrinkling
and poor through dry in the extreme. It is therefore combined with other metals such as lead,
manganese, calcium, zirconium, etc. traditionally (i.e. in conventional solids coatings) or with
aluminum or lithium in modern high solids coatings. Cobalt has a red-violet purple color : however
the yellow color of oils and resins counter this and resultant coatings have increased whiteness.
Cobalt therefore is invariably preferred in white coatings.
The wrinkling effect produced by high cobalt levels is taken advantage of when producing alkyd
based wrinkling enamels.

3. Calcium
Calcium is an auxiliary drier. It is used both in combination with lead and as a partial replacement
for lead in vehicles that show poor tolerance for lead. Calcium prevents formation of basic lead
phthalates in alkyds systems. When used along with zirconium in lead free systems, calcium driers
find important application as pigment wetting agents and reduce loss of dry problems.

4. Zinc
Zinc has been found to give harder films in many coatings films and baking enamels keeping the
film 'open' and preventing surface wrinkling agent and reduce loss of dry when incorporated early
in the grind phase of manufacture.
5. Lead
Lead functions as a powerful drier by promotion polymerization of drying oils, causing the film to
dry in its entire thickness.; in other words the drying of the surface and inside the film is catalyzed
uniformly. Lead is, therefore called a "through" drier like cobalt is known as the top drier. Lead
also improves the flexibility, toughness, durability, water resistance and salt spray resistance of the
film. Lead is always used in conjunction with others such as cobalt and calcium. It is also used as a
deleafing additive for aluminum pastes. However, lead is seldom used these days due to
environmental hazards.

6. Iron
Iron is a specialty drier which is active only at bake temperatures above 120º C although it effects
little or no polymerization at ambient temperatures. Iron can be used only in darkly pigmented
coatings as it contributes a brownish red color. Iron is a good wetting agent for carbon black
pigments, thus yielding better grinds. It also helps to avoid loss of dry problems. Iron has also been
reported to reduce the tendency for orange peeling in black automotive bake finishing.

7. Zirconium
Zirconium is the most widely accepted substitute for lead drier. It functions mainly by its catalytic
activity on drier metals such as cobalt and manganese. The impetus for increased use of zirconium
is environmental regulations restricting use of lead. Zirconium is effective in both air dry and bake
coating systems. It improves gloss, hardness and through dry without any adverse effect on other
coating properties.

8. Manganese
Manganese promotes both 'surface dry' and 'through dry', although it is less efficient then cobalt
and lead in air drying finishes. In baking finishes manganese is superior to cobalt as it does not
cause imbrutement. Manganese also gives better result than cobalt in low temperature drying
performance and does not suffer from wrinkling under high humidity conditions. However,
manganese is rarely used along but added as a modifier, with cobalt being use as a primary drier.
Manganese generally imparts a pink/yellow color to white enamels and hence is best avoided in
such finishes. In some systems such as urethane oils, use of manganese in preference to cobalt
results in reduced 'skinning' problems.

9. Cerium
Cerium promotes polymerization and through drying, cerium, more active at higher temperatures,
does not stain the film although it imparts less hardness than iron. Cerium is a preferred drier in
long oil alkyd vehicles and alkyd/epoxy systems. Cerium also performs as an effective auxiliary
drier in coatings dried at low temperature and high humidity. Cerium is particularly recommended
for baking finishes for white or overprint varnishes where color retention is important.
10. Lithium
Lithium is generally used in conjunction with cobalt in high solids coatings as a substitute for lead.
These resins are necessarily of low molecular weight, so designed to comply with VOC
regulations. Lithium promotes through drying with improved hardness reducing the tendency of
high solids coatings to wrinkle. It is also used as an etherification catalyst for alkyds
-particularly with coconut oil alkyds.

STANDARD DRIERS

Common Metal Other Concentrations


Drier
Concentration Available

Cobalt 12 6
Manganese 12 6, 9, 10
Lead 36 24, 30, 32, 33
Calcium 10 4, 5, 6, 8
Cerium 12 6
Zirconium 24 6, 12,18
Zinc 18 6, 8, 16
Iron 12 4,6,10

STARTING POINT USE LEVELS OF DRIERS

Drier Based on vehicle solids

0.01 to 0.1% metal


Cobalt
0.02 to 0.1% metal
Manganese
0.35 to 0.5% metal
Lead
0.1 to 0.3% metal
Calcium
0.1 to 0.3% metal
Zirconium
0.1 to 0.3% metal
Cerium
0.1 to 0.15% metal
Zinc
0.04 to 0.15% metal
Iron

*Vehicle solids (or "binder portion") refers to oil and resin portion of the coating formulation.
DRIER CALCULATIONS
Drier recommendations are based on percent metal on vehicle solids.

To calculate the quantity of various driers required to be added to a coating formulation, it is


necessary to know:

1. Vehicle solids
2. Percentage of metal available in the driers
3. Required percentage of metal on vehicle solids.

The quantities of driers are calculated from the formula:

Drier required (in kg./lb.)= Vehicle solids (in kg./lb.) x % Metal Required

% Metal in Drier
BAB VIII
ADITIF

1.Wetting agent ( Agen Pembasah ) dan dispersing agen.


Agen pembasah dan agen penyebar mendorong penyebaran cairan sampai permukaan.
Wetting agen dan dispersing agen merupakan bahan yang sama yang berbeda hanya
dalam sudut pandang saja. Lecithin soya adalah agen pembasah dan agen penyebar
yang secara umu telah digunakan. Fungsi lecithin soya sebagai agen antar muka yang
efektif untuk aplikasi cat, lacquer, printing ink dan juga sebagai agen dispersi dalam
waterbased coating. Lecithin soya sangat efektif pada kasus pewarna prussian blue,
ultra marine blue atau pigemen titanium dioksida dalam varnish linseed oil.

Metalik soap dari asam lemak digunakan dalam surface coating dan beberapa
diantaranya zinc napthenate dan octoate yang mempunyai aksi pembasahan lebih baik
dibanding yang lain. Zinc napthenate dan octoate merupakan garam dan digunakan
sebagai wetting agen dalam banyak aplikasi. Asam oleat digunakan sebagai wetting
agen juga.

2. Anti Skinning Agen.


Bahan coating ( cat, produk, lacquer) selama peyimpanan menyerap udara dan
membentuk lapisan film tipis pada permukaanya. Apabila kulit permukaan tidak
dihilangkan pada prosrs finishingnya akan tidak sempurna.
Anti skinning digunakan untuk memperlambat oksidasi. Selam proses oksidasi ada
pembentukan radikal bebas dan hidro peroksida. Anti skinning mengontrol radikal
bebas, menghambat pemulaian dan berikut oksidasinya oleh karena itu memperlama
periode induksinya. Naiknya periode induksi akan menghambat periode pembentukan
kulit.
Anti oksidan yang digunakan sebagai anti skinning harus mempunyai laju evaporasi
yang tinggi sehingga apabila dilakukan coating, anti oksidan akan menguap bersama
solven meninggalkan coating tanpa bekas sehingga tidak menghambat waktu
pengeringan coating. Beberapa anti oksidan yang digunakan adalah;
1. Quinones dan hidroquinones.
2. Phenols
3. Amines
4. Oxime.
Adalah anti oksidan yang menghambat oksidasi tetapi tidak secara utuh menguap dari
film coating pada akhirnya menambah waktu pengeringan coating.
Kecuali oximes yang secara luas digunakan pada coating adalah anti oksidan yang
paling ideal dipakai sebagai anti skinning. Oximes akan menghambat oksidasi selama
bahan ada dalam kontainer ( penyimpanan ). Setelah bahan digunakan oximes akan
menguap sangat cepat tidak menunda waktu kering dari coating. Klas oximes yang
secara luas digunakan methyl ethyl ketoximes, butyral doximes, cyclo hexamone
oxime.
3. Anti Settling Agen.
Laju pengendapan partikel meningkat sebanding dengan ukuran dan grafitasi, tetapi
menurun apabila viskositas meningkat. Pigmen akan cenderung untuk mengendap dan
membentuk sedimen dari partikel pigmen yang menyatu sehingga sulit unutk
membuatnya menyebar kembali.
Pada coating yang menggunakan barytes ( sejenis ekstender) ditambah larutan oleat
sampai 1% untuk menghindari settling ( pengendapan ). Pigmen yang lain dapat
menggunakan minyak turkey red untuk mengontrol settling yang berlebihan. Kalsium
linoleat dan napthenate efektif untuk menjaga pigmen dari settling.
Lecithin soya ditambahkan sebagai agen suspensi dalam kasus coating glossy. Lecithin
soya dipakai dalam kisaran 0.2 – 0.4 % dari berat bahan coating.
Aluminium napthenate mempunyai sifat suspensi yang ekselent dan dapat dipakai
sampai 2 %.
4. Anti Floating Agen dan anti flooding agen.
Floating adalah pemisahan lapisan pigmen baik dalam keadaan cair atau dalam
permukaan coating. Floating dipercepat manakala satu atau lebih pigmen cenderung
untuk mengumpal.
Usaha untuk mengontrol flooding atau floating dapat memanfaatkan bahan yang
mndukung viskositas struktural yang secara umum efektif dalam aplikasinya.
Ekstender seperti china clay, silika persipitasi dan kalsium karbobat dalah bahan yang
sangat efektif.

5. Agen levelling dan agen flow kontrol.


Levelling adalah kemampuan dari film basah untuk menjadi mulus seragam selama
proses pengeringan. Bahan coating dengan levelling yang bagus dan ketahanan sag
dapat dapat diformulasikan apabila mempunyai viskositas rendah selama dan setelah
proses pemakaian, tetapi viskositas tinggi medium diperlukan untuk mengurangi atau
menjaga sagging
Khususnya zinc benzoate, zinc oksida dan asam bensoat mempunyai pengaruh pada
levelling. Dalam penggunaan pada lacquer film dengan levelling yang bagus
diproduksi dengan cara memadukan pelarut titik didih tinggi dan cairan pemlastis
methyl cyclohexanol stearate dan kloroparafin adalh bahan yang sesuai
6. Defoaming agent.
Foaming ( pembusaan ) sering muncul oleh adanya dalam bahan coating cairan yang
mana akan menurunkan tegangan permukaan cairan dan mempunyai efektifitas kerja
permukaan sebagai bahan untuk defoaming adalah kelas alkohol, keton yang
menyebabkan busa terjebak didalam tanpa bisa keluar dari permukaan dan mengontrol
foaming.
Agen anti foaming yang secara luas digunakan dalah suefaktan yang mempunyai nilai
HLB rendah seperti silikon, alkohol, turpentene dan minyak pinus.

7. Preservatif dan Fungicides.


Coating untuk waterbased dan marine coating merupakan sasaran dari microorganisma
dan media pertumbuhannya apabila kemudian terjadi aksi enzimatik dan berakibat
memutus sistem coating secara keseluruhan maka lebih jauh lagi akan muncul bau
yang tidak enak. Pada kasus coating berbasis solven serangan bakteri bukan menjadi
masalah tetapi serangan jamur gantinya sebagai masalah.
Pengawet yang umumnya digunakan adalah phenyl merkuri asetat, phenyl merkury
napthenat, penta chlorophenol sodium salt, tetra chlorophenyl sodium salt dan copper
napthenat. Tri – n – butyl tin merupakan senyawa efektif digunakan untuk preservatif
melawan mikroorganisme.
Pemilihan aditif dilakukan secara trial and error, aditif dapat mendukung salah satu
watak atau sifat tetapi kadang juga dapat menjadi perusak dari sifat coating yang
diharapkan. Oleh karena itu asitif harus diperhitungkan setelah pengkajian yang hati –
hati dari sifat masing – masing dan hal ini memerlukan ahli teknis yang
berpengalaman.
BAB IX
MESIN PRODUKSI

A. Peralatan
A.1. Timbangan.

Untuk mengukur berat dari bahan yang padat atau cair seperti pigmen, solven,
releasing agent dan air. Perhatikan ketelitian timbangan, timbangan untuk mengukur
adonan yang jumlah total adonannya kurang lebih hanya satu kilogram, diperlukan
timbangan dengan ketelitian seperseribunya. Bila menggunakan timbangan dengan
ketelitian 10 gr akan sangat besar pengaruhnya pada produk yang total adonannya 1000
gr saja. Produk dapat terlalu basah jika hanya kelebihan releasing agen 10 gr saja, atau
produk malah tidak bisa dihapus jika releasing agen sedikit.

Penggunaan timbangan dengan kapasitas yang berbeda dan ketelitian yang berbeda
diperlukan agar selalu tercapai kwalitas produk yang diharapkan, untuk ketelitian
penimbangan pigmen gunakan timbangan dengan ketelitian yang paling bagus.

A.2. Literan.
Untuk pengukuran volume bahan yang cair maka lebih mudah digunakan literan, gelas
ukur dengan kapasitas yang berbeda dapat digunakan untuk mengukur volume bahan
yang berbeda. Pengukuran releasing agen yang prosentasenya sedikit dibanding pelarut
sebaiknya tidak menggunakan gelas ukur yang sama yang digunakan untuk mengukur
solven yang prosentasenya besar dalam produk. Berbagai macam gelas ukur dari
kapasitas 1ml, 5ml, 10ml, sampai kapasitas 2000 ml sebaiknya disediakan untuk
kebutuhan ketelitian pengukuran.

B. Grinding.

Penghalusan atau dengan kata lain pengecilan ukuran ditujukan untuk mengurangi
ukuran suatu padatan agar diperoleh luas permukaan yang lebih besar. Dengan luas
permukaan yang bertambah maka akan diperoleh keuntungan;

1. Mempercepat pelarutan.
2. mempercepat reaksi kimia.
3. mempertinggi kemampuan penyerapan.
4. menambah kekuatan warna.
Untuk mengecilkan ukuran padatan diperlukan gaya – gaya mekanis. Gaya – gaya
mekanis ini dapat memecahkan padatan secara berbeda beda, merupakan gaya tekan,
gaya gesek, dan gaya tumbuk. Ball mill adalah salah satu alat yang digunakan untuk
memperkecil ukuran padatan yang mana merupakan tabung yang berputar dengan bola
bola pejal didalamnya, bahan dikecilkan dengan penekanan, penggesekan dan
pemukulan.

Frekwensi putaran tabung, penempatan bola dan volume yang ditempatinya dan lama
penggilingan memainkan peranan yang penting dalam penentuan derajat pengecilan.
Apabila frekwensi putaran terlalu tinggi, bola – bola akan tertekan ke dinding karena
pengaruh gaya sentrifugal. Pada kecepatan yang rendah, bola – bola hanya bergoyang
kian kemari tanpa jatuh kebawah. Volume yang ditempati bola hanya boleh
ditingkatkan hingga suatu batas optimum, karena jika terlalu besar aakan mengganggu
jatuhnya bola. Dengan memasang benda penghalang didalam tabung selipnya bola
dapat dicegah dan bola dirangsang untuk jatuh kebawah.

Cepat Rendah Benar

Gambar 4.1. Frekuensi putaran tabung.

Ukuran butir atau derajat pengecilan padatan tergantung daripada lama penggilingan.
Waktu tinggal bahan didalam ball mill dapat mencapai beberapa jam.

Kecepatan putaran yang sesuai tergantung dari panjang garis tengah tabung, jadi untuk
tabung besar dan tabung kecil kecepatannya tidak sama. Berikut ini adalah tabel 4.1
menggambarkan perbandingan garis tengah tabung dan kecepatan pitaran per menit.

Tabel 4.1. Panjang garis tengah versus kecepatan putaran per menit.

1. Garis tengah tabung ( mm) 154 228 254 292 330


2. Panjang tabung (mm ) 165 251 286 286 330

3.Isi tabung ( ltr) 1.44 5.8 8.75 12.05 18.1

4.Isi bahan digiling ( ltr) 0.76 3.06 4.56 6.25 9.4

5.Berat peluru ( kg ) 0.87 3.49 5.23 7.2 10.9

6. Putaran per menit 88 70 64 61 53

Berikut ini adalah skema ball mill dan bagian bagiannya;

Gambar 4.2 Skeme ball mill komplit

1. Shell 7. Modular Frame


2. Heads 8. Feed Spout
3. Trunnion Bearings 9. Discharge Trommel
4. Gear and Pinion 10. Discharge Chute (Optional)
5. Reduction Unit 11. Liners
6. Electric Motors 12. Trunnion Liners

Ball mill diatas digunakan untuk kapasitas produksi yang besar, tempat untuk
memasukkan bahan dan untuk mengeluarkan bahan sudah dirancang sedemikian rupa
maka dapat digunakan untuk produksi dengan sistem kontinyu. Untuk kapasitas
produksi yang sedikit dapat digunakan ball mil rakitan sendiri seperti berikut ini.
Gambar 4.3 vibration ball mill

Bekerja berdasar getaran yang dihasilkan


dari arus listrik yang dirubah menjadi gerakan vibrasi, osilasi vertikalnya 3000
permenit dengan ketinggian 0 – 3 mm (frekuensi 50 hz).

Ball mill yang sederhana dapat dirangkai sendiri dengan memanfatkan bahan bekas
pakai dari peralatan rumah tangga. Berikut ini merupakan ball mill yang bahannya
seperti; dinamo sebagai alat penggeraknya didapat dari bekas dinamo mesin cuci,
sedangkan tromol / tabing dari pipa pvc bekas.

gambar 4.4 ball mill sederhana dari bahan bekas pakai.

C. Mixing

Mixing adalah opersi dasar untuk menyebarkan bahan – bahan dengan sifat fisik dan
kimia yang berbeda – beda secara merata dibawah pengaruh gaya mekanik. Suatu
penyebaran merata dari komponen campuran tercapai, bila dalam sistem campuran
tidak terdapat lagi perbedaan konsentrasi, besar butiran dan suhu. Prose
pencampuran adalah proses mekanik untuk penyatuan bahan – bahan. Jenis campuran
diarahkan kepada keadaan fisik bahan dimana terdapat komponen campuran.

Untuk mencampur bahan maka pengetahuan tentang konsistensi bahan adalah yang
paling penting seperti bahan yang sangat kental, semi kental dan encer. Mixer dibagi
berdasarkan dua cara;
1. Kecepatan.( kecepatan tinggi, Kecepatan sedang. Kecepatan rendah.).
2. Performance kerjanya.
Mixer dengan kecepatan berbeda didesain untuk penggunaan yang berbeda pula.
Sebagian digunakan dalam hanya lacquer yang lain dapat digunakan untuk cat dan
lacquer.

Pada sisi yang lain mixer tangan diklasifikasikan seperti berikut ini;
1. Mixer yang dapat mencampur secara sederhana pigmen dan vehicle menjadi
bahan pasta untuk proses selanjutnya.
2. Mixer yang dapat mencampur sebaik grinder.
3. Mixer yang mencampur bahn mentah sampai menjadi bahan jadi.
Berikut ini adalah berbagai macam mixer yang sering digunakan untuk industri coating
pemukaan.

C.1. Cone blender mixer.


Proses pencampuran bahan padat ini dilakukan setelah prose pengecilan ukuran bahan.
Dalam hal ini alat penggiling dan pencampuran dapat dijadikan satu dalam satu alat
yang lebih besar. Untuk mendapatkan derajat pencampuran yang tinggi dan waktu
pencampuran yang singkat bahan – bahan padat yang akan dicampur hendaknya
mempunyai ukuran partikel yang kecil, dapat ditaburkan dan digulirkan sehingga
bergerak secara turbulen dalan alat pencampur.

Pencampur V, berupa sebuah bejana dengan sebelah atau kedua belah sisi berbentuk
huruf V berputar mengelilingi sumbu yang horisontal.

gambar 4.5. Cone blender mixer.


Pada pencampuran jenis v ini bahan diangkat dan kemudian dijatuhkan ke bawah. Pada
saat jatuh, bahan terdistribusi dan termampatkan. Dengan demikian terjadi aliran
horisontal yang menguntungkan derajat pencampuran dan waktu pencampuran

C.2. Planetary Paste mixer.


Merupakan mesin pencampur all purpose, dua atau lebih sumber pengaduk disusun
secara konsentris, eksentris dan menyilang. Biasanya sumbu – sumbu ini mempunyai
arah putaran yang saling berlawanan, sehingga menimbulkan gaya geser yang besar.
Berikut ini adalah gambar dari Planetary Paste mixer;

Gambar 4.6. Planetary Paste mixer

C.3. Portable stirer.


Sangat cocok digunakan untuk mengaduk semua jenis cairan. Dipasang diatas roda castor
dan dengan mudah dapat dibawa kemana – mana. Unit pengaduknya dapat dinaikkan atau
diturunkan dalam waktu beberapa detik saja, dengan mengendorkan dan mengencangkan
baut pengencangnya saja. Berikut ini adalah gambar pengaduk portable.

Gambar 4.7 Portable stirrer


C.4. Homogeniser
Setelah bahan diaduk dengan stirer maka proses selanjutnya adalah masuk dalam
homogeniser agar terjadi pencampuran yang konsisten dan seragam.
gambar homogeniser

C.5. Colloid mill.

Koloid mill sangat berguna untuk milling, dispersing, homogenizing, dan untuk
memecah agglomerat dalam indusrei makanan pasta, emulsi, coating ( produk ),
ointment, cream, pulp, pelumas pasta dan lain – lain. Fungsi utama dari koloid mill
adalah untuk menjamin pecahnya agglomerat atau apabila dalam kasus emulsi untuk
memproduk droplet dengan ukuran yang sangat kecil sekitar 1 micron.

Gambar 4.8 Koloid mill dan grinding disc.

Bahan yang akan diproses dimasukkan ke hopper dengan bantuan gavitasi atau
dipompa sedemikian rupa masuk melalui elemen rotor dan stator yang mana bahan
tersebut menjadi sasaran gaya gesek gan gaya hidrolik. Bahan dikelurkan dan
dikembalikan lagi melalui hopper untuk proses yang kedua. Bahan dengan kandungan
padatan dan fiber yang lebih tinggi akan lebih baik menggunakan disk berujung
kerucut.
D. Set up equipmen untuk home industri
Secara garis besar, proses produksi cat tembok dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pembuatan pigmen pasta
2. Pencampuran pigmen pasta, latex dan additive

gambar Mixer
Untuk itu diperlukan 2 jenis mixer, pada pembuatan pigmen pasta diperlukan jenis
homogenizer dengan kecepatan tinggi, sedang pada pencampuran pigmen pasta dan latex
diperlukan jenis stirrer, berkecepatan rendah.
1. Type pengaduk stirer
- Speed : 1500 – 3500 RPM
- Bentuk blade : gambar V.2

a. Pigment b. Thickener
gambar Dispersion blade

2. type pengaduk mixing


- Speed : 50-300 RPM
- Bentuk blade : gambar V.3
a. Spiral b. Helix c. Impeller
gambar Dispersion blade

BAB X QUALITY CONTROL


Lampiran.

Karateristik Solvent.
Boiling
Solvent Chemical Formula Dielectric constant Density
point

Non-Polar Solvents

CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-
Hexane 69 °C 2.0 0.655 g/ml
CH3

Benzene C6H6 80 °C 2.3 0.879 g/ml

Toluene C6H5-CH3 111 °C 2.4 0.867 g/ml

Diethyl ether CH3CH2-O-CH2-CH3 35 °C 4.3 0.713 g/ml

Chloroform CHCl3 61 °C 4.8 1.498 g/ml

Ethyl acetate CH3-C(=O)-O-CH2-CH3 77 °C 6.0 0.894 g/ml

Dichloromethane CH2Cl2 40 °C 9.1 1.326 g/ml

Polar Aprotic Solvents

/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-
1,4-Dioxane 101 °C 2.3 1.033 g/ml
O-\

Tetrahydrofuran (THF) /-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\ 66 °C 7.5 0.886 g/ml

Acetone CH3-C(=O)-CH3 56 °C 21 0.786 g/ml

Acetonitrile (MeCN) CH3-C≡N 82 °C 37 0.786 g/ml

Dimethylformamide
H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0.944 g/ml
(DMF)

Dimethyl sulfoxide
CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1.092 g/ml
(DMSO)

Polar Protic Solvents

Acetic acid CH3-C(=O)OH 118 °C 6.2 1.049 g/ml

n-Butanol CH3-CH2-CH2-CH2-OH 118 °C 18 0.810 g/ml

Isopropanol CH3-CH(-OH)-CH3 82 °C 18 0.785 g/ml

n-Propanol CH3-CH2-CH2-OH 97 °C 20 0.803 g/ml

Ethanol CH3-CH2-OH 79 °C 24 0.789 g/ml

Methanol CH3-OH 65 °C 33 0.791

Formic acid H-C(=O)OH 100 °C 58 1.21 g/ml


Water H-O-H 100 °C 80 1.000 g/ml

2. Paint Dryer
PAINT DRIERS

Products Specific Viscosity Freezing

At 102°C/1Hr %
Metal Content
Gravity At 30° C Point

Non Volatile
At 30° C F.C. No 4

Color

%
COBALT OCTOATE Bluish 12 54 1.034 24 < 2° C
Violet
6 32 0.87 16 < 2° C

3 12 0.83 12 < 0° C

MANGANESE OCTOATE Brown 8 50 0.93 70 < 0° C

6 37 0.89 25 < 3° C

36 75 1.35 27 < 5° C

LEAD OCTOATE Pale Yellow 24 45 1.03 13 < 0° C

18 33 0.95 12 < 0° C

CALCIUM OCTOATE Tarce


10 53 0.99 14 < 5° C
Yellow

4 20 0.86 13 < 0° C
Colorless
3 16 0.84 12 < 0° C

ZINC OCTOATE Trace


12 50 0.96 42 < 4° C
Yellow

Colorless 6 27 0.87 15 < 0° C

ZIRCONIUM OCTOATE 18 60 1.10 18 < 0° C


Trace
12 41 0.98 12 < 0° C
Yellow
6 21 0.88 12 < 0° C

COPPER OCTOATE Dark Green 8.6 48 0.93 22 < 3° C

6 34 0.88 15 < 0° C
Green
3 16 0.83 13 < 0° C

IRON OCTOATE Reddish 3 12 0.82 12 < 0° C


Brown

BARIUM OCTOATE Yellow 12 51 0.94 20 < 2° C

CADMIUM OCTOATE

COMBINATION DRIERS

Metal Color Non Specific Viscosity


Volatile Gravity At 30° C
At At 30° C F.C. No 4
102°C/1Hr

ADSI 025 Co. 1.5%, Mn 1.5% Pb 17.5% Purple 52 ± 3 1.05 ± 0.03 18 ± 2

ADSI 028 Co. 2.6%, Mn 2.0% Pb 8.0% Brown 39 ± 3 0.94 ± 0.03 13 ± 2

ADSI 068 Co. 0.6%, Mn 1.8% Pb 10.8% Brown 35 ± 3 0.94 ± 0.03 13 ± 2

ADSI Co. 0.45%, Mn 2.15% Pb


Brown 43. ± 3 0.98 ± 0.03 15 ± 2
0425 14.0%

ADSI Co. 0.25%, Mn 2.5% Pb


Brown 52 ± 3 1.04 ± 0.03 18 ± 2
0725 17.5%

ADSI Co. 1.2%, Mn 11.01% ca


Blue/Violet 41 ± 3 0.97 ± 0.03 17 ± 2
0121 2.17%

ADSI 023 Co. 1.00%, Ca 2.0% Zr 2.0% Blue/Violet 23 ± 3 0.86 ± 0.03 12 ± 2

ADSI 031 Co. 1.66%, Zn 4.66% Blue/Violet 26 ± 3 0.87 ± 0.03 14 ± 2

ADSI 045 Co. 4.5%, Ba 4.5% Blue/Violet 37 ± 3 0.90 ± 0.03 14 ± 2

You might also like