Professional Documents
Culture Documents
Sumber: http://tarmizi.wordpress.com/2009/01/31/defisiensi-moral-terhadap-
pelanggaran-nilai-dan-norma/
Hampir setiap surat kabar, baik nasional maupun lokal, terendus berita tentang
kejahatan, perkosaan, pembunuhan dan lain-lain sehingga membuat prihatin berbagai
pihak. Si pelaku tidak ada belas kasihan sedikit pun terhadap korbannya. Adapun si
korban, baik yang menimpa orang dewasa, remaja, maupun anak-anak, akan
mengalami depresi yang berat, stres, dan traumatis. Jadi, dalam hal ini semua orang
menjadi rentan terhadap korban kejahatan.
Kejahatan adalah suatu tindakan antisosial yang menjijikan, tidak pantas, tidak
dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. Ini berarti
bahwa setiap kejahatan bertentangan dengan kesusilaan. Adapun pelaku tindak
kejahatan ini telah mengalami defisiensi moral.
Pada tulisan ini akan diuraikan khususnya pada pelanggaran para defisiensi
moral terhadap norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Menurut hasil penelitian bahwa kurang dari 18% para defisiensi moral menjadi
penjahat disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan. Maka menjadi jelas bagi kita
bahwa pengaruh lingkungan itu sangat kecil pengaruhnya untuk menjadikan orang
menjadi defek moral. Dalam defek moral itu lebih banyak ditentukan oleh faktor
disponsisional dan konstitusional dari kejujurannya. Itulah sebabnya para defisiensi
moral dapat dikategorikan pada tipe psikopat.
Nilai mempunyai makna abstrak yang merupakan suatu standar kebenaran yang
harus dimiliki, yang diinginkan dan yang layak dihormati. Meskipun mendapat
pengakuan luas, nilai-nilaipun jarang ditaati oleh setiap anggota masyarakat.
Pelaku kejahatan atau defisiensi moral tidak mau mengikatkan diri kepada
khaliknya. Mereka jelas melupakan suatu kebenaran dan kewajibannya kepada sang
penciptanya. Kesehari-hariannya, ia bergelut dengan dosa tanpa adanya rasa
penyesalan sedikit pun.
Pelanggaran terhadap nilai-nilai agama termasuk dalam pengingkaran atas
keesahan Allah. Para defisiensi moral hanya menginginkan adanya kebebasan,
adanya aturan-aturan di dalam ajaran agama dianggap sebagai pembatasan terhadap
kebebasan baginya. Mereka ingin bebas tanpa frame nilai-nilai agama. Membunuh,
memperkosa, mencuri, dan lain sebagainya yang termasuk dalam perbuatan yang
bertentangan dengan agama sudah menjadi kebiasaan dalam hidupnya. Itulah
sebabnya, peran kiyai dan ulama kini mendapatkan tantangan yang berat untuk
memberi kesadaran bagi kaum defisiensi moral.
Pada akhir tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa tindak kejahatan para
defisiensi moral marak terjadi di masyarakat bahkan bisa merambah ke lingkungan
kita. Mereka jadi brutal dan tidak berperikemanusiaan, sering melakukan pelanggaran
baik moral maupun nilai-nilai agama. Tindakan ini harus dicegah sedini mungkin
agar generasi bangsa yang sedang mekar dapat diselamatkan. Para penegak hukum
dan penegak ajaran agama mendapatkan tantangan yang terberat guna menghadapi
para defisiensi moral ini. Akankah jumlah mereka berkurang? Atau setidak-tidaknya
dapat memberi kesadaran baginya? ini semua kita kembalikan kepada pribadi mereka
sendiri. Masih tersisa secuil harapan yang optimis bahwa generasi muda yang kita
cintai akan terhindar dari defisiensi moral ini. Hal ini dapat terjadi jika para generasi
muda benar-benar menyadari bahwa dirinya mempunyai potensi sehingga mampu
menggerakkan sejumlah cita-cita untuk negara dan bangsa. Ada sedikit harapan jika
Allah membukakan mata hati bagi para defisiensi moral sehingga virus ini tidak
melekat dan menular pada generasi muda Indonesia. Insya Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya
Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
=============================================================
=============================================================