You are on page 1of 16

MAKALAH

TEORI NILAI GUNA DAN PREFERENSI RISIKO (UTILITY THEORY AND RISK AVERSION)

Luna Mantyasih Makarti

(0906498603)

KEUANGAN PERUSAHAAN LANJUTAN Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2009

PENDAHULUAN

Masalah Kajian
Asumsi bahwa semua investor enggan menanggung risiko (risk aversion) merupakan dasar bagi banyak model pengambilan keputusan yang digunakan dalam bidang keuangan. Ada orang yang menyenangi risiko dan ada orang yang acuh-takacuh terhadap risiko. Akan tetapi, menurut logika dan pengamatan, sebagian besar pelaku keuangan justru memang menghindari risiko. Para ekonom telah banyak mengembangkan beberapa teori yang

menjelaskan risk aversion. Teori yang paling memuaskan kemungkinan adalah teori nilai guna (utility theory). Di dalam teori ini, dikenal adanya Hukum Utilitas Marginal yang Semakin Menurun (The Law of Diminishing Marginal Utility). Hukum ini menyatakan bahwa semakin banyak barang yang dikonsumsi oleh individu per periode waktu (diasumsikan konstan), semakin kecil kenaikan utilitas total akibat adanya tambahan konsumsi. Dengan kata lain, utilitas marginal dari unit tambahan yang dikonsumsi akan semakin kecil. Dalam konteks lifetime wealth, nilai marginal $1 pada saat miskin akan lebih tinggi dibandingkan pada saat kaya. Pada perkembangan selanjutnya, penjelasan teori ini tidak relevan jika risiko yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan dalam skala yang besar dibandingkan dengan skala kecil. Arrow (1971) dalam Essays in the Theory of RiskBearing menyatakan bahwa dalam memaksimalkan expected utility, ada batas tertentu dimana individu akan bersikap risk-neutral ketika bertaruh dalam jumlah yang kecil. Sebagian besar ekonom memahami pandangan ini. Namun, sebagian lainnya memprediksi bahwa pendekatan risk-neutrality tidak hanya berlaku untuk taruhan atau spekulasi (investasi dalam konteks pasar modal) dengan risiko dalam jumlah yang sedikit, tapi juga berlaku pada jumlah yang cukup besar. Utilitas marginal dari kekayaan yang terus berkurang bukan penjelasan yang masuk akal bagi orang-orang yang menghindari risiko pada skala $10, $100, $1.000, atau bahkan lebih. Berdasarkan prediksi di atas, timbul anggapan bahwa para ekonom seringkali membuat kesimpulan menyesatkan dengan menerapkan expected-utility theory untuk menjelaskan risk aversion dalam konteks di mana sebenarnya teori tersebut memprediksi risiko yang netral.

Dalam teori ekspektasi nilai guna yang konvensional, risk aversion sematamata hanya dijelaskan oleh kurva cekung dari nilai guna masing-masing individu yang didefinisikan melalui tingkat kekayaan (wealth level). Ketika bertaruh pada jumlah yang sedikit, marginal utility dari kekayaan seseorang harus berkurang secara cepat. Artinya, pada saat tertentu, bahkan jika seseorang ditawarkan kesempatan untuk keuntungan tidak terduga yang memberinya marginal utilitity yang sedikit, ia tidak akan mau mengambil risiko apa pun yang signifikan untuk mendapatkan keuntungan ini. Tujuan Kajian Makalah ini akan mempelajari jenis-jenis preferensi risiko, yaitu profil penting yang harus diidentifikasi guna memaksimalkan nilai guna (utility) investasi seorang investor. Tujuan umum dari kajian ini adalah mempelajari anomali-anomali pada risk aversion. Selain itu, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi faktorfaktor lain yang dapat menjelaskan risk aversion selain faktor yang telah diduga sebelumnya, yaitu level of utility.

STUDI LITERATUR

Preferensi Risiko
Pengidentifikasian preferensi risiko merupakan tahap awal yang harus dilakukan guna memaksimalkan kegunaan investasi seorang investor. Menurut utility theory, ada tiga macam sikap terhadap risiko, yaitu keinginan menanggung risiko, keengganan menanggung risiko, dan sikap acuh-tak-acuh terhadap risiko. 1. Investor yang risk-seeking Investor ini merupakan kelompok orang yang senang menghadapi risiko. Artinya, mereka bersedia untuk membeli investasi dengan tingkat risiko yang semakin meningkat walaupun tingkat hasil yang ditawarkan mengalami peningkatan yang semakin menurun. Jadi untuk setiap tambahan

peningkatan kekayaan yang diperoleh investor risk-seeking, mereka akan mengalami peningkatan utilitas yang semakin besar. 2. Investor yang risk-indefferent (risk-neutral) Jenis investor ini bersedia untuk terus-menerus investasi dengan tingkat risiko yang semakin tinggi dengan catatan peningkatan return yang akan diterima adalah sama dengan peningkatan risiko. 3. Investor yang risk-averse Investor jenis ini selalu berusaha untuk memperkecil, memperhitungkan segala sesuatunya dengan matang dan melihat segala kesempatan yang ada untuk dapat melakukan investasi baik dalam jangka waktu menengah maupun jangka waktu panjang, serta memberi segala informasi juga berkenaan dengan kinerja perusahaan dan faktor lain yang mempengaruhi kegiatan investasi. Pada umumnya, investor cenderung enggan menanggung risiko. Jika ada dua investasi yang masing-masing diharapkan memberi hasil yang sama, kebanyakan investor justru memilih investasi yang lebih kecil risikonya.

Teori Nilai Guna (Utility Theory)


Utility adalah rasa kesenangan atau kepuasan yang muncul dari konsumsi, ini merupakan kemampuan memuaskan keinginan dari barang, jasa dan aktivitas. Dalam literatur, sebagai satuan guna atau kepuasan biasa dipakai satuan ukuran

yang biasa disebut util. Investor akan memaksimalkan utilitas dengan batasan berupa pendapatan dan harga yang bersangkutan. Nilai guna (utility) terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Nilai Guna Total (Total Utility/TU) adalah jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkomsumsi sejumlah barang. Dengan nilai marginal utility yang telah diketahui, TU dapat dirumuskan sebagai berikut:

atau dapat disingkat: 2. Nilai Guna Marginal (Marginal Utility/MU) adalah tambahan penggunaan dari penambahan 1 unit barang yang dikonsumsi. Dengan diketahui nilai total utility, maka:

Dimana:

TU = total utility MU= marginal utility

Bentuk dari kurva TU dan MU adalah seperti digambarkan berikut ini:

Hipotetis utama teori nilai guna menurut Hukum Utilitas Marginal yang Semakin Menurun ialah tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya atas barang tersebut dan pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif. Pada teori utilitas/nilai guna berlaku konsistensi preferensi, yaitu bahwa seseorang dapat secara tuntas (complete) menentukan rangking dan ordering pilihan (preference, choice) di antara berbagai paket barang yang tersedia. Konsep ini disebut dengan transitivity dan rasionalitas. Misalnya, jika A lebih disuka dari B atau A>B, dan B lebih disukai dari C atau B>C, maka harus berlaku A lebih disuka dari C, atau A>C.

Pendekatan Marginal Utility (Cardinal)


Nilai guna kardinal/marginal utility menyatakan bahwa kenikmatan yang diperoleh konsumen dapat dinyatakan secara kuantatif. Untuk menjelaskan perilaku konsumen dalam memenuhi kepuasannya digunakan anggapan: 1. Utility dapat diukur dengan uang atau satuan lain. 2. Berlaku Law of Diminishing Marginal Utility. 3. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan total yang maksimum.

Marginal Rate of Substitution (MRS)


Tingkat substitusi marginal adalah besarnya pengurangan jumlah konsumsi barang yang satu untuk menaikkan konsumsi satu satuan barang lainnya, dengan tetap mempertahankan tingkat kepuasannya. Jika konsumen ingin meningkatkan konsumsi salah satu barang, maka harus mengurangi kuantitas barang lain yang dikonsumsi. Sebagai contoh, apabila konsumen akan menambah barang X, maka harus mengurangi konsumsi barang Y (trade off). Hal ini yang disebut sebagai Marginal Rate of Substitution (MRS).

Pendekatan Kurva Indiferen (Ordinal)


Pendekatan marginal utility dinilai mempunyai kelemahan karena

menganggap nilai kepuasan dapat diukur dengan angka-angka. Kepuasan adalah sesuatu yang tidak mudah diukur sehingga tidak mungkin diukur dengan angka. Untuk menghindari kelemahan itu, dikembangkan pendekatan baru yang dikenal dengan pendekatan Indifference Curve. Pendekatan ini mempunyai asumsi: 1. Rationality; yaitu memaksimalkan utility dengan pendapatan pada harga pasar tertentu dengan kondisi konsumen mempunyai pengetahuan sempurna mengenai informasi pasar. 2. Utility adalah bersifat ordinal, cukup dinilai dengan rangking atau peringkat dan tidak perlu memberikan util atau satuan kepuasan terhadap barang yang dikonsumsi. 3. Menganut hukum Deminishing Marginal Rate of Substitution artinya kenaikan konsumsi barang yang satu akan menyebabkan penurunan konsumsi barang yang lain. 4. Total Utility yang diperoleh tergantung dari jumlah barang yang

dikonsumsikan.

5. Bersifat consistency dan transivity of choice artinya bila A>B dan B>C, maka barang A lebih disukai dari B dan barang B lebih disukai dari C (A>B>C maka A>C). Kurva indiferen (indifference curve) dapat dihasilkan dari fungsi utilitas investor dan digunakan untuk menyatakan preferensi terhadap risiko dan keuntungan yang diharapkan. Kurva a, b, dan c masing-masing secara berurutan menggambarkan sifat investor dengan preferensi yang berbeda; risk averter, risk seeker, dan netral. Seorang investor yang berani mengambil risiko bersedia atas tambahan yang semakin kecil untuk setiap penambahan unit risiko yang sama sehingga kurvanya berbentuk cembung. Investor yang memiliki sifat menolak risiko akan menuntut tambahan keuntungan yang semakin besar untuk setiap

penambahan unit risiko yang sama (kurva cekung). Sedangkan investor yang netral akan menuntut tambahan keuntungan yang sama untuk setiap penambahan unit risiko yang sama. Jumlah slope tergantung pada preferensi investor, untuk keuntungan yang lebih kecil tetapi lebih aman atau keuntungan yang lebih besar dengan risiko yang lebih banyak. Semakin tinggi letak kurva indiferen terhadap titik origin, semakin tinggi utilitas dan kepuasan yang diharapkan. Portfolio yang optimal memberikan tingkat utilitas yang diharapkan paling tinggi dan tingkat kepuasan yang paling tinggi juga.

(a) risk averter

(b) risk seeker

(c) risk-neutral

ANALISIS

Pada bagian ini, kajian analisis diambil dari artikel di salah satu jurnal berjudul Anomalies: Risk Aversion oleh Matthew Rabin dan Richard H Thaler (2001). Bagian pertama merupakan ilutrasi dari anomali risk aversion. Bagian kedua menjelaskan kelemahan dari teori expected-utility. Sedangkan pada bagian akhir diidentifikasi faktor-faktor lain yang dapat menjelaskan risk aversion pada risiko skala kecil secara lebih masuk akal.

Anomali Risk Aversion


Ketidakmampuan expected-utility theory untuk memberikan penjelasan yang masuk akal tentang risk aversion atas investasi sederhana (risiko kecil) telah diilustrasikan secara tertulis dalam berbagai konteks yang berbeda menggunakan fungsi utilitas (utility function). Hansson (1988) mencatat bahwa seseorang dengan absolute risk aversion konstan yang indiferen (netral) terhadap kemungkinan antara mendapatkan $7 dengan pasti atau bertaruh 50-50 untuk mendapatkan $0 dan $21 akan mengambil $7 untuk setiap probabilitas mendapatkan keuntungan positif kurang dari 40%, tidak peduli potensi keuntuntungannya sebesar apapun. Rabin (2000) memberlkan teorema yang menunjukkan bahwa implikasi tersebut tidak terbatas pada konteks tertentu atau spesifikasi fungsional tertentu dari fungsi utilitas. Dalam expected-utility theory, untuk setiap fungsi utilitas cekung, sedikit risk aversion atas investasi sederhana bahkan menyiratkan tingkat risk aversion yang absurd pada investasi yang besar. Teorema ini tidak mengasumsikan sesuatu tentang utility function kecuali asumsi bahwa utility function meningkat dan cekung. Tanpa asumsi seperti adanya absolute risk aversion konstan, kita dapat menyatakan bahwa Jika seseorang yang memaksimalkan expected utility-nya selalu menolak taruhan kecil (gamble X), dia akan selalu menolak taruhan yang besar (gamble Y). Anggaplah bahwa, pada tiap level initial wealth, individu yang

memaksimalkan expected utility-nya (expected-utility maximizer) menolak risiko kehilangan $100 atau mendapatkan $110 dengan probabilitas masing-masing sebesar 50%. Selanjutnya, individu tersebut akan menolak taruhan 50-50 kehilangan $1000 atau mendapatkan uang berapapun jumlahnya. Expected-utility maximizer yang selalu menolak kemungkinan 50-50 kerugian $1000 atau keuntungan $1050

akan selalu menolak kemungkinan 50-50 kehilangan $20000 atau keuntungan dalam jumlah berapapun. Expected-utility maximizer yang selalu menolak kemungkinan 5050 kerugian $100 atau keuntungan $101 akan selalu menolak kemungkinan 50-50 kehilangan $10000 atau keuntungan dalam jumlah berapapun. Dalam tiap kasus, penolakan akan risiko dalam jumlah kecil secara realistis menggambarkan sikap seseorang terhadap risiko. Sedangkan preferensi terhadap risiko besar tidak menggambarkan hal tersebut. Dalam kerangka expected-utility, penolakan akan risiko kecil berarti bahwa utilitas marginal dari uang yang diinvestasikan harus turun secara cepat. Misalnya, seseorang memiliki kekayaan awal (initial wealth) sebesar W dan menolak kemungkinan 50-50 antara kerugian $10 atau keuntungan $11 karena adanya penurunan marginal utility dari kekayaannya. Maka seharusnya U(W+11) - U(W) < U(W) - U(W-10). Oleh karena itu, rata-rata tiap dolar antara W dan W+11 akan dinilai paling banyak 10/11 kali nilai rata-rata tiap dolar antara W dan W-10. Ini menyiratkan bahwa orang tersebut menghargai W+11 dolar sebanyak 10/11 kali nilai W-10 dolar. Iterasi dari pengamatan ini, jika orang itu memiliki tingkat risk aversion yang sama terhadap kerugian $10/keuntungan $11 atas level kekayaan W+21, berarti nilai W+21+11 = W+32 akan sama dengan 10/11 kali W+21-10 = W+11. Artinya, nilai W+32 dinilai paling banyak 10/11 x 10/11 5/6 kali nilai W-10. Nilai W+220 akan sama dengan 3/20 nilai W-10 dan nilai W+880 akan senilai 1/2000 kali W-10. Perbandingan nilai-nilai tersebut menggambarkan tingkat penurunan nilai uang yang absurd dan mengimplikasikan bahwa sebenarnya expected utility menurun lebih cepat dari itu. Jadi, bisa dilihat bahwa keengganan seseorang terhadap risiko tidak adanya hubungannya dengan nilai marginal utility yang menurun. Argumen yang sama dapat dikembangkan tanpa melibatkan asumsi bahwa seseorang akan menolak tawaran yang diberikan pada semua level initial wealth. Sebagai contoh, kita tahu bahwa seseorang akan menolak kemungkinan 50-50 rugi $100/untung $105 untuk setiap tingkat kekayaan seumur hidup (lifetime wealth) kurang dari (katakanlah) $350000, tapi kita tidak tahu utility function dari tingkat kekayaan di atas $350000, selain bersifat tidak cembung. Kemudian kita tahu bahwa dengan tingkat kekayaan awal sebesar $340000, orang itu akan menolak kemungkinan 50-50 rugi $4000/untung $635670. Jika kita hanya mengetahui bahwa seseorang akan menolak kemungkinan 50-50 rugi $100/untung $125 saat lifetime wealth-nya di bawah $100000, kita juga bisa tahu bahwa ia akan menolak kemungkinan 50-50 rugi $600/untung $36 milyar saat lifetime wealth-nya $90000. Jika expected-utility maximizer menolak kemungkinan 50-50 rugi $1000/untung

$1050 ketika lifetime wealth-nya di bawah $500000, maka dengan initial wealth sebesar $400000 ia akan menolak kemungkinan 50-50 rugi $40000/untung $6356700. Intuisinya adalah bahwa fungsi utilitas cekung antara (katakanlah) $290000 dan $300000 menjamin bahwa marginal utility di $300000 lebih kecil dibandingkan marginal utility di level kekayaan di bawah $290000. Oleh karena itu, meskipun utilitas marginal tidak berkurang sama sekali di atas $300000, sikap ketidakpedulian seseorang akan uang di atas $300000 akan hampir setara dengan sikapnya terhadap terhadap uang di bawah $290000.

Kesalahan Prediksi Teori Expected-Utility


Teori expected-utility tampaknya berguna dan memadai dalam pemodelan risk aversion untuk berbagai tujuan, seperti memahami motivasi untuk jaminan investasi besar. Penggunaan teori ini lebih atraktif sebagai pengganti alternatif model lain yang sama. Namun, teori ini tidak menjelaskan dengan benar mengenai risk aversion pada investasi dengan risiko kecil karena mengasumsikan bahwa baik risiko investasi besar maupun kecil berasal dari utility-wealth function yang sama. Beberapa metode penelitian yang digunakan para ekonom saat ini sangat bergantung pada interpretasi expected utility dari risk aversion pada investasi kecil. Salah satu contoh muncul dalam suatu eksperimen ekonomi yang dilakukan di laboratorium ekonomi. Peneliti tertarik untuk menduga-duga perilaku subyektif partisipan terhadap jumlah hadiah yang berbeda. Untuk mengetahui hal tersebut, dibutuhkan informasi tentang nilai relatif yang dimiliki subyek penelitian untuk tiap besaran hadiah yang berbeda. Jika seseorang lebih memilih $5 dalam kejadian A daripada $10 di kejadian B, maka ia percaya bahwa A sekurang-kurangnya memiliki probabilitas dua kali dari B hanya jika diasumsikan bahwa setidaknya ia dua kali lebih menyukai $10 daripada $5. Namun, teori ekonomi mengatakan, karena adanya penurunan nilai utilitas marginal, asumsi bahwa seseorang dua kali lebih menyukai $10 daripada $5 tidak bisa dibenarkan. Para peneliti telah mengembangakan skema yang cerdas untuk menghindari masalah ini. Daripada memberikan hadiah $10 dan $5, subyek penelitian diberikan hadiah 10% kesempatan untuk memenangkan $100 atau 5% kesempatan untuk memenangkan $100. Teori expected-utility mengatakan bahwa, terlepas dari fungsi utilitas, subyek menilai 10% kesempatan dua kali lebih besar daripada 5% kesempatan atas hadiah yang sama.

Teori expected-utility menyatakan bahwa individu akan netral dalam mengambil keputusan dalam skala besar. Di sisi lain, jika subyek dalam penelitian tersebut bersifat risk-averse, maka mereka tidak bisa disebut sebagai expected-utility maximizer. Oleh karena itu, prosedur undian yang dilakukan di laboratorium dengan asumsi mengikuti teori expected-utility (preferensi bersifat linear terhadap

probabilitas dan sikap terhadap risiko berasal dari kurva utility function) memiliki sedikit anggapan adanya netralisasi risk aversion. Dalam arti, prosedur rumit ini ada karena para ekonom telah menginterpretasikan hipotesis expected utility secara harfiah, tapi tidak serius. Anggapan teori expected-utility bahwa risk aversion, baik risiko kecil maupun besar, berasal dari fungsi utility-of-wealth yang sama berhubungan dengan implikasi teori yang sudah sering dibahas, yaitu tiap individu memiliki risiko yang kurang lebih sama terhadap suatu agregasi (kesatuan) taruhan independen yang identik. Pengamatan ini diperkenalkan dalam sebuah artikel terkenal oleh Samuelson (1963) yang menunjukkan bahwa teori expected-utility mengimplikasikan jika (untuk beberapa level kekayaan yang cukup beragam) seseorang menolak gamble tertentu, maka ia juga harus menolak tawaran untuk melakukan n>1 dari gamble tersebut. Dengan demikian, ketika dekat dengan level kekayaan saat ini, individu tidak bersedia menerima kemungkinan 50-50 rugi $100/untung $200 dan ia juga harus tidak menerima 100 dari taruhan-taruhan yang diambil secara bersamaaan. Hasil ini tampaknya kontra-intuitif (berlawanan). Walaupun banyak orang mungkin menolak taruhan tunggal rugi $100/untung $200 dengan probabilitas 50-50, hampir setiap orang merasa sekumpulan tawaran 50-50 rugi $100/untung $200 cukup menarik untuk diambil. Dengan expected yield sebesar $5000 dan risiko yang dapat diabaikan, hanya ada 1/2300 kemungkinan untuk kehilangan sejumlah uang dan hanya ada 1/62000 kemungkinan untuk kehilangan uang lebih dari $1000. Seorang yang pintar bisa saja menganggap orang yang menolak tawaran ini gila. Faktanya, teorema Rabin (2000) menyiratkan bahwa, berdasarkan asumsi yang sama dengan Samuelson, seseorang yang menolak kemungkinan 50-50 rugi $100/untung $200 juga akan menolak kemungkinan 50-50 rugi $200/untung $20000. Tawaran ini memiliki expected return sebesar $9900 tanpa ada kemungkinan untuk mengalami kerugian di atas $200. Bahkan orang bodoh akan menganggap orang yang menolak tawaran ini sudah gila. Rabin menyatakan bahwa keengganan seseorang terhadap risiko tidak disebabkan oleh adanya penurunan utilitas marginal sebagaimana diduga oleh para

ekonom selama ini. Faktanya, Samuelson sepertinya berhipotesis bahwa kesalahan pengambilan keputusan yang dibuat oleh orang-orang selama ini adalah karena mereka telah mengabaikan adanya peluang sebesar 1/2300 atau 1/62000. Samuelson membantah argumen bahwa perbedaan antara sikap dan prediksi seseorang adalah akibat kecerobohan seseorang yang mengabaikan probabilitas seperti itu. Namun mengingat sifat risiko yang terbatas dalam contoh ini, peluang 1/2300 dan 1/62000 sudah jelas terabaikan. Pada satu sisi, intuisi Samuelson memang benar. Utility-of-wealth function dibutuhkan untuk menjelaskan keengganan individu dalam menghadapi risiko 50-50 rugi $100/untung $200. Teori expected-utility akan menjadikan peluang sebesar 1/62300 tidak lagi diabaikan karena nilai satu dolar yang dimiliki akan bernilai 800.000.000.000.000.000.000 kali lebih banyak ketika berada pada level kekayaan $10000 lebih miskin dari kekayaan awal. Pandangan teori expected-utility, tentang bagaimana seseorang yang (apapun alasanya) lebih suka menghindari risiko kecil harus merasakan risiko-risiko kumulatif, tidak kontra-intuitif karena kebanyakan orang memiliki intuisi yang rendah tentang probabilitas yang mendekati nol. Hal ini berlawanan karena sulit diterima logika.

Teori Alternatif
Banyak alternatif lain di luar teori expected-utility yang tampaknya bisa memberikan penjelasan yang lebih masuk akal mengenai risk aversion pada risiko kecil yang menyetarakan dengan risk aversion yang logis pada risiko besar. Penjelasan secara empirik dapat dilihat pada preferensi risiko oleh perusahaanperusahaan yang mapan. Beberapa teori alternatif antara lain loss aversion dan mental accounting. Loss aversion, pertama kali diperkenalkan oleh Kahneman dan Tversky (1979), adalah perasaan yang sangat kuat dari dorongan hati untuk menghindari kerugian daripada mendapatkan keuntungan. Secara umum, nilai guna seseorang ditentukan oleh perubahan dalam kekayaan bukan oleh tingkat kekayaan yang absolut. Preferensi yang berkaitan dengan loss aversion dapat menjelaskan risk aversion terhadap risiko kecil, setara dengan tingkat risk aversion pada risiko tinggi. Individu yang loss-averse, misalnya, barangkali akan menolak kemungkinan 50-50 rugi $100/untung $200 tapi pasti menerima 100 tawaran kumulatif yang serupa.

Read, Loewenstein, dan Rabin (1999) mencatat bahwa seseorang cenderung untuk menilai pilihan-pilihan risiko dalam sudut pandang yang lebih sempit dan sebagai akibatnya, berperilaku berbeda jika orang tersebut menilai risiko secara kumulatif. Seseorang mungkin menolak bertaruh 50-50 antara rugi $100/untung $200 tiap hari dalam 100 hari, tapi menerima semua taruhan yang ditawarkan dalam satu waktu yang sama. Investor diasumsikan memilih keuntungan dan kerugian jangka pendek (tahunan) daripada investasi sebenarnya dalam jangka panjang. Risk aversion yang demikian dapat dijelaskan dengan masuk akal dengan preferensi loss aversion. Mental accounting bisa jadi merupakan teori yang menjelaskan risk aversion. Mental accounting mengacu kepada cara individu atau kelompok mengevaluasi transaksi keuangan. Teori ini memainkan peran penting karena risk aversion pada risiko skala kecil tampaknya berasal dari kecenderungan untuk menilai risiko dalam sudut pandang yang lebih sempit. Jika risiko dengan skala kecil lebih baik daripada tidak bertaruh sama sekali dilihat dari perspektif yang lebih luas, ada kemungkinan investor lebih memilih untuk mengambil risiko tersebut. Investor akan menyadari bahwa dengan mengambil serangkaian taruhan, keuntungan yang diperoleh akan lebih besar daripada kerugiannya dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu, ketika digabungkan dengan kekayaan lain, risiko dari taruhan tadi akan tampak sangat kecil. Jika misalnya individu diminta apakah ia bersedia untuk bertaruh dalam pelemparan sebuah koin untuk meningkatkan investasi sebesar $200 atau kerugian $100, kemungkinan besar ia akan menganggap tawaran ini lebih menarik daripada yang sebenarnya.

KESIMPULAN

Setiap orang memiliki sikap yang berbeda-beda ketika menghadapi risiko. Ada orang yang berusaha untuk menghindari risiko, namun ada juga yang sebaliknya sangat senang menghadapi risiko sementara yang lainnya mungkin tidak terpengaruh dengan adanya risiko. Perilaku sebagian besar orang yang justru menghindari risiko melatarbelakangi adanya asumsi risk aversion dalam model pengambilan keputusan di bidang keuangan. Penurunan utilitas marginal dianggap sebagai teori yang paling tepat menjelaskan risk aversion. Akan tetapi, sebagian ekonom berpendapat bahwa utility theory justru memprediksi risk neutrality karena adanya perilaku terhadap risiko yang berbeda antara risiko yang kecil dan risiko yang besar. Seorang milyarder yang merugi $500 juta dan kehilangan semakin banyak utility-nya saat uangnya tersisa $500 juta secara logis tidak bisa disamakan dengan seseorang dengan utility function yang sama yang memiliki sisa uang $10000 dari kekayaan awal sebesar $20000. Ini adalah ilustrasi yang menjelaskan bahwa model expected-utility secara fundamental memiliki kelemahan dan menyesatkan. Terdapat teori lain yang mampu menjelaskan risk aversion secara lebih masuk akal, yaitu loss aversion dan mental accounting. Loss aversion adalah perasaan yang sangat kuat dari dorongan hati untuk menghindari kerugian daripada mendapatkan keuntungan. Sedangkan mental accounting mengacu kepada cara individu atau kelompok mengevaluasi transaksi keuangan. Dengan adanya kajian ini, maka investor dapat mempertimbangkan alternatif perilaku yang lebih realistis sehingga dapat meningkatkan analisis ekonomi mereka.

Opini
Setiap orang konsekuensi pasti mengharapkan pilihan yang daripada kerugian. Secara dibuat memberikan investor

keuntungan

rasional,

mengharapkan keuntungan

(expected return) yang lebih besar dari keuntungan

yang sudah pasti dapat diperoleh. Selisih tersebut disebut risk premium dan secara rasional orang selalu mengharapkan risk premium yang positif. Tipe orang seperti ini disebut risk averter. Risk premium digunakan untuk mengubah aksioma dari pilihan yang disukai ke dalam logarithmic utility function. Dengan utility function ini, kita

mampu memilih investasi yang seharusnya disukai dengan asumsi rasional dan konsisten. Pada kenyataannya investor sering bersikap irrasional. Maka dari itu, ada baiknya untuk mempertimbangkan behavioral finance dalam mengungkap anomali risk aversion, salah satunya teori loss aversion. Behavioral finance merupakan ilmu tentang bagaimana fenomena psikologi mempengaruhi perilaku keuangan. Ilmu ini berusaha mengungkap prediksi pasar keuangan yang berfokus pada penerapan prinsip psikologi dan ekonomi sebagai pengembangan proses pengambilan keputusan keuangan.

DAFTAR PUSTAKA

Arrow, K. 1971. Essays in the Theory of Risk- Bearing. Markham Publishing Company. Copeland, Thomas E., J. Fred Weston, & Kuldeep Shastri. 2005. Financial Theory and Corporate Policy. 4th ed. Pearson Addison Wesley. New York. Hansson, B. 1988. "Risk Aversion as a Problem of Conjoint Measurement". Decision, Probability, and Utility. P. Gardenfors & N. E. Sahlin eds. Cambridge University Press. New York. Harless, D. W. & C. F. Camerer. 1994. "The Predictive Utility of Generalized Expected Utility Theories". Econometrica. 62:6, 1251-1289. Kountor, R. 2007. Teori Utilitas dapat Menjelaskan Mengapa Manajemen Risiko itu Penting. Majalah Eksekutif. April 2007. Rabin, M. 2000. "Diminishing Marginal Utility of Wealth Cannot Explain Risk Aversion". Choices, Values, and Frames. D. Kahneman & A. Tversky eds. Cambridge University Press. New York. Rabin, M. 2000. "Risk Aversion and Expected-Utility Theory: A Calibration Theorem". Econometrica. September, 68:5, 1281-1292. Rabin, M. & Richard H. Thaler. 2001. Anomalies: Risk Aversion. Journal of Economic Perspectives, Vol. 15, No. 1, 219-232. Read, D., G. Loewenstein & M. Rabin. 1999. "Choice Bracketing". Journal of Risk and Uncertainty. December, 19:1-3, 171-97. Samuelson, P. 1963. "Risk and Uncertainty: A Fallacy of Large Numbers". Scientia. 98, pp. 108-13. Weston, J. Fred & Eugene F. Brigham. 1985. Managerial Finance. 7th ed. Erlangga. Jakarta.

You might also like