You are on page 1of 27

Subscribe to comments Post Comment

Manajemen Perubahan Presentation Transcript


1. MANAJEMEN PERUBAHAN(MANAGEMENT OF CHANGE) by: Arya Paramarta 2. 1. Pendekatan Terhadap Apa yang Diubah Pendekatan dalam melakukan perubahan diproses dengan caraBEBERAPA PENDEKATAN TERHADAP PERUBAHAN pulling out atau mencabut cara dan kebiasaan lama atau dapat pula deengan cara putting in atau menempatkan cara dan kebiasaan baru. Ada 2 hal yang baik dilakukan dalam pendekatan perubahan: Creative destruction; menghancurkan dan mengganti dengan mengurangi pekerja, merombak struktur, akulturasi kembali seluruh tenaga kerja, atau menggantikan jaringan sosial dengan jaringan komputer. Creative recombination; mencabut apa yang sudah kita miliki dan mengombinasikan kembali dalam bentuk baru dan berhasil (Abrahamson, 2004:xii). Ada 5 faktor yang perlu diperhatikan agar pendekatan perubahan tidak menimbulkan kepusingan (change without pain): 1) Orang 2) Jaringan 3) Budaya 4) Poses 5) Struktur 3. 1. Pendekatan Terhadap Apa yang DiubahBEBERAPA PENDEKATAN TERHADAP PERUBAHAN Ada 2 macam pendekatan utama untuk manajemen perubahan, tergantung pada kondisi lingkungan yang dihadapi: a) Perubahan Terencana, untuk melakukannya perlu melewati 4 fase yaitu: Fase ekslorasi; dimana tiap organisasi berusaha menggali dan memutuskan apakah akan membuat perubahan spesifik atau tidak. Fase perencanaan; menyangkut pemahaman masalah dan cara tiap organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam melakukan perubahan. Fase tindakan; tiap organisasi mulai mengimplementasikan perencanaan perubahannya berdasarkan keadaan sekarang dan keadaan akan datang, menciptakan peraturan yang tepat dan mengevaluasi hasil implementasi tersebut. Fase integrasi; berkaitan dengan konsolidasi dan stabilisasi perubahan setelah sukses diimplemenasikan, berkaitan dengan penguatan prilaku serta feedback individu. b. Pendekatan Darurat, menekankan pada lima gambaran organisasi yang dapat mengembangkan atau menghalangi keberhasilan perusahaan, yaitu: 4. Struktur organisasi: perubahan struktur menuju pada suatu organisasi dengan lebih banyak delegasi.BEBERAPA PENDEKATAN TERHADAP PERUBAHAN Budaya organisasi: upaya untuk mempengaruhi perubahan dalam suatu organisasi dengan berusaha mengubah budayanya. Organisasi pembelajaran: proses mengetahui atau belajar tiap individu yang mendorong mereka untuk melakukan perubahan, apakah karena tidak ada pilihan atau adanya ketidak puasan dengan sistem dan prosedur yang ada. Prilaku manajerial: dimana peran Manajer sebagai pemimpin, fasilitator dan coach meredam hambatan hierarki, sehingga mampu memotivasi tim untuk mengidentifikasi kebutuhan dan mencapai perubahan. Kekuatan dan politik: pentingnya mengelola perubahan menjadi efektif dengan memanfaatkan unsur politik dari perspektif yang berbeda seperti, campur tangan serikat pekerja, dukungan manajemen senior, manajemen lokal dan pekerja. Dalam melakukan pendekatan darurat , Pattigrew dan Whipp (Burnes, 2000:294) mengusulkan model untuk mengelola perubahan strategis dan operasional dengan melibatkan 5 faktor yang saling berkaitan, yaitu: 5. Penelusuran lingkungan Memimpin perubahanBEBERAPA PENDEKATAN TERHADAP PERUBAHAN Menghubungkan perubahan strategis dan operasional

Sumber daya manusia sebagai kekuatan dan beban Pertalian maksud 2. Pendekatan yang Menekankan pada Proses The Choice of Process (Proses Pilihan) terdiri dari 3 elemen, yaitu: Konteks organisasional; berusaha mengetahui kekuatan dan kelemahan organisasi melalui informasi masa lalu, sekarang dan merencanakan yang akan datang dengan menggunakan metode- metode tertentu (SWOT dan PEST). Fokus pilihan; mengkhususkan perhatian pada isu jangka pendek, menengah dan panjang, berkaitan dengan kinerja organisasi atau pengembangan kompetensi teknologi tertentu. Lintasan organisasional; meliputi penentuan memori organisasi tentang kejadian pada waktu yang lalu maupun maksudnya pada masa depan, meliputi penentuan dan saling mempengaruhi antara visi, strategi, dan pendekatan perubahan organisasi. 6. Proses lintasan terdiri dari 3 elemen:a) Vision, merupakan cara pandang jauh ke depan yang berisikan cita-cita yang ingin diwujudkan dan sekaligus menentukan arah perjalanan suatu organisasi di masa mendatang. Menurut Cummings dan Huse (Burrnes, 2000:467) terdapat 4 aspek untuk membangun visi yaitu: misi, nilai manfaat, nilai kondisi dan tujuan jangka menengah.b) Strategy arus tindakan yang masuk akal atau konsisten di mana organisasi mengambil atau diambil untuk bergerak menuju visi.c) Change, menyangkut tujuan perlunya dilakukan perubahan, dimana perubahan akan dilakukan, serta bagaimana visi dan strategi itu sendiri mengarahkan perubahan. Proses perubahan terdiri dari 3 elemen: Tujuan dan manfaat Merencanakan perubahan Orang (people) 7. 3. Pendekatan CulturalDalam melakukan perubahan, tidak hanya diperlukan dorongan darimanajemen puncak, melainkan adanya kerjasama antara semua pihaksecara terintegrasi. Menurut (Peter Senge, 1999:12) ada beberapaalasan yang menyebabkan hal tersebut yaitu: 1)Mereka tahu bahwa orang dalam organisasi besar menjadi sinis tentang selera mode manajemen 2)Mereka menghargai perbedaan fundamental antara pemenuhan dan komitmen 3)Eksekutif bijaksana tahu bahwa banyak inisiatif manajemen puncak tidak hanya tidak efektifPemimpin selalu dikaitkan dengan manajemen puncak atau yangsecara hierarki memiliki peran esekutif dalam perusahaan.Pengembangan budaya organisasi harus dilakukan dengan kebranianpemimpin itu sendiri, cara pemimpin bertindak mendukungpengenbangan budaya membuat semua menjadi berbeda. Budayaorganisasi tidak dapat didelegasikan. Pemimpin membimbing denganmenunjukkan pada orang lain untuk menngikuti. 8. Cultural leader adalah orang yang dengan membericontoh, menyeimbangkan human value atau nillai kemanusiaan dengantugas pekerjaan. Leader ini dapat berada di setiap jenjang dalamorganisasi, mungkin menjadi direktur, manajer, supervisor atau bukanmanajer. Cultural leader menambahkan segi human side atau sisikemanusiaan dalam setiap aspek operasionalnya, berhubungan baikdengan setiap orang yang berada dalam lingkungan organisasi.Cultural leader bersifat: a) mau menerima, terbuka, kooperatif, partisipatif, komunikatif, berorientasi saling menguntungkan. b) pemimpin ini mengusahakan visi yang jelas, tujuan, arah, batas pembatasan an stabilitas c) menghargai keberhasilan dan melihat kegagalan sebagai peluanguntuk belajar d) berpendapat bahwa partisipasi dan komunikasi yang baik tergantung pada jaringan hubungan pribadi berdasar pada saling pengertian dan saling menghargai 9. 4. Pendekatan KonektifMemimpin berdasarkan hubungan dilakukan dengan mengintegrasikan semuakemungkinan hubungan yang dapat dilakukan untuk mencapai hasil yang diharakan.Connective leadership atau kepemimpinan berdasar hubungan merupakan salah satumodel yang diajukan Jean Lipman-Blumen (Hesselbein dan

Johnston, 2002:89-101).Menurutnya, pemimpin harus belajar mengintegrasikan interdependence atau salingketergantungan dengan diversity atau keberagaman.Interdependence menyangkut kegiatan yang bersifat saling melengkapi antaravisi, masalah bersama dan tujuan bersama sedangkan diversity mencerminkan karakterindividu, kelompok dan organisasi yang berbeda dan memajukan prioritas yang berbeda.Keuntungan connective leader:a) Mudah mendapatkan koneksi di antara orang, gagasan dan institusi yang berbedab) Dapat mencari masalah secara bersamac) Mengutamakan negosiasi, membujuk, dan mengintegrasikan kelompok yang antagonistisd) Dapat melihat tumpang tindih antara visi mereka sendiri dengan milik pemimpin lainnya 10. Untuk mendapatkan hasil terbaik, conective leader harus mengembangkanenam kekuatan kepemimpinan berikut:a) Etika kecerdasan politikb) Kebenaran dan akuntabilitasc) Politik kebersamaand) Berpikir jangka panjang dan bertindak jangka pendeke) Kepemimpinan melalui harapanf) Pencarian artiDasar prilaku connective leadership dapat dibagi dalam 3 perangkatachieving styles:a) Gaya kepemimpinan langsungb) Gaya kepemimpinan rasionalc) Gaya kepemimpinan instrumental 1

REYOG CITY
" Berbagi Ilmu untuk Saling Mencerdaskan "

Unmuh Ponorogo PP Muhammadiyah Menristek RI LIPI Kopertis Wil. VII Kelembagaan Dikti Ditjen Dikti Depdiknas

PERUBAHAN ORGANISASI DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN PERUBAHAN


Oleh: Hadi Sumarsono (FE Univ. Muhammadiyah Ponorogo)

Abstrak: Proses Perubahan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap organisasi. Organisasi akan selalu mengalami dinamika perubahan, baik yang disebabkan dari dalam maupun dari luar organisasi. Perubahan tidak harus terjadi begitu saja, namun perubahan harus mampu dikelola dengan baik. Manajemen perubahan diperlukan dalam rangka membantu proses perubahan menjadi lebih terarah. Artikel ini membahas bagaimana perubahan harus dilakukan, strategi yang dapat digunakan dalam proses perubahan, serta membahas kunci sukses dalam mengelola perubahan. Kata Kunci: Manajemen Perubahan, Perubahan Organisasi, Strategi perubahan PENDAHULUAN Charles Darwin pernah mengatakan bahwa Mereka yang berumur panjang bukanlah spesies yang terkuat namun mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan Pernyataan tersebut bukan hanya berlaku pada makhluk hidup saja, namun berlaku juga bagi organisasi. Menurut Arie de Greus (1997), seperti dikutip dalam Kasali (2005), sebenarnya perusahaan pada dasarnya adalah sesosok makhluk hidup. Karena ia hidup maka ia dilahirkan, tumbuh, berkembang, sakit, tua, dan dapat mati seperti makhluk hidup lainnya. Jika ingin berumur panjang dan mampu bertahan hidup maka organisasi harus selalu adaptif terhadap perubahan lingkungan.

Perubahan lingkungan dan teknologi yang begitu cepat memaksa organisasi untuk menyesuaikan dirinya. Sudah banyak contoh organisasi atau perusahaan-perusahaan yang gagal dalam menyesuaikan dengan perubahan akhirnya tertinggal oleh pesaing-pesaingnya dan akhirnya mati. Namun sebaliknya perusahaan-perusahaan besar yang mau terus bergerak secara inovatif akan selalu mampu bertahan menyongsong perubahan. Kasus di Indonesia, perusahaan seperti BNI, Gudang Garam, dan lain sebagainya sampai hari ini masih sehat walafiat walaupun usianya sudah lebih seratus tahun. Dalam perjalanannya, mereka tidak terus mengalami masa kejayaan. Ada masa-masa sulit, sakit, bahkan kritis dalam melewati perubahan zaman. Mereka tetap eksis karena mampu berubah menyesuaikan diri. Namun ada juga perusahaan tidak akan dapat menghindari diri menjadi tua yang rentan terhadap penyakit Organisasi akan bergerak lamban, rentan, kusam, kurang darah, tak bersemangat dan seterusnya. Organisasi bagaikan hidup segan matipun tak mau. Maka organisasipun harus dipaksa untuk berubah. Jika tidak segera berubah maka organisasi seperti ini akan tergusur serta tertinggal jauh oleh pesaing-pesaingnya. Manajemen perubahan merupakan proses yang terus menerus untuk melayani setiap kebutuhan akan perubahan. Perubahan selalu memunculkan kekhawatiran serta harapan. Penguasaan strategi untuk mengelola perubahan merupakan hal penting. Demikian juga bagaimana proses perubahan itu terjadi, kapan seharusnya perubahan dilakukan. Seluruh tindakan serta proses organisasilah yang menentukan berhasil ataupun gagalnya proses tersebut. Dalam artikel ini hendak dijelaskan bagaimana perubahan organisasional dan bagaimana membangun strategi serta mengidentifikasi kunci sukses seorang pemimpin dalam mengelola perubahan. PERSPEKTIF MANAJEMEN PERUBAHAN Seperti yang telah dikemukakan oleh Genus (1998), dalam Soerjogoeritno (2004), dalam menjelaskan perubahan organisasional dapat dilakukan melalui perspektif manajemen

perubahan. Perspektif manajemen perubahan tersebut didasarkan pada empat dimensi utama, yaitu: 1) Berkaitan dengan konsep tentang proses perubahan, 2) Berkaitan dengan konteks dan ketidakpastian, 3) Berkaitan dengan konsep tentang isi dan skala perubahan yang akan dilakukan, dan 4) Berkaitan dengan metode dan strategi yang dipilih dalam mengelola perubahan. Dimensi pertama yang muncul dalam perspektif manajemen perubahan adalah konsep tentang proses perubahan. Konsep mengenai proses perubahan ini akan memunculkan pertanyaan mendasar mengenai Kapan perubahan organisasi akan terjadi?. Pemahaman mengenai proses perubahan dapat menjadikan dasar dalam menciptakan kondisi sehingga memungkinkan terjadinya perubahan. Dimensi kedua, yaitu perubahan yang berkaitan dengan konteks dan ketidakpastian. Dimensi ini terkait dengan alasan mengenai mengapa harus berubah. Jika dikaitkan dengan fenomena lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan dinamis maka pertanyaan seperti Apakah kita harus berubah? menjadi tidak relevan lagi untuk dikemukakan. Pertanyaan yang lebih penting adalah Darimana perubahan akan dimulai?, Apakah perubahan akan menjadikan hal yang lebih baik?, Kapan seharusnya perubahan dilakukan?. Jawaban dari pertanyaan seperti itu akan menjadi dasar untuk membangun suatu konsep, suatu kegiatan bahkan landasan dalam mengelola perubahan. Landasan yang kuat akan menjadi urgen ketika kita memahami bahwa setiap perubahan akan memunculkan ketidakpastian. Dimensi ketiga, yaitu menyangkut konsep tentang isi dan skala perubahan yang akan dilakukan. Dimensi ini mensyaratkan bahwa perubahan haruslah dipersepsikan sebagai sesuatu yang membumi dan dapat dijangkau oleh mind set dan pemikiran. Ketika arah perubahan dipersepsikan sebagai sesuatu yang tinggi atau utopis, maka yang tercipta adalah resistensi yang kuat dalam menolak perubahan. Arah perubahan yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan dan kepentingan anggota sangat memungkinkan akan memunculkan fenomena status quo. Jika perubahan dipersepsikan sebagai sesuatu yang membuat anggota organisasi tidak nyaman dengan posisi dan kondisi yang baru, maka tidak mengherankan jika antusiasme dan komitmen untuk melakukan perubahan sangat kecil. Demensi yang terakhir, yaitu menyangkut metode atau strategi yang dipilih dalam melakukan perubahan. Dimensi ini memunculkan pertanyaan Tentang strategi apa yang akan digunakan?. Pemilihan metode dan strategi yang tepat merupakan faktor penentu keberhasilan organisasi dalam melakukan perubahan. KAPAN PERUBAHAN TERJADI DAN KAPAN DILAKUKAN? Setidaknya terdapat tiga faktor yang mendorong terjadinya perubahan organisasi (Soerjogoeritno; 2004). Pertama, sejumlah ketidakpuasan dengan kondisi sekarang. Semakin besar rasa ketidakpuasan dengan kondisi sekarang, akan semakin mendorong untuk melakukan perubahan. Kedua, ketersediaan alternatif yang diinginkan. Semakin banyak alternatif yang tersedia yang lebih layak untuk memperbarui kondisi sekarang menuju kondisi yang lebih baik maka semakin menguntungkan bila melakukan perubahan. Ketiga, adanya suatu perencanaan untuk mencapai alternatif yang diinginkan. Bila ada perencanaan yang baik dan sistematis berarti semakin terbuka peluang melakukan perubahan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah pengorbanan yang dikeluarkan akan sebanding dengan hasil yang didapat jika perubahan dilakukan?. Jika hasil melebihi pengorbanan maka proses perubahan akan lebih mudah dilakukan. Namun sebaliknya, jika keuntungan tidak

sebanding pengorbanan, maka perubahan akan menemui hambatan. Gambar 1 menjelaskan kapan perubahan akan terjadi.

Menurut Charles Handy (1994), dalam Kasali (2005), setiap organisasi akan berkembang mengikuti Kurva Sigmoid (Sigmoid Curve), yaitu seperti kurva S yang tertidur. Organisasi akan menghadapi masa-masa pertumbuhan, puncak dan akhirnya mencapai masa-masa penurunan (lihat gambar 2).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa melakukan perubahan tidak perlu menunggu sampai saat-saat krisis. Perubahan terbaik justru seharusnya dilakukan pada saat-saat perusahaan sedang mengalami peningkatan. Karena pada saat itulah perusahaan mempunyai rasa percaya diri yang besar, serta sumber daya yang tangguh. Namun kondisi seperti itu sulit mendorong organisasi untuk berubah karena organisasi merasa nyaman menikmati keberhasilannya. Karena perubahan dilakukan pada masa jaya, penolakan perubahan (resistance to change) akan muncul sangat kuat. Karena berada pada posisi pertumbuhan, maka kebanyakan anggota organisasi akan merasa puas. Mereka beranggapan bahwa keuntungan atau benefit yang akan diperoleh tidak sebanding dengan pengorbanan yang mereka lakukan.

PENOLAKAN PERUBAHAN Penolakan terhadap perubahan merupakan suatu yang sering terjadi dan bersifat alamiah. Banyak hal yang menjadi alasan mengapa mereka lebih suka mempertahankan status quo yang ada dan menolak untuk melakukan perubahan. Menurut Kerr (Hani dan Reksohadiprodjo; 1997) penyebab timbulnya penolakan tersebut meliputi: kepentingan pribadi, adanya salah pengertian, norma, keseimbangan kekuatan serta adanya berbagai perbedaan seperti nilai, tujuan, dan lain sebagainya. Adanya rasa kehilangan rasa nyaman, kekuasaan, uang, keamanan serta identitas dan keuntungan-keuntungan lain yang ditimbulkan adanya perubahan akan menimbulkan penolakan. Selain itu, salah pengertian sebagai akibat salah informasi menjadikan orang enggan untuk menerima perubahan. Hal ini dikarenakan mungkin mereka merasa tidak diikutkan dalam diskusi dan penyusunan rencana perubahan. Mereka tidak mengetahui tujuan, proses, dan akibat potensial yang ditimbulkannya. Lebih jauh lagi, aturan-aturan serta norma-norma yang sudah tertanam kuat juga akan menghambat adanya suatu perubahan. Mereka mungkin mereka takut atau menyangsikan bahwa perubahan akan meninjadikan keadaan menjadi lebih baik. Kurang adanya rasa kesadaran dan kepercayaan dari pihak-pihak yang menolak adanya perubahan. Sedangkan Quirke (1996), dalam Soerjogoeritno (2004), mengidentifikasi beberapa penyebab adanya penolakan terhadap perubahan, diantaranya adalah: 1) Kurangnya atau tidak adanya pemahaman akan kebutuhan untuk berubah, 2) Kurangnya atau tidak kondusifnya konteks atau lingkungan perubahan, 3) Adanya pemahaman bahwa perubahan yang akan dilakukan tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dasar organisasi, 4) Kesalahan dalam memahami perubahan dan implikasi-implikasinya, 5) Adanya pemahaman bahwa perubahan yang akan dilakukan bukanlah merupakan pilihat terbaik bagi organisasi, 6) Tidak adanya kepercayaan atau keyakinan terhadap orang-orang yang mengajukan rencana perubahan, 7) Tidak adanya keyakinan terhadap keseriusan orang-orang yang memimpin perubahan, dan 8) Adanya konsepsi bahwa perubahan tidak dilakukan secara adil. STRATEGI PERUBAHAN Menurut Kasali (2005) Platt (2001), berdasarkan proses perkembangan organisasi dalam sigmoid curve (lihat gambar 3), strategi perubahan dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu: Transformasional Management, Turnaround Management, dan Crisis Management. Perubahan transformasional dapat disamakan dengan apa yang dikatakan Grener (1998) sebagai perubahan yang mempunyai sifat evolusioner, yaitu perubahan yang dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang lama, serta menekankan pada proses dalam pelaksanaan pekerjaan dan perubahan perilaku dalam jangka panjang (Ulrich; 1996). Strategi transformasi muncul sebagai antisipasi perubahan sebelum terjadinya tuntutan akan perubahan. Menurut Kasali (2005), strategi transformasi biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sehat atau masa tumbuh. Tanda-tanda terjadinya penurunan atau yang kurang menggembirakan hanya nampak sedikit saja bahkan tidak nampak sama sekali. Dibutuhkan pengindraan yang tajam (visi) bahkan pengendusan sebelum sebuah kejadian besar meledak di depan mata. Pada gambar 3, strategi transformasi dilakukan ketika perusahaan berada pada titik A. Tujuannya agar organisasi bergerak mulus ke titik C mengikuti alur kurva pertama menuju ke kurva kedua.

Strategi yang kedua, yaitu strategi turnaroud merupakan strategi yang sering dilakukan oleh para pelaku usaha. Strategi ini muncul sebagai reaksi dari setiap kejadian atau respon dari signal atau tanda-tanda yang semakin jelas. Pada kondisi ini, tanda-tanda terjadinya penurunan mulai nampak namun organisasi masih mempunyai sumberdaya untuk melakukan perbaikanperbaikan. Dalam Sigmoid Curve, fase ini berada di titik B1. Strategi turnaroud dilakukan sebagai reaksi agar organisasi tidak terjerembab dalam fase penurunan. Manajemen krisis sebagai strategi yang ketiga, biasanya dilakukan jika perusahaan sudah memasuki masa krisis yang identik dengan korban, konflik, kerugian, dan kerusakan-kerusakan. Pada fase ini organisasi telah hampir kehilangan semua energi. Ada kemungkinan orang-orang yang jernih dan punya keberanian akan tampil mengambil kesempatan, memimpin, dan mengembalikan krisis pada keteraturan. Manajemen krisis biasanya melakukan perubahanperubahan yang sangat mendasar namun lebih dulu melakukan langkah-langkah penyelamatan. Fase ini digambarkan berada pada titik B dimana orang-orang yang tersisa adalah orang-orang yang kurang produktif dan organisasi nyaris tidak punya apa-apa. Implementasi ketiga strategi tersebut ke dalam tindakan strategis tidak dapat dibedakan secara hitam putih. Kadang kala muncul berbagai kombinasi antara strategi yang satu dengan yang lainnya. Untuk membantu eksekutif memberikan pilihan secara lebih baik, Platt (2001) mengajukan langkah-langkah maupun tindakan strategis yang lebih terinci (Kasali; 2004). Langkah-langkan ataupun tindakan yang dapat diambil dalam setiap tahap dan strategi dalam sigmoid curve tersebut dapat dirangkum dalam Tabel 1.

KUNCI SUKSES PEMIMPIN DALAM MENGELOLA PERUBAHAN Setiap keinginan atau inisiatif untuk berubah, hanya timbul dari kesadaran akan pentingnya suatu perubahan. Keinginan ini kadang timbul hanya pada segelintir orang saja dalam organisasi. Akan muncul seorang pencetus yang akan memulai dan mungkin memimpin proses perubahan tersebut. Akan ada upaya untuk mengajak anggota lain melakukan perubahan. Hal ini memungkinkan perubahan dapat diakui sebagai suatu keharusan oleh seluruh anggota organisasi. Tetapi keinginan ini pasti akan menimbulkan penolakan terhadap perubahan. Bila keinginan dan kebutuhan untuk berubah tersebut kuat maka penolakan tersebut akan diupayakan untuk dieliminir. Dengan lebih dulu mengupayakan penyadaran dan mengeliminir penolakan maka proses dalam mengelola perubahan akan lebih mudah dilaksanakan. Proses selanjutnya adalah adanya persetujuan mengenai tipe perubahan yang dibutuhkan, mengidentifikasi dan mengembangkan critical success factor, penyediaan sistem dan struktur, dan akhirnya akan menimbulkan suatu pengembangkan strategi. Strategi yang telah dibuat kemudian diimplementasikan, dikontrol, dan diukur tingkat keberhasilannya. Berdasarkan hasil pengukuran, hal tersebut kemudian dievaluasi untuk digunakan sebagai learning pada proses selanjutnya. Berdasarkan proses perubahan yang terjadi, dapat diidentifikasi sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pengelolaan perubahan. Menurut Ulrich (1996), kunci sukses dalam mengelola perubahan organisasi, adalah: 1) Leading change merupakan orang yang mensponsori perubahan dan memimpin proses perubahan tersebut, 2) Creating a share need. Menyakinkan individu, mengapa mereka harus berubah dan kebutuhan kebutuhan untuk berubah lebih besar dibandingkan penolakan yang dilakukan, 3) Shaping a vision, yaitu mengatasi hambatan untuk berubah, 4) Mobilizing commitment merupakan identifikasi, mengikat dan membela kepentingan stakeholder yang harus diperhatikan dalam mengelola perubahan, 5) Changing system and structure. Menggunakan fungsi human resource dan manajemen (stafffing, development, appraisal, rewards, organization design, communication, systems dan sebagainya) untuk menyakinkan bahwa perubahan dibangun dalam infrastruktur organisasi, 6) Monitoring process. Menetapkan benchmark, milestone dan eksperimen yang dapat mengukur dan menunjukkan proses perubahan tersebut, dan 7) Making change last. Meyakinkan bahwa perubahan terjadi melalui implementasi perencanaan, pemikiran dan komitmen.

LEADING CHANGE SEBAGAI KUNCI UTAMA Kehadiran seorang change agent yang akan memimpin proses perubahan organisasi merupakan faktor yang paling esensial dalam menentukan sukses tidaknya suatu organisasi menghadapi perubahan. Tanpa pemimpin maka proses perubahan tersebut akan menjadi tidak teratur dan kehilangan arah. Kehadiran seorang change leader ini dapat muncul dari orang dalam maupun luar organisasi. Moran dan Brightman (2000) berpendapat bahwa untuk menjadi seorang change leader yang efektif seorang pemimpin harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Mengetahui gambaran mengenai perubahan secara menyeluruh serta mengetahui dampaknya terhadap individu-individu dalam organisasi. Mampu mendorong anggota untuk menyesuaikan diri dengan perubahan baru yang terjadi dan mampu menyediakan sumber daya yang diperlukan, 2) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan individu untuk mencoba perubahan yang terjadi, mendorong semangat, mempunyai pengalaman dengan cara-cara baru yang dioperasikan dan mampu mendobrak budaya yang telah mengakar, 3) Memimpin usaha untuk berubah dalam setiap kata-kata dan tindakannya. Bertanggung jawab pada pelaksanaan proses kinerja yang telah berlangsung dan mengidentifikasi penolakan yang potensial muncul, 4) Menunjukkan dedikasi yang kuat untuk melakukan perubahan. Fokus pada hasil maupun proses, menganalisis kesalahan, menentukan mengapa hal tersebut terjadi dan berani untuk mencoba, dan 5) Berinteraksi pada individu-individu dan group-group dalam organisasi, Mampu menerangkan siapa, apa, kapan, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana terjadinya perubahan. Menurut Ulrich (1996), dalam proses perubahan organisasi seorang change leader harus mampu menjadi seorang champion, yaitu harus mampu menyebarkan visinya dan mendorong individu mencapai visi tersebut. Mampu berperan tidak hanya sebagai knowledge worker tetapi juga sebagai knowledge broker. Change leader harus mau dan mampu menyebarkan knowledge kepada anggota lainnya. Seorang pemimpin perubahan juga dituntut untuk mampu menjadikan orang lain sebagai pemimpin. CREATING SHARE NEED: MEMBANGUN KESIAPAN MENGHADAPI PERUBAHAN Michael Beer (1987) memberikan saran mengenai kondisi yang harus juga diperhatikan dalam mempersiapkan perubahan organisasi. Kondisi tersebut meliputi adanya dissatisfaction mengenai status quo anggota yang harus mengubah perilaku mereka. Membangun kesiapan untuk berubah, tergantung pada rasa membutuhkan adanya perubahan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat dan menumbuhkan rasa tidak puas dengan adanya status quo dan memotivasi mereka untuk mencoba sesuatu yang baru. Membangkitkan perasaan bersalah dan tertinggal, dengan menyadarkan bahwa kinerja saat ini masih jauh dari harapan. dan memberi gambaran yang lebih luas mengenai kinerja yang seharusnya dapat dicapai pada masa yang akan datang. Proses dalam membangun motivasi dan kesiapan ini dinamai Kurt Lewin sebagai proses unfreezing. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Berr (1987) survey yang dilakukan secara berturutturut dapat membantu mengembangkan rasa tidak nyaman dengan adanya status quo. Survey yang dilakukan untuk menilai sikap bawahan terhadap manajer mereka dapat meningkatkan dissatisfaction pada gaya kepemimpinan manajer. Beer juga menyimpulkan bahwa data feedback dan diskusi merupakan kunci sukses dalam mengembangkan kesiapan organisasi dalam menghadapi perubahan.

SHAPING A VISION SEBAGAI UPAYA MENGURANGI PENOLAKAN DAN HAMBATAN TERHADAP PERUBAHAN ORGANISASI Hal yang paling penting untuk digarisbawahi adalah penolakan terhadap perubahan merupakan suatu yang tidak dapat dihindari. Sikap penolakan yang ditimbulkan hanya bisa direduksi. Seperti yang dikutip dalam Kasali (2004), menurut Kotter & Schlesinge (1979) ada beberapa strategi dalam mengatasi penolakan terhadap perubahan, yaitu komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipulasi dan paksaan. menunjukkan kontinum dari sebelah kiri yang cenderung dapat diajak mengerti lebih mudah, sampai paling kanan yang harus dipaksa melalui sejumlah teknik (lihat gambar 4). Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam menghadapi perubahan organisasi adalah adanya hambatan-hambatan lain yang sering tidak disadari oleh manajer dan bahkan terabaikan. Hambatan tersebut muncul berkenaan dengan hubungan antara anggota dengan organisasi yang dinamai Strebel (1996) sebagai "personal compacts". Dimensi yang meliputi hubungan antara anggota dengan organisasi dibagi dalam tiga dimensi antara lain dimensi formal, psychological dan social.

Dimensi formal merupakan aspek yang berkaitan dengan hubungan antara employees dengan employers yang disebutkan dan dijelaskan secara formal. Bagaimana employees dan employer berkomitmen membagi tugas dan tanggung jawab mereka terhadap satu dengan yang lainnya. Dimensi psychological merupakan hubungan antara employees dengan employers. Hubungan ini lebih didasari pada aspek psikologis atau bahkan moral yang tidak ada tuntutan secara formal bila salah satu tidak melaksanakan komitmen mereka. Sedangkan dimensi social lebih menekankan bagaimana employers mensosialisasikan nilai-nilai organisasi dalam praktik manajemen dan bagaimana employees mempersepsikan nilai-nilai tersebut dalam beliefs mengenai bagaimana organisasi dapat bekerja dengan baik. Ketiga personal compact tersebut akan menjadi hambatan dalam proses perubahan organisasi jika tidak ikut direvisi atau dirubah. Perubahan personal compact harus seiring dengan perubahan organisasi yang diinginkan sehingga hal ini tidak lagi menjadi hambatan tetapi justru akan menjadi suatu dorongan atau kekuatan. Perubahan atau revisi dari personal compact ini meliputi tiga fase yang tidak boleh dilupakan. Pertama, pemimpin harus memperhatikan arah perubahan personal compact yang dibutuhkan. Kedua, pemimpin juga harus berinisiatif menemukan cara-

cara dalam melakukan proses untuk dapat merubah personal compact ke yang baru. Akhirnya, pemimpin juga harus mengikat komitmen mereka dengan peraturan-peraturan formal dan informal yang baru. MOBILIZING COMMITMENT AND CHANGE SYSTEM AND STRUCTURE SEBAGAI UPAYA MEMFASILITASI LINGKUNGAN DAN INFRA-STRUKTUR YANG MENDUKUNG PERUBAHAN Perubahan organisasi dilakukan agar organisasi menjadi lebih adaptif dalam menghadapi perubahan lingkungan. Structure, system, style, staff, skill, dan share value harus mampu menunjukkan fleksibilitas, dan bukannya stabilitas. Informasi harus mampu diakses sampai pada tingkatan yang paling rendah. Anggota organisasi harus mampu diberdayakan dengan struktur, sistem, dan management style untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang sebelumnya tidak mampu diakses (Berr; 1987). Komunikasi diupayakan untuk lebih terbuka lebar, bukan saja bersifat top-down tetapi juga bersifat bottom-up. Adanya dukungan dan sikap terbuka dari seorang pemimpin akan mampu memotivasi dan memberikan dorongan kepada anggota dalam melakukan perubahan dan individu menjadi tidak takut akan kegagalan. Fungsi-fungsi manajemen sumberdaya manusia yang lebih humanis, yang mampu menyejajarkan antara organization win dan employee win, dapat mendukung proses perubahan organisasi lebih baik. MONITORING PROCESS AND MAKING LAST CHANGE: MEYAKINKAN PROSES PERUBAHAN BERJALAN DENGAN BAIK Adanya pengawasan terhadap proses yang berlangsung dapat menjadikan proses perubahan lebih terarah sesuai tujuan yang diinginkan. Untuk itu dibutuhkan adanya target kinerja yang spesifik dan pengukurangnya. Hal ini mempunyai beberapa tujuan antara lain (Moran, J.W., dan Brightman, B. K.; 2000): 1) Membantu membuat perubahan lebih dapat dilihat dalam kacamata kinerja individu dan kinerja organisasi. Hal ini akan menimbulkan motivasi tersendiri bagi anggota organisasi, 2) Menjadikan hasil sebagai arahan, akan dapat memberikan individu perasaan untuk lebih maju dan berkembang, 3) Dengan menekankan pada spesifik kinerja yang dibutuhkan, akan dapat membantu dalam mengetahui individu yang menolak perubahan. Sehingga proses adaptasi menjadi lebih cepat, 4) Pengukuran hasil cenderung mendorong adanya kejelasan mengenai perubahan sehingga organisasi dapat memfokuskan pada hal yang lain. KESIMPULAN Tidak ada sesuatu yang tidak berubah, semua pasti akan mengalami suatu perubahan. Begitu juga dengan organisasi, yang harus mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Dibutuhkan suatu perencanaan dalam proses perubahan, sehingga perubahan menjadi lebih terarah. Pemahaman mengenai perubahan dapat dilihat melalui perspektif manajemen perubahan. Pertanyaanpertanyaan yang mucul dari perspektif manajemen perubahan dapat memberikan jawaban bahwa perubahan harus dilakukan. Manajemen perubahan tidak menyarankan untuk menunggu sampai muncul dorongan yang kuat akan perubahan, namun kondisi organisasi yang selalu siap melakukan perubahan harus diciptakan. Segala penolakan dan hambatan untuk berubah harus dieliminir terlebih dahulu. Sehingga dengan begitu pemimpin perubahan akan lebih mudah menciptakan lingkungan yang lebih mendukung adanya perubahan. Melalui kombinasi tindakan strategi dengan fase organisasi dalam sigmoid curve dapat memberikan arahan dalam mengelola perubahan. Bagi seorang

pemimpin, critical succes factor dapat menjadi landasan dalam mengelola perubahan. Dengan memperhatikan berbagai dimensi dalam perspektif manajemen perubahan tersebut diharapkan proses perubahan menuju kesuksesan. DAFTAR PUSTAKA Beer, M, 1987, Revitalilzing Organizations: Change Process and Emergent Model, Academy of Management Executive, February. Greiner, LE, 1998, Revolution as Organizations Grow, Harvard Business Review, May-June. Kasali, Rhenald, 2005, Change, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Handoko, Hani T dan Reksohadiprodjo, S., 1997, Organisasi Perusahaan, Cetakan kesepuluh, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Ivancevich, JM, Matteson, M T, 1999, Organizational Behavior and Management, McGrawHill, Singapore. Moran, JW and Brightman, BK, 2000, Leading Organizational Change, Journal of Workplace Learning, MCM University Press. Siegal, W, 1996, Understanding Management of Change, Journal of Organizational Change Management, MCB University Press. Soerjogoeritno, ER, 2004, Total Organizational Change Berkelanjutan: Perspektif Manajemen Perubahan, Majalah Usahawan No. 06, Th XXXIII, Juni 2004 Strebel, P, 1996, Why Do Employees Resist Change?, Harvard Business Review, May-June. Ulrich, D, 1996, Human Resource Champions, Harvard Business School Press, Boston Massachusetts. Label: Artikel Ilmiah Diposkan oleh SLAMET SANTOSO di Minggu, Februari 20, 2011 1 komentar:

1. Dora Valerie19 Mei 2012 07:35 I believe that when we move into the empty space around the core, that's when we become creative. That's when we become the disturbing bit of chaos which actually sets new things in motion. And that's the exciting bit. A valuable resource about Charles Handy mindsets could be found here: Charles Handy - world class quotes Balas Muat yang lain... Link ke posting ini Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Ada kesalahan di dalam gadget ini

INGAT WAKTUMU...
Free Blog Calendar

Lihat profil lengkapku 403741

SILAHKAN KUNJUNGI

MASUKKAN EMAIL ANDA

PENCARIAN CEPAT ARSIP BLOG

TULISAN PALING POPULER

MATERI XVI : CONTOH KASUS ANALISIS REGRESI DAN KORELASI SEDERHANA Seorang peneliti ingin mengetahui pengaruh dari tinggi badan terhadap berat badan. Untuk kebutuhan penelitian tersebut diambil sampel secara...

LANGKAH MENYUSUN BERKAS SERDOS : CURRICULUM VITAE (BAGIAN 2) Setelah data dan berkas sudah siap dan komplit dilanjutkan dengan memasukkan data tersebut ke dalam form Curriculum Vitae yang sudah tersedi...

ANALISIS TREND (Materi X : Pengertian dan Metode Least Square) Pengertian : Analisis trend merupakan suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan...

ANALISIS REGRESI DAN KORELASI (Materi VIII : Analisis Regresi dan Korelasi Sederhana) Pengertian : Analisis regresi merupakan salah satu analisis yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. ...

Tabel F (Alpha : 5% dan 1%)

LABEL DOKUMEN

Artikel Ilmiah (15) Gambar (42) Gambarhttp://www.blogger.com/img/blank.gif (3) Kuliah : Metpen Kuantitatif (8) Kuliah : Program SPSS (11) Kuliah : Statistik Deskriptif (10) Kuliah : Statistika Induktif (20) Kuliah : Teori Ekonomi Mikro (5) Opini (21) Penelitian (19) Sertifikasi Dosen (10) Tabel - Tabel (4)

DOKUMEN

2012 (3) 2011 (23) o Desember (1)

o o o o o o

November (5) Juli (1) Juni (2) Mei (7) Maret (3) Februari (4) SEKILAS TENTANG MUHAMMADIYAH DI KABUPATEN PONOROGO... URGENSI EKONOMETRIKA SEBAGAI SALAH SATU ALAT ANALI... PERUBAHAN ORGANISASI DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN PE... KETIDAKTEPATAN DALAM METODE PENELITIAN KUANTITATIF...

2010 (17) 2009 (55) 2008 (45) 2007 (25)

Ada kesalahan di dalam gadget ini

DAFTAR PENGIKUT BLOG Penerbit Univ. Muhammadiyah Ponorogo Press, Nopember 2011

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Maret 2009)

Penerbit: Ardana Media Yogyakarta (Mei 2009)

Penerbit: P2FE_UMP, Ponorogo (Oktober 2010)

REYOG CITY. Template by Dicas Blogger. TOPO

Faktor-faktor Penyebab Perubahan Organisasi

1 Vote

Faktor-faktor Penyebab Perubahan Organisasi Secara garis besar faktor penyebab terjadinya perubahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

Faktor ekstern, Faktor intern.

Faktor Ekstern Adalah penyebab perubahan yang berasal dari luar, atau sering disebut lingkungan. Organisasi bersifat responsive terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Oleh karena itu, jarang sekali suatu organisasi melakukan perubahan besar tanpa adanya dorongan yang kuat dari lingkungannya. Artinya, perubahan yang besar itu terjadi karena lingkungan menuntut seperti itu. Beberapa penyebab perubahan organisasi yang termasuk faktor ekstern adalah perkembangan teknologi, faktor ekonomi dan peraturan pemerintah. Perkembangan dan kemajuan teknologi juga merupakan penyebab penting dilakukannya perubahan. Penggantian perlengkapan lama dengan perlengkapan baru yang lebih modern menyebabkan perubahan dalam berbagai hal, misalnya: prosedur kerja, kualitas dan kuantitas tenaga kerja, jenis bahan baku, jenis output yang dihasilkan, system penggajian yang diberlakukan yang memungkinkan jumlah bagian-bagian yang ada dikurangi atau hubungan pola kerja diubah karena adanya perlengkapan baru. Perkembangan IPTEK terus berlanjut sehingga setiap saat ditemukan berbagai produk teknologi baru yang secara langsung atau tidak memaksa organisasi untuk melakukan perubahan.

Organisasi yang tidak tanggap dan bersedia menyerap berbagai temuan teknologi tersebut akan tertinggal dan pada gilirannya tidak akan sanggup survive.

Faktor Intern Adalah penyebab perubahan yang berasal dari dalam organisasi yang bersangkutan, yang dapat berasal dari berbagai sumber antara lain:

problem hubungan antar anggota. problem dalam proses kerja sama, problem keuangan.

Hubungan antar anggota yang kurang harmonis merupakan salah satu problem yang lazim terjadi. Dibedakan menjadi dua, yaitu: problem yang menyangkut hubungan atasan bawahan (hubungan yang bersifat vertikal), dan problem yang menyangkut hubungan sesama anggota yang kedudukannya setingkat (hubungan yang bersifat horizontal). Problem atasan bawahan yang sering timbul adalah problem yang menyangkut pengambilan keputusan dan komunikasi. Keputusan pimpinan yang berkenaan dengan system pengupahan, misalnya dianggap tidak adil atau tidak wajar oleh bawahan, atau putusan tentang pemberlakuan jam kerja yang dianggap terlalu lama, dsb. Hal ini akan menimbulkan tingkah laku anggota yang kurang menguntungkan organisasi, misalnya anggota sering terlambat. Komunikasi atasan bawahan juga sering menimbulkan problem. Keputusannya sendiri mungkin baik tetapi karena terjadi salah informasi, bawahan menolak keputusan pimpinan. Dalam hal seperti ini perubahan yang dilakukan akan menyangkut system saluran komunikasi yang digunakan. Problem yang sering timbul berkaitan dengan hubungan sesame anggota organisasi pada umumnya menyangkut masalah komunikasi dan kepentingan masing-masing anggota. Proses kerja sama yang berlangsung dalam organisasi juga kadang-kadang merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Problem yang timbul dapat menyangkut masalah system kerjasamanya dan dapat pula menyangkut perlengkapan atau peralatan yang digunakan. Sistem kerja sama yang terlalu birokratis atau sebaliknya dapat menyebabkan suatu organisasi menjadi tidak efisien. System birokrasi (kaku) menyebabkan hubungan antar anggota menjadi impersonal yang mengakibatkan rendahnya semangat kerja dan pada gilirannya produktivitas menurun, demikian sebaliknya. Perubahan yang harus dilakukan akan menyangkut struktur organisasi yang digunakan. Perlengkapan yang digunakan dalam mengolah input menjadi output juga dapat merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Tujuan penggunaan berbagai perlengkapan dan peralatan dalam proses kerjasama ialah agar diperoleh hasil secara efisien.

Pengembangan organisasi yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Merupakan strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional, yang memiliki sasaran jelas berdasarkan diagnosa yang tepat tentang permasalahan yang dihadapi oleh organisasi. 2. Merupakan kolaborasi antara berbagai pihak yang akan terkena dampak perubahan yang akan terjadi. 3. Menekankan cara-cara baru yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja seluruh organisasi dan semua satuan kerja dalam organisasi. 4. Mengandung nilai humanistik dimana pengembangan potensi manusia menjadi bagian terpenting. 5. Menggunakan pendekatan komitmen sehingga selalu memperhitungkan pentingnya interaksi, interaksi dan interdependensi antara berbagai satuan kerja sebagai bagian integral di suasana yang utuh. 6. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi. Bila selama ini kita hanya mengenal pembelajaran pada tingkat individu dan kelompok, maka perkembangan manajemen telah mengenal pembelajaran organisasi (learning organization), yang secara sederhana dapat diartikan sebagai : organisasi yang secara terus menerus melakukan perubahan diri agar dapat mengelola pengetahuan lebih baik lagi, memanfaatkan tekhnologi, memberdayakan sumber daya, dan memperluas area belajarnya agar mampu bertahan di lingkungan yang selalu berubah. sumber :

Mendiagnosa Organisasi Mendiagnosa organisasi merupakan salah satu komponen utama dalam melakukan perencanaan perubahan. Diagnosis adalah proses untuk mengerti suatu fungsi dari arus system, yang pada kegiatan tersebut melibatkan pengumpulan informasi bersangkutan tentang operasi organisasi yang sedang berjalan, meneliti data tersebut, dan menggambarkan penarikan kesimpulan untuk peningkatan dan perubahan yang potensial. Hasil diagnosa yang efektif menyediakan pengetahuan yang sistematis bagi organisasi untuk mendesain intervensi yang sesuai. Banyak organisasi-organisasi lainnya dalam melakukan pengembangan dan perubahan organisasi tidak melakukan diagnosa oragnisasi secara benar, sehingga menyebabkan keterhambatan dalam proses perubahan dan perkembangan. Apapun bentuk dari perubahan yang dilakukan oleh organisasi, baik itu secara Radical Change ataupun Incremental Change, kebutuhan akan mendiagnosa organsiasi perlu untuk merencanakan langkah selanjutnya yang lebih strategic. Diagnosa merupakan sesuatu yang penting dalam perubahan dan pengembangan organisasi, untuk itu dalam tulisan ini, menyajikan suatu definisi diagnosa secara umum, serta model diagnosa organisasi. APA ITU DIAGNOSA ? Diagnosa adalah suatu proses mengerti bagaimana fungsi organisasi saat ini dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk mendesain intervensi perubahan. Kegiatan diagnosa ini biasanya dilakukan setelah adanya proses entering dan contracting yang dilakukan oleh organisasi untuk melakukan perencanaan perubahan, yang pada kedua proses tersebut organisasi telah menetapkan langkah untuk menindak lanjuti hasil diagnosa yang berhasil. Proses ini membantu praktisi pengembangan organisasi dan anggota klien (yang memakai konsultan perubahan) yang bersama-sama menentukan focus isu organisasi pada, bagaimana mengumpulkan dan menganalisis data untuk mengerti posisi organiassi, dan bagaimana bekerja bersama dalam mengembangkan langkah aksi dari diagnosa tersebut. Diagnosa dalam pengembangan organisasi, bagaimana pun merupakan banyak kolaborasi, seperti menyiratkan perpektif medis. Hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan diagnosa organisasi, agar adanya suatu kesuksesan dalam melakukan diagnosa, serta mendapatkan hasil yang optimal dalam melakukan perubahan dan pengembangan. Pertama, nilai dan kepercayaan etis yang mendasari pengembangan organisasi menyatakan bahwa anggota organisasi seluruhnya dan agen perubahan harus dilibatkan dalam menemukan faktor penentu dari efektivitas organisasi sekarang. Dengan cara yang sama, kedua-duanya harus dilibatkan dengan aktif di dalam mengembangkan intervensi yang sesuai dan menerapkannya. Untuk contohnya seorang manajer mungkin mencari pengembangan organisasi membantu mengurangi ketidak hadiran dalam departemennya. Manajer dan konsultan pengembangan organisasi, bersama-sama memutuskan dalam mendiagnosa penyebab masalah dengan menguji arsip ketidakhadiran perusahaan dan mewawancara pekerja tentang pertimbangan kemungkinan untuk tidak hadir. Dengan nilai-nilai tersebut maka akan ada kerjasama dalam mendiagnosa meupun melakukan langkah aksi sebagai hasil (follow up) dari diagnosa.

Kedua, model diagnosa medis juga menyiratkan sesuatu yang salah dengan pasien dan membutuhkan sesuatu untuk membongkar penyebab penyakit. Dalam kasus ini dimana organisasi mempunyai masalah spesifik, diagnosa dapat mengorientasikan masalah, mencari pertimbangan untuk masalah. Pada contoh diatas, dalam bagian ini agen perubahan harus mampu mencari, untuk membongkar area spesifik untuk pengembangan masa depan departemen yang efektif. Nilai yang kedua ini mengadopsi dari diagnosa dalam medis, yang mencari dan menemukan penyakit pada pasien, lalu menyembuhkan bagian tersebut. Disini perlu adanya infromasi yang jelas akan penyakit dan persoalan organisasi sehingga diberikan suatu penyelesaian aksi yang tepat dan menuju pada perubahan organisasi yang diharapkan. Dalam pengembangan organisasi, diagnosis digunakan dengan sangat luas seperti dalam yang digunakan dalam definisi medis. Diagnosa organisasi, merupakan proses kolaborasi antara anggota organisasi dan konsultan pengembangan organisasi dalam mengumpulkan informasi yang bersangkutan, menganalisa, dan menggambarkan kesimpulan untuk perencanaan aksi dan intervensi. Jadi proses organisasi adalah kerjasama dalam mengumpulkan data dalam organisasi tersebut, sebagai langkah strategic kedepan dari oragnisasi. Masuk dalam proses perubahan dan melakukan proses kontrak dalam perubahan sebagai hasil dalam suatu kebutuhan untuk mengerti juga suatu sistem utuh atau beberapa bagian, atau corak organisasi. Untuk mendiagnosa organisasi, praktisi pengembangan organisasi dan anggota organisasi membutuhkan data serta memiliki ide tentang apa informasi yang dikumpulkan dan dianalisa guna perkembangan organisasi selanjutnya. Sebagai hasilnya, model diagnostik menunjukkan wilayah apa yang untuk menguji dan pertanyaan apa yang dalam menaksir atau meramalkan bagaimana suatu organisasi sedang berfungsi. Proses dan model diagnostik harus terpilih secara hati-hati untuk menunjuk organisasi dalam mempresentasikan permasalahan seperti halnya untuk memastikan kelengkapan dan keluasan dalam diagnosa. Model potensial diagnosa ada dimana-mana, mereka menyediakan informasi tentang bagaimana dan mengapa sistem organisasi tertentu dalam proses atau fungsi yang efektif. Study yang sering dilakukan oleh para akasemisi dan praktisi mengenai organisasi, sering berhubungan dengan segi perilaku organisasi (organization behaviuor) seperti stress pekerja, kepeimpinan, motivasi, penyelesaian masalah, dinamika kelompok, desain pekerjaan, dan pengembangan karier. Selain hal tersebut, juga dilibatkan dalam organisasi yang lebih luas, termasuk lingkungan, strategi, struktur dan budaya. Model diagnosa dapat diperoleh dari informasi dengan mencatat dimensi atau variable yang dihubungkan dengan efektifitas organisasi. Kebutuhan akan model diagnosa bukan saja, membuat para agen perubahan makin mudah dalam melakukan suatu perubahan atau perkembangan organisasi, akan tetapi menambah pekerjaan yang lebih sKonflik Dan

Perubahan Organisasi

A. KONFLIK ORGANISASI Pengertian Konflik Konflik dalam organisasi telah didefinisikan oleh para ahli antara lain sbb :

a) S.P Robbins mendefinisikan konflik sebagai suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa ada pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan oleh pihak pertama. b) Pandji Anoraga dan Sri Suyati Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonisme antara dua atau lebih pihak. Jenis-jenis Konflik Organisasi

Menurut Pandji Anoraga et. al., ada 5 jenis konflik dalam organisasi, yaitu sbb :

1. 2. 3. 4. 5.

Konflik Dalam Diri Individu Konflik Antarindividu Dalam Organisasi Yang Sama Konflik Antara Individu dan Kelompok Konflik Antarkelompok dalam Organisasi Konflik antarorganisasi

Proses Konflik Menurut S.P Robbins, proses konflik dalam suatu organisasi mengalami 5 tahap, yaitu tahap oposisi dan ketidakcocokan potensial, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan hasil. Tahap 1. Oposisi dan Ketidakcocokan Potensial Pada tahap ini, kondisi yang membuka peluang timbulnya konflik adalah masalah :

1. Komunikasi 2. Struktur 3. Variabel Pribadi Tahap 2. Kognisi dan Personalisasi Pada tahap ini, konflik perlu didefinisikan untuk menempuh suatu jalan panjang menuju penetapan jenis hasil yang mungkin menyelesaikannya. Misalnya, Persepsi mengenai pengangkatan, apakah kenaikan pangkat atau kenaikan jabatan. Tahap 3. Maksud Maksud merupakan keputusan untuk tidak bertindak dalam suatu cara tertentu. Banyak konflik terjadi karena suatu pihak menghubungkan maksud yang keliru pada pihak yang lain. Di samping itu, terkadang ada kemelesetan antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan dengan tepat maksud orang. Tahap 4. Perilaku

Tahap perilaku mencakup pernyataan, tindakan dan reaksi yang dibuat oleh pihak yang berkonflik. Tahap 5. Hasil Hasil suatu konflik bisa fungsional dalam arti menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok dan bisa pula disfungsional dalam arti merintangi dalam kinerja kelompok. 1. Hasil Fungsional Konflik dapat bersifat konstruktif bila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreatifitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keinginan anggota kelompok, menyediakan media untuk menyampaikan masalah dan meredakan ketegangan serta menumpuk suatu lingkungan evaluasi diri dan perubahan. 2. Hasil Disfungsional dapat mengurangi efektivitas kelompok. Konflik ini menghambat komunikasi, mengurangi keterpaduan kelompok, dan dikalahkannya tujuan kelompok terhadap keunggulan pertikaian antara anggota. Jadi, konflik ini dapat menghentikan berfungsinya kelompok dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok. Penyebab dan Akibat Konflik Setidaknya ada 7 penyebab utama terjadinya konflik organisasi, yaitu sbb : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Perbedaan pendapat Salah paham Salah satu atau kedua belah pihak merasa dirugikan Perasaan yang terlalu sensitif Konflik yang disebabkan struktur Perilaku yang tidak menyenangkan Konflik yang disebabkan faktor luar organisasi

Manajemen Konflik Menurut Winardi, manajemen konflik mengandung arti bahwa konflik dapat memainkan peranan dalam rangka upaya pencapaian sasaran secara efektif dan efisien. Metode yang dipilih suatu organisasi untuk manajemen konflik tergantung pada sumber timbulnya problem yang ada. Metode Penyelesaian Konflik a. Dominasi atau Supresi Tindakan dominasi atau supresi biasanya memiliki 2 macam persamaan, yakni : 1. Mereka menekan konflik dan bukan menyelesaikannya dengan jalan mendesaknya ke latar belakang. 2. Menciptakan situasi menang kalah, dimana pihak yang kalah terpaksa tunduk kepada otoritas yang lebih tinggi atau kekuatan yang lebih besar. b. Kompromis Bentuk-bentuk kompromis antara lain :

1. 2. 3. 4. 5.

Pemisahan Arbitrase Cara kebetulan Peraturan Yang Berlaku Menyogok

c. Pemecahan problem Secara Integratif Metode ini ada 3 macam, yaitu : 1. Konsensus 2. Konfontasi 3. penggunaan Tujuan superordinat

erius lagi dalam mencaPenanganan

penolakan terhadap perubahan:

Penanganan penolakan terhadap perubahan: 1. Pendidikan dan Komunikasi. Biasa digunakan bila ada kekurangan informasi atau ketidakpastian informasi dan analisis. 2. Partisipasi dan Keterlibatan. Biasa digunakan bila pengambilan inisiatif tidak mempunyai semua informasiyang dibutuhkan umtuk merancang perubahan dan oranglain mempunyai kekuasaan untuk menolak. 3. Kemudahan dan Dukungan. Biasa dilakukan bila orang orang pendakkan karna masalah masalh adaptasi atau penyesuaian. 4. Negosiasi dan Persetujuan. Biasa digunakan bila banyak dari orang atau kelompok dengan kekuatan cukup besar untuk menolak akan kalah dalm suatu perubahan. 5. Manipulasi dan Bekerjasama. Biasa digunakan bila taktik taktik lain dirasa kurang bekerja maksimal dan di sisi lain biaya atau cost yang dikeluarkan besar . 6. Paksaan eksplisit dan implisit. Biasa digunakan bila kecepatan adalah hal yang paling penting dan para pengusul mempunyai kekuasaan yang besar.
pai kesuksesan diagnosa.

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR TEKANAN MANAJEMEN MEN DAN AUDIT TIME BUDGETPRESSURE TERHADAP INDEPENDENSI AUDITOR

SAMSUDIN, Deni and PRABOWO, Tri Jatmiko Wahyu (2009) PENGARUH FAKTORFAKTOR TEKANAN MANAJEMEN MEN DAN AUDIT TIME BUDGETPRESSURE TERHADAP INDEPENDENSI AUDITOR. PERPUSTAKAAN FE UNDIP. PDF - Published Version 177Kb

Abstract
Dalam teori audit dinyatakan audit yang baik harus memberikan informasi yang berkualitas, relevan, dan reliable berkaitan dengan laporan keuangan perusahaan . Namun, kenyataan dilapangan berbeda dengan yang terdapat dalam teori karena banyak terjadi aktifitas pengurangan kualitas audit yang dilakukan auditor. Pengurangan kualitas audit mengindikasikan penurunan tingkat independensi yang dimiliki auditor. Penurunan tingkat independensi disebabkan tekanan manajemen klien dan audit time budget pressure . Penelitian Nichols dan Price (1976) serta Barkess dan Simnet (1994) dalam Harhinto (2004) menyatakan bahwa tekanan manajemen dan intervensi manajemen merupakan suatu ancaman yang dapat merusak dan menghancurkan independensi auditor. Penelitian Weningtyas, et al., (2006) menyatakan bahwa time pressure mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penghentian premature atas prosedur audit. Hal ini berarti independensi auditor terkikis jika dihadapkan pada keadaan time pressure . Penurunan independensi auditor tidak terlepas dari keadaan personal dan eksternal pembentuk perilaku berupa hubungan keagenan antara pemilik (principal), manajemen (agen 1), dan auditor (agen 2) yang menyebabkan terjadinya situasi konflik audit. Tujuan utana dari penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap indpendensi auditor, yaitu tekanan manajemen klien dan audit time budget pressure . Tekanan manajemen klien diproksikan dengan intervensi manajemen klien, pemutusan hubungan kerja dan penggantian auditor, serta high fee audit. Sedangkan audit time budget pressure diproksikan dengan tight audit time budget dan sanksi atas audit over time budget. Penelitian ini melibatkan 43 orang auditor dari 6 KAP di wilayah Semarang. Sedangkan untuk menjawab hipotesis penelitian digunakan alat analisis regresi berganda, setelah sebelumnya dilakukan pengujian asumsi klasik, yaitu normalitas, multikoloniaritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi . Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh simpulan bahwa intervensi manajemen klien berpengaruh positif dan signifikan terhadap independensi auditor, tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemutusan hubungan kerja dan penggantian auditor terhadap independensi auditor, high fee audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap independensi auditor, tidak ada pengaruh yang signifikan antara tight audit time budget terhadap independensi auditor, dan sanksi atas audit over time budget berpengaruh positif dan signifikan terhadap independensi auditor. Kata kunci: independensi auditor, tekanan manajemen klien, audit time budget pressre.

You might also like