You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada kehidupan saat ini sering kita mendengar pajak pertambahan nilai, seharusnya tidak asing lagi. Tapi, pada kenyataannya masih banyak yang belum mengetahui pajak pertambahan nilai itu sendiri, terkadang ada yang tidak mengetahui bahwa telah membayar pajak pertambahan nilai. Misalnya, pada saat berbelanja di swalayan tanpa disadari kita telah menyetor atau membayar pajak pertambahan nilai secara tidak langsung atas barang yang kita beli. Dengan adanya fenomena ini, penulisan bermaksud untuk mengupas hal-hal mengenai pajak pertambahan nilai guna menambah pengetahuan. Di Indonesia dalam rangka lebih meningkatkan kepastian hukum dan keadilan, menciptakan sistem perpajakan yang lebih sederhana, serta

mengamankan penerimaan negara agar pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara mandiri telah dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

1.2 Rumusan Masalah Masalah yang dibahas dalam penulisan ini meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Apa pengertian pajak pertambahan nilai? b. Apa dasar hukum tentang pajak pertambahan nilai? c. Apa saja karakteristik pajak pertambahan nilai? d. Apa saja aspek-aspek pajak pertambahan nilai? e. Barang dan jasa apa saja yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai? f. Bagaimana tata cara pembayaran dan pelaporan PPN? g. Berapa tarif PPN dan bagaimana cara perhitungan PPN?

1.3 Tujuan Penyusunan Tujuan dari pembahasan penulisan ini adalah untuk memahami hal-hal sebagai berikut : a. Pengertian pajak pertambahan nilai b. Dasar hukum tentang pajak pertambahan nilai c. Karakteristik pajak pertambahan nilai d. Aspek-aspek pajak pertambahan nilai e. Barang dan jasa yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai f. Tata cara pembayaran dan pelaporan PPN g. Tarif PPN dan cara perhitungan PPN

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai atau Value Added Tax ( VAT ) adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak ( BKP ) dan atau Jasa Kena Pajak ( JKP ) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Yang dimaksudkan dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang didalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, diantara lain meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen. Secara ringkas dapat diartikan pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Di Indonesia, Pajak Pertambahan Nilai menganut sistem tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Maksudnya adalah semua jenis transaksi yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai tarifnya adalah sebesar 10% kecuali untuk eksport Barang Kena Pajak. Nilai tarif untuk Barang Kena Pajak adalah sebesar 0%. PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai)

2.2 Dasar Hukum PPN Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,

berikut revisinya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1994, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, dan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai)

2.3 Karakteristik PPN Adapun karakteristik dari pajak pertambahan nilai ini adalah sebagai berikut:
a.

Pajak tidak langsung, yang berarti bahwa penanggung pajak dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumen, tetapi konsumen tersebut tidak menyetorkan secara langsung pajak yang ia tanggung. Pajak tersebut disetor oleh pihak lain, dalam hal ini adalah produsen. Selain menyetor, produsen juga diharuskan untuk memungut serta menghitung Pajak Pertambahan Nilai tersebut.

b.

Multitahap, yang berarti pajak dikenakan di setiap mata rantai produksi dan distribusi.

c. d.

Pajak objektif, artinya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak. Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect

subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai)

2.4 Aspek-aspek Pajak Pertambahan Nilai a. Objek Pajak Objek Pajak PPN antara lain ada 2, yaitu : 1) Barang Kena Pajak Barang Kena Pajak dapat dimasukkan kedalam 2 kategori. Yang pertama adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak yang dikenakan PPN atau barang tidak bergerak yang

dikenakan PPN. Kategori yang kedua adalah barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. 2) Jasa Kena Pajak Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu

barang/fasilitas/kemudahan/hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan suatu barang. (Sumber : http://www.midas-solusi.com/knowledge-space,en,detail,27,apa-yangdimaksud-dengan-pajak-pertambahan-nilai-%28-ppn-%29) b. Pengusaha Kecil Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut. Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah). (Sumber : http://forever2705.wordpress.com/2009/06/09/pengertianpajak-pertambahan-nilai/) c. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pelaporan usaha untuk di kukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan : 1) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean; atau

2) Melakukan ekspor Barang Kena Pajak, 3) Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). (Sumber : http://forever2705.wordpress.com/2009/06/09/pengertian-pajakpertambahan-nilai/) d. Restitusi PPN Restitusi adalah permintaan kembali atas kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. dalam hal PPN maka restitusi terjadi akibat pajak Masukan yang dibayar lebih besar dari Pajak Keluaran yang dipungut dalam Masa Pajak. Pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Masukan (restitusi PPN) dapat dilakukan oleh semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk setiap masa pajak. Selama ini tidak semua PKP dapat mengajukan restitusi, karena hanya PKP yang berhubungan dengan Pemungut PPN dan PKP eksportir saja yang dapat meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak setiap Masa Pajak. (Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/01/30/proses-pemungutan-pajakpertambahan-nilai-dan-ppn-barang-mewahm/) e. Sanksi dalam PPN Ketentuan tentang sanksi dan ketentuan formal lainnya tertuang dalam satu undang-undang yang disebut dengan UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sebagaimana tertuang dalam UU No. 6 Tahun 1983 yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 16 Tahun 2000. sedangkan pada undang-undang perpajakan sebelum tax reform, ketentuan sanksi dan ketentuan formal lainnya masuk ke dalam undang-undang pajak yang bersangkutan. Dalam rangka, baik masyarakat wajib pajak maupun aparatur perpajakan mematuhi kewajiban-kewajiban, sekaligus sebagai perwujudan unsur pajak dapat dipaksakan sebagaimana didefinisikan, maka dituangkan ketentuan sanksi perpajakan, termasuk yang berkaitan dengan sanksi bagi wajib pajak (PKP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sanksi-sanksi dalam perpajakan terdiri dari: 1) Sanksi administrasi yang meliputi:

a) Sanksi berupa denda; b) Sanksi berupa bunga; c) Sanksi berupa kenaikan. 2) Sanksi pidana perpajakan yang meliputi: a) Sanksi berupa yang bersifat pelanggaran; b) Sanksi pidana yang bersifat kejahatan.

Setiap tindakan melawan hukum oleh Wajib Pajak (PKP) yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara termasuk tindakan pidana perpajakan. Dilihat dari tingkatan kesalahan maka tindak pidana perpajakan meliputi tindak pidana pelanggaran dan tindak pidana kejahatan. Tindak pidana perpajakan lainnya adalah: a) Tindak pidana perpajakan residivis sebelum lewat 1 (satu) Tahun sejak selesainya menjalankan pidana penjara; b) Mencoba mengajukan permohonan restitusi atau kompensasi pajak dengan menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP; c) Wakil, kuasa dan pegawai dari wajib pajak (PKP) termasuk mereka yang menyuruh melakukan, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa yang melakukan tindakan melawan hukum; d) Siapa saja yang sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan.

Sanksi pidana perpajakan yang diancamkan adalah: a) Tindak pidana pelanggaran adalah pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) Tahun dan denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat jumlah pajak terutang yang tidak atau yang kurang dibayar; b) Tindak pidana kejahatan adalah pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) Tahun dan denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar;

c) Tindak pidana perpajakan residivis adalah pidana kurungan selamalamanya (2) dua belas Tahun dan denda setinggi-tingginya 8 (delapan) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar; d) Tindak pidana pemohon restitusi atau kompensasi pajak dengan menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP, menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap, adalah pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) Tahun dan denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali jumlah restitusi/kompensasi yang dilakukan wajib pajak; e) Wakil, kuasa dan pegawai dari wajib pajak, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa atau disidik adalah pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan denda setinggitingginya Rp5.000.000,00. f) Mereka yang menghalangi atau mempersulit penyidikan, adalah pidana penjara selama-lamanya tiga Tahun dan denda setinggi-tingginya Rp10.000.000,00. g) Para pejabat dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal pajak yang melakukan tindak pidana rahasia jabatan juga dikenai sanski. Sanksi pidana yang diancamkan adalah pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) Tahun dan denda setinggi-tingginya Rp2.000.000,00 dalam hal karena kealpaan, atau pidana penjara selama-lamanya dua Tahun dan denda setinggi-tingginya Rp5.000.000,00, dalam hal karena kesengajaan. ( Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/01/30/proses-pemungutan-pajakpertambahan-nilai-dan-ppn-barang-mewahm/)

2.5 Barang dan Jasa yang Tidak Dikenai PPN Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan

Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 42/2009 tidak dikenakan PPN, yaitu:

a. Barang tidak kena PPN


1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, 2) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi: 3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan 4) Uang, emas batangan, dan surat berharga.

b. Jasa tidak kena PPN 1) Jasa pelayanan kesehatan medis; 2) Jasa pelayanan sosial; 3) Jasa pengiriman surat dengan perangko; 4) Jasa keuangan; 5) Jasa asuransi; 6) Jasa keagamaan; 7) Jasa pendidikan; 8) Jasa kesenian dan hiburan; 9) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; 10)Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;

11)Jasa tenaga kerja; 12)Jasa perhotelan; 13)Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum;

14)Jasa penyediaan tempat parkir;

15)Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; 16)Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan 17)Jasa boga atau katering.
(Sumber : UU No. 42 Tahun 2009)

2.6 Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan PPN Pihak yang wajib membayar/menyetor & melaporkan PPN adalah sebagai berikut : a. Pengusaha Kena Pajak (PKP) b. Pemungut PPN adalah : 1) Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah 2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 3) Pertamina 4) BUMN/ BUMD 5) Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya 6) Bank Pemerintah 7) Bank Pembangunan Daerah 8) Perusahaan Operator Telepon Selular. a. Kewajiban setor oleh PKP dan pemungut PPN Oleh PKP adalah : 1) PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran. 2) PPN yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP). 3) Oleh Pemungut PPN adalah PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN. b. Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak 1) Kantor Pos dan Giro 2) Bank Pemerintah

10

3) Bank Pembangunan Daerah 4) Bank Devisa 5) Bank-bank lain penerima setoran pajak 6) Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP c. Waktu Pembayaran/Penyetoran PPN 1) PPN yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan Masa Pajak. Contoh : Masa Pajak Januari 1996, penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari 1996. 2) PPN yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut. 3) PPN atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor. 4) PPN yang pemungutannya dilakukan oleh: a) Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. b) Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. c) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN atas Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan. 5) PPN dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus. Catatan: Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.

11

d. Waktu untuk pelaporan PPN 1) PPN yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. 2) PPN yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan. 3) PPN yang pemungutannya dilakukan oleh : a) Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-

lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir. b) Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. c) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir. 4) Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Catatan : Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo. e. Sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajak 1) Untuk membayar/menyetor PPN digunakan formulir Surat Setoran Pajak yang tersedia gratis di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan Pajak di seluruh Indonesia. 2) Surat Setoran Pajak menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN yang disetorkan telah diberi teraan oleh : Bank, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

12

(Sumber:http://www.pajak.net/info/tata_cara_bayar_pelaporan_PPN_P PnBM.htm)

2.7 Tarif dan Perhitungan PPN PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). a. Tarif PPN 1) Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen) 2) Tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). b. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 1) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 2) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 3) Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN. 4) Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

13

5) Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut: a) Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; b) Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; c) Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata; d) Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film; e) Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar; f) Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapatdikreditkan, adalah harga pasar wajar; g) Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual. h) Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. i) Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih; j) Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon; k) Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor. l) Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.

14

Contoh : 1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B" 100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00 PPN terutang yang dipungut oleh PKP "A" 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00 Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00 2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 : a. Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00 b. Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri, DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp 500.000,00 PPN yang terutang : Atas penjualan 80 pasang sepatu 10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00 Atas pemakai sendiri 10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00 Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00 3. PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga Rp.40.000.000,00 a. PPN yang terutang10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00 (Sumber : http://www.pajak.net/info/tarif_pajak_dan_cara_hitung_PPN_PPnBM.htm)

2.8 Kasus PPN Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX, tanggal 22 Juni 2000 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut: Dalam surat Saudara dijelaskan bahwa: 1. PT ABC adalah Wajib Pajak yang bergerak di bidang industri sabun cuci dan mandi. Dalam rangka menghadapi persaingan, perusahaan Saudara melakukan promosi yaitu dengan cara setiap penjualan sabun detergent 1 Kg (AAA 1 Kg) dikaitkan dengan sebuah piring sebagai barang promosi

15

kepada konsumen dan harga jual sabun sudah termasuk harga barang promosi. 2. Selanjutnya Saudara mohon penjelasan: a. Apakah Pajak Masukan atas pembelian barang promosi tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. b. Apakah atas penyerahan barang promosi tersebut masih dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Dalam Pasal 1 huruf n dan o Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 diatur bahwa: a. Huruf (n), Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. b. Huruf (o), Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undangundang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Dalam pasal 9 ayat (8) Undang-undang yang sama beserta penjelasannya diatur bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan antara lain bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Dalam memori penjelasannya dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengeluaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen. Selanjutnya agar Pajak Masukan dapat dikreditkan, juga harus

16

memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan ketentuan sebagaimana diuraikan pada butir 2 dan 3 serta dengan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut: a. Dalam hal harga jual sabun detergent 1 Kg (AAA 1 Kg) sudah termasuk harga barang promosi, maka atas barang promosi tersebut tidak perlu lagi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai secara tersendiri. b. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar perusahaan atas perolehan barang promosi tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran atas penyerahan sabun detergent. Demikian untuk dimaklumi.

DIREKTUR,

ttd

MOCH. SOEBAKIR

(Sumber: http://kasuskasuspajak.blogspot.com/2009/06/ppn-barang-promosi.html)

17

BAB III PENUTUP


Dari pembahasan pajak pertambahan nilai diatas dapat kita simpulkan beberapa hal yaitu : 1. Pajak Pertambahan Nilai atau Value Added Tax ( VAT ) adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak ( BKP ) dan atau Jasa Kena Pajak ( JKP ) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Yang dimaksudkan dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang didalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, diantara lain meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen. 2. Di Indonesia, Pajak Pertambahan Nilai menganut sistem tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Maksudnya adalah semua jenis transaksi yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai tarifnya adalah sebesar 10% kecuali untuk eksport Barang Kena Pajak. 3. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, berikut revisinya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 1994, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, dan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.

18

DAFTAR PUSTAKA
http://forever2705.wordpress.com/2009/06/09/pengertian-pajak-pertambahannilai/ http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai http://kasuskasuspajak.blogspot.com/2009/06/ppn-barang-promosi.html http://massofa.wordpress.com/2008/01/30/proses-pemungutan-pajakpertambahan-nilai-dan-ppn-barang-mewahm/ http://www.midas-solusi.com/knowledge-space,en,detail,27,apa-yang-dimaksuddengan-pajak-pertambahan-nilai-%28-ppn-%29 http://www.pajak.net/info/tarif_pajak_dan_cara_hitung_PPN_PPnBM.htm http://www.pajak.net/info/tata_cara_bayar_pelaporan_PPN_PPnBM.htm http://www.midas-solusi.com/knowledge-space,en,detail,27,apa-yang-dimaksuddengan-pajak-pertambahan-nilai-%28-ppn-%29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009

19

You might also like