Professional Documents
Culture Documents
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki dari sumber yang terpercaya.
Desa Renokenongo dan Kedungbendo yang tergenang lumpur Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau lebih dikenal sebagai bencana Lumpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Lokasi 2 Perkiraan penyebab kejadian 3 Volume lumpur 4 Hasil uji lumpur 5 Dampak 6 Upaya penanggulangan o 6.1 Skenario penghentian semburan lumpur o 6.2 Antisipasi kegagalan menghentikan semburan lumpur o 6.3 Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur o 6.4 Keputusan Pemerintah o 6.5 Pendapat Kontra pembuangan lumpur secara langsung 7 Penetapan tersangka 8 Kritik 9 Referensi 10 Pranala luar
11 Lihat pula
[sunting] Lokasi
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan. Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih banyak yang condong kejadian itu adalah akibat pemboran. Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-PasuruanBanyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,Indonesia
Lokasi semburan lumpur Ada yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu. Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung. Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka belum memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki). Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujungnya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak mengcasing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Underground Blowout (semburan liar bawah tanah) Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan
untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan. Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri. Perlu diketahui bahwa untuk operasi sebuah kegiatan pemboran MIGAS di Indonesia setiap tindakan harus seijin BP MIGAS, semua dokumen terutama tentang pemasangan casing sudah disetujui oleh BP MIGAS. Dalam AAPG 2008 International Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pemboran.
Berdas Beberapa hasil pengujian arkan Baku Mutu Parameter Hasil uji maks penguji (PP Nomor 18/1999) an toksiko Arsen 0,045 Mg/L 5 Mg/L logis di 3 Barium 1,066 Mg/L 100 Mg/L laborat orium terakre Boron 5,097 Mg/L 500 Mg/L ditasi (Sucofi Timbal 0,05 Mg/L 5 Mg/L ndo, Corela Raksa 0,004 Mg/L 0,2 Mg/L b dan Bogorl Sianida Bebas 0,02 Mg/L 20 Mg/L ab) diperol 2 Mg/L (2,4,6 Trichlorophenol) eh Trichlorophenol 0,017 Mg/L 400 Mg/L (2,4,4 Trichlorophenol) kesimp ulan ternyat a lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.[1] Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP. Di beberapa negara, pengujian semacam ini memang diperlukan untuk membuang lumpur bekas pengeboran (used drilling mud) ke dalam laut. Jika nilai LC50 lebih besar dari 30.000 Mg/L SPP, lumpur dapat dibuang ke perairan. Namun Simpulan dari Wahana Lingkungan Hidup menunjukkan hasil berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya jauh di atas ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar timbal-nya sangat besar yaitu mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah ditentukan. (lihat: Logam Berat dan PAH Mengancam Korban Lapindo)
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa ambang batas PAH yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 g/m3 atau setara dengan 0,23 g/m3 atau setara dengan 0,23 g/kg. Maka dari hasil analisis di atas diketahui bahwa seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung kadar Chrysene di atas ambang batas. Sedangkan untuk Benz(a)anthracene hanya terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7,15 dan 20, yang kesemunya di atas ambang batas. Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) tersebut telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan:
Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan) Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan kulit Kanker Permasalahan reproduksi Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun kedepan. Dan yang paling berbahaya adalah keberadaan PAH ini akan mengancam kehidupan anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei 2009 atau tiga tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban sakit atau meninggal akibat lumpur tersebut. Hasil analisis logam pada materi Kep. MenKes Parameter Satuan no 907/2002 Kromium (Cr) Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) mg/L mg/L mg/L mg/L 0,05 0,003 1 0,05 Lumpur Lapindo nd 0,3063 0,4379 7,2876 Air Lumpur Lapindo nd 0,0314 0,008 0,8776 nd 0,2571 0,4919 3,1018 Sedimen Sungai Porong Air Sungai Porong nd 0,0271 0,0144 0,6949
[sunting] Dampak
Peta Semburan Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur. Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang. Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini. Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja. Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon) Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit. Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat penanggulangan lumpur. Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah [2]. Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam [3].
Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-MojosariPorong dan jalur Waru-tol-Porong. Tak kurang 600 hektar lahan terendam. Sebuah SUTET milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.
Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi SurabayaMalang dan Surabaya-Banyuwangi serta kota-kota lain di bagian timur pulau Jawa. Ini berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto) dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.
Rumah yang terendam lumpur panas Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006, mereka menyiapkan 150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi yang sanggup memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan volume lumpur sudah mencapai 7 juta m3.Namun rencana itu batal tanpa sebab yang jelas. Badan Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya tampung. Lumpur pun meluap ke segala arah, mengotori sekitarnya. Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) memperkirakan, musim hujan bisa membuat tanggul jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol terendam, dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta. Ini adalah bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka pendek. Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim terdiri dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar
dari ITS, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan jangka pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.
tidak kelima sumur akan membutuhkan Rp 475 miliar. Saat ini pun sulit mendapatkan rig yang menganggur di tengah melambungnya harga minyak. Rovicky Dwi Putrohari, seorang geolog independen, menulis bahwa di lokasi sumur Porong1, tujuh kilometer sebelah timur Banjar Panji-1, terlihat tanda-tanda geologi yang menunjukkan luapan lumpur pada zaman dulu, demikian analisisnya. Rovicky mencatat sebuah hal yang mencemaskan: semburan lumpur di Porong baru berhenti dalam rentang waktu puluhan hingga ratusan tahun. Dalam dokumen Laporan Audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 disebutkan temuan-temuan bahwa upaya penghentian semburan lumpur tersebut dengan teknik relief well tidak berhasil disebabkan oleh faktor-faktor nonteknis, diantaranya: peralatan yang dibutuhkan tidak disediakan. Senada dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan, Rudi Rubiandini juga menyatakan bahwa upaya penghentian semburan lumpur dengan teknik relief well tersebut tidak dilanjutkan dengan alasan kekurangan dana.
reklamasi pantai secara alamiah dalam beberapa dekade terakhir disebabkan oleh proses sedimentasi dan dinamika perairan Selat Madura. Setiap tahunnya, pantai Sidoardjo bertambah 40 meter. Sehingga upaya membentuk kawasan lahan basah di pantai yang terbuat dari lumpur panas Sidoardjo, merupakan hal yang selaras dengan proses alamiah reklamasi pantai yang sudah berjalan beberapa dekade terakhir. Dengan mengumpulkan lumpur panas Sidoarjo ke tempat yang kemudian menjadi lahan basah yang akan ditanami oleh mangrove, lumpur tersebut dapat dicegah masuk ke Selat Madura sehingga tidak mengancam kehidupan nelayan tambak di kawasan pantai Sidoardjo dan nelayan penangkap ikan di Selat Madura. Pantai rawa baru yang akan menjadi lahan reklamasi tersebut dikembangkan menjadi hutan bakau yang lebat dan subur, yang bermanfaat bagi pemijahan ikan, daerah penyangga untuk pertambakan udang. Pantai baru dengan hutan bakau di atasnya dapat ditetapkan sebagai kawasan lindung yang menjadi sumber inspirasi dan sarana pendidikan bagi masyarakat terhadap pentingnya pelestarian kawasan pantai..
kabupaten lain di sekitarnya, karena lumpur yang sampai di pantai akan terbawa aliran transpor sedimen sepanjang pantai. [6] Dampak lumpur itu bakal memperburuk kerusakan ekosistem Sungai Porong. Ketika masuk ke laut, lumpur otomatis mencemari Selat Madura dan sekitarnya. Areal tambak seluas 1.600 hektare di pesisir Sidoarjo akan terpengaruh. Alternatif yang sudah dikaji lembaga seperti Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, dengan memisahkan air dari endapan lumpur lalu membuang air ke laut. Lumpur itu mengandung 70 persen air, sisanya bahan endapan. Kalau air bisa dibuang ke laut, tentu danau penampungan tak perlu diperlebar, dan tekanan pada tanggul bisa dikurangi. Sampai tahun 2009 ternyata teori itu tidak bisa membuktikan adanya dampak tersebut.
[sunting] Kritik
Pemerintah dianggap tidak serius menangani kasus luapan lumpur panas ini. Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, di mana mereka harus mengungsi dan kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi yang layak. Pemerintah hanya membebankan kepada Lapindo pembelian lahan bersertifikat dengan harga berlipat-lipat dari harga NJOP yang ratarata harga tanah dibawah Rp. 100 ribu- dibeli oleh Lapindo sebesar Rp 1 juta dan bangunan Rp 1,5 juta masing-masing permeter persegi. untuk 4 desa (Kedung Bendo, Renokenongo, Siring, dan jatirejo) sementara desa-desa lainnya ditanggung APBN, juga penanganan infrastruktur yang rusak.Hal ini dianggap wajar karena banyak media hanya menuliskan data yang tidak akurat tentang penyebab semburan lumpur ini. Salah satu pihak yang paling mengecam penanganan bencana lumpur Lapindo adalah aktivis lingkungan hidup. Selain mengecam lambatnya pemerintah dalam menangani lumpur, mereka juga menganggap aneka solusi yang ditawarkan pemerintah dalam menangani lumpur akan melahirkan masalah baru, salah satunya adalah soal wacana bahwa lumpur akan dibuang ke laut karena tindakan tersebut justru berpotensi merusak lingkungan sekitar muara.
[7][8]
PT Lapindo Brantas Inc sendiri lebih sering mengingkari perjanjian-perjanjian yang telah disepakati bersama dengan korban.Menurut sebagian media, padahal kenyataannya dari 12.883 buah dokumen Mei 2009 hanya tinggal 400 buah dokumen yang belum dibayarkan karena status tanah yang belum jelas. Namun para warga korban banyak yang menerangkan kepada Komnas HAM dalam penyelidikannya bahwa para korban sudah diminta menandatangani kuitansi lunas oleh Minarak Lapindo Jaya, padahal pembayarannya diangsur belum lunas hingga sekarang. Dalam keterangannya kepada DPRD Sidoarjo pada Oktober 2010 ini Andi Darusalam Tabusala mengakui bahwa dari sekitar 13.000 berkas baru sekitar 8.000 berkas yang diselesaikan kebanyakan dari korban yang berasal dari Perumtas Tanggulangin Sidoarjo. Hal ini menunjukkan bahwa banyak keterangan dan penjelasan yang masih simpang siur dan tidak jelas. [9][10][11][12]
[sunting] Referensi
1. ^ www.detiknews.com 2. ^ www.kompas.com 3. ^ www.metrotvnews.com 4. ^ www.walhi.or.id 5. ^ www.antara.co.id 6. ^ www.antara.co.id 7. ^ indymedia.org 8. ^ indymedia.org 9. ^ Surat Terbuka Kepada Presiden RI Korban Lapindo Menagih Janji 10. ^ Diundang Pertemuan Lapindo Mangkir 11. ^ Warga Pengontrak Tetap Menuntut 12. ^ Kok Lunas 20 Persen Aja Belum Dibayar
http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
Bencana alam
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari
Kebakaran liar, salah satu bencana yang disebabkan oleh alam. Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia.[1] Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.[2] Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami.[2] Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.[2] Dua jenis bencana alam yang diakibatkan dari luar angkasa jarang mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai matahari.[2]
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Pengertian dalam kebudayaan manusia dan pemahaman religius 2 Bencana alam sepanjang masa o 2.1 Zaman kuno o 2.2 Bencana alam di abad ke-20 sampai 21 3 Jenis bencana alam o 3.1 Bencana alam meteorologi o 3.2 Bencana alam geologi o 3.3 Wabah o 3.4 Bencana alam dari ruang angkasa 4 Dampak bencana alam 5 Penanggulangan 6 Bencana alam di Indonesia dan penanggulangannya 7 Lihat pula 8 Referensi
dewa.[4] Semua peradaban kuno menghubungkan lingkungan tempat tinggal mereka dengan dewa atau tuhan yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran maupun kehancuran.[4] Kata bencana dalam Bahasa Inggris "disaster" berasal dari kata Bahasa Latin "dis" yang bermakna "buruk" atau "kemalangan" dan "aster" yang bermakna "dari bintangbintang".[1] Kedua kata tersebut jika dikombinasikan akan menghasilkan arti "kemalangan yang terjadi di bawah bintang", yang berasal dari keyakinan bahwa bintang dapat memprediksi suatu kejadian termasuk peristiwa yang buruk.[1]
The Last Day of Pompeii (1833), lukisan karya Karl Briullov yang menceritakan letusan Gunung Vesuvius di Pompeii, tahun 79. Bencana alam yang dialami oleh manusia pada masa kuno tercatat dalam kitab suci, mitos, cerita-cerita rakyat,[5] Bencana alam yang terjadi di zaman kuno umumnya diketahui secara jelas lewat catatan sejarah dan hasil penelitian arkeologi.[6] Beberapa di antaranya:
Wabah Antonine, penyakit yang menyebar pada masa Kekaisaran Romawi tahun 165 M -189 M.[3] Dinamakan demikian karena salah satu korbannya adalah Marcus Aurelius Antoninus, kaisar Romawi. Dinamakan juga Demam Galen karena didokumentasikan dengan baik oleh Galen, seorang dokter Yunani.[3] Sejarawan meyakini bahwa Demam Antonine tidak lain adalah wabah cacar air yang dibawa oleh para serdadu Romawi yang pulang berperang dari timur.[3] Akibat wabah ini lebih dari 5 juta orang tewas di Kekaisaran Romawi.[3] Seorang sejarawan bernama Dio Cassius menulis bahwa di Roma sendiri, hampir 2000 orang meninggal setiap harinya.[3] Gempa Kreta dan Tsunami Alexandria, terjadi pada tanggal 21 Juli tahun 365.[7] Dimulai dengan gempa bumi besar yang terjadi di dasar Laut Tengah dekat Pulau Kreta, Yunani, dengan kekuatan diperkirakan mencapai 8 skala richter atau lebih.[7] Gempa ini menghancurkan hampir seluruh kota di pulau tersebut yang kemudian diikuti tsunami besar yang melanda Yunani, Libya, Siprus, Sisilia dan Mesir.[7] Catatan mengenai bencana alam ini paling baik terdokumentasikan di Alexandria (Iskandariah), Mesir.[7] Sejarawan Ammianus Marcellinus menuliskan dengan detail bagaimana air laut menghempas dan menghancurkan kota Alexandria.[7] Letusan Gunung Vesuvius, terjadi pada tanggal 29 Agustus 79 di Teluk Napoli, Italia. Banjir lahar yang ditimbulkan Gunung Vesuvius mengubur kota Pompeii dan
Herculaneum yang berdekatan.[7] Awalnya dimulai dengan gempa bumi namun diabaikan oleh warga kota tersebut.[7] Namun akhirnya menjadi lebih besar diiringi muntahan debu, banjir lahar dan asap yang membumbung tinggi.[7] Kota Pompeii dan Herculaneum ditemukan pada tahun 1631 setelah dilakukannya pembersihan oleh warga setempat. Pada abad ke-20, keberadaan kota ini secara jelas terkuak dengan jasad-jasad manusia yang telah menjadi fosil utuh.[7]
Erupsi Santorini, terjadi sekitar tahun 1645 SM.[8] Informasi bencana alam ini umumnya diketahui lewat penelitian arkeologi.[8] Diketahui bahwa tahun 1645 SM, gunung berapi yang meletus di Santorini menghancurkan permukiman di pulau tersebut beserta Pulau Kreta di dekatnya.[8] Pada zaman moderen, sisa-sisa peradaban manusia yang lenyap akibat bencana tersebut telah ditemukan dan masih terus dipelajari.[8] Gempa Bumi dan Tsunami Helike, terjadi pada tahun 375 SM.[8] Bencana alam ini mengakibatkan kota Helike yang berada di Teluk Korintus, Yunani tenggelam ke dasar laut.[8] Korban jiwa tak diketahui.[8] Penelitian terhadap reruntuhan permukiman manusia zaman itu mulai dilakukan sejak akhir abad ke-19 dengan penemuan reruntuhan kota, jalan-jalan dan artefak.[9]
Pemanasan Global karena suhu yang meningkat drastis selama tahun 2000-2009. Pada abad ke-20, beberapa bencana alam yang paling umum adalah kelaparan dan wabah.[2] Sejak awal abad ke-20, lebih dari 70 juta orang tewas akibat kelaparan, dengan korban 30 juta orang tewas selama masa kelaparan di Cina dari tahun 1958-1961.[2] Di Uni Soviet, beberapa kali terjadi kelaparan yang diakibatkan kebijakan kolektif Stalin yang membunuh jutaan orang.[2] Dalam sejarah, kelaparan telah mengakibatkan munculnya sifat buruk manusia seperti kekejaman dan kanibalisme.[2] Bencana alam terburuk lainnya pada abad ke20 adalah wabah.[2] Pandemi terburuk terutama adalah menularnya Flu Spanyol di seluruh dunia dari tahun 1918-1919 yang membunuh 50 juta orang, lebih banyak daripada korban Perang Dunia I yang terjadi sebelumnya.[2] Pada abad ke-21, bencana alam yang semakin banyak terjadi adalah bencana terkait iklim yang disebabkan meningkatnya suhu bumi (pemanasan global).[10] Pemanasan global sebagian besar diikuti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim dan musim yang tak bisa diramal.[10] Perubahan iklim berpotensi meningkatkan kemiskinan dan kerentanan dalam jumlah besar.[10] Pada saat yang sama bencana iklim semakin meningkat, lebih banyak manusia yang terkena dampaknya dikarenakan kemiskinan, kurangnya sumber daya, pertumbuhan populasi, pergerakan dan penempatan manusia ke daerah yang tidak menguntungkan.[10]
Hurikan Katrina, 2005. Bencana alam dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu bencana alam yang bersifat meteorologis, bencana alam yang bersifat geologis, wabah dan bencana ruang angkasa.[2]
Letusan Gunung Merapi. Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus.[11] Gempa bumi dan gunung meletus terjadi di hanya sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik di darat atau lantai
samudera.[11] Contoh bencana alam geologi yang paling umum adalah gempa bumi, tsunami dan gunung meletus.[11] Gempa bumi terjadi karena gerakan lempeng tektonik.[11] Gempa bumi pada lantai samudera dapat memicu gelombang tsunami ke pesisir-pesisir yang jauh.[11] Gelombang yang disebabkan oleh peristiwa seismik memuncak pada ketinggian kurang dari 1 meter di laut lepas namun bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam.[11] Jadi saat mencapai perairan dangkal, tinggi gelombang dapat melampaui 10 meter.[11] Gunung meletus diawali oleh suatu periode aktivitas vulkanis seperti hujan abu, semburan gas beracun, banjir lahar dan muntahan batu-batuan.[11] Aliran lahar dapat berupa banjir lumpur atau kombinasi lumpur dan debu yang disebabkan mencairnya salju di puncak gunung, atau dapat disebabkan hujan lebat dan akumulasi material yang tidak stabil.[11]
[sunting] Wabah
Wabah atau epidemi adalah penyakit menular yang menyebar melalui populasi manusia di dalam ruang lingkup yang besar, misalnya antar negara atau seluruh dunia.[12] Contoh wabah terburuk yang memakan korban jiwa jumlah besar adalah pandemi flu, cacar dan tuberkulosis.[12]
Kehancuran fasilitas akibat Gempa bumi Haiti 2010. Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.[14] Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan.[14] Salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling besar, misalnya gempa bumi, selama 5 abad terakhir, telah menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas, 20 kali lebih banyak daripada korban gunung meletus.[11] Dalam hitungan detik dan menit, jumlah besar luka-luka yang sebagian besar tidak menyebabkan kematian, membutuhkan pertolongan medis segera dari fasilitas kesehatan yang seringkali tidak siap,
rusak, runtuh karena gempa.[11] Bencana seperti tanah longsor pun dapat memakan korban yang signifikan pada komunitas manusia karena mencakup suatu wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana alam lain terutama gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat atau topan.[4] Manusia dianggap tidak berdaya pada bencana alam, bahkan sejak awal peradabannya.[3] Ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan, struktural dan korban jiwa.[15]. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan manusia untuk mencegah dan menghindari bencana serta daya tahannya.[15] Menurut Bankoff (2003): "bencana muncul bila bertemu dengan ketidakberdayaan".[15] Artinya adalah aktivitas alam yang berbahaya dapat berubah menjadi bencana alam apabila manusia tidak memiliki daya tahan yang kuat.[15]
[sunting] Penanggulangan
Konstruksi rumah yang menggunakan sistem pegas untuk persiapan terjadinya gempa bumi. Penanggulangan bencana alam atau mitigasi adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda.[16] Lebih sedikit orang dan komunitas yang akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan program ini.[16] Perbedaan tingkat bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program mitigasi yang berbeda-beda sesuai dengan sifat masing-masing bencana alam.[16] Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitas yang dilakukan sebelum terdeteksinya tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang tersedia, meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang paling baik.[16] Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level komunitas lokal.[16] Jika sumber daya lokal kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat meminta bantuan ke tingkat nasional dan internasional.[16] Pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat bahaya tinggi ("hazard"), memiliki kerentanan/kerawanan ("vulnerability'"), bencana alam tidak memberi dampak yang luas jika masyarakat setempat memiliki ketahanan terhadap bencana ("disaster resilience").[15] Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastrukturinfrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius dari
bencana alam.[15] Sistem ini memperkuat daerah rawan bencana yang memiliki jumlah penduduk yang besar.[15]
Gunung Api Dekade Ini Air Bah (mitologi) Flu babi SARS
ttp://id.wikipedia.org/wiki/Bencana_alam
Indonesia merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia demikian menurut United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR; Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan rawan terjadi di Indonesia. Bahkan untuk beberapa jenis bencana alam, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang menjadi korban meninggal akibat bencana alam. Inilah yang menasbihkan Indonesia sebagai negara dengan resiko dan dampak bencana alam tertinggi di dunia. Dari berbagai jenis bencana alam, United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR) merangking jumlah korban pada 6 jenis bencana alam yang meliputi tsunami, tanah longsor, banjir, gempa bumi, angin topan, dan kekeringan. Dan dari keenam jenis bencana alamtersebut, Indonesia menduduki peringkat pertama pada dua bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat ketiga pada gempa bumi, dan peringkat keenam pada banjir. Hanya di dua bencana alam yakni kekeringan dan angin topan, Indonesia absen.
Sisa bencana alam banjir bandang di Pidie NAD, Maret 2011 Berikut peringkat negara terdampak bencana alam selengkapnya:
Bencana alam tsunami; Dari 265 negara Indonesia peringkat pertama dengan 5.402.239 orang terkena dampaknya. Mengalahkan Jepang (4.497.645 korban),
Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban), dan Filipina (894.848 korban). Bencana alam tanah longsor; Dari 162 negara Indonesia peringkat pertama dengan 197.372 orang terkena dampaknya. Mengungguli India (180.254 korban), China (121.488 korban), Filipina (110.704 korban), dan Ethiopia (64.470 korban) Bencana alam gempa bumi. Dari 153 negara Indonesia meraih peringkat ketiga dengan 11.056.806 orang terkena dampaknya setelah Jepang (13.404.870) dan Filipina (12.182.454). Dua peringkat di bawah Indonesia adalah China (8.139.068) dan Taiwan masing-masing dengan 8.139.068 dan 6.625.479 korban. Bencana alam banjir; Dari 162 negara Indonesia berada diurutan ke-6 dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya. Peringkat sebelumnya berurutan diduduki oleh Bangladesh (19,279,960 korban), India (15.859.640), China (3.972.502), Vietnam (3.403.041), dan Kamboja (1.765.674). Bencana alam angin topan; Ranking pertama dikuasai Jepang dengan 22.548.120 korban disusul oleh Filipina, China, India, dan Taiwan. Bencana alam kekeringan; Peringkat pertama adalah negara China dengan 71,297,700 disusul India, Amerika Serikat, Pakistan, dan Ethiopia.
Karena Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan bencana alam, Indonesia musti mempunyai standar penanganan yang baik terhadap dampak bencana alam. Mengingat bencana alam yang terjadi selain disebabkan oleh faktor alam juga oleh faktor manusia yang merusak alam, maka sudah sepatutnya kita bertindak lebih arif terhadap alam. Referensi dan gambar:
Yang dimaksud dengan bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia. Ditinjau dari segi geologi, sebagian wilayah Indonesia merupakan daerah rawan bencana karena wilayah ini adalah tempat pertemuan antara dua rangkaian jalur pegunungan muda dunia, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteran. Sedangkan dilihat dari segi geografis, Indonesia berada pada posisi silang antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang membujur pada daerah tropis. Kondisi alam seperti inilah yang menyebabkan wilayah Indonesia rawan terhadap berbagai jenis bencana alam. Peran Pemerintah Upaya penanggulangan bencana alam di Indonesia secara koordinatif telah digariskan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1979 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (BAKORNAS PBA), atau yang biasa dikenal dengan nama BAKORNAS saja. BAKORNAS ini adalah suatu lembaga koordinasi yang ditugaskan untuk mengkoordinasikan semua kegiatan penanggulangan bencana alam.
Realisasinya, di masing-masing propinsi terdapat Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam (SATKORLAK PBA) yang komposisi perangkat operasionalnya melibatkan hampir setiap instansi. BAKORNAS di tingkat pusat harus melakukan koordinasi dengan SATKORLAK di tingkat daerah untuk mengkoordinir dan memadukan kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana alam yang secara fungsional dilakukan oleh sektor masing-masing tanpa mengurangi wewenang dan tanggung jawabnya. Upaya penanggulangan bencana alam ini telah berkembang di mana kita tidak hanya mengutamakan atau menunggu terjadinya bencana untuk siap memberikan pertolongan penyelamatan dan bantuan kepada para korban saja, tetapi terutama kita harus mampu mencegah terjadinya bencana, atau setidaknya mengurangi penderitaan dan kerusakan yang mungkin terjadi. Dalam hal ini, kesiagaan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan dan keterampilan para petugas atau aparat penanggulangan bencana alam bersama-sama dengan masyarakat akan lebih dimantapkan. Begitu pula secara teknis tenaga-tenaga terampil akan lebih siap sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas fungsionalnya. Upaya Swadaya Masyarakat Selain disebabkan oleh faktor alam, faktor manusia juga disinyalir menjadi salah satu penyebabnya. Karena itu penanggulangan terhadap bencana alam harus diarahkan kepada kepada kedua faktor tersebut, yang dilaksanakan secara mendasar, konsepsional, berkesinambungan, dan tuntas. Kesiagaan dan kewaspadaan masyarakat sebagai objek utama dan yang terkena langsung di lokasi sangatlah diperlukan dalam sebuah upaya penanggulangan bencana alam, baik berupa tindakan preventif maupun represif dan yang dilakukan atas bimbingan pemerintah di bawah koordinasi SATKORLAK. Upaya preventif diarahkan untuk mencegah dan menanggulangi berbagai jenis bencana alam pada setiap daerah kejadian. Antara lain adalah dengan cara membuat perencanan yang mantap dan terarah untuk menanggulangi faktor penyebab bencana alam di daerahnya. Dengan demikian, secara bertahap kejadian bencana alam dapat dikurangi, kecuali bencana alam yang terjadi di luar jangkauan kemampuan manusia. Lebih daripada itu, kepada masyarakat di daerah-daerah rawan bencana, perlu diberikan penyuluhan-penyuluhan tentang kewaspadaan dan kesiagaan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam termasuk usaha menghindar atau menyelamatkan diri dari bencana. Selain itu yang paling penting adalah masyarakat harus memperhatikan dan memelihara kelestarian alam dan lingkungan sekitar. Selain upaya yang bersifat preventif, perlu juga ada upaya-upaya yang sifatnya represif. Tentunya upaya-upaya tersebut harus dikoordinasikan secara baik dengan pemerintah. Beberapa contoh upaya-upaya tersebut adalah: 1. Melaksanakan tindakan darurat dengan mengutamakan keselamatan manusia dan harta bendanya. 2. Segera membentuk posko-posko penanggulangan bencana, regu penyelamat, dapur umum, dan lain-lain. 3. Melakukan pendataan terhadap faktor penyebab timbulnya bencana alam maupun besarnya kemungkinan korban yang diderita untuk bahan tindakan selanjutnya serta berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait.
4. Sesuai dengan situasi dan perkembangan bencana alam serta kemajuan yang dicapai dari upaya-upaya penanggulangan darurat, segera menetapkan program rehabilitasi baik bidang fisik, sosial, dan ekonomi. 5. Perlunya melaksanakan sebuah program pemantapan terhadap semua faktor kehidupan yang realisasinya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan demi terwujudnya konsolidasi dan normalisasi secara penuh.
http://bpbdserang01.page4.me/61.html
Seminar Nasional Penanganan Aliran Sedimen, Indonesia Supermarket Bencana Alam Terkait Iklim Jumat, 16 September 2011 16:51 Indonesia merupakan negara tropis dan juga negara kepulauan dimana secara geografis berada pada pertemuan tiga pergerakan atau tumbukan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik.
Indonesia juga terletak diantara dua benua, yaitu benua Asia dan Australia serta dua lautan yaitu lautan Pasifik dan lautan Hindia. Atas dasar tiga hal tersebut diatas, Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana alam terkait dengan iklim (climate related disaster) dan geologi.
Demikian hal tersebut disampaikan Menteri Pekerjaan Umum (PU), Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE saat memberikan sambutan pada acara Seminar Nasional Penanganan Aliran Sedimen di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta (12-13/9).
Bencana alam tersebut antara lain banjir bandag, angin puting beliung, gelombang pasang, gempa bumi, tsunami, meletusnya gunung berapi dan kekeringan, sehingga Indonesia dapat dikatakan supermarket bencana alam, sebut Menteri PU.
Djoko Kirmanto menyatakan, bahwa bencana yang paling mematikan di Indonesia pada awal abad ke-21 bermula dari gempa bumi besar terjadi di dalam alur sebelah Barat Pulau Sumatera, dekat Pulau Simeuleu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 26 Desember 2004.
Kemudian diikuti dengan tsunami yang menewaskan sekitar 165,7 ribu jiwa warga NAD dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya lebih dari Rp. 48 triliun. Indonesia selalu tidak lepas dari bencana alam yang terjadi hampir setiap tahun yang menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian, katanya.
Misalnya saja, di tahun 2010 antara lain terjadi banjir bandang Waisor di Kabupaten Teluk Wondoma Papua Barat, gempa bumi berkekuatan 7,2 SR yang diikuti dengan tsunami di Kepulauan Mentawai Sumatera Barat, dan erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta.
Kondisi ini semua, selain menyebabkan ancaman aliran sedimen, juga menyebabkan banyak korban jiwa, harta benda, ekonomi, sosial dan dampak trauma kepada masyarakat luas, tegas Menteri PU.
Kerjasama Penanganan
Menurut Djoko Kirmanto, dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah jelas disebutkan bagaimana definisi prabencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, serta bagaimana mengaplikasikannya.
Dalam Pasal 34 UU No. 24 tahun 2007 disebutkan, bahwa prabencana adalah situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Kegiatan-kegiatan yang harus
Kedelapan point tersebut adalah perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan resiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis resiko bencana, pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Sebagai contoh, Menteri PU menyatakan, bahwa teknologi sabo telah diterapkan dan dikembangkan di daerah gunung berapi untuk mengurangi resko bencana melalaui pembangunan penampungan lahar seperti di kawasan Gunung Merapi, Gunung Kelud, Gunung Semeru dan Gunung Galunggung.
Contoh lain adalah upaya mengatasi permasalahan erosi dan sedimentasi pada wilayah sungai seperti melaksanakan konservasi dan terasering pada lairan arus air off stream. Kita bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup, ujar Menteri PU, seraya menambahkan hal tersebut sesuai dengan amanah UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, khususnya mengenai pengendalian bahaya daya rusak air.
Lebih lanjut Menteri PU menyampaikan, bahwa Indonesia juga menjadi salah satu Negara yang menyepakati Konvensi PBB Tentang Perubahan Iklim pada KTT Bumi di Rio de Janaeiro Brasil tahun 1992 dan Indonesia telah menindaklanjuti dengan UU No. 6 tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi Perubahan Iklim, lahirnya Bali Roadmap atau Bali Action Plan 2007, Copenhagen Accord 2009 dan Cancun Commitments 2010.
Mengingat hal tersebut, maka Kementerian PU telah menyiapkan Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bidang ke-PU-an, berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kata Djoko.
Proses peningkatan sumber daya manusia, menurut Djoko Kirmanto, hanyalah salah satu faktor dalam usaha mitigasi bencana dan masih banyak faktor lain yang perlu secara paralel dikembangkan, seperti peraturan, pedoman teknis dan lain-lain.
Dengan pengembangan faktorfaktor lain tersebut disertai dengan usaha pemberdayaan masyarakat, maka harapan saya program mitigasi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan terukur, kata Menteri PU.
Selain itu, Djoko Kirmanto juga mengharapkan, bahwa dengan semakin baiknya proses penyiapan tenaga yang memahami tentang penanggulangan bencana alam dan peningkatan pendidikan yang disertai dengan penelitian sejak prabencana hingga tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, maka penanganan bencana alam yang berwawasan lingkungan akan berjalan lancar dan kehidupan baru masyarakat yang terkena bencana alam akan cepat tumbuh atau berkembang kembali.
Penyelenggaraan seminar nasional yang merupakan kerjasama antara Ditjen SDA Kementerian PU, Magister Pengelolaan Bencana Alam UGM dan JICA Jepang tersebut, menghadirkan pembicara yang berasal dari kalangan praktisi, akademisi, dan peneliti bidang penanganan aliran dan bencana sedimen di Indonesia dan Jepang
Pada kesempatan tersebut juga diperingati Dies Natalis X Program Pendidikan Bencana, Magister Pengelolaan Bencana Alam UGM, ditandai dengan pemotongan tumpeng lanang dan tumpeng wadon sebagai simbol kesuksesan dan terus berlangsungnya program studi tersebut dalam upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dalam pengelolaan bencana alam.
Turut hadir di acara tersebut, antara lain Rektor UGM, Inspektur Jenderal Kementerian PU, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU, Direktur Sungai dan Pantai - Ditjen SDA Kementerian PU, Sekretaris Harian Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), Civitas Akademika Program Magister Pengelolaan Bencana Alam UGM, para alumni, praktisi, peneliti dan pemerhati masalah manajemen bencana alam di Indonesia. **faz/ad
FOTO TERKAIT :
http://dsdan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=406:seminar-nasionalpenanganan-aliran-sedimen-indonesia-supermarket-bencana-alam-terkait-iklim&catid=38:beritadewan&Itemid=29