You are on page 1of 15

PANDANGAN ISLAM TENTANG TUHAN DAN AGAMA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam Dosen Pengampu : Dr. H. Ahmad Janan Asifuddin, MA

Disusun oleh : M. Ridwan Ansari NIM : 1220411150

KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCA SARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012
Page 0 of 15

A. LATAR BELAKANG Pembicaraan tentang Tuhan merupakan pembicaraan yang menyedot pemikiran manusia sejak zaman dahulu kala. Manusia senantiasa bertanya tentang siapa di balik adanya alam semesta ini. Apakah alam semesta terjadi dengan sendirinya ataukah ada kekuatan lain yang mengatur alam semesta ini. Bertitik-tolak dari keinginan manusia untuk mengetahui keberadaan alam semesta ini, maka manusia mencoba mengkajinya sesuai dengan kemampuan akal yang dimilikinya. Hasil dari kajian-kajian yang dilakukan oleh manusia, sejak zaman primitif manusia sudah mempercayai adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang disebut dengan Tuhan1. Namun, kepercayaan kepada adanya Tuhan berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena perbedaan tingkat kemampuan akal manusia. Menurut Ibnu Thufail yang menulis kisah novel Hayy bin Yaqdzan mengatakan bahwa manusia dengan akalnya mampu mempercayai adanya Tuhan. Demikian juga para pemikir dari semua aliran teologi dalam Islam seperti Mutazilah, Asyariyah, Maturidiyah Bukhara dan Samarkand berpendapat bahwa mengetahui Tuhan dapat diketahui melalui akal2. Pada hakikatnya tidak ada yang bisa menyangkal adanya Tuhan kecuali mereka yang enggan berpikir, mengingkari kenyataan atau menipu hati nurani sendiri. Meski pada kenyataannya tidak sedikit manusia-manusia beraliran atheis yang menunjukkan sikap ingkar terhadap terhadap adanya sang pencipta dan pengatur alam semesta ini 3 . Mengingat kepercayaan terhadap Tuhan berbeda-beda, lantas apakah semua Tuhan yang dipercayai oleh manusia merupakan Tuhan yang Haq (benar), dan bagaimana cara mengetahui Tuhan yang Haq tersebut?, siapakah Tuhan itu?. Makalah ini akan mencoba menjelaskan tentang bagaimana Tuhan yang Haq dalam perspektif Islam sederhana, dan bagaimana dampak kepercayaan terhadap Tuhan dan agama itu dalam kontribusinya pada konseptualisasi Pendidikan Islam. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana kepercayaan manusia terhadap Tuhan dan Agama?. 2. Pengertian Tuhan dan Agama dalam perspektif Islam?. 3. Bagaimana Tuhan yang Haq dalam perspektif Islam?.
1

Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto. 2 Nasution, Harun. 1974. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta : UI Press dalam artikel Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto. 3 Asifuddin, Ahmad Janan. 2010. Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam (Tinjauan Filosofis). Yogyakarta : UIN Suka Press. Hal : 79.

Page 1 of 15

4. Bagaimana dampak kepercayaan terhadap Tuhan dan agama itu dalam kontribusinya pada konseptualisasi Pendidikan Islam?. C. PEMBAHASAN 1. Kepercayaan manusia terhadap Tuhan dan Agama. Dalam perjalanan sejarah manusia, muncul berbagai macam kepercayaan terhadap Tuhan. Ada kepercayaan yang disebut dinamisme yang berarti kepercayaan kepada kekuatan gaib yang misterius. Dalam paham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik tentu akan disenangi, dipakai dan dimakan agar orang yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya, benda yang mempunyai kekuatan gaib jahat tentunya akan ditakuti dan dijauhi4. Ada pula kepercayaan yang disebut dengan animisme yang berarti kepercayaan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai ruh. Tujuan mempercayai ruh ini adalah untuk mengadakan hubungan baik dengan ruhruh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka dan menjauhi perbuatan yang dapat membuat mereka marah5. Ada lagi kepercayaan yang disebut dengan politeisme, yakni kepercayaan kepada dewa-dewa. Dalam kepercayaan ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh ruh-ruh, tetapi oleh dewa-dewa. Kalau ruh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang bertugas memberikan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama mesir kuno disebut Ra, dalam agama India Kuno disebut Surya, dan dalam agama Persia Kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam agama Mesir Kuno, dan Donnar dalam agama Jerman Kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India Kuno, dan Wotan dalam agama Jerman Kuno6. Dalam paham politeisme, terdapat tiga dari dewa-dewa yang paling banyak mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar dari yang lain. Ketiga dewa itu

4
5

Jirhanudin. 2010. Perbandingan Agama, Pengantar Studi Memahami Agama-agama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal 51. Ibid., hal 53. 6 Ibid., hal 54.

Page 2 of 15

mengambil bentuk Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Dewa yang tiga ini dalam agama Veda disebut Indra, Vitra dan Varuna; dalam agama Mesir Kuno dikenal dengan Osiris dengan istrinya Isis dan anaknya Herus; dan dalam agama Arab Jahiliyah dikenal dengan alLata, al-Uzza, dan Manata. Selain itu, dalam paham politeisme, terdapat satu dari dewadewa diatas yang dianggap lebih dari segala dewa yang lain, seperti Zeus dalam agama Yunani Kuno, Yupiter dalam agama Rumawi, dan Amor dalam agama Mesir Kuno. Paham ini belum menunjukkan adanya pengakuan terhadap satu Tuhan, tetapi baru pada pengakuan dewa terbesar di antara dewa yang banyak. Paham ini belum meningkat menjadi paham monoteisme, tetapi masih berada pada paham politeisme7. Dalam masyarakat yang sudah maju, kepercayaan yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme, tetapi kepercayaan monoteisme, baik monoteisme praktis, monoteisme spekulatif, monoteisme teoritis, maupun monoteisme murni. Monoteisme praktis adalah kepercayaan yang tidak mengingkari dewa-dewa lain, tetapi hanya satu Tuhan saja yang dipuja. Monoteisme spekulatif adalah kepercayaan yang terbentuk karena bermacam-macam gambaran dewa-dewa melebur menjadi satu gambaran yang akhirnya dianggap sebagai satu-satunya dewa. Monoteisme teoritis ialah paham yang mempercayai bahwa Tuhan itu Esa dalam teori, tetapi dalam praktek dipercayai lebih dari satu Tuhan. Terakhir monoteisme murni adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dalam jumlahnya dan sifat, dalam teori dan praktek, dan dalam pemikiran dan penghayatan8. Selain kepercayaan pada monoteisme, pada masyarakat maju juga ada kepercayaan yang tidak mengakui adanya Tuhan (atheis), seperti para evolusionis yang mengatakan bahwa kehidupan berawal dari sebuah sel yang terbentuk secara kebetulan dari kondisi bumi yang primitif9. Kepercayaan ini mendapatkan perlawanan dari kalangan ilmuwan. Mereka mengatakan bahwa terlalu berlebihan untuk menduga bahwa organisasi alam yang begitu halus dan harmonis ini adalah hasil kebetulan belaka seperti yang diungkapkan oleh Robert Boyle yang mengatakan bahwa sistem besar dunia yang teratur, struktur tubuh binatang dan panca-inderanya yang demikian menakjubkan dan lainnya yang ada di muka bumi ini, tidak mungkin ada kalau tidak ada yang menciptakannya.

7 8

Ibid., Hal 15. Gazalba, Sidi. 1975. Asas Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Hal. 39 dalam artikel Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto. 9 Yahya, Harun. 2001. Mengenal Allah Lewat Akal. Jakarta: Robbani Press. Hal. 120 dalam artikel dalam artikel Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto

Page 3 of 15

Oleh karena itu, para filosof mengakui dan mempercayai bahwa Tuhan sebagai pengarang atau pencipta struktur-struktur yang mengagumkan ini10. Demikian pula, percobaan laboratorium dan perhitungan probabilistik secara gamblang menjelaskan bahwa asam amino yang merupakan sumber kehidupan tidak dapat dibuat secara kebetulan. Sel yang dikira timbul secara kebetulan dalam kondisi yang primitif dan tak terkontrol menurut para evolusionis, masih tidak bisa disintesiskan, sekalipun di laboratorium dengan teknologi tercanggih abad ke-2011. Dengan demikian, kepercayaan kaum evolusionis merupakan kepercayaan yang palsu dan tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mempercayai adanya Tuhan. Secara definitif, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuhan adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, disembah oleh manusia, sebagai yang Maha Kuasa, Maha Perkasa dan lain sebagainya12. Berangkat dari pengertian Tuhan seperti tersebut di atas, maka dalam dinamisme, kekuatan gaib yang misterius adalah Tuhan. Dalam Animisme, ruh adalah Tuhan. Dalam politeisme; Indra, Vitra dan Varuna adalah Tuhan dalam agama Veda. Brahma, Wisnu dan Syiwa dalam agama Hindu adalah Tuhan. Osiris, Isis dan Herus dalam agama Mesir Kuno adalah Tuhan. Al-Latta, al-Uzza dan Manata dalam agama Arab Jahiliyah adalah Tuhan. Dalam agama Kristen, Allah Tritunggal adalah Tuhan dan dalam agama Islam Allah SWT adalah Tuhan13. Jadi Tuhan itu memang banyak, sebanyak agama yang ada di dunia ini dan yang dianut manusia. Sedangkan Indra, Vitra dan Varuna; Brahma, Wisnu dan Syiwa; Allah Tritunggal dan Allah SWT adalah nama-nama Tuhan. Dengan perkataan lain, Tuhan adalah nama jabatan. Sedangkan Indra, Vitra dan Varuna; Brahma, Wisnu dan Syiwa, Allah Tritunggal dan Allah SWT adalah nama diri Tuhan. Jika dianalogikan dengan dalam sebuah Negara, Presiden adalah nama jabatan tertinggi pada Negara republik. Karena itu, Negara-negara yang berbentuk republik ada pejabat yang disebut presiden, sedangkan nama negara itulah yang dianalogikan sebagai Agama.

10

Davis, Paul. 2001. The Mind of God, Terj. Hamzah, Membaca Pikiran Tuhan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 333 dalam artikel dalam artikel Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto 11 Ibid., Hal 100. 12 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hal. 965. 13 Niftrik, Van dan B.J Boland. 1978. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 67 dalam artikel dalam artikel Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto

Page 4 of 15

2. Pengertian Tuhan dan Agama dalam perspektif Islam. Untuk mengetahui pengertian Tuhan dalam Islam, maka perlu dikaji rujukan dari alQuran tentang kata-kata yang memiliki makna Tuhan. Dalam al-Quran, perkataan Tuhan dikenal dengan istilah Rabb, Maalik atau Malik dan Ilaah. Masing-masing istilah tersebut mempunyai penekanan arti sendiri-sendiri. Rabb Dalam al-Quran, perkataan Rabb sering dihubungkan dengan kata kerja seperti yang terdapat di dalam surat al-Alaq (96) ayat 1-5: Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Perkataan Rabb yang dihubungkan dengan kata kerja juga terdapat di dalam alQuran surat al-Ala (87) ayat 1-5: Artinya: Sucikanlah nama Tuhanmu yang Paling Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberikan petunjuk dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput itu kehitam-hitaman. Dalam surat al-Alaq (96) ayat 1-5 itu terdapat empat kata kerja, yaitu dua kata kerja menciptakan dan dua kata kerja mengajar, sedangkan dalam al-Quran surat al-Ala (87) ayat 1-5 itu terdapat kata kerja: menciptakan, menentukan, memberi petunjuk, menumbuhkan dan menjadikan. Karena itu, Rabb mempunyai pengertian Tuhan yang berbuat aktif. Jadi, Dia hidup dan ada dengan sesungguhnya, bukan ada dalam pikiran saja. Malik Dalam al-Quran, kata Malik dipakai untuk menunjuk pada Tuhan yang berkuasa, mempunyai, memiliki atau merajai sesuatu. Al-Quran surat al-Fatihah (1) ayat 4 menyebutkan: Maaliki yaumid din, artinya yang menguasai hari pembalasan, sedangkan di dalam surat An-Nas (114) ayat 2 menyebutkan: Malikin Nas, artinya raja manusia. Secara kronologis, kata Malik menduduki jabatan kedua setelah Rabb, artinya apabila Rabb itu menunjuk pada yang berbuat aktif, maka Malik menunjuk pada yang menguasai semua apa yang telah diperbuat-Nya tadi. Karena kedua kata itu ditujukan

Page 5 of 15

kepada Allah SWT, maka berarti bahwa Allah SWT itu pencipta alam dan Dia pula yang menguasainya. Ilaah Secara etimologis Ilaah mempunyai arti sebagai yang disembah dengan sebenarnya atau tidak sebenarnya 14 . Apa saja yang disembah manusia, dia itu Ilaah namanya. Apabila manusia menyembah hawa nafsunya dalam arti selalu mengikuti jejaknya, maka hawa nafsu itulah Ilahnya atau Tuhannya yang disembah. Al-Quran surat al-Furqon (25) ayat 44 menyebutkan: Artinya: Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Meskipun segala sesuatu dapat disebut sebagai Ilaah, namun Ilaah yang sebenarnya ialah Ilaah yang mempunyai jabatan Robbun dan Malikun. Dengan kata lain, walaupun segala sesuatu dapat dipertuhan dan disembah manusia, namun Tuhan yang sebenarnya yang berhak disembah manusia ialah Tuhan pencipta dan penguasa alam semesta yaitu Allah SWT. Ibnu Jarir berpendapat sesungguhnya berdasarkan kepada apa-apa yang diriwayatkan kepada kami oleh Ibnu Abbas menyatakan bahwa Allah itu ialah Yang mempunyai hak Ketuhanan dan yang mempunyai hak Penyembahan wajib atas makhlukNya seluruhnya15. Sibawaih menyebutkan keterangan dari Khalil bahwa asal kata Allah ialah Ilah, lalu ditambahkan alif menjadi Ilaah, sedangkan huruf lam di depannya sebagai ganti dari huruf hamzah. Acuan kata dari Ilaah adalah fiaal. Begitu juga contoh lainnya adalah alnaasu asalnya dari unaasun. Al-Kasai dan al-Farra berpendapat bahwa asal perkataan Allah itu dari kata al-Ilaah, lalu dibuang hamzah huruf i. Kemudian huruf l (lam) pertama itu dimasukkan kepada huruf l (lam) yang kedua, maka jadilah perkataan ALLAH. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Ibnu Abbas bahwa asalnya ialah alIlaahu artinya yang disembah, lalu dibuang hamzah yaitu huruf i, maka bertemulah huruf l (lam) dan huruf l (lam), berarti berkumpulnya huruf l (lam) pertama dan huruf yang l (lam) kedua menjadi dua huruf l (lam). Ucapannya disangatkan, dilisankan menjadi Alloh16.

14

Yahya, Yunus. 1981. Asmaul Husna. Bandung : PT. Karya Nusantara. Hal 10 dalam artikel dalam artikel Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto 15 Syekh Sulaiman bin Abdullah bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab. Taisirul Aziz Al Hamid Fis Syarhi Kitab Al Tauhid, terj Djafar Sudjarwo, Ketuhanan Yang Maha Esa Menurut Islam. Surabaya : Al Ikhlas. Hal 39. dalam artikel dalam artikel Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto 16 Ibid., Hal 40.

Page 6 of 15

Karena Allah SWT adalah Tuhan yang sebenarnya yang berhak disembah manusia, dan Dia adalah Tuhan pencipta alam semesta serta penguasanya, maka manusia dilarang mengangkat sekutu bagi-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah (2) ayat 22: Artinya: Janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. Dari penjelasan ayat tersebut jelaslah bahwa Allah SWT melarang manusia mengangkat tandingan-tandingan yang menjadi sekutu bagi Allah. Maksudnya ada persamaan-persamaan dalam ibadah dan ketaatan. Padahal dia mengetahui bahwa amal perbuatan itu diperuntukkan kepada Allah saja bukan kepada lain-Nya, hanyalah Dia yang menjadi Tuhan mereka, Penciptanya dan Pencipta orang-orang sebelumnya Jadi, seseorang yang telah mengetahui yang demikian itu, tidak diperkenankan mengangkat sekutu-sekutu sebagai tandingan Allah17. Setelah membicarakan tentang bagaimana dan apa itu Tuhan, ada baiknya juga mengetahui definisi Agama menurut perspektif islam sebagai negara dari seorang presiden (lihat pembahasan sebelumnya tentang analogi Tuhan dan presiden). Kenapa harus dibatasi dalam perspektif Islam, karena jika tidak dibatasi dalam satu kaca mata pemikiran maka akan banyak sekali definisi apa itu Agama?. Dari kacamata etimologi, kata agama berasal dari bahasa sanskerta yang bermakna haluan, peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan. Hal ini diakui bahwa agama memang ajaran-ajarannya menjadi tuntunan hidup bagi pemeluknya18. Tentunya definisi agama secara bahasa (etimologi) ini belum cukup menggambarkan arti agama secara komprehensif. Dibawah ini ada beberapa pengertian agama secara istilah yang dikemukakan para ahli dengan pendekatan islam. Harun Nasution dalam bukunya menyampaikan beberapa pengertian agama antara lain : 1) Agama adalah ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul. 2) Pengakuan terhadap adanya kewajiba-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib. 3) Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. 4) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia19.

17

Ibid., hal. 764. Jirhanudin. 2010. Perbandingan Agama, Pengantar Studi Memahami Agama-agama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal 1. 19 Nasution, Harun. 1974. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta : UI Press dalam Jirhanudin. 2010. Perbandingan Agama, Pengantar Studi Memahami Agama-agama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal 3.
18

Page 7 of 15

Prof. Leuba mendefinisikan agama sebagai peraturan ilahi yang mendorong manusia berakal untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, oleh karena agama yang diturunkan Tuhan kepada manusia adalah untuk kebahagiaan baik di dunia dan akhirat20. Untuk menutup uraian ini, akan dirangkum dalam kompilasi pengertian agama secara normatif bahwa agama apapun pada dasarnya merupakan way of life bagi umat manusia agar hidup teratur, saling menghargai dan menciptakan keharmonisan serta keseimbangan kehidupan dengan alam21. Dalam konteks ini bahwa Islam sebagai agama kita adalah agama yang rahmatan lil Alamin dan pedoman hidup kita semua. 3. Definisi Tuhan yang Haq dalam perspektif Islam. Segala sesuatu yang disembah dan dipuja oleh penganut agama disebut Tuhan. Lalu apakah semua Tuhan-Tuhan itu benar (Haq)?, atau ada yang benar (Haq) dan ada yang tidak benar (Batal)?, untuk dapat mengetahuinya maka perlu diuji kebenarannya. Alat uji atau detektor untuk mengetahui Tuhan yang benar (Haq) dan Tuhan yang tidak benar (batal) adalah sifat wajib Allah SWT. Sifat wajib Allah yang berjumlah dua puluh dibagi menjadi empat kelompok, sebagai berikut22. 1. Sifat Nafsiyah Sifat nafsiyah, yaitu sifat yang dengan sifat itu dapat membuktikan zat Allah Taala. Yang dimaksud sifat nafsiyah adalah sifat wujud. 2. Sifat Salbiyah Sifat salbiyah artinya yang menafikan. Sifat ini tidak menerima sifat-sifat yang tidak mungkin dan tidak layak bagi Tuhan.Yang termasuk sifat salbiyah adalah sifat qidam, baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyah. 3. Sifat Maani Sifat maani adalah sifat yang memastikan bahwa yang disifati itu bersifat dengan sifat tersebut. Yang termasuk sifat maani adalah sifat qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama, bashar dan kalam. 4. Sifat Manawiyah

20

Arifin, M. 1998. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta : Golden Terayon Press. Hal 6-7 dalam Jirhanudin. 2010. Perbandingan Agama, Pengantar Studi Memahami Agama-agama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal 3. 21 Syekh Abu Bakar Jabir Al Jazairi. Ensiklopedia Muslim, terj Minhajul Muslim. Darul Falah. Hal 63 dalam Jirhanudin. 2010. Perbandingan Agama, Pengantar Studi Memahami Agama-agama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal 4. 22 Syekh Muhammad Al Fudhali. Kifayatul Awam. Sifat Wajib 20 Allah SWT.

Page 8 of 15

Sifat manawiyah adalah sifat-sifat yang lazim atau memastikan sifat-sifat maani. Setiap ada sifat manawiyah pasti ada sifat maani. Sifat manawiyah ada tujuh yaitu: kaunuh qadiran, kaunuhu muridan, kaunuhu aliman, kaunuhu hayyan, kaunuhu samian, kaunuhu bashiran, dan kaunuhu mutakalliman. Dari empat kelompok sifat wajib Allah yang berjumlah dua puluh itu, tidak semuanya akan dipakai sebagai detektor, hanya sifat salbiyah yang jumlahnya lima untuk dijadikan detektor. Sebelum kita mengaplikasikan sifat salbiyah pada suatu zat yang dianggap Tuhan, maka kita harus tahu bahwa Tuhan itu wujud, artinya ada, meskipun adanya tidak dapat dilihat dengan mata kepala karena memang Dia tidak dapat dilihat dengan mata kepala di dunia. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Anam (6) ayat 103 yang artinya, Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Meskipun demikian, Tuhan dapat diketahui melalui matahati. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan dalil aqli maupun dalil naqli. Dalil aqli-nya adalah alam ini sebelum ada, ada dan tidak adanya sama saja, artinya ada boleh, tidak ada pun boleh. Karena alam ini barang mumkin. Jadi ada ya boleh, tidak ada ya boleh. Setelah alam ini ada, berarti adanya mengalahkan tidak adanya. Siapa yang mengalahkan tidak adanya oleh adanya? Jawabnya yang mengalahkan tidak adanya oleh adanya ialah suatu zat yang diberi nama dengan ismul adhom yaitu Allah. Adapun dalil naqli-nya terdapat dalam surat al-Anam (6) ayat 102: Artinya, tidak ada Tuhan selain Dia. Pencipta segala sesuatu, sebab itu sembahlah Dia. Sekarang kita mengaplikasikan kelima sifat salbiyah itu kepada zat yang dianggap Tuhan. Untuk mengetahui apakah Dia itu Tuhan yang Haq atau Tuhan yang batal. 1. Suatu zat yang dianggap sebagai Tuhan, kita pasangi dengan sifat qidam yang artinya dahulu tanpa permulaan atau adanya tidak didahului dengan tidak ada. Kalau sesuai dengan sifat qidam, maka zat itu adalah Tuhan yang Haq, dan sebaliknya kalau tidak sesuai berarti Tuhan yang batal. 2. Suatu zat yang dianggap sebagai Tuhan, kita pasangi dengan sifat baqa yang artinya kekal atau tidak diakhiri dengan tidak ada. Kalau sesuai dengan sifat baqa, maka zat itu adalah Tuhan Haq, dan sebaliknya kalau tidak sesuai berarti Tuhan batal. 3. Suatu zat yang dianggap Tuhan, kita pasangi dengan sifat mukhalafatu lil hawaditsi yang artinya berbeda dengan segala yang baru (makhluk). Kalau sesuai dengan sifat
Page 9 of 15

tersebut, maka zat itu Tuhan Haq, dan sebaliknya kalau tidak sesuai berarti Tuhan batal. 4. Suatu zat yang dianggap Tuhan, kita pasangi dengan sifat qiyamuhu binafsihi yang artinya berdiri dengan sendirinya atau tidak membutuhkan kepada yang lain. Kalau sesuai dengan sifat tersebut, maka zat itu adalah Tuhan Haq, dan sebaliknya kalau tidak sesuai berarti Tuhan batal. 5. Suatu zat yang dianggap Tuhan, kita pasangi dengan sifat wahdaniyah yang artinya Esa baik Esa zat-Nya, sifat-Nya maupun perbuatan-Nya. Kalau sesuai dengan sifat tersebut, maka zat itu adalah Tuhan Haq, dan sebaliknya kalau tidak sesuai berarti Tuhan batal. Sekarang formula tersebut kita terapkan pada sesuatu atau zat yang dianggap Tuhan. Dalam dinamisme yang dianggap Tuhan adalah kekuatan gaib yang misterius, dalam animisme yang dianggap Tuhan adalah ruh, dan dalam politeisme yang dianggap Tuhan adalah dewa-dewa. Kekuatan gaib yang misterius, ruh dan dewa-dewa adalah sesuatu yang adanya didahului dengan tidak ada, atau memang tidak ada, atau adanya hanya diada-adakan saja. Kalau memang ada, maka adanya tidak kekal, artinya akan diakhiri dengan tidak ada. Mereka sama dengan makhluk, atau mereka memang makhluk. Oleh karena itu, mereka butuh kepada yang lain. Seperti kekuatan gaib butuh kepada benda untuk ditempati, ruh juga butuh benda untuk ditempati baik benda hidup maupun benda mati. Dewa-dewa juga butuh kepada dewa yang lain. Seperti dewa pencipta butuh kepada dewa pemelihara dan mereka berbilang. Jadi, yang dianggap Tuhan oleh dinamisme, animisme dan politeisme tidak sesuai dengan formula sifat salbiyah yang menunjukkan Tuhan Haq. Dengan demikian, Tuhan-Tuhan tersebut adalah Tuhan batal. Bagaimana Tuhan agama Kristen yang disebut Tritunggal atau Trinitas yang terdiri dari Allah Bapa, Tuhan anak dan Ruh Kudus, kalau diuji dengan menggunakan formula sifat salbiyah bagaimana, apakah Tuhan Haq atau batal? Kalau Allah Bapa adalah Allah SWT, maka Dia itu dahulu tanpa permulaan, tidak diakhiri dengan tidak ada (kekal), tidak sama dengan makhluk, tidak butuh kepada yang lain, dan Esa. Karenanya, Dia itu Tuhan Haq, tetapi kalau bukan Allah SWT berarti Dia itu Tuhan batal.

Page 10 of 15

Tuhan anak dan Ruh Kudus jelas mereka itu adanya didahului dengan tidak ada, tidak kekal seperti makhluk yang lain, butuh kepada yang lain, dan berbilang baik zatnya, sifatnya dan per-buatannya. Jadi, kesimpulan dari Trinitas adalah Allah Bapa adalah Tuhan Haq apabila Allah Bapa adalah Allah SWT, tetapi kalau bukan Dia maka adalah Tuhan batal. Adapun Tuhan anak dan Ruh Kudus, jelas Tuhan batal sebab formula sifat salbiyah yang diterapkan kepada mereka menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk, bukan Tuhan. Konsep trinitas sangat jelas menunjukkan bahwa Tuhannya berbilang dan tidak esa, sehingga sangat jelas bahwa Tuhan dalam agama kristen adalah batal. Sekarang Tuhan Islam yaitu Allah SWT, di mana nama diri dari Tuhan Islam itu diperoleh melalui wahyu seperti firman-Nya dalam surat al-Araf (7) ayat 54: Artinya, Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi Jika Tuhan Islam, yakni Allah SWT diuji dengan menggunakan formula sifat salbiyah, maka Dia itu adalah: 1. Ada-Nya tidak didahului dengan tidak ada-Nya (qidam); 2. Tidak diakhiri dengan tidak ada (baqa); 3. Tidak sama dengan makhluk (mukhalafatu lil hawaditsi) (Lihat QS Asy Syuro : 11)23 4. Tidak butuh kepada yang lain (qiyamuhu binafsihi); 5. Esa atau tidak berbilang (Lihat QS Al Ikhlas : 1-4) dalam24: a. Zat-Nya, artinya zat-Nya tidak tersusun dari bagian-bagian yang banyak. Dia tidak tersusun dari jasmani dan rohani; tidak tersusun dari kepala, tubuh dan anggota badan; dan tidak tersusun dari kulit, daging, darah dan tulang; b. Sifat-Nya, artinya sifat-Nya tidak berbilang. Tidak ada dua qudrah atau lebih, dua ilmu atau lebih dan sebagainya. Maksudnya sebelum Allah mencipta, ketika Allah mencipta, dan setelah mencipta, Allah itu tahu dan sangat tahu; c. Perbuatan-Nya, artinya semua perbuatan-Nya dilakukan sendiri tidak ada yang membantu. Jadi, formula sifat salbiyah hanya cocok diterapkan pada Tuhan Islam, yakni Allah SWT, dan tidak cocok untuk Tuhan-Tuhan lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Utsman al-Khaibari dalam kitabnya Durratun Nasihin bahwa Soal23

Lihat Asifuddin, Ahmad Janan. 2010. Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam (Tinjauan Filosofis). Yogyakarta : UIN Suka Press. hal : 80. (Bagaimana Tuhan Allah). 24 Ibid., hal : 80. (Bagaimana Tuhan Allah).

Page 11 of 15

soal Ketuhanan mengandung dua pengertian yaitu: Pertama, Allah Taala tidak menghajatkan kepada semua apa-apa yang selain Allah. Kedua, semua apa-apa yang selain Allah berhajat kepada Allah Taala. Dari sinilah terdapat pengertian kalimat tauhid, artinya tidak ada yang dibutuhkan dari semua apa-apa yang selain Allah, kecuali hanya Allah Taala. Maka, wajib bagi Allah Taala sifat wujud (ada), qidam (dahulu tanpa permulaan), dan baqa (kekal selama-lamanya). Karena itu, kalau tidak wajib sifat ini niscaya Dia (Allah) butuh kepada yang mengadakan sebab tidak adanya satu dari sifat-sifat ini mengharuskan (menetapkan) wujudnya bersifat baru, dan tiap-tiap yang baru itu membutuhkan kepada yang mengadakan25. Setelah formula sifat salbiyah diterapkan pada semua Tuhan, maka dapat diketahui bahwa semua Tuhan adalah Tuhan batal, kecuali Tuhan Islam (Allah SWT) adalah Tuhan Haq (benar). Oleh karena itu, sangat tepat bunyi syahadat tauhid yang artinya, saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang Haq (semua Tuhan batal) kecuali Allah. 6. Dampak kepercayaan terhadap Tuhan dan agama dalam kontribusinya pada konseptualisasi Pendidikan Islam. Manusia selain sebagai makhluk individual (individual being), makhluk sosial (social being), makhluk bermoral (moral being), juga sekaligus sebagai makhluk bertuhan (divine being). Sesuai dengan pembahasan di atas, dengan sadar atau tidak sadar setiap manusia harus mengakui bahwa dia (manusia) adalah salah satu ciptaan dari Tuhan yang hidup di dunia ini, dan harus mengakui bahwa dari seluruh alam dan beserta makhluknya ini pastilah ada dzat penciptanya yang dikenal dengan Tuhan dan dalam konteks kita sebagai muslim adalah Allah SWT sebagai Tuhan Kholik kita. Sebagai konsekuensi logis dari pengakuan kita sebagai makhluk Tuhan, maka dengan memanfaatkan segala potensi yang dianugerahkan Tuhan yang dalam dirinya, maka tiap individu manusia akan berusaha untuk meningkatkan kualitas pribadinya, meningkatkan hubungan dengan sesamanya, dan meningkatkan pengabdiannya kepada Tuhannya. Manusia sebagai makhluk bertuhan memiliki implikasi yang luas dan dalam terhadap teori dan pelaksanaan pendidikan. Sebagai makhluk bertuhan, maka teori-teori pendidikan yang dipergunakan untuk manusia hendaknya sedapat mungkin berpangkal tolak dari nilai-nilai ketuhanan yang bersumber dari wahyu-wahyu Tuhan. Dalam kaitan dengan pelaksanaan pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan tersebut sedapat mungkin menggunakan pendekatan dan metode-metode yang sesuai dengan anjuran Tuhan.
25

Ustman al-Khaibawi. Durratun Nasihin, Terj. Abdullah Shonhaji. Semarang : al-Munawar. Hal. 273.

Page 12 of 15

Kurikulum pendidikan haus memuat materi-materi pendidikan yang dapat mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan sehingga kehadiran ilmu-ilmu yang terkait dengan pengenalan dan pemahaman yang mendalam manusia terhadap kebesaran Tuhan seperti ilmu Kalam (teologi) menjadi sesuatu yang urgen26. Agar dapat melaksanakan secara total kewajiban-kewajiban sebagai makhluk bertuhan, manusia membutuhkan berbagai macam fasilitas, kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan. Terkait hal ini, pendidikan harus mampu membekali peserta didik dengan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan yang terkait, baik terkait secara langsung seperti tata cara beribadah, maupun terkait dengan hal yang tidak langsung seperti urusan muamalah dan sebagainya27. Selain itu, implikasi manusia sebagai makluk berketuhanan dan beragama yang cukup penting adalah menjadikan fondasi agama dan tauhid sebagai sumber, dasar dan prinsip pendidikan Islam. Dalam hal ini sumber pendidikan Islam adalah Al Quran dan Al Hadist. Dasar pendidikan Islam adalah Tauhid, yaitu keyakinan bahwa seluruh bangunan pendidikan tersebut harus sejalan atau tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan. Sedangkan prinsip pendidikan Islam dalam konteks ini adalah kebenaran yang dijadikan pokok dasar dalam merumuskan dan melaksanakan pendidikan Islam. Salah satu contoh prinsip yang digunakan dalam Islam ; prinsip pendidikan untuk semua (Education for All) dan prinsip pendidikan sepanjang hayat (Long life Education)28. D. KESIMPULAN 1. Kepercayaan manusia terhadap Tuhan sudah diinisiasi sejak zaman dahulu dalam bentuk kepercayaan yang beraneka ragam, meskipun ada aliran kepercayaan yang tidak mengindahkan adanya Tuhan dan agama seperti paham atheisme. Diantara kepercayaan yang tumbuh sejak zaman terdahulu adalah ; kepercayaan dinamisme, animisme, polytheisme, monotheisme hingga konsep Tuhan trinitas dan Tuhan kita Allah SWT. 2. Tuhan dalam perspektif Islam adalah Tuhan sebagai Rabb (pencipta), Maalik (penguasa) dan Illah (Yang disembah) dan makna lain yang bisa diterjemahkan melalui sifat-sifat wajib Allah dalam Al Quran dan Al Hadist. Sedangkan agama adalah suatu pedoman dalam hidup manusia
26 27

atau way of life yang menuntun

Thoib, Ismail. 2008. Wacana Baru Pendidikan, Meretas Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta : Genta Press. Hal 61. Ibid., Hal 62. 28 Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Media Group. Hal 73, 89, 101.

Page 13 of 15

manusia untuk berhubungan dengan Illah nya dan dengan sesama makhluk untuk mencapai suatu keharmonisan. 3. Tuhan yang Haq dalam perspektif Islam (secara sederhana) adalah Tuhan yang memenuhi formula sifat salbiyah ketuhanan dalam Islam yaitu sifat qidam (terdahulu),
baqa (kekal), mukhalafatu lil hawaditsi (tidak serupa), qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri) dan wahdaniyah (esa).

4. Beberapa implikasi manusia sebagai makhluk bertuhan dan beragama antara lain : a. Teori-teori pendidikan yang dipergunakan untuk manusia selalu berpangkal tolak dari nilai-nilai ketuhanan yang bersumber dari wahyu-wahyu Tuhan. Maka pelaksanaan pendidikan tersebut juga sedapat mungkin menggunakan pendekatan dan metode-metode yang sesuai dengan anjuran Tuhan. b. Menjadikan fondasi agama dan tauhid sebagai sumber, dasar dan prinsip pendidikan Islam. E. DAFTAR PUSTAKA Asifuddin, Ahmad Janan. 2010. Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam (Tinjauan Filosofis). Yogyakarta : UIN Suka Press. Ismail, Sukemi. 2005. Konsepsi Tuhan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Studi Islam dan Budaya. Vol 3 No. 1 : hal 130-145. STAIN Purwokerto. Jirhandudin. 2010. Perbandingan Agama, Pengantar Studi Memahami Agama-agama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Media Group. Syekh Muhammad Al Fudhali. Kifayatul Awam. Sifat Wajib 20 Allah SWT. Thoib, Ismail. 2008. Wacana Baru Pendidikan, Meretas Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta : Genta Press. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ustman al-Khaibawi. Durratun Nasihin, Terj. Abdullah Shonhaji. Semarang : alMunawar.

Page 14 of 15

You might also like