You are on page 1of 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.

1 Nilam Taksonomi Tanaman nilam termasuk dalam famili Labiatae yang memiliki sekitar 200 genus, salah satunya adalah Pogostemon. Dalam taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman nilam diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies 2.1.2 Morfologi : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Labiatales : Labiatae : Pogostemon : Pogostemon cablin Benth (Rukmana, 2009)

Gambar 2.1 Daun Nilam (Rukmana, 2009) Genus Pogostemon terdiri atas 40 spesies, antara lain Pogostemon cablin Benth. (nilam singapura), P. Calbin (nilam pinang), P. Hortensis Backer (nilam jawa), dan P. Heyneamus (nilam kembang). Di Indonesia, jenis nilam yang banyak ditemukan adalah nilam aceh (Pogostemon patchouli sin. P. Mentha sin. P. Cablin). Nilam jenis ini memiliki potensi kandungan minyak yang tinggi, antara 2,5% - 5%. Nilam jawa dan nilam sabun (P. Hortensis) memiliki kandungan minyak rendah, masing-masing antara 0,5% - 1,5%, sehingga kurang menguntungkan untuk dibudidayakan (Rukmana, 2009). Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (perennial). Tanaman ini merupakan tanaman semak yang tumbuh tegak, memiliki banya percabangan, bertingkat-tingkat, dan mempunyai aroma yang khas. Secara alami, tanaman nilam dapat mencapai ketinggian antara 0,5 m 1,0 m (Rukmana, 2009). Daun tanaman berbentuk bulat telur sampai bulat panjang (lonjong). Secara visual, daun nilam mempunyai ukuran panjang antara 5 cm -11 cm, berwarna hijau, tipis, tidak kaku, dan berbulu pada permukaan bagian atas. Daun

terletak duduk berhadap-hadapan. Permukaan daun kasar dengan tepi bergerigi, ujung daun tumpul dan urat daun menonjol ke luar (Rukmana, 2009). Tanaman nilam jarang berbunga. Bunga tumbuh di ujung tangkai, bergerombol, dan memiliki karakteristik warna ungu kemerah-merahan. Tangkai bunga berukuran panjang antara 2 cm -8 cm dan diameter antara 1 cm 1,5 cm. Daun mahkota bunga berukuran panjang 8 mm (Rukmana, 2009). 2.1.3 Komponen Minyak Nilam Minyak nilam diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang tumbuhan nilam. Kadar minyak tertinggi terdapat pada daun dengan kandungan utamanya adalah patchouly alkohol yang berkisar antara 30 50 %. Aromanya segar dan khas dan mempunyai daya fiksasi yang kuat, sehingga sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli dan Hobir, 1990). Minyak hasil dari penyulingan merupakan senyawa kompleks yang terbentuk dalam tumbuhan karna pengaruh air atau uap panas (Santoso, 1990). Patchouli alcohol merupakan komponen penyusun utama yang menentukan mutu minyak nilam dengan kadar tidak boleh kurang dari 30%. Ditinjau berdasarkan titik didihnya komponen utama minyak nilam mempunyai titik didih sebagai berikut: (Guenther, 1949; 1987). 1. Patchouli alcohol (140C pada 8 mmHg) 2. Eugenol (252,66~C pada 760 mmHg), 3. benzaldehyde (178,07' C pada 760 mmHg), 4. cinnamic aldehyde (25 1,00 C pada 760 mmHg) dan 5. cadinen (274'C pada760 mmHg).

Menurut Maryadi (2007), minyak nilam mengandung lebih dari 30 jenis komponen kimia, diantaranya adalah 4 hydrocarbon monoterpene, 9 hydrocarbon sesquiterpene, 2 oxygenated monoterpene, 4 epoksi, 5 sesquiterpene alcohol, 1 non sesquiterpene alcohol, 2 sesquiterpene keton dan 3 sesquiterpene ketoalcohol. Tabel 2.1 Komponen Penyusun Nilam dari Berbagai Penelitian (Purwanti, 2011)

Tabel 2.2 Komponen Kimia Penyusun Minyak Nilam (Yuliani dkk, 2008)

2.1.4

Kegunaan Nilam sebagai Antioksidan Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan jenis tanaman yang

menghasilkan minyak atsiri. Di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan yaitu Pogostemon cablin Benth, Pogostemon heyneanus Benth, dan Pogostemon hortensis Benth (Yuliani dkk, 2008). Minyak atsiri sering dikenal dengan nama lain minyak essensial, minyak terbang, volatile oil (minyak yang mudah menguap). Minyak atisiri umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam alkohol (Raja, 2009). Hasil sintesis senyawa turunan minyak atsiri dapat digunakan sebagai antioksidan, aromaterapi, sun block, dan banyak lagi kegunaan lainnya (Asep, 2001). Hasil penelitian yang dilakukan oleh diana, minyak atsiri berpotensi sebagai antioksidan. Kandungan minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari senyawa siklik tak jenuh termasuk salah satunya terpenoid a merupakan bahan utama yang berpotensi menangkap radikal bebas

dengan cara melengkapi elektron terluar yang kurang dari senyawa radikal bebas dan menghambat reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Diana, 2011). 2.2 2.2.1 Essensial Oil Definisi Minyak atsiri didefinisikan sebagai produk hasil penyulingan dengan uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Minyak atsiri dapat mengandung puluhan atau ratusan bahan campuran yang mudah menguap (volatile) dan bahan campuran yang tidak mudah menguap (non-volatile), yang merupakan penyebab karakteristik aroma dan rasanya (Mac Tavish dan D.Haris, 2002). Menurut Guenther (2002), volatile oil adalah istilah kata yang lebih jelas dan akurat secara teknis untuk mendiskripsikan essensial oil, dengan pengertian bahwa volatile oil yang secara harfiah berarti minyak terbang atau minyak menguap, dapat dilepaskan dari bahannya dengan bantuan didihkan dalam air atau dengan mentransmisikan uap melalui minyak yang terdapat di dalam bahan bakunya. 2.2.2 Manfaat Essensial Oil Daun Nilam Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Di pasar perdagangan nasional, nilam diperdagangkan dalam bentuk minyak dan dikenal dengan nama Patchouli oil. Di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan yaitu Pogostemon cablin Benth, Pogostemon heyneanusBenth, dan Pogostemon hortensis Benth. Menurut Syafruddin, (2000) faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan produksi minyak nilam adalah sifat fisik, sifat kimia, iklim atau karakter lahan seperti ketinggian tempat, kemiringan lereng, kondisi batuan kecil diatas permukaan

lahan, dan lain-lain. Sementara itu menurut Nickavar et al., (2004), perbedaan komposisi dan jumlah komponen penyusun minyak dapat disebabkan karena variabilitas dari subspesies tanaman dan eksistensi chemotypesyang berbeda Minyak nilam digunakan dalam industri kosmetik, parfum, pemberi aroma pada pasta gigi, dam lain-lain. Penggunaan minyak nilam dalam industri-industri ini karena sifat daya fiksasinya yang cukup tinggi terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan lama, sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi. Komponen kimia penyusun minyak nilam terdiri dari dua golongan yaitu golongan hidrokarbon yang berupa senyawa seskuiterpen, berjumlah sekitar 40-45 % dari berat minyak dan golongan hidrokarbon beroksigen (oxygenated hydrocarbon) yang berjumlah sekitar 52-57 % dari berat minyak (Guenther, 1949). Patchouli alkohol merupakan komponen golongan hidrokarbon beroksigen, merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam dan merupakan komponen yang terbesar di dalam minyak nilam (Trifilieff, 1980). Oleh karena itu patchouli alkohol merupakan indikator penentuan kualitas dari tanaman nilam. Patchouli alkohol merupakan senyawa seskuiterpen alkohol tersier trisiklik yang mempunyai gugus hidroksil yaitu gugus -OH dan 4 buah gugus metil (Bulan et al., 2000) Penelitian-penelitian tentang minyak nilam menunjukkan bahwa minyak nilam mempunyai beberapa aktivitas farmakologi seperti sifat antiemetik, aktivitas tripanosidal, anti bakterial, anti fungal dan aktivitas antagonis Ca2+ (Kiuchi et al., 2004; Zhao et al., 2005) Dilaporkan juga bahwa tanaman nilam mengandung seskuiterpen, cytotoxic chalcones, dan antimutagenik (Miyazawa et al., 2000).

Hasil penelitian El-Shazly dan Hussein, (2004) menunjukkan bahwa senyawa seskuiterpen terutama seskuiterpen alkohol dari minyak atsiri sangat menentukan aktivitas mikrobial dan aktivitas larvicidal. Tingginya kandungan seskuiterpen dan monoterpen dalam minyak atsiri mempengaruhi permeabiliti dan aktivitas membran protein dari mikrobial dan larvicidal (Ryan dan Byrne, 1988). Thorsell dan Tunon, (1988) mengemukakan bahwa komponen yang memiliki gugus -OH lebih efektif melawan larva nyamuk 2.2.3 Proses Pengambilan Essensial Oil Proses pengambilan essensial oil menggunakan sebuah metode

penyulingan yang disebut sebagai proses destilasi. Distilasi merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponenkomponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa air. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya (Geankoplis, 1983). Distilasi dilakukan melalui tiga tahap yang pertama evaporasi yaitu memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan, kedua pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatile dari komponen lain yang kurang volatil dan kondenasasi dari uap, untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatile (Geankoplis, 1983). Penguapan dan destilasi umumnya merupakan proses pemisahan satu tahap. Proses ini dapat dilakukan secara tidak kontinue atau kontinue, pada tekanan

normal atau vakum. Pada destilasi sederhana, yang paling sering dilakukan adalah operasi tidak kontinue. Dalam hal ini campuran yang akan dipisahkan dimasukan dalam penguap dan dididihkan. Hal khusus dari destilasi sderhana adalah destilasi kukus, destilasi molekuler dan destilasi refluks (Handojo, L. 1995 ). Penguapan yang berlangsung juga tidak dapat dipisahkan oleh air, jika material air tidak dimasukkan kedalam ketel maka suatu kesalahan besar jika menganggap proses hidrodestilasi dapat berlangsung karena air jika dimasukkan kedalam tabung yang dipanaskan pada temperature tinggi akan menghasilkan uap panas, dan jika air tersebut dicampur dengan senyawa hidro lainnya maka 80% kemungkinan uap yang ada akan menimbulkan bau dari senyawa hidro tersebut (Harper, W J. 1986). Pada campuran dua cairan yang tidak larut, tekanan uap total adalah penjumlahan tekanan uap dari masing masing komponen dalam keadaan murni. Tekanan uap tersebut tidak tergantung pada perbandinan antar komponen. Tekanan uap total dari campuran dapat menyamai tekanan udara pada suhu yang lebih rendah dari pada suhu yang dicapai sehingga titik didih campuran selalu lebih rendah dari pada titik didih terendah dari komponen yang membentuknya ( Warren L. Mc Cabe, dkk, 1999 ). Penguapan dan destilasi umumnya merupakan proses pemisahan satu tahap. Proses ini dapat dilakukan secara tidak kontinue atau kontinue, pada tekanan normal atau vakum. Pada destilasi sederhana, yang paling sering dilakukan adalah operasi tidak kontinue. Dalam hal ini campuran yang akan dipisahkan dimasukan dalam penguap dan dididihkan. Minyak nilam (Pogestemon cablin benth) merupakan minyak yang diperoleh dari penyulingan bagian daun nilam. Dalam percobaan ini dilakukan penyulingan daun nilam

(Pogestemon cablin benth). Tujuannya adalah untuk mendapatkan minyak nilam yang murni. Hal ini dapat dilihat pada warna cairannya yang berwarna kecoklatan. Cara penyulingan minyak atsiri dari daun nilam, pertama-tama bahan baku yang berupa daun nilam dirajang kecil-kecil, agar sebagian kecil minyak atsiri ke luar permukaan bahan dan akan segera menguap oleh uap panas, lalu dimasukkan ke dalam ketel pendidih, atau bahan baku tersebut dimasukkan ke dalam ketel penyulingan dan dialiri uap. Dengan adanya panas air dan uap, tentu akan mempengaruhi bahan tersebut, sehingga di dalam ketel terdapat dua cairan yaitu air panas dan minyak atsiri. Kedua cairan tersebut dididihkan perlahanlahan hingga terbentuk campuran uap yang terdiri dari uap air dan uap minyak. Campuran uap ini akan mengalir melaui pipa-pipa pendingin, dan terjadilah proses pengembunan sehingga uap tadi kembali mencair. Dari pipa pendingin, cairan tersebut dialirkan ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dan air berdasarkan berat jenisnya. Dengan destilasi ini akan dipisahkan zat-zat bertitik didih tinggi dari zatzat yang tidak dapat menguap. Jadi, destilasi adalah proses pemisahan komponen-komponen campuran dari dua atau lebih cairan, berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-masing komponen tersebut. Berikut ini adalah gambar skema alat penyulingan minyak atsiri yang berbahan baku daun nilam (Pogostemon cablin, benth):

Gambar 2.2 Alat Penyulingan (Hidayat, 2009)

Pada proses penyulingan ini, tekanan uap harus diatur sebaik-baiknya, mula-mula bertekanan rendah 1 atm, kemudian dinaikkan sekitar 2,5-3 atm. Mengingat minyak nilam yang terbaik terdapat pada fraksi yang titik didihnya tinggi maka pemakaian tekanan uap harus cukup tinggi dan waktu penyulingannya diperpanjang. Tetapi, pemakaian tekanan uap yang terlalu tinggi dan waktu penyulingan yang terlalu lama, mengakibatkan kegosongan minyak dan menaikkan bilangan asam.

You might also like