You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Adanya pergeseran demografi, pergeseran sosial ekonomi, serta meningkat

dan bertambah rumitnya masalah kesehatan akan berdampak pada tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Masyarakat lebih sadar akan hak dan kewajiban untuk menuntut tersedianya pelayanan pelayanan kesehatan dan keperawatan dengan mutu yang secara profesional dapat dipertanggungjawabkan. Peningkatan mutu pelayanan keperawatan dapat diberikan dengan bebagai cara salah satunya dengan memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan profesional melalui lima tahapan proses keperawatan, yaitu pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan yang profesional akan terwujud jika perawat sendiri benar-benar memahami ilmu keperawatan secara benar dan baik. Pemahaman yang baik dan benar tentunya merujuk kepada ilmu keperawatan yang dijadikan dasar dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien baik di rumah sakit, keluarga maupun di mayarakat. Peningkatan mutu pelayanan keperawatan didukung oleh pengembangan teori teori keperawatan. Perkembangan teori keperawatan telah menghasilkan banyak karya/ide baru yang dikembangkan yang menguntungkan dunia keperawatan untuk mengembangkan pemikiran dan penalaran perawat dengan teori yang cocok untuk digunakan atau diterapkan dalam praktek keperawatan pada klien secara nyata. Salah satu teori keperawatan yang dapat dikembangkan untuk praktek keperawatan di Indonesia adalah teori Model Adaptasi Roy dari Sister Callista Roy. Teori ini menjelaskan bagaimana individu/klien mampu meningkatkan kesehatannya dengan mempertahankan perilaku secara adaptif dan merubah perilaku yang maladaptif.

Teori adaptasi Roy menggunakan pendekatan yang dinamis, dimana peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan memfasilitasi kemampuan klien untuk melakukan adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya. Dalam memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan komprehensif, data dasar klien sangat diperlukan dalam mengidentifikasi respon respon klien terhadap masalah kesehatan. Dengan demikian cara perawat mengumpulkan data dan mengorganisasi data saat berada dalam tahap pengkajian merupakan hal yang sangat penting sehingga diagnosis keperawatan yang sesuai dapat teridentifikasi. Roy memberikan pendekatan multifokal dalam pengkajian tingkat

pertamanya tentang empat cara adaptasi klien yaitu cara fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Setelah pengkajian tingkat pertama, perawat kemudian menentukan stimulus fokal, kontekstual dan residual yang menunjang masing masing prilaku tersebut. Pengkajian tingkat kedua difokuskan pada faktor faktor yang mempengaruhi prilaku dari masalah. Mengingat pentingnya konsep pengkajian dalam keperawatan dan penerapan teori yang sudah dikembangkan pakar keperawatan dalam hal ini Model Adaptasi Roy, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah tentang Penerapan theori Model Adaptasi Sister Callista Roy dalam pengkajian sistem endokrin.

1.2 Tujuan 1. Tujuan Umum :

Memahami penerapan Model Adaptasi Roy dalam pengkajian keperawatan tentang system endokrin 2. Tujuan Khusus :

a. Memahami pengkajian menurut konsep model adaptasi Sister Calista Roy b. Mengaplikasikan konsep pengkajian keperawatan menurut Roy dalam study kasus system Endokrin

c. Menganalisis

kesesuaian

asuhan

keperawatan

yang

diberikan

dan

kesenjangan kesenjangan yang terjadi.

1.3

Manfaat Penulisan Manfaat penulisan makalah ini adalah Memberikan arahan bagi penulis

untuk penerapan model teori keperawatan menurut Sister Calista Roy dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien.

1.4

Sistematika Penulisan Penulisan makalah ini disusun dalam 5 bab, yaitu :

Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan Sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Teori yang berisi tentang konsep theori Adaptasi menurut Sister Calista Roy. Bab III : Analisis / Aplikasi Konsep theori Calista Roy dalam kasus. Bab IV : Pembahasan Bab V : Kesimpulan dan Saran.

BAB II KONSEP THEORY

2.1

Model Adaptasi Sister Calista Roy Model adaptasi Sister Calista Roy merupakan model dalam keperawatan yang

menguraikan bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan prilaku secara adaptif serta mampu merubah prilaku yang mal adaptif. Sebagai indivudu dan mahluk holistik memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi secara keseluruhan. Dalam asuhan keperawatan, sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dipandang sebagai Holistic
4

adaptif system dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan. System adalah satu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian bagiannya. System terdiri dari input, output, kontrol dan efektor, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Input Input sebagai stimulus yang merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang daat menimbulkan respon, dimana dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu : Stimulus fokal Stimulus kontekstual Stimulus Residual

2. Kontrol Proses kontrol seseorang merupakan bentuk mekanisme koping yang digunakan. Mekanisme kontrol dibagi atas : Subsistem regulator Subsistem Kognator

3. Efektor Efektor merupakan sistem adaptasi yang memiliki empat model adaptasi yaitu : Fungsi fisiologis Konsepdiri Fungsi peran Interdependent.

4. Output

Outputdari suatu system adalah prilaku yang dapat di amati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik bersal dari dalam maupun dari luar. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptid dan respon yang mal adaptif. 2.2 Komponen Sentral Paradigma Keperawatan Menurut Roy

Menurut Roy terdapat empat objek utama dalam ilmu keperawatan yaitu : 1. Manusia Manusia sebagai penerima pelayanan keperawatan mencakup individu, keluarga, kelompok dan masyarakat 2. Lingkungan Lingkungan merupakan konsep utama dalam interaksi manusia secara konstan. Lingungan adalah semua kondsi, keadaan dan kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan prilaku individu maupun kelompok 3. Sehat dan Kesehatan Esehatan adalah suatu keadaan dan proses berfungsinya manusia karena terjadinya adaptasi terus menerus 4. Keperawatan Keparawatan sebagai proses interpersonal yang diawali adanya kondisi maladaptasi akibat perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Tindakan keperawatan diarahkan untuk mengurangi atau mengatasi dan meningkatkan kemampuan adaptasi manusia 2.3 Proses Keperawatan Menurut Theory Roy

Menurut Roy (1991), elemen dari proses keperawatan meliputi Pengkajian tingkat pertama, pengkajian tingkat kedua, Diagnosis eperawatan, penentuan tujuan, Intervensi dan Evaluasi. 1. Pengkajian Tingkat Pertama : Pengkajian Prilaku

Merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan memutuskan klien adaptif atau mal adaptif. Pengkajian keperawatan berdasarkan model ini meliputi data tentang :
a. Mode Fungsi Fisiologis

1) Oksigenasi : kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas. 2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri 3) Eliminasi : yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari intestinal dan ginjal 4) Aktifitas dan Istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktifitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen komponen tubuh. 5) Proteksi/perlindungan : sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur integumen (kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.
6) The sense/ pengindraan : Penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa dan

bau memungkinkan sesorang berinteraksi dengan lingkungan. 7) Cairan dan elektrolit : Keseimbangan cairan dan elektrolit didalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan eektrolit 8) Fungsi Neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari regulator fungsi koping mekanisme seseorang. dan Mereka mempunyai untuk mengendalikan mengkoordinasi

pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktifitas organ rgan tubuh.

9) Fungsi Endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran hormon sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktifitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan erupakan regulator koping mekanisme. b. Konsep Diri
1) The Physical self (Fisik diri) : yaitu bagaimana eseorang memandang

dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. 2) Personal diri : yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moraletik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilang kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini c. Fungsi Peran Model fungsi peran mengenal pola pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat meerankan dirinya di masyarakat sesuai kedudukannya. d. Interdependensi Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/kasih sayang, perhatian dan saling menghargai.
2. Pengkajian Tingkat kedua : Pengkajian stimulus

Pada tahap ini merupakan pengkajian stimuli yang signifikan terhadap perubahan prilaku seseorang yaitu : a. Stimulus focal Merupakan perubahan prilaku yang dapat diobservasi. Perawatdapat melakukan pengkajian dengan menggunakan cara : ketrampilan melakukan observasi, melakukan pengukuran dan interview. b. Stimulus Kontekstual

Stimulus konstektual berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal. Faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptasi adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi dan lingkungan fisik.
c. Stimulus Residual

Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. 3. Diagnosa Keperawatan 4. Penentuan tujuan 5. Intervensi 6. Evaluas BAB III ANALISIS APLIKASI KONSEP ROY DALAM KASUS

Proses Keperawatan Berdasarkan Model Adaptasi Roy (RAM) 3.1. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama Umur Jenis Kelamin Suku Pendidikan : Tn. MU : 70 tahun : Laki-Laki : Bengkulu : SLTA

Pekerjaan

: Pensiunan

Alamt : Kampung Senapa RT. 01 RW. 03 Sukaberes, Ciomas, Serang Agama No. Reg Diagnosa Medis Tgl MRS : Islam : 636869 : Diabetes Mellitus : 04 Agustus 2011

2.

Riwayat Kesehatan Sekarang

a. Keluhan Utama Saat Ini : klien engatakan badannya lemas


b. Alasan Masuk Rumah Sakit : Klien mengeluh mual, badannya lemas, kaki dan

tangan terasa baal dan kesemutan pada bagian ujung. Selain itu, klien mengatakan sering haus dan sering berkemih terutama pada malam hari serta nafsu makan berkurang. 3. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien menderita kencing manis sejak 4 tahun yang lalu, dan sering berobat ke puskesmas. Pengobatan yang didapat dari Puskesmas yaitu Glibendclamide 5 mg. Klien juga pernah di rawat di RSUD Serang sekitar 5 bulan sebelum masuk RS. 4. RiwayatPenyakit Keluarga

Klien mengatakan, orang tuanya yaitu ayahnya memiliki penyakit yang sama dengan klien yaitu kecing manis. Sedangkan anggota keluarga yang lain tidak ada yang memiliki riwayat dan menderita kencing manis. 3.2. Pengkajian Dua Level (Two-Level Assesment) 3.2.1. Adaptasi fisiologis a. Oksigenasi

10

1. Pengkajian Prilaku Pernafasan spontan, tidak ada penyumbatan jalan nafas, RR : 24 x/menit, irama reguler, sputum (-), batuk (-), TD : 110/70 mmHg, N : 96 x/mnt, Suhu: 36,3 C, sianosis (-), Suara nafas vesikuler, bunyi jantung S1 dan S2 murni, irama jantung teratur, CRT kembali dalam 2 detik. Hasil pemeriksaan radiologi jantung dan paru dalam batas normal. EKG juga tidak ada kelainan. Laboratorium tgl 4 Agustus 2011: Hb15,5 g/dl, trombosit 256.000 ul. Pasien tidak dilakukan pemeriksaan AGD, namun pada saat pengkajian tidak ditemukan adanya tanda dan gejala gangguan pertukaran gas seperti : tidak ada sianosis pada jari jari dan bibir, frekwensi nafas 24 x/mntdan irama teratur (reguler) 2. Pengkajian Stimulus
a) Stimulus fokal : Tidak ada karena semua prilaku adaptif

b) Stimulus Kontekstual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif


c) Stimulus Residual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif

b. Nutrisi 1. Pengkajian Prilaku Klien mengatakan nafsu makannya berkurang, mual (+), badan terasa lemas, makan 3 kali sehari dengan porsi sedikit (1/4 porsi), jenis : diit DM 1700 kalori, tidak ada makanan khusus kesukaan, klien tidak ada alergi terhadap jenis makanan tertentu, reflek menelan baik, kebersihan mulut kurang, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, kulit lembab dan teraba hangat. BB saat ini 47 kg, BB sebelumnya 53 kg. Klien mendapatkan therapi Ranitidine 2 x150 mg dan injeksi Homolin 8 ui. 2. Pengkajian Stimulus a) Stimulus fokal : Nafsu makan menurun, mual (+)

11

b) Stimulus Kontekstual : kebersihan mulut kurang, lidah kotor. c) Stimulus Residual : Perubahan pola dan menu makanan di rmah sakit.

c. Eliminasi 1. Pengkajian Prilaku : BAB dan BAK klien lancar, BAB satu kali sehari, warna kuning, konsistensi lunak, dan tidak ada kesulitan dalam BAB, bising usus 7 kali permenit. Klien terpasang dower cateter, warna kuning jernih, nyeri (-), disttensi kandung kemih (-). Sebelum terpasang kateter klien mengatakan sering berkemih terutama pada malam hari. 2. Pengkajian Stimulus :
a) Stimulus fokal : Tidak ada karena semuanya dalam kondisi adaptif b) Stimulus Kontekstual : pemasangan dower cateter

c) Stimulus Residual : Usia lansia d. Aktifitas dan Istirahat 1. Pengkajian prilaku Tuan MU selama di rumah sakit tidak bekerja, selama di rumah sakit klien hanya terbaring di tempat tidur, selama di rumah sakit seluruh aktifitas klien (ADL) dibantu oleh keluarga dan perawat karena klien merasa lemas dan kedua tangan dan kaki klien terasa kebas dan kesemutan. Selama di rumah sakit aktiftas Hygiene pasien belum pernah dilakukan. Pola tidur klien klien normal, tidak ada gangguan dalam istirahat dan tidur. klien tidur malam sekitar 6 7 jam dan tidur siang sekitar 1 jam. 2. Pengkajian Stimulus
a) b)

Stimulus Fokal : kerusakan pada sel pangkreas, Difisiensi insulin Stimulus Kontekstual : keterbatasan aktifitas karena kelemahan

12

c)

Stimulus Residual : Sebelum sakit klien merupakan tipe pekerja

keras e. Proteksi dan perlindungan 1. Pengkajian Prilaku Suhu axial 36,3C, kulit lembab, teraba hangat, teksur lentur, turgor baik, tidak anemis, tidak ikterik, tidak ada pruritus dan lesi, tidakk ada odema, tidak ada pigmentasi, sensasi rasa baik, keculai pada ujung-ujung ekstremitas yang terasa baal dan kesemutan.

2. Pengkajian stimulus
a) Stimulus fokal : klien lemas b) Stimulus Kntekstal : terdapat baal dan kesemutan pada ujung ujung

ekstremitas
c) Stimulus Residual : Usia pasien yang sudah lansia

f. Sense / pengindraan 1. Pengkajian prilaku Kedua belah mata klien dapat melihat dengan baik, reflek pupil terhadap cahaya baik, klien tidak memakai kacamata. Fungsi pendengaran baik, tidak ada nyeri dan pembengkakan pada mastoid, tidak ada tinnitus, klien tidak memakai alat batu pendengaran. Pada perabaan sensasi panas, dingin, tajam dan tumpul klien masih baik, hanya kedua kaki dan tangan terasa kebas/ kesemutan. 2. Pengkajian stimulus
a) Stimulu fokal : penurunan sensasi rasa pada ujung ujung ekstremitas

tangan dan kaki


b) Stimulus Kontekstual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif 13

c) Stimulus Residual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif

g. Cairan dan Elektrolit 1. Pengkajian Prilaku Pasien mengatakan mual, sering haus, klien minum 5 6 gelas sehari, saat ini klien diberikan IVFD martrose 10 tts/ menit, Klien mendapatkan intake cairan dari minum dan IVFD, tidak ada masalah dengan elekrolit, turgor klien baik, kulit lembab, tekstur kulit lentur dan kulit teraba hangat, tidak ada oedema pada tubuh. Hasil laboratorium Ureum 27 mg/dl dan kreatinin 1,1 mg/dl. 2. Pengkajian Stimulus
a) Stimulus fokal : Sering berkemih di malam hari, sering haus b) Stimulus kontekstual : diuresis Osmotik c) Stimulus Residual : Tidak ada karena semua prilaku adaptif

h. Fungsi Neurologis 1. Pengkajian prilaku Tingkat kesadaran compos mentis, GCS : 15 (E4M6V5), reflek patela positif, reflek bicep tricep positif. Status mental baik, kemampuan motorik dan sensorik baik.. 2. Pengkajain stimulus
a) Stimulus fokal : Tidak ada masalah karena semua prilaku adaptif b) Stimulus kontekstual : Tidak ada masalah karena semua prilaku adaptif c) Stimulus Residual : Tidak ada masalah karena semua prilaku adaptif

14

i. Fungsi Endokrin 1. Pengkajian prilaku Kelenjar thyroid normal, tidak ada tremor, nafas tidak berbau keton, klien sering berkemih terutama pada malam hari, sering haus, dan tidak ada nafsu makan. tidak terdapat luka ganggren, klien merasakan baal dan kesemutan pada bagian ujung tangan dan kaki. Klien memiliki riwayat DM dari garis ketrunan keluarga dan klien sendiri sudah hampir 4 tahun menderita DM. Berat badan klien menurun selama sakit. Selama 4 tahun klien mengkonsumsi Glibendclamide 5 mg yang didapatkan dari puskesmas.Pemeriksaan hasil lab GDS : 263 mg/dl. 2. Pengkajian Stimulus
a) Stimulus Fokal : Peningkatan kadar gula darah b) Stimulus Kontekstual : Kerusakan organ endokrin (pankreas) c) Stimulus Residual : Usia lanjut dan faktor gaya hidup.

3.2.2. Model Konsep Diri 1. Physical Self (fisik Diri) Body sensation : klien mengatakan badannya terasa lemas. Saat ini klien sedang berfikir tentang penyakit yang dialaminya dan klien banyak bertanya pada perawat tentang penyakit yang dialaminya.
2. Personal self (personal diri).

Setelah dirawat klien berharap bisa sembuh dan sehat kembali, selama klien sakit klien tidak bisa beraktifitas seperti biasanya seperti bekerja, mengikuti kegiatan keagamaan dan yang lainnya. Klien meyakini bahwa sakit yang dialaminya adalah ujian dari Allah SWT dan yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah SWT. 3.2.3. Mode Fungsi Peran Klien adalah kepala keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga adalah klien. Sebelum sakit selain sebagai pensiunan klien juga bekerja sebagai buruh,

15

penghasilan klien hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari saja. Saat ini karena sakit klien tergantung pada istri dan anknya. 3.2.4. Mode Fungsi Interdependensi Klien memiliki hubungan yang baik dengan istri dan anak anaknya demikian juga dengan tetangga dan masyarakat sekitar. Orang yang terdekat dengan klien adalah istrinya. Klien biasa mengungkapkan perasaannya dengan istrinya saat ada masalah. Saat sakit klien selalu dijaga oleh istri dan anaknya.

3.3 Analisa Data No Data 1 DS : Klien mengatakan mual, badannya lemas, sering haus dan sering berkemih saat malam hari DO : Kien terpasang dower cateer, BB turun : 47 kg, GDS 263 mg/dl Etiologi / interpretasi Diuresis osmotik dari hyperglikemia Mekanisme : Defisiensi insulin Kadar glukosa darah meningkat Hyperglikemia Glikosuria Deuresis Osmotik Poli uri, poli dipsi resiko kurang volume cairan. Kekurangan insulin, kurang pengetahuan tentang manajemen diabetik Masalah Resiko kurang volume cairan

DS : Klien mengatakan badannya lemas, kurang selera makan,dan lrlah, mual. DO : Asupan makanan tidak memadai (hanya porsi yang habis), klien kurangselera makan, kelelahan, GDS berubah ubah,GDS tgl. 4 : 263 mg/dl, GDS tgl 5 : 370 mg/dl, GDS tgl 6 : 334 mg/dl DS : Klien mengatakan lemas, keluar keringat dingin, sebelum di pasang klien sering BAK pada malam hari, klien mengatakan baal dan kesemutan pada kaki dan tangan.

Resiko ketidakstabilan kadar gukosa darah

Kerusakan sel pancreas peningkatan sekresi kortisol defisiensi insulin glukosa darah tidak dapat di transfer ke jaringan perubahan status neurologis

Resiko syok Hipoglikemik

16

DO : Keadaan umum pasien lemah, TD : 110/70 mmHg, N : 96x/mnt, bibir agak pucat, GDS : 263 mg/dl DS : Klien mengatakan tubuhnya lemas, mual dan nafsu makan berkurang DO : Porsi makan hanya dihabiskan , BB sekarang 47 kg, BB sebelumnya : 53 kg, turgor kulit baik, mukosa lembab, lidah kotor, kebersihan mulut kurang terjaga

shok hipoglikemia

Faktor biologis : mual dan anoreksia Mekanisme : Defisiensi Isulin glukosa tidak dapatdi transfer ke jaringan glikogen otot menurun peningkatan metabolisme protein dan lemak peningkatan produksi badan keton gangguan keseimbangan asam basa mual/muntah anoreksia nutrisi tubuh tidak adekuat. Ketidakcukupan insulin dan produksi energi metabolik menurun. Mekanisme : Defisiensi insulin glukosa darah tidak dapat ditransfer ke jaringan glikogen otot menurun metabolisme karbohidrat terganggu ATP tidak terbentuk energi kurang kelelahan. Kelelahan fisik Mekanisme : Defisiensi insulin glukosa darah tidak dapat ditransfer ke jaringan glikogen otot menurun metabolisme karbohidrat terganggu ATP tidak terbentuk energi kurang

Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

DS : Klien mengatakan tubuhnya terasa lemas dan cepet lelah. Klien mengatakan padaujung kaki dan tangan terasa baal dan kesemutan DO : Aktifitas klien semua di bantu, klien hanya terbaring di tempat tidur, GDS : 263 mg/dl

Kelelahan

DS : Klien mengeluh lemas, klien engatakan ada ujung kaki dan tangan terasa baal dan kesemutan. DO : Keadaan umum pasien lemah, badan tampak kotor dan lengket, ADL dibantu oleh

Defisit diri

perawatan

17

keluarga dan perawat

DS : Wajah klien tampak bingung DO : Klien banyak bertanya pada perawat tentang kondisi penyakitnya

kelelahan aktifitas terbatas (ADL tidak terpenuhi) Kurang mengenal sumber informasi

Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan

3.4 Diagnosa Keerawatan 1. diuresis osmotik dari hyperglikemia. 2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa Resiko kurang volume cairan b/d

darah b/d kekurangan insulin, kurang pengetahuan tentang manajemen diabetik.


3.

Resiko syok hipoglikemi b/d

kerusakan pada sel pancreas. 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis : mual dan anoreksia. 5. Kelelahan b/d ketidakcukupan

insulin dan produksi energi metabolik menurun.


6.

Difisit perawatan diri b/d kelelahan

fisik 7. Kurang pengetahuan tentang proses

penyakit dan pengobatan b/d kurang mengenal sumber informasi.

18

BAB IV PEMBAHASAN

Teory adaptasi Sister Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan hubungan interdependensi selama sehat dan sakit. Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingungan internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan : pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar, pengembangan konsep diri positif, penampilan peran social dan pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan. Perawat menentukan kebutuhan tersebut untuk mengetahui penyebab timbulnya masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut. Kemudian asuhan keperawatan diberikan dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi. Pengkajain keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan menurut Roy dibagi dua yaitu pengkajian tahap I yang meliputi pengkajian prilaku yaitu : oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas dan istirahat, proteksi / perlindungan, penginderaan, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin. Selain pengkajian prilaku juga di kaji konsep diri, fungsi peran dan interdependen klien. Pengkajian tahap ke- II mengkaji tiga stimulus yaitu stimulus fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Adapun hasil interpretasi data pada kasus di BAB III adalah :

19

1. Oksigenasi Pada pengkajian oksigenasi, tidak ditemukan masalah apapun pada klien hal ini menunjukkan bahwa klien mampu berprilaku secara adaptif meskipun pada beberapa kondisi pada penderita gangguan fungsi endokrin ditemukan suasana hati yang labil dan lekas marah yang kemungkinan berhubungan dengan ACTH yang berlebihan. Selain itu juga kadang ditemukan hipertensi yang dihubungkan dengan retensi cairan akibat ACTH yang meningkat. Kenaikan atau penurunan denyut jantung dan irama atau perubahan suara jantung dapat terjadi akibat perubahan hormon tiroid.

2. Nutrisi Pada pengkajian nutrisi ditemukan penurunan berat badan, hal ini disebabkan karena defisiensi insulin akan mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, gejala lain meliputi kelelahan, dan badan terasa lemas. Defisiensi insulin juga akan menyebabkan glukosa tidak dapat di transfer ke jaringan, hal ini menyebabkan glikogen dalam otot menurun sehingga terjadi peningkatan metabolisme protein dan lemak. Pemecahan lemak akan mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa, sehingga akan muncul respon mual,muntah, nyeri abdomen dan anoreksia. Hal ini menyebabkan nutrsi didalam tubuh tidak adekuat. Selain hal tersebut, hygiene mulut yang tidak tejaga juga akan mengurangi selera makan klien, sehingga asupan makanan klien jadi berkurang sehingga Masalah yang bisa dimunculkan yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis dan

glukoneogenesis, namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan menimbulkan hyperglikemia, hal ini ditunjukkan dengan nilai GDS pasien yang cenderung meningkat yaitu 263 mg/dl pada tanggal 4 agustus dan 370 pada tanggal 5 agustus. Masalah yang bisa ditegakkan yaitu Resiko ketidakstabilan gula darah b.d difisiensi insulin.

20

3. Eliminasi Pada pengkajian eliminasi ditemukan bahwa klien sering BAK pada malam hari sebelum pasien di pasang dower kateter. Seringnya pasien diabetes BAK hal ini terjadi jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik), sebagai akibatnya pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (Polidipsia). Kekurangan dalam kasus ini adalah tidak tergambarnya seberapa besar urin output yang dihasilkan. Dalam pengkajian eliminasi pada gangguan endokrin menurut Roy digambarkan bahwa volume, waktu dan frekwensi output urin merupakan indikator penting dari penderita diabetes millitus. Diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu Resiko kurang volume cairan b/d deuresis osmotik dari hyperglikemia. 4. Aktifitas dan Istirahat Pada pengkajian di temukan bahwa klien mengeluh badanya lemas dan cepat lelah, terdapat rasa baal / kebas pada tangan dan kaki. Seluruh aktifitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat akibat kelemahan dan kelelahan fisik. Hal ini sesuai dengan pengkajian sistem endokrin menurut Roy bahwa tanda kelemahan umum sering dikeluhkan / dilaporkan oleh orang yang mengalami perubahan / defisiensi insulin. Kelelahan bisa terjadi melalui mekanisme dimana kondisi defisiensi insulin akan menyebabkan glukosa darah tidak dapat ditransfer ke jaringan sehingga glikogen otot menurun yang menyebabkan metabolisme karbohidrat terganggu, hal ini menyebakan ATP tidak terbentuk sehingga energi dalam tubuh kurang, sehingga menyebabkan kelelahan. Jika kelelahan terus berlanjut akan menyebakan aktifitas klien terbatas sehingga perawatan diri (ADL) tidak terpenuhi. Masalah keperawatan yang dapatditegakkan adalah Kelelahan b/d ketidakcukupan insulin dan produksi energi metabolik menurun serta diagnosa defisit perawatan diri b/d kelelahan fisik. 5. Proteksi dan perlindungan

21

Pada pengkajian proteksi dan perlindungan, tidak ditemukan masalah yang darurat pada klien, hanya saja ada rasa baal dan kesemutan pada ujung kaki dan tangan. hal ini menunjukkan bahwa klien masih mampu berprilaku secara adaptif meskipun pada beberapa kondisi penderita merasakan baal dan kesemutan di ujung kaki dan tangan. Diagnosa keerawatan yang dapat dimunculkan adalah resiko syok hipoglikemia. Syok hipoglikemia dapat terjadi karena adanya kerusakan pada sel pancreas yang menyebabkan peningkatan sekresi kortisol, hal ini menyebabkan defisiensi insulin sehingga akibatnya glukosa darah tidak dapat di transfer ke jaringan. Jika glukosa darah tidak dapat di ransfer ke jaringan maka respon didalam tubuh akan terjadi perubahan status neurologis yang lama kelamaan akan menyebabkan shok hipoglikemia 6. Penginderaan Pada pengkajian penginderaan, tidak ditemukan masalah yang darurat pada klien, hanya saja ada rasa baal dan kesemutan pada ujung kaki dan tangan. hal ini menunjukkan bahwa klien masih mampu berprilaku secara adaptif meskipun pada beberapa kondisi penderita merasakan baal dan kesemutan di ujung kaki dan tangan. Diagnosa keerawatan yang dapat dimunculkan adalah resiko syok hipoglikemia. Pada beberapa kondisi pada penderita gangguan fungsi endokrin menurut Roy dapat mengalami perubahan kemampuan dalam indra . ganggua pendengaran dan penglihatan pada malam hari menurun dapat menunjukkan disfungsi tiroid. Masalah retina terjadi pada pasien dengan gangguan insulin. Perilaku lain yang perlu diperhatikan adalah adanya sensasi abnormal seperti nyeri dan intoleransi terhadap perubahan suhu, rangsangan sensorik yang berkurang di ekstremitas bawah. 7. Cairan dan elektrolit Pada pengkajian cairan dan elektrolit ditemukan adanya mual dan rasa haus (polidipsie). Rasa sering haus dapat terjadi akibat konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,sehingga ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik), sebagai akibatnya

22

pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (Polidipsia). Diagnosa yang dapat ditegakkan yaitu Resiko kurang volume cairan b/d deuresis osmotik dari hyperglikemia. 8. Fungsi Neurologis Menurut Roy (1999), penilaian fungsi neurologis merupakan aspek penting yangterlibat dalam penilaian fungsi endokrin. Tingkat kesadaran dan fungsi mental serta adanya tremor atau kejang merupaka indikator penting. Contohnya tremor pada lidah dan ekstremitas dapat terlihatdalam situasi gangguan tiroid. Tingkat kesadaran dipengaruhi oleh hormon tirid, aldosteron, paratiroid dan insulin. Pengkajain fungsi neurologis pada kasus menunjukakan prilaku pasien yang adaptif, dimana ditunjukkan dengan Tingkat kesadaran compos mentis, GCS : 15 (E4M6V5), reflek patela positif, reflek bicep tricep positif. Status mental baik, kemampuan motorik dan sensorik baik..

9. Fungsi Endokrin Pada pengkjaian fungsi endokrin, Tn. MU mengalami hiperglikemia, dbuktikan dengan peningkatan GDS 263 mg/dl. Meskipun klien sering ke puskesmas dan mengkonsumsi Glibendclamide 5 mg, klien sering mengindahkan nasihatdari tim kesehatan sehingga penyakitnya kambuhan sejak 4 tahun yang lalu. Selain kondisi hyperglikemia, klien juga sering berkemih terutama pada malam hari, sering haus, dan tidak ada nafsu makan. klien merasakan baal dan kesemutan pada bagian ujung tangan dan kaki. Klien memiliki riwayat DM dari garis ketrunan keluarga dan klien sendiri sudah hampir 4 tahun menderita DM. Berat badan klien menurun selama sakit. Asalah yang dapat muncul adalah resko ketidakstabilan glukosa darah. 10. Konsep diri, fungsi peran dan Interdependen Konsep diri seringkali dipengaruhi oleh gangguan dalam kortisol, testosteron, hormon tiroid dan kadar insulin. Situasi ini mungkin pada gilirannya berdampak pada fungsi peran dan hubungan saling tergantung (Roy, 1999). Pada pengkajian yang

23

dilakukan pada Tn. MU banyak menunjukkan prilaku yang adaptif, hal ini menunjukkan bahwa klien mampu bertoleransi terhadap stressor dan kondisi ini dipertahankan sebagai upaya adaptasi terhadap lingkungannya. Hanya saja pada pengkajian konsep diri ditemukan kondisi klien yang terlihat bingung dan sering menanyakan kondisi penyakitnya. Hal ini dimungkinkan karena klien kurang terpapar terhadap sumber informasi. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan adalah kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan b/d kurang familier terhadap sumber informasi.

Pada pengkajian dengan teori Roy dapat terlihat bahwa model yang dikembangkan Roy dapat diaplikasikan di berbagai tatanan pelayanan di rumah sakit pada klien dengan penyakit akut maupun kronis, hanya saja kelemahan pada teory Roy adalah adanya duplikasi data, contohnya yaitu pada pengkajian proteksi / perlindungan dan pengindraan dimana dlam keduanya ada persamaan mengkaji sensasi suhu dan nyeri pada kulit, hal ini menyebabakan pengkajian tidak efektifdan efisien. Selain adanya duplikasi data, Roy juga belum menyentuh sisi kemanusiaan secara holistik, dimana manusia tidak hanya dipandang dari aspek bio, psiko dan sosialnya saja, akan tetapi juga dilihat dari aspek spiritual. Dalam hal ini Roy hanya menekankan pada bio, psiko dan sosialnya saja. BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan menggunakan model

adaptasi Roy, memiliki dua tahapan pengkajian yaitu pengkajian prilaku dan pengkajian stimulus. Pada pengkajian prilaku kita akan mengkaji fungsi fisiologis (oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas dan istirahat, proteksi / perlindungan, penginderaan, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin), konsep diri, fungsi peran dan

24

interdependen. Sedangkan pada pengkajian stimulus yang akan dikaji adalah stimulus fokal, kontekstual dan residual. Model yang dikembangkan oleh Roy dapat diaplikasikan di berbagai tatanan pelayanan di rumah sakit pada klien dengan penyakit akut maupun kronis, hanya saja kelemahan pada teory Roy adalah adanya duplikasi data, yang membuat pengkajian menjadi tkurang efektifdan efisien. Selain hal tersebut, model adaptasi Roy juga memiliki kelemaan dimana Roy tidak mengkaji manusia dari sisi spiritual , akan tetapi hanya melihat dari bio, psiko dan sosialnya saja. Masalah keperawatan yang muncul pada kasus Tn. MU adalah Resiko kurang volume cairan b/d diuresis osmotik dari hyperglikemia, Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d kekurangan insulin, kurang pengetahuan tentang manajemen diabetik, Resiko syok hipoglikemi b/d kerusakan pada sel pancreas, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis : mual dan anoreksia, Kelelahan b/d ketidakcukupan insulin dan produksi energi metabolik menurun, Difisit perawatan diri b/d kelelahan fisik dan Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan b/d kurang mengenal sumber informasi.

5.2

Saran

Diharapkan kepada seluruh mahasiswa untuk lebih mendalami teori model keperawatan menurut Sister Calissta Roy sehingga dapat mengaplikasikan model ini dalam tatanan yang nyata di RS.

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R & Marriner Tomey, A (2006), Nursing Theory : Utilization & Aplication, 3 rd, ed. Mosby. St. Louis.

25

Alligood, M.R & Marinner Tomey, A (2010), Nursing Theorists and Their work, sixth ed, Mosby.

Christensen, M.R & Kenney J.W (2009), Proses Keperawatan, Aplikasi Model Konseptual, ed. 4, Jakarta EGC

Hidayat, AA, (2008), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Ed 2, Jakarta, Salemba Medika

NANDA International (2010), Diagnosis Keperawatan : definisi dan Klasifikasi 2009 2011, Jakarta, EGC

Price, S.A & Wilson,L.M (2006), Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses Penyakit, Jakarta, EGC

Roy S.C & Andrews H.A (1999), The Roy Adaptation Model : The Definitive Statement (3nd ed), California :Appleton & Large

Salbiah (2006), Konsep Holistik Dalam Keperawatan Melalui Pendekatan Model Adaptasi Sister Calista Roy, Jurnal Keperawatan Rufaida Sumatra Utara, (USU), volume 2nomor1, Mei 2006.

Smeltzer SC & Bare,B.G (2002), Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, vol 2, Alih bahasa: Wluyo, Jakarta, EGC

26

You might also like