You are on page 1of 16

WEBPAGE PRIBADI ‫

أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

SEPUTAR SHOLAT GERHANA


Abû Salmâ al-Atsarî

H
ari Senin, 26 Januari 2009 mendatang, negeri kita akan mengalami gerhana
matahari. Gerhana matahari yang terjadi, menurut ahli astronomi
merupakan gerhana matahari annular (cincin) yaitu ukuran lingkaran bulan
terlihat lebih kecil daripada lingkaran matahari, sehingga saat puncak gerhana,
matahari akan terlihat sebagai cincin. Jalur Gerhana Matahari Annulus 2009 ini
akan dimulai dari Samudera Hindia sekitar selatan perairan benua Afrika pada Pk
06.06 GMT (pk 15.06 WIB) kemudian menelusuri Samudera Hindia lalu masuk
daratan Sumatera bagian Selatan, Kalimantan Barat-Tengah-Timur, sebagian
propinsi Gorontalo sebelum berakhir di perairan Selatan Mindanao, Philipina pada
Pk. 09.52 GMT (Pk. 18.52 WIB). Di Indonesia, gerhana matahari akan bermula pada
pukul 15.20 WIB dan berakhir pada pukul 17.50 WIB, dengan puncak gerhana pada
pukul 16.40 WIB. Gerhana ini bisa terlihat di wilayah Indonesia di pulau Sumatera,
Jawa dan Kalimantan.

Ironinya, banyak masyarakat awam yang tidak faham bagaimana menghadapi


fenomena alami ini. Banyak diantara mereka yang mengaitkan kejadian alam ini
dengan mitos-mitos dan keyakinan khurofat yang menyelisihi aqidah islamiyah. Di
antara mereka ada yang meyakini bahwa di saat terjadinya gerhana, ada sesosok
raksasa besar yang sedang berupaya menelan matahari sehingga wanita yang hamil
disuruh bersembunyi di bawah tempat tidur dan masyarakat menumbuk lesung dan
alu untuk mengusir raksasa. Di Tahiti, masyarakatnya meyakini bahwa bulan dan
matahari adalah sepasang kekasih, sehingga apabila mereka berdekatan maka akan
saling memadu kasih sehingga timbullah gerhana sebagai bentuk percintaan
mereka. Sebagian masyarakat seringkali mengaitkan peristiwa gerhana dengan
kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran, dan
kepercayaan ini dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan
umum masyarakat.

Masyarakat Arab sendiri, mereka juga memiliki keyakinan bahwa gerhana terjadi
terkait dengan kelahiran dan kematian orang tertentu. Oleh karena itu, ketika
terjadi gerhana di zaman Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam pada hari putera
terkasih beliau Ibrâhîm wafat, orang-orang mengatakan : “gerhana matahari ini
terjadi oleh sebab wafatnya Ibrâhîm”. Mendengar hal ini, Rasûlullâh Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam bersabda :

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 1


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

‫ﻮﺍ‬‫ﺩﻋ‬ ‫ ﻓﹶﺎ‬، ‫ﺎ‬‫ﻫﻤ‬ ‫ﻮ‬‫ﺘﻤ‬‫ﻳ‬‫ﺭﹶﺃ‬ ‫ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ‬، ‫ﺎِﺗ ِﻪ‬‫ﺤﻴ‬


 ‫ﻭﻟﹶﺎ ِﻟ‬ ‫ﺣ ٍﺪ‬ ‫ﺕ ﹶﺃ‬
ِ ‫ﻮ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺴﻔﹶﺎ ِﻥ ِﻟ‬
ِ ‫ﻨ ﹶﻜ‬‫ﻳ‬ ‫ﺕ ﺍﻟﱠﻠ ِﻪ ﻟﹶﺎ‬
ِ ‫ﺎ‬‫ﻦ ﺁﻳ‬ ‫ﺎ ِﻥ ِﻣ‬‫ﻳﺘ‬‫ﺮ ﺁ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺍﹾﻟ ﹶﻘ‬‫ﺲ ﻭ‬
 ‫ﻤ‬ ‫ﺸ‬
 ‫ﺇ ﱠﻥ ﺍﻟ‬
‫ﻒ‬
 ‫ﺸ‬
ِ ‫ﻨ ﹶﻜ‬‫ﺗ‬ ‫ﻰ‬‫ﺣﺘ‬ ‫ﺻﻠﱡﻮﺍ‬
 ‫ﻭ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﺍﻟﱠﻠ‬

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda Allôh.
Terjadinya gerhana matahari dan bulan itu bukanlah disebabkan oleh kematian
atau kelahiran seseorang. Apabila kalian mendapati kedua gerhana ini, maka
berdoalah kepada Allôh dan sholatlah sampai selesainya gerhana.” (Muttafaq
‘alaihi dari Mughîrah bin Syu’bah Radhiyallâhu ‘anhu)

Disebabkan masih banyaknya masyarakat kita yang belum faham tentang masalah
sholat gerhana, dan apa saja yang seharusnya kita lakukan di saat terjadinya
gerhana, maka saya susun risalah ringkas ini, semoga dapat bermanfaat baik bagi
diri penyusun sendiri, keluarganya, rekan-rekannya dan seluruh kaum muslimin.
Penulis tidak lupa untuk meminta kepada rekan-rekan penuntut ilmu atau
asâtidzah yang membaca risalah ini, apabila ada yang kurang tepat, keliru atau
salah, maka penulis dengan lapang dada dan besar hati menerima segala nasehat,
masukan dan kritikan yang konstruktif.

Definisi Gerhana (Kusûf dan Khusûf)

Kata Kusûf menurut bahasa artinya adalah at-Taghoyyar ila as-Sawâd (berubah
menjadi gelap). Jika dikatakan kasafat hâluhu artinya jika keadaannya berubah,
jika dikatakan kasafa wajhuhu apabila rona wajahnya berubah. Apabila dikatakan
wa kasafat asy-Syamsu artinya apabila matahari mulai gelap dan cahayanya mulai
pudar. (Fathul Bârî karya Ibnu Hajar II/526).

Kata Khusûf secara bahasa artinya adalah an-Nuqshôn (berkurang). Jika dikatakan
‘ainun khâsifah artinya adalah apabila pengelihatannya sudah tidak tajam lagi.
Jika dikatakan Bi`ru makhsufah, artinya adalah apabila airnya telah terkuras
habis. (al-I’lâm bi Fawâ`idi ‘Umdatil Ahkâm IV/264)

Jadi, apabila dikatakan kusûf atau khusûf asy-Syamsi wal Qomari artinya adalah
perubahan dan berkurangnya cahaya matahari dan bulan, dan kedua kata ini
bermakna satu. (al-Mughnî V/321).

Kusuf dan Khusûf menurut terminologi bermakna tertutupnya cahaya matahari


atau bulan atau sebagiannya oleh sebab hal yang lazim/alami, yang Allôh
memaksudkannya untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu, kata kusûf
dan khusûf adalah sinonim (mutarôdif) yang bermakna satu. Jadi boleh dikatakan

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 2


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

kasafat asy-Syamsu wa khosafat dan kasafa al-Qomaru wal khosafa. (asy-Syarhul


Mumti’ ‘ala Zâdil Mustaqni’ V/229)

Adapula yang berpendapat bahwa kusûf adalah khusus untuk matahari sedangkan
khusûf adalah khusus untuk bulan. Pendapat inilah yang dipilih oleh Tsa’lab, dan
dikatakan lebih fasih oleh al-Jauharî. (Subulus Salâm II/496).

Yang râjih adalah, apabila kata kusûf dan khusûf disebutkan berbarengan maka
artinya berbeda, kusûf untuk gerhana matahari dan khusûf untuk gerhana bulan.
Namun, apabila disebutkan secara bersendirian, maka bermakna satu, yaitu satu
dengan lainnya saling mencakup. Dan pendapat inilah yang dipegang oleh Faqîhuz
Zamân, al-‘Allâmah Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullâhu. Wallôhu
a’lâm. (asy-Syarh al-Mumti’ ‘ala Zâdil Mustaqni’ V/229)

Hukum Sholat Gerhana

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum sholat gerhana. Jumhur (mayoritas)
ulama berpendapat bahwa sholat gerhana hukumnya adalah sunnah mu`akkadah
(sunnah yang sangat ditekankan). Bahkan sampai ada yang mengklaim bahwa
hukum sunnah mu`akkadah ini adalah dengan dasar ittifaq al-Fuqohâ`
(kesepakatan ulama ahli fikih). Imam Nawawî rahimahullâhu juga berpendapat
demikian, beliau mengatakan:

‫ﺎ ﺳﻨﺔ‬‫ﻭﺃﲨﻊ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺃ‬


“Para ulama berkonsensus bahwa hukum sholat gerhana adalah sunnah” (Syarh
Shahîh Muslim VI/451)

Pendapat Imam Nawawî ini perlu ditinjau ulang. Sebab, ada sebagian ulama yang
berpandangan bahwa sholat gerhana hukumnya adalah wajib. Sebagaimana
dituturkan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullâhu, beliau berkata :

‫ﻜﻲ ﻋﻦ‬‫ ﺇﻻ ﻣﺎ ﺣ‬،‫ ﻭﱂ ﺃﺭﻩ ﻟﻐﲑﻩ‬،‫ﺎ‬‫ ﻭﺻﺮﺡ ﺃﺑﻮ ﻋﻮﺍﻧﺔ ﰲ ﺻﺤﻴﺤﻪ ﺑﻮﺟﻮ‬،‫ﺎ ﺳﻨﺔ ﻣﺆﻛﺪﺓ‬‫ﻓﺎﳉﻤﻬﻮﺭ ﻋﻠﻰ ﺃ‬
‫ ﻭﻛﺬﺍ ﻧﻘﻞ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ‬،‫ ﻭﻧﻘﻞ ﺍﻟﺰﻳﻦ ﺑﻦ ﺍﳌﻨﲑ ﻋﻦ ﺃﰊ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﺃﻧﻪ ﺃﻭﺟﺒﻬﺎ‬،‫ﻣﺎﻟﻚ ﺃﻧﻪ ﺃﺟﺮﺍﻫﺎ ﳎﺮﻯ ﺍﳉﻤﻌﺔ‬
‫ﺎ ﻭﺍﺟﺒﺔ‬‫ﻣﺼﻨﻔﻲ ﺍﳊﻨﻔﻴﺔ ﺃ‬
“Jumhur berpendapat bahwa hukumnya (sholat gerhana) adalah sunnah
mu`akkadah. Abû ‘Awânah menegaskan di dalam Shahîh-nya bahwa hukumnya
wajib. Saya tidak melihat ada orang lain yang berpendapat demikian, kecuali yang

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 3


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

diriwayatkan dari Mâlik bahwa beliau menganggap pelaksanannya sama dengan


sholat Jum’at. Az-Zain bin al-Munîr mengutip dari Abu Hanifah bahwa beliau
mewajibkanya, demikian pula dinukil dari sebagian penulis Mushonnaf yang
bermadzhab Hanafiyah bahwa sholat gerhana hukumnya wajib.” (Fath al-Bârî
II/527)

Ahli Tafsir kontemporer, al-‘Allâmah as-Sa’dî rahimahullâhu mengatakan :

‫ﺎ‬ ‫ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺑﻮﺟﻮﺏ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻜﺴﻮﻑ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﱯ  ﻓﻌﻠﻬﺎ ﻭﺃﻣﺮ‬

“Sebagian ulama berpendapat akan wajibnya sholat gerhana, sebab Nabi


Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam mengamalkan dan memerintahkannya.” (al-
Mukhtârât al-Jalîyah minal Masâ`ili al-Fiqhîyah hal. 73)

Pendapat yang râjih adalah : sholat gerhana hukumnya adalah wajib. Sebagaimana
dituturkan oleh Faqîh az-Zamân, al-‘Allâmah Ibnu ‘Utsaimin rahimahullâhu beliau
berkata :

“Sebagian ulama berpendapat bahwa sholat gerhana wajib hukumnya, dengan


dasar sabda Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam : “Apabila kalian melihat gerhana,
maka sholatlah”. Ibnul Qoyyim berkata di dalam buku beliau, Kitâb ash-Sholâh,
pendapat yang kuat dalam masalah ini yaitu wajib hukumnya. Beliau
rahimahullâhu benar, sebab Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan
sholat gerhana dan beliau sendiri keluar (dari rumahnya) dalam keadaan
ketakutan. Beliau berkata bahwa (hikmah syar’i terjadinya) gerhana untuk
menakuti (manusia). Nabi pun berkhutbah dengan khutbah yang agung dan
dipaparkan kepada beliau surga dan neraka. Kesemua ini merupakan indikasi
(qorînah) yang besar atas kewajiban sholat gerhana. Seandainya kita katakan
bahwa sholat gerhana tidak wajib, sedangkan manusia di kala terjadinya gerhana
mereka meninggalkan sholat, padahal ada perintah dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa
Sallam dan ada penekanan untuk melaksanakannya, namun mereka dianggap tidak
berdosa. Maka pendapat ini perlu diteliti kembali. Bagaimana mungkin gerhana itu
untuk menakuti manusia namun kita tidak memperdulikannya seakan-akan ini
suatu hal yang biasa. Lantas di mana rasa takut kita? Sungguh pendapat (Ibnul
Qoyyim) ini adalah pendapat yang sangat kuat. Saya tidaklah memandang bahwa
manusia ketika mendapati gerhana matahari atau bulan, kemudian mereka tidak
mempedulikannya, semuanya sibuk dengan perniagaannya, sibuk dengan bersenda
gurau, dan semuanya sibuk dengan perkebunannya. Maka hal ini dikhawatirkan
akan menjadi penyebab turunnya hukuman yang Allôh telah memperingatkannya
dengan terjadinya gerhana ini. Maka pendapat akan wajibnya sholat gerhana lebih

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 4


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

kuat ketimbang pendapat yang menyatakan sunnah.” (asy-Syarh al-Mumti’ V/237-


240)

Pendapat ini pula yang dipegang oleh Syaikhunâ Masyhur Hasan Âlu Salmân
hafizhahullâhu di dalam buku beliau al-Qoul Mubîn fî Akthâ’il Mushollîn.

Adab & Anjuran Ketika Terjadi Gerhana

Ketika terjadi gerhana, baik gerhana matahari dan bulan, dianjurkan dan
disunnahkan untuk melakukan sebagai berikut :

1. Merasa takut kepada Allôh Ta’âlâ di kala terjadi gerhana. Sebagaimana sabda
Nabi Shallallâhu ‘alaihi Sallam :

‫ﻤﺎ ﻋﺒﺎﺩﻩ‬ ‫ﻑ‬‫ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﷲ ﳜﻮ‬،‫ ﻻ ﻳﻨﻜﺴﻔﺎﻥ ﳌﻮﺕ ﺃﺣﺪ‬،‫ﺇﻥ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻭﺍﻟﻘﻤﺮ ﺁﻳﺘﺎﻥ ﻣﻦ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﷲ‬
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda diantara tanda-tanda Allôh.
Gerhana matahari dan bulan terjadi bukan disebabkan oleh kematian seseorang.
Akan tetapi Allôh bermaksud menakuti hamba-hamba-Nya dengannya.” (HR
Bukhârî)

Di dalam hadits Abû Burdah dari Abû Mûsâ Radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata :

،‫ ﻭﺭﻛﻮﻉ‬،‫ ﻓﺄﺗﻰ ﺍﳌﺴﺠﺪ ﻓﺼﻠﻰ ﺑﺄﻃﻮﻝ ﻗﻴﺎﻡ‬،‫ﺎ ﳜﺸﻰ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ‬‫ﺧﺴﻔﺖ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻓﻘﺎﻡ ﺍﻟﻨﱯ  ﹶﻓ ِﺰﻋ‬
‫ﻭﻟﻜﻦ‬،‫ ))ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﱵ ﻳﺮﺳﻞ ﺍﷲ ﻻ ﺗﻜﻮﻥ ﳌﻮﺕ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﳊﻴﺎﺗﻪ‬:‫ ﻭﻗﺎﻝ‬،‫ﻭﺳﺠﻮﺩ ﺭﺃﻳﺘﻪ ﻗﻂ ﻳﻔﻌﻠﻪ‬
((‫ ﻭﺍﺳﺘﻐﻔﺎﺭﻩ‬،‫ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻳﺘﻢ ﺷﻴﺌﹰﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﺎﻓﺰﻋﻮﺍ ﺇﱃ ﺫﻛﺮ ﺍﷲ ﻭﺩﻋﺎﺋﻪ‬،‫ﺎ ﻋﺒﺎﺩﻩ‬ ‫ﻑ ﺍﷲ‬‫ﳜﻮ‬
“Ketika terjadi gerhana matahari, Nabi Shallallâhu ‘alaihi Sallam sontak berdiri
terkejut dan merasa ketakutan kiamat akan datang. Beliau lantas pergi ke masjid
dan melakukan sholat yang panjang berdiri, ruku’ dan sujudnya. Aku melihat
beliau begitu ajegnya melakukannya. Setelah itu Nabi bersabda : “Gerhana ini
adalah tanda-tanda yang Allôh mengutusnya bukan disebabkan karena kematian
atau kelahiran seseorang. Namun gerhana ini diutus supaya Allôh menakuti hamba-
hamba-Nya. Apabila kalian melihat sesuatu dari gerhana, maka takutlah dan
bersegeralah berdzikir kepada Allôh, berdoa dan memohon pengampunan-Nya.”
(Muttafaq ‘Alaihi)

Al-Hâfizh berkata : “Bisa jadi ketakutan Nabi Shallallâhu ‘alaihi Sallam ketika
terjadinya gerhana merupakan pendahuluan terjadinya tanda-tanda kiamat

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 5


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

(besar), seperti terbitnya matahari dari barat. Bukanlah suatu hal yang mustahil
terjadinya gerhana merupakan perantara terbitnya matahari (dari timur) dengan
terbitnya matahari (dari barat)...” (Fathul Bârî II/546)

Jadi, hendaknya seorang mukmin tatkala mendapati gerhana, ia merasa takut


kepada Allôh Ta’âlâ, khawatir Allôh akan menurunkan adzabnya kepada kita.
Apabila Nabi yang mulia ‘alaihi ash-Sholâtu was Salâm saja merasa takut, padahal
beliau adalah hamba Allôh yang paling dicintai Allôh, lantas mengapa kita
melewati waktu gerhana dengan perasaan biasa saja, bahkan kita lalui dengan
perbuatan-perbuatan yang sia-sia, bahkan maksiat.

2. Berusaha menghadirkan apa yang dilihat oleh Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa


Sallam berupa perkara-perkara besar yang dilihat beliau ketika sholat gerhana.
Hal ini akan membuahkan rasa takut kepada Allôh Ta’âlâ. Karena Nabi Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam di dalam sholat gerhana, melihat surga dan neraka. Beliau
sampai-sampai berhasrat hendak meraih setandan buah dari surga sehingga beliau
merasa gembira. Beliau juga melihat beberapa bentuk siksa api neraka. Beliau
melihat seorang wanita yang diadzab oleh sebab kucingnya, beliau melihat ‘Amrû
bin Luhay menyeret ususnya di api neraka dan dia adalah orang pertama yang
merubah agama Ibrâhîm ‘alaihi as-Salâm. Dan beliau melihat bahwa penghuni
neraka terbanyak adalah kaum wanita, disebabkan mereka seringkali
membangkang untuk berlaku baik terhadap suaminya.

Dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs Radhiyallâhu ‘anhumâ beliau berkata bahwa Nabi
Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda selepas gerhana :

‫ ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻳﺘﻢ ﺫﻟﻚ ﻓﺎﺫﻛﺮﻭﺍ ﺍﷲ‬،‫ﺇﻥ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻭﺍﻟﻘﻤﺮ ﺁﻳﺘﺎﻥ ﻣﻦ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﷲ ﻻ ﳜﺴﻔﺎﻥ ﳌﻮﺕ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﳊﻴﺎﺗﻪ‬
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda dari tanda-tanda Allôh.
Gerhana matahari dan bumi tidaklah terjadi oleh sebab kematian atau kelahiran
seseorang. Apabila kalian melihat gerhana maka berdzikirlah kepada Allôh.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasûlullâh, kami melihat Anda sedang meraih
sesuatu di tengah sholat kemudian kami melihat Anda mundur ke belakang.”

Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam menjawab :

‫ﺍ‬‫ﺭ ﻣﻨﻈﺮ‬ ‫ ﻭﺭﺃﻳﺖ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻓﻠﻢ ﺃ‬،‫ ﻭﻟﻮ ﺃﺻﺒﺘﻪ ﻷﻛﻠﺘﻢ ﻣﻨﻪ ﻣﺎ ﺑﻘﻴﺖ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ‬،‫ﺩﺍ‬ ‫ﺇﱐ ﺭﺃﻳﺖ ﺍﳉﻨﺔ ﻓﺘﻨﺎﻭﻟﺖ ﻣﻨﻬﺎ ﻋﻨﻘﻮ‬
‫ ﻭﺭﺃﻳﺖ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﻫﻠﻬﺎ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ‬،‫ﻛﺎﻟﻴﻮﻡ ﻗﻂ ﺃﻓﻈﻊ‬

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 6


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

“Sesungguhnya aku tadi melihat surga dan aku tadi berupaya meraih setandan
buah-buahan darinya. Seandainya kamu mendapatkannya dan memakannya,
niscaya kamu (tidak butuh lagi makanan) di dunia. Kemudian aku melihat neraka
dan belum pernah aku melihat pemandangan yang ngerinya seperti itu. Dan kulihat
kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita.”

Para sahabat bertanya, “Oleh sebab apa wahai Rasûlullâh?” Rasûlullâh menjawab,
“oleh sebab kekufuran mereka”. Mereka bertanya lagi, “apa karena mereka kufur
kepada Allôh?”. Rasûlullâh menjawab :

‫ ﻣﺎ‬:‫ ﰒ ﺭﺃﺕ ﻣﻨﻚ ﺷﻴﺌﹰﺎ ﻗﺎﻟﺖ‬،‫ ﻟﻮ ﺃﺣﺴﻨﺖ ﺇﱃ ﺇﺣﺪﺍﻫﻦ ﺍﻟﺪﻫﺮ ﻛﻠﱠﻪ‬،‫ﻳﻜﻔﺮﻥ ﺍﻟﻌﺸﲑ ﻭﻳﻜﻔﺮﻥ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ‬
‫ﺍ ﻗﻂ‬‫ﺭﺃﻳﺖ ﻣﻨﻚ ﺧﲑ‬

“Mereka mengkufuri suami dan kebaikannya. Apabila kalian berbuat baik kepada
salah seorang dari wanita setiap waktu, kemudian dia melihat ada sesuatu yang
kurang baik darimu, dia akan berkata : “aku tidak pernah melihatmu berbuat baik
sedikitpun.”.” (Muttafaq ‘alaihi)

3. Menyeru untuk melakukan sholat jama’ah. Sebagaimana dalam hadits


‘Abdullâh bin ‘Amr Radhiyallâhu ‘anhumâ beliau berkata :

‫ ﺇﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺟﺎﻣﻌﺔ‬:‫ﺎ ﻛﺴﻔﺖ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻋﻠﻰ ﻋﻬﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ  ﻧﻮﺩﻱ‬‫ﹶﻟﻤ‬


“Ketika terjadi gerhana matahari di zaman Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa
Sallam, diserukan : “Sesungguhnya sholat secara berjama’ah”.” (Muttafaq ‘alayhi)

Juga sebagaimana di dalam hadits ‘Â`isyah Radhiyallâhu anhâ beliau berkata :

‫ ﻓﺎﺟﺘﻤﻌﻮﺍ‬،‫ﺎ ﻳﻨﺎﺩﻱ ﺃﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺟﺎﻣﻌﺔ‬‫ ﻓﺄﻣﺮ ﺍﻟﻨﱯ  ﻣﻨﺎﺩﻳ‬، ‫ﺧﺴﻔﺖ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻋﻠﻰ ﻋﻬﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ‬
‫ﻢ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﰲ ﺭﻛﻌﺘﲔ ﻭﺃﺭﺑﻊ ﺳﺠﺪﺍﺕ‬ ‫ﻭﺍﺻﻄﻔﻮﺍ ﻓﺼﻠﻰ‬
“Pada zaman Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam terjadi gerhana matahari,
lalu Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan untuk menyerukan sholat
secara berjama’ah. Kemudian para sahabat berkumpul dan berbaris melakukan
sholat empat kali ruku’ dan sujud di dalam dua rakaat.” (HR an-Nasâ`î dan Abû
Dâwud, dishahihkan oleh al-Albânî di dalam Irwâ` al-Gholîl no 658).

4. Tidak ada adzan dan iqomah pada sholat gerhana. Karena Nabi Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam melakukan sholat gerhana tanpa adzan dan iqomah. Barangsiapa
yang melakukan sholat gerhana secara berjama’ah diawali dengan adzan dan

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 7


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

iqomah, maka ia harus menunjukkan dasar dan tuntunannya dari Nabi Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam.

Al-Hâfizh Ibnu Hajar menukil ucapan Ibnu Daqîq al-Îd tentang sholat gerhana,
beliau rahimahullâhu berkata :

‫ﻘﺎﻡ‬‫ﺆ ﱠﺫ ﹸﻥ ﳍﺎ ﻭﻻ ﻳ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻭﻗﺪ ﺍﺗﻔﻘﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ‬


“Telah sepakat para ulama bahwa sholat gerhana tidak ada adzan dan iqomah...”
(Fathul Bârî II/533)

Al-Imâm Ibnu al-Qudâmah rahimahullâhu berkata :

‫ ﻭﻻ ﻳﺴﻦ ﳍﺎ ﺃﺫﺍﻥ ﻭﻻ ﺇﻗﺎﻣﺔ‬..‫ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺟﺎﻣﻌﺔ‬:‫ﻦ ﺃﻥ ﻳﻨﺎﺩﻯ ﳍﺎ‬ ‫ﺴ‬


 ‫ﻳ‬‫ﻭ‬

“Disunnahkan untuk menyerukan di sholat gerhana dengan ash-Sholâh Jâmi’ah...


dan tidak disunnahkan melakukan adzan dan iqomah.” (al-Mughnî III/323)

5. Mengeraskan bacaan ketika sholat gerhana. Dan mengeraskan bacaan ini


hukumnya adalah sunnah, sebagaimana dalam hadits ‘Â`isyah Radhiyallâhu ‘anhâ
beliau berkata :

:‫ ﻭﺇﺫﺍ ﺭﻓﻊ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﻛﻌﺔ ﻗﺎﻝ‬،‫ﺮ ﻓﺮﻛﻊ‬‫ ﻓﺈﺫﺍ ﻓﺮﻍ ﻣﻦ ﻗﺮﺍﺀﺗﻪ ﻛﺒ‬،‫ﺟﻬﺮ ﺍﻟﻨﱯ  ﰲ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻜﺴﻮﻑ ﺑﻘﺮﺍﺀﺗﻪ‬
،‫ﻩ ﺭﺑﻨﺎ ﻭﻟﻚ ﺍﳊﻤﺪ(( ﰒ ﻳﻌﺎﻭﺩ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﰲ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻜﺴﻮﻑ ﺃﺭﺑﻊ ﺭﻛﻌﺎﺕ ﰲ ﺭﻛﻌﺘﲔ‬ ‫))ﲰﻊ ﺍﷲ ﳌﻦ ﲪﺪ‬
‫ﻭﺃﺭﺑﻊ ﺳﺠﺪﺍﺕ‬
“Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam mengeraskan bacaan beliau ketika sholat
gerhana. Apabila beliau selesai membaca al-Qur`ân, maka beliau bertakbir
kemudian ruku’. Ketika bangkit dari ruku’ beliau mengucapkan Sami’a-Llôhu liman
hamidahu Robbanâ walaka-l hamdu, kemudian beliau mengulangi membaca al-
Qur`an di sholat gerhana sebanyak empat ruku’ dan sujud dalam dua raka’at.”
(Muttafaq ‘alaihi)

Para ulama berbeda pendapat tentang mengeraskan bacaan di sholat gerhana.


Hanafiyah berpendapat bahwa sholat kusuf (gerhana matahari) dilakukan dengan
sirr (lirih) dengan argumentasi bahwa hukum asal sholat di siang hari adalah
dengan bacaan lirih. Adapun sholat khusûf dilakukan secara sendiri-sendiri dengan
bacaan yang lirih. Mâlikiyah dan Syâfi’iyah berpendapat, sholat gerhana matahari
dilakukan dengan lirih karena dilakukan di siang hari, sedangkan sholat gerhana
bulan dilakukan dengan jahr (bacaan keras) karena dilakukan pada malam hari.

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 8


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

Hanâbilah berpendapat bahwa sholat gerhana matahari dan bulan, kedua-duanya


dilakukan dengan mengeraskan bacaan.

Yang lebih râjih adalah, mengeraskan bacaan ini dilakukan baik untuk sholat
gerhana di siang hari ataupun sholat gerhana di malam hari, sebagaimana dalam
hadits ‘Â`isyah Radhiyallâhu ‘anhâ di atas. Sebab, sunnah yang disyariatkan di
dalam sholat jama’ah adalah mengeraskan bacaan, sebagaimana di dalam sholat
istisqô’ (sholat minta hujan), sholat Îd dan sholat Tarâwîh. Demikianlah pendapat
yang lebih râjih insyâ Allôh dan pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Ibnu
Qudâmah dan Ibnu Qoyyim al-Jauziyah.

6. Melakukan sholat gerhana secara berjama’ah di masjid. Sebagaimana dalam


hadits Â’isyah Radhiyallâhu ‘anhâ, beliau berkata :

‫ ﻭﺻﻒ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﺭﺍﺀﻩ‬،‫ ﻓﻘﺎﻡ ﻭﻛﱪ‬،‫ﺧﺮﺝ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﱃ ﺍﳌﺴﺠﺪ‬

“Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam keluar menuju ke masjid, kemudian beliau


berdiri dan bertakbir, sedangkan manusia berbaris di belakang beliau.” (Muttafaq
‘alaihi)

Para ulama berbeda pendapat tentang disyariatkannya jama’ah pada sholat


gerhana. Mereka membedakan antara sholat kusûf (gerhana matahari) dan khusûf
(gerhana bulan).

Ulama ahli fikih bersepakat bahwa sholat gerhana matahari disunnah untuk
dilaksanakan secara berjama’ah di masjid dan diserukan sebelumnya dengan
seruan : “ash-Sholatu Jâmi’ah”. Syâfi’iyah dan Hanâbilah memperbolehkan untuk
melakukannya secara sendiri-sendiri (munfarid), dengan alasan berjama’ah
hanyalah sebatas sunnah saja, bukanlah merupakan syarat. Sedangkan Hanafiyah
berpendapat, apabila imam tidak datang, maka manusia boleh sholat sendiri-
sendiri di rumah mereka.

Adapun sholat gerhana bulan, Hanafiyah dan Mâlikiyah berpendapat lebih disukai
untuk melaksanakannya secara munfarid sebagaimana sholat-sholat sunnah
lainnya. Sebab, menurut mereka, sholat gerhana bulan belum pernah ada yang
menukilkan pernah dilaksanakan oleh Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam,
padahal gerhana bulan itu lebih sering terjadi ketimbang gerhana matahari.
Mereka juga beralasan bahwa hukum asal sholat yang bukan wajib adalah tidak
dilaksanakan secara berjama’ah dan dilakukan di rumah, sebagaimana sabda Nabi
Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam :

‫ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﰲ ﺑﻴﺘﻪ ﺃﻓﻀﻞ ﺇﻻ ﺍﳌﻜﺘﻮﺑﺔ‬


@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 9
WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

“Sholatnya seseorang di rumahnya adalah lebih utama, kecuali sholat yang wajib.”

Kecuali, apabila ada dalil khusus yang menunjukkan pelaksanaannya secara


berjama’ah, seperti sholat îd, tarawih dan gerhana matahari. Menurut mereka,
berkumpul pada malam hari dapat menyebabkan timbulnya fitnah.

Sedangkan Syâfi’iyah dan Hanâbilah berpendapat bahwa sholat gerhana bulan


(khusûf) dilakukan secara berjama’ah sebagaimana sholat gerhana matahari
(kusûf). Mereka juga melandaskan pendapatnya dengan riwayat Ibnu ‘Abbâs
Radhiyallâhu ‘anhumâ yang melakukan sholat gerhana bulan bersama manusia di
masjid, beliau berkata :

‫ﺻﻠﻴﺖ ﻛﻤﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬

“Saya melakukan sholat sebagaimana saya melihat Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi


wa Sallam melakukannya.”

Sebagaimana pula di dalam hadits Mahmûd bin Lubaid, beliau mengatakan :

‫ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻳﺘﻤﻮﻫﺎ ﻛﺬﻟﻚ ﻓﺎﻓﺰﻋﻮﺍ ﺇﱃ ﺍﳌﺴﺎﺟﺪ‬


“Apabila kalian melihat gerhana bulan, maka bersegeralah ke masjid.”

Pendapat yang râjih adalah, tidak ada bedanya antara sholat gerhana matahari dan
bulan. Disunnahkan untuk melakukannya secara berjama’ah di masjid,
sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Qudâmah. Walaupun dibolehkan
melakukannya secara sendiri-sendiri, namun mengamalkannya secara berjama’ah
adalah lebih utama, sebab nabi melakukan sholat gerhana secara berjama’ah dan
disunnahkan untuk mengamalkannya di masjid. (al-Mughnî III/323)

Wallôhu a’lam bish showâb.

7. Wanita juga ikut sholat gerhana. Sebagaimana ‘Â`isyah dan Asmâ`


Radhiyallâhu ‘anhumâ melakukan sholat gerhana bersama Nabi Shallallâhu ‘alaihi
wa Sallam. Dari Asmâ` binti Abî Bakr Radhiyallâhu ‘anhumâ beliau berkata :

‫ ﻭﺇﺫﺍ ﻫﻲ‬،‫ﺃﺗﻴﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﺎ ﺯﻭﺝ ﺍﻟﻨﱯ  – ﺣﲔ ﺧﺴﻔﺖ ﺍﻟﺸﻤﺲ – ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻗﻴﺎﻡ ﻳﺼﻠﻮﻥ‬
‫ ﺁﻳﺔ؟ ﻓﺄﺷﺎﺭﺕ‬:‫ﺖ‬
 ‫ ﻓﻘﻠ‬،‫ ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﷲ‬:‫ ﻭﻗﺎﻟﺖ‬،‫ ﻣﺎ ﻟﻠﻨﺎﺱ؟ ﻓﺄﺷﺎﺭﺕ ﺑﻴﺪﻫﺎ ﺇﱃ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ‬:‫ ﻓﻘﻠﺖ‬،‫ﻗﺎﺋﻤﺔ ﺗﺼﻠﻲ‬
…‫ﺃﻱ ﻧﻌﻢ‬

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 10


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

“Saya mendatangi ‘Â`isyah Radhiyallâhu ‘anhâ, isteri Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa


Sallam ketika terhadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan
sholat. Ketika beliau (‘Â`isyah) turut berdiri untuk melakukan sholat, saya
bertanya : “Kenapa orang-orang ini?”. Beliau mengisyaratkan tangannya ke langit
seraya berkata, “maha suci Allôh”. Saya bertanya : “tanda (gerhana)?”, beliau
memberikan isyarat untuk mengatakan iya...”

Imam Bukhârî membuat bab di dalam Shahîh-nya “Bâb ash-Sholâh an-Nisâ` ma’a
ar-Rijâl fî al-Kusûf” (Bab tentang sholatnya kaum wanita bersama pria di sholat
gerhana). Al-Hâfizh mengomentari : “Beliau menunjukkan dengan bab ini untuk
membantah orang yang berpendapat dilarangnya wanita sholat gerhana” (Fath al-
Bârî II/543). Imam Nawawî mengatakan : “hal ini menunjukkan disunnahkannya
sholat gerhana bagi wanita, dan posisinya di belakang kaum pria.” (Syarh Shahîh
Muslim VI/462).

8. Sholat gerhana juga dilakukan walaupun dalam keadaan safar. Dalilnya adalah
sabda Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam :

‫ ﻭﻟﻜﻨﻬﻤﺎ ﺁﻳﺘﺎﻥ ﻣﻦ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﷲ ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺃﻳﺘﻤﻮﳘﺎ ﻓﺼﻠﻮﺍ‬،‫ﺇﻥ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻭﺍﻟﻘﻤﺮ ﻻ ﳜﺴﻔﺎﻥ ﳌﻮﺕ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﳊﻴﺎﺗﻪ‬
“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan terjadi bukanlah disebabkan oleh
kematian atau kelahiran seseorang, namun keduanya merupakan dua tanda dari
tanda-tanda Allôh. Apabila kalian melihatnya, maka sholatlah!.” (HR Bukhârî)

Imam Ibnu Qudâmah rahimahullâhu berkata :

‫ ﺑﺈﺫﻥ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻭﻏﲑ ﺇﺫﻧﻪ‬،‫ﻭﺗﺸﺮﻉ ﰲ ﺍﳊﻀﺮ ﻭﺍﻟﺴﻔﺮ‬


“Disyariatkan sholat gerhana baik dalam keadaan menetap maupun bepergian
(safar), baik dengan izin imam maupun tanpa izin imam.” (al-Mughnî III/322)

9. Memperpanjang bacaan sholat. Sebagaimana hadits Ibnu ‘Abbâs Radhiyallâhu


‘anhumâ tentang sifat sholat gerhana Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam,
yaitu bacaannya sepanjang surat al-Baqoroh kemudian melakukan ruku’ dengan
panjang. Lalu beliau berdiri kembali dengan panjang namun tidak sepanjang rakaat
pertama, dan melakukan ruku’ dengan panjang namun tidak sepanjang ruku’
pertama.” (Muttafaq ‘alaihi)

Namun, panjangnya sholat hendaklah tidak sampai memperberat makmum. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam Ibnu Baz rahimahullâhu di dalam kumpulan
fatwa beliau, Majmû’ Fatâwa wa Maqolât Mutanawwi’ah (XIII/35).

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 11


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

10. Disunnahkan untuk khutbah. Sebagaimana hadits ‘Â`isyah Radhiyallâhu ‘anhâ


beliau berkata : “Sesungguhnya Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam keluar dari
kediamannya dan tengah terjadi gerhana matahari saat itu. Kami pun keluar
menuju ke kamar dan kami bergabung dengan wanita-wanita lainnya... kemudian
Nabi melakukan sholat berdiri yang panjang, lalu ruku’ dengan panjang. Lalu
beliau mengangkat kepalanya dan berdiri cukup panjang namun tak sepanjang
berdirinya yang pertama, kemudian beliau ruku’ tak selama ruku’nya yang
pertama. Lalu beliau sujud kemudian beliau berdiri kembali dan melakukan hal
yang sama dengan rakaat pertama namun tak sepanjang rakaat pertama. Kemudian
beliau sujud dan matahari pun mulai muncul. Setelah selesai, beliau baik di atas
mimbar dan berkata :

‫ﺇﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﰲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﻛﻔﺘﻨﺔ ﺍﻟﺪﺟﺎﻝ‬


“Sesungguhnya manusia akan difitnah di dalam kubur mereka sebagaimana
fitnahnya Dajjâl”

Di dalam riwayat yang lain. ‘Â`isyah Radhiyallâhu ‘anhâ berkata : “Kami


mendengar khutbah beliau selepas sholat gerhana, beliau memperingatkan dari
siksa kubur.” (HR an-Nasâ’î).

Beberapa ulama Mâlikiyah, Hanafiyah dan sebagian riwayat dari Hanâbilah


berpendapat tidak adanya khutbah sholat gerhana. Menurut mereka, tidak ada
riwayat yang menjelaskan bahwa Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
melakukan khutbah. Sedangkan Syâfi’iyah dan madzhab ahli hadits menetapkan
adanya khutbah.

Imam Nawawî rahimahullâhu berkata :

‫ ﻭﻓﻘﻬﺎﺀ ﺃﺻﺤﺎﺏ‬،‫ ﻭﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ‬،‫ ﻭﺇﺳﺤﺎﻕ‬،‫ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﰲ ﺍﳋﻄﺒﺔ ﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻜﺴﻮﻑ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ‬
‫ﻭﺩﻟﻴﻞ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ‬،‫ ﻻ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺫﻟﻚ‬:‫ ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ‬،‫ﺍﳊﺪﻳﺚ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﺧﻄﺒﺘﺎﻥ‬
‫ﰲ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﲔ ﻭﻏﲑﳘﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﻨﱯ  ﺧﻄﺐ ﺑﻌﺪ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻜﺴﻮﻑ‬،‫ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ‬

“Para ulama berbeda pendapat tentang khutbah sholat gerhana. Asy-Syâfi’î, Ishâq,
Ibnu Jarîr dan fuqohâ` ahli hadits, menyunnahkan khutbah selesai sholat dengan
dua kali khutbah. Sedangkan Mâlik dan Abû Hanîfah tidak menyunnahkan demikian
(yaitu tidak menyunnahkan khutbah setelah sholat gerhana). Dalilnya asy-Syâfi’î
adalah hadits-hadits yang shahih, diantaranya yang terdapat di dalam Shahîhain
dan selainnya, bahwa Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam berkhutbah selepas sholat
gerhana.” (Syarh al-Muslim VI/454)

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 12


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

Menceritakan perbedaan pendapat ini, al-Hâfizh Ibnu Hajar setelah menyebutkan


ucapan Imam Bukhârî “Bâb Khuthbah al-Imâm fî al-Kusuf” berkata :

“Para ulama berbeda pendapat tentang khutbah sholat gerhana. Asy-Syâfi’î, Ishâq
dan mayoritas ahli hadits menyunnahkan khutbah. Ibnu Qudâmah berkata : Belum
pernah sampai (riwayat) kepada kami dari Ahmad Rahimahullâhu bahwa ada
khutbah sholat gerhana. Penulis al-Hidâyah dari kalangan Hanafiyah mengatakan :
“tidak ada khutbah sholat gerhana, sebab belum pernah ada nukilan (dari
Rasûlullâh) tentang hal ini. Pendapat ini dibantah sebab banyak hadits yang tsâbit
yang menjelaskan adanya khutbah.

Pendapat yang masyhûr menurut Mâlikiyah adalah tidak ada khutbah sholat
gerhana, padahal Mâlik sendiri meriwayatkan hadits yang menyebutkan adanya
khutbah. Sebagian ulama madzhab Mâliki menjawab bahwa hadits (yang disebutkan
oleh Imam Malik) tidak dimaksudkan untuk khutbah secara khusus, namun
dimaksudkan untuk menjelaskan bantahan kepada sebagian orang yang meyakini
bahwa gerhana terjadi oleh sebab kematian beberapa orang.

Pendapat ini dibantah sebab ada hadits-hadits yang shahih yang menegaskan
bahwa yang dilakukan Rasûlullâh adalah khutbah, sebab memiliki syarat khutbah
yang meliputi hamdalah, pujian, wejangan dan selainnya, sebagaimana terkandung
dalam hadits. Jadi bukan hanya terbatas untuk menjelaskan sebab-sebab
terjadinya gerhana. Hukum asal perkara yang disyariatkan adalah diikuti dan
pengkhususan tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil...” (Fath al-Bârî II/534)

Pendapat yang râjih adalah, disunnahkannya melakukan khutbah selepas sholat


gerhana sebagaimana yang telah tetap di dalam hadits-hadits nabi, seperti yang
diriwayatkan dari Asmâ`, Ibnu ‘Abbâs dan ‘Â`isyah, semuanya muttafaq ‘alaihi.
Riwayat Muslim dari Jâbir, riwayat Ahmad dan al-Hâkim dari Samurah dan riwayat
Ibnu Hibbân dari ‘Amru bin al-‘Ash. Bahkan di dalam riwayat Ahmad, an-Nasâ`î dan
Ibnu Hibbân dengan jelas disebutkan di dalam lafazhnya bahwa Nabi Shallallâhu
‘alaihi wa Sallam naik ke atas mimbarnya. (Lihat ad-Dirôyah fî Takhrîji al-Hidâyah
I/225 dan al-Mughnî karya Ibnu Qudâmah III/328).

Faqîhuz Zamân, al-‘Allâmah Muhammad Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullâhu


menguatkan pendapat adanya khutbah sekali setelah sholat gerhana, sebagaimana
dalam asy-Syarh al-Mumti’ V/259). Demikian pula dengan Imâm Ibnu Baz
rahimahullâhu di dalam Majmû’ Fatâwa wa Maqolât Mutanawwi’ah XIII/44.

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 13


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

Sifat khutbah sholat gerhana Nabi

Sifat dan cara khutbah Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam di dalam khutbah sholat
gerhana sebagaimana dalam hadits-hadits yang shahih, terhimpun dalam poin-poin
sebagai berikut :

1. Selepas sholat gerhana, Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam naik ke atas mimbar.
(HR an-Nasâ`î : 1498)
2. Kemudian nabi berkhutbah, mengucapkan hamdalah, memuji dan menyanjung
kemudian mengucapkan amma ba’du. (HR al-Bukhârî : 1053)
3. Kemudian Nabi menjelaskan bahwa gerhana matahari adalah dua tanda
diantara tanda-tanda Allôh, yang gerhana terjadi bukanlah disebabkan karena
kematian atau kelahiran seseorang. Lalu Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam
memerintahkan untuk berdzikir kepada Allôh, bertakbir, sedekah,
membebaskan budak, beristighfar dan berdoa. (Muttafaq ‘alaihi)
4. Beliau juga memerintahkan untuk bersegera sholat ketika terjadi gerhana dan
melakukan sholat sampai gerhana selesai. (HR Bukhârî : 1063)
5. Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam menceritakan bahwa beliau melihat
surga dan neraka. Dimana beliau sampai berkeinginan untuk meraih setandan
buah-buahan. Beliau juga menceritakan ngerinya siksa neraka yang apinya
saling melalap satu dengan lainnya dan kebanyakan penghuninya adalah wanita.
(Muttafaq ‘alaihi)
6. Beliau menceritakan tentang fitnah dan siksa kubur. (Muttafaq ‘alaihi)
7. Beliau juga menceritakan tentang hal-hal lain yang bermaksud membuat
manusia menjadi takut dan ingat kepada Rabb-nya. Sebagaimana dalam hadits-
hadits lainnya yang shahih.

11. Bersegera melakukan amal shalih, seperti bedzikir, doa, istighfâr, takbir,
membebaskan budak, bersedekah, sholat dan ber-ta’awwudz (memohon
perlindungan) dari siksa neraka dan kubur. Hadits-haditsnya banyak, sebagiannya
telah disebutkan di atas.

Jadi, sungguh ironi apabila kita menyibukkan diri dengan perbuatan sia-sia, atau
bahkan melakukan kemaksiatan tatkala terjadinya gerhana. Padahal, Nabi
Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam, manusia yang paling mulia, merasa takut dan
bersegera untuk sholat serta banyak berdzikir dan melakukan amal-amal shalih
lainnya. Wallôhul Musta’an

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 14


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

Sifat Sholat Gerhana Rasûlullâh

Para ulama berbeda pendapat tentang sifat sholat gerhana. Hanâbilah, Syâfi’îyah
dan Mâlikiyah berpendapat bahwa sholat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat,
dan tiap rakaatnya terdiri dari dua kali berdiri, dua kali membaca al-Qur`ân, dua
kali ruku’ dan dua kali sujud. Adapun Abû Hanîfah, ats-Tsaurî dan an-Nakhâ’î serta
penduduk Kufah, berpendapat bahwa sholat gerhana dilakukan sebanyak dua
rakaat dengan sifat sama seperti sholat sunnah lainnya, yaitu satu kali ruku’,
berdiri dan membaca al-Qur`ân. Namun pendapat mereka ini menyelisihi hadits
yang lebih shahih. (Lihat Syarh Muslim VI/450, Nailul Authâr II/637 dan al-Mughnî
I/450).

Ada pula riwayat hadits yang menjelaskan bahwa sholat gerhana dilakukan
sebanyak dua rakaat, tiap rakaatnya 3 kali ruku’, riwayat lain menyatakan 4 kali
ruku’, riwayat lain menyatakan 5 kali ruku’. Ini semua, menurut Imam Ibnul
Qoyyim adalah tidak benar. Beliau rahimahullâhu berkata :

‫ﺎ‬‫ ﻭﺫﻫﺒﺖ ﺍﳊﻨﻔﻴﺔ ﺇﱃ ﺃ‬.((‫ ﻭﻳﺮﻭﻧﻪ ﻏﻠﻄﹰﺎ‬،‫ ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ‬،‫ ﻭﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ‬،‫ ﻛﺎﻹﻣﺎﻡ ﺃﲪﺪ‬،‫ﻻ ﻳﺼﺤﺤﻮﻥ ﺍﻟﺘﻌﺪﺩ ﻟﺬﻟﻚ‬
‫ﺗﺼﻠﻰ ﺭﻛﻌﺘﲔ ﻛﺴﺎﺋﺮ ﺍﻟﻨﻮﺍﻓﻞ‬

“Bilangan sifat tersebut tidak dibenarkan, diantaranya oleh Imam Ahmad, Bukhârî
dan Syâfi’î, mereka berpandangan hadits-haditsnya gholath/keliru.” (Zâdul Ma’âd
453).

Sebagian ulama mencacat riwayat-riwayat ini dan mengatakan hukumnya syâdz


(ganjil), sebagaimana diutarakan oleh Ibnu Hajar dalam al-Fath (II/532) dan
Syaikhul Islâm dalam Fatâwa-nya (17-18/18).

Adapun yang râjih insyâ Allôh, adalah sholat dua rakaat yang tiap rakaatnya terdiri
dari dua ruku’, dua kali berdiri dan membaca al-Qur`ân dan dua kali sujud.
Berikut ini adalah sifat sholat gerhana Rasûlullâh sebagaimana yang ma’tsur di
dalam hadits-hadits yang shahih :

1. Bertakbir dengan takbîratul Ihrâm.


2. Membaca doa istiftah atau iftitah.
3. Ber-ta’awwudz atau mengucapkan A’ûdzu billâhi min asy-Syaithân ar-Rajîm.
4. Mengucapkan Bismillâhi ar-Rahmân ar-Rahîm.
5. Membaca surat al-Fâtihah dan surat yang panjang secara keras (jahr).
6. Bertakbir kemudian ruku’ yang cukup lama sembari membaca doa ruku’ secara
berulang-ulang.

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 15


WEBPAGE PRIBADI ‫ أ 
 اي‬
ABU SALMA AL-ATSARI  ‫ اﻝت ﻝ‬
Free Downloaded Article HTTP://ABU-SALMA.CO.CC

7. Bangkit sembari mengucapkan Sami’a Allôhu liman Hamidahu, dan


mengucapkan Robbanâ walaka al-Hamd.
8. Membaca surat al-Fâtihah dan surat yang panjang secara keras (jahr), namun
tidak sepanjang surat yang pertama.
9. Bertakbir kemudian ruku’ yang cukup lama –namun tidak selama ruku’ yang
pertama- sembari membaca doa ruku’ secara berulang-ulang.
10. Bangkit sembari mengucapkan Sami’a Allôhu liman Hamidahu, dan
mengucapkan Robbanâ walaka al-Hamd. Dan yang lebih benar adalah
memanjangkan i’tidâl kurang lebih sama dengan panjangnya ruku’.
11. Bertakbir lalu sujud yang lama sebagaimana lamanya ruku’ pertama.
12. Bertakbir, kemudian bangkit ke posisi duduk diantara dua sujud. Yang benar
adalah memanjangkan duduk ini yang panjangnya sama dengan sujud.
13. Bertakbir lalu sujud yang lama, namun lamanya tidak seperti sujud pertama.
14. Bertakbir, kemudian bangkit berdiri ke rakaat kedua, dan melakukan hal yang
sama dengan rakaat pertama. Yaitu, melakukan dua ruku’ dan dua sujud,
dimana ruku’ dan sujud pertama lebih lama daripada ruku’ dan sujud kedua.
15. Lalu duduk tasyahhud dan mengucapkan sholawat atas nabi.
16. Lalu melakukan dua salam sembari menengok ke kanan dan kiri.

Demikianlah sifat sholat gerhana matahari, sebagaimana diriwayatkan oleh para


imam ahli hadits, dan disebutkan oleh Syaikh Sa’îd Wahf al-Qohthônî dalam buku
Sholâh al-Kusûf fî Dho’i al-Kitâb was Sunnah. Dan alhamdulillah penulis banyak
mengambil faidah pembahasan dari buku tersebut di atas, dengan beberapa buku
lainnya.

Demikianlah sekelumit yang bisa penulis susunkan di sini. Semoga dapat


memberikan manfaat baik bagi diri penyusun sendiri, keluarganya maupun seluruh
kaum muslimin. Jika ada masukan, saran, kritik yang membangun atau nasehat,
jangan segan untuk mengirimkan ke : admin@abu-salma[dot]co.cc atau
abu.salma81@gmail[dot]com.

Surabaya, 24 Muharram 1430 H

@ Hak Kopi 2008 Bagi Ummat Islam | http://dear.to/abusalma | http://abu-salma.co.cc | 16

You might also like