You are on page 1of 31

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengatar Diabetes Melitus Diabetes merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukoda secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa tersebut dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Dalam hal ini hormone insulin yang diproduksi di hati, sangat berpengaruh dalam mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan cara mengatur produksi dan penyimpanannya. Secara umum, diabetes digolongkan menjadi dua, yaitu tipe 1 (karena insulin) dan tipe 2 (bukan karena insulin). Pada orang dengan diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulinnya. Keadaan inilah yang nantinya menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolic akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hyperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke, dan penyakit vaskuler perifer.
1.2 Tujuan

1.2.1

Untuk mengetahui konsep dasar penyakit DM type 1 (definisi, etiologi, 1

patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, prognosis).

1.2.2

Untuk mengetahui prinsip terapi kondisi klien di atas (cairan dan

elektrolit, insulin, dan penanganan infeksi). 1.2.3 kasus. 1.2.4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk kasus klien. Untuk mengetahui pathway diabetes mellitus tipe 1 pada klien dalam

BAB II PEMBAHASAN

Kasus: Seorang anak usia 7 tahun, BB + 25 kg dibawa ke IRD dalam kondisi penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, nafas cepat, dalam, ireguler, nafas bau aseton, mukosa bibir kering, turgor lambat, CRT 3 detik. HR: 98x/menit, TD: 80/70 mmHg, RR: 35x/menit. Dari hasil anamnesa klien dinyatakan mengalami muntah-muntah sejak 2 hari SMRS dan klien memiliki riwayat DM type 1 sejak 3 tahun terakhir. Klien dikatakan terus mengalami penurunan BB sejak terdiagnosis DM. Hasil pemeriksaan laboratorium: GDS > 325 mg/dL, analisis gas darah: pH: 7,00, PaCO2: 48 mmHg, PaO2: 75 mmHg, HCO3: 12mEq/L, dan SaO2: 85%. 1. Jelaskan konsep dasar penyakit DM type 1 (definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, prognosis)! Pembahan: a. Definisi Diabetes tipe 1 adalah diabetes mellitus yang tergantung pada insulin (insulin dependent diabetes mellitus/IDDM). Pada diabetes jenis ini, sel-sel beta pancreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormone insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan insulin sangat diperlukan untuk 2 mengendalikan kadar glukosa darah. Onset diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada umur

sekitar 14 tahun di Amerika Serikat, dan oleh sebab itu, diabetes ini sering disebut dengan diabetes mellitus juvenilis.

b. Etiologi Diabetes tipe 1 ditandai dengan oleh penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi factor genetic, imunologi, dan factor lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Penderita diabetes tidak mewarisi sendiri diabetes tipe 1 itu, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kea rah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. 95% pasien yang berkulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan tipe HLA yang spesifik, yaitu DR3 atau DR4. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. resiko tersebut meningkat sampai sepuluh hingga dua puluh kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum). Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respons otoimun. Respons ini merupakan respons abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan normal tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Factor lingkungan juga memungkinkan adanya proses penghancuran sel-sel beta, di mana virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. Pada manusia, epidemi parotitis, infeksi rubella, dan koksakievirus telah dikaitkan dengan insiden diabetes mellitus tipe 1. Virus ini mungkin bekerja secara langsung menghancurkan sel-sel beta, dengan menetap di dalam sel-sel beta pancreas sebagai infeksi virus lambat, atau dengan memicu respons imun yang luas ke beberapa jaringan endokrin.

c. Patofisiologi Sebelumnya sudah dikatakan bahwa insulin merupakan komponen penting dalam pengaturan kadar glukosa darah. Insulin ini disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat tipe sel dalam pulau-pulau Langerhans pancreas. Insulin merupakan hormone anabolic atau hormone untuk menyimpan kalori. Apabila seseorang makan makanan yang mangandung karbohidrat, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakan glukosa ke dalam sel-sel otot, hati, serta lemak. Dalam sel-sel tersebut insulin menimbulkan efek-efek berikut: -

Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk glikogen). Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adipose. Mempercepat pengangkutan asam-asam amino yang berasal dari protein makanan ke dalam sel. Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang disimpan.

Selama puasa (antara jam-jam makan dan pada saat tidur malam), pancreas akan melepaskan secara terus-menerus dalam jumlah kecil insulin bersama dengan hormone pancreas lain yang disebut glucagon. Insulin dan glucagon secara bersama-sama mempertahankan kadar glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa dari hati. Pada mulanya, hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen (glikogenolisis). Setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan, hati membentuk glukosa dari pemecahan zat-zat selain karbohidrat yang mencakup asam amino (glukoneogenesis). Pada diabetes tipe 1 ini, terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lainnya), namun pada penderita defisiensi insulin proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu, akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

d. Manifestasi klinis Ketoasidosis dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian. Diabetes tipe 1 ini dapat timbul tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau minggu, dengan tiga gejala sisa yang utama, yaitu (1) naiknya kadar glukosa darah; (2) peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energy dan untuk pembentukan kolesterol oleh hati; (3) berkurangnya protein dalam tubuh. Jika konsentrasi dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria). Selain itu, penderita juga akan mengalami rasa haus (polydipsia) akibat volume cairan yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi). Dehidrasi intrasel ini akan menstimulasi pengeluaran hormone anti-diuretik (ADH/vasopressin) dan menimbulkan rasa haus. Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolism protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat 5

menurunnya simpanan kalori. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energy. Aliran darah yang buruk pada pasien dengan diabetes kronis juga dapat mengalami kelelahan.

e. Pemeriksaan penunjang
-

Kadar glukosa darah puasa, di mana adanya kadar glukosa darah meningkat

secara abnormal merupakan kriteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa (gula darah nuchter) yang besarnya di atas 140 mg/dL (SI: 7,8 mmol/L) atau kadar glukosa darah sewaktu (gula darah random) yang diatas 200 mg/dL (SI: 11,1 mmol/L) pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan kriteria diagnostic penyakit diabetes. Jika kadar gula darah puasanya normal atau mendekati normal, penegakan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa.
-

Tes toleransi glukosa oral, merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif daripada

tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini, ada beberapa factor yang memengaruhi tes toleransi glukosa oral, yang mencakup metode analisis, sumber specimen (darah utuh, plasma atau serum, darah kapiler atau vena), diet, tingkat aktivitas, lama tirah baring, adanya penyakit kronis, pengobatan, dan jumlah glukosa yang dikonsumsi. Tes glukosa urine, merupakan tes kuantitatif laboratorium yang dapat digunakan

untuk menentukan jumlah glukosa yang hilang dalam urine. Pada umumnya, jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urine orang normal sukar untuk dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali, sesuai dengan berat penyakit dan asupan karbohidratnya. Pernapasan aseton, yang sangat meningkat pada pasien diabetes yang berat.

Aseton bersifat mudah menguap dan dikeluarkan dalam udara ekspirasi. Akibatnya

seseorang seringkali dapat membuat diagnose diabetes mellitus tipe 1 hanya dengan mencium bau aseton pada napas pasien.

f. Komplikasi
-

Kerusakan pada system kardiovaskular, di mana diabetes jangka panjang

memberikan dampak yang parah ke system kardiovaskular, yang dipengaruhi oleh diabetes mellitus kronis. Terjadi kerusakan mikrovaskular di arteriol kecil, kapiler, dan venula. Kerusakan mikrovaskular terjadi di arteri besar dan sedang. Semua organ dan jaringan tubuh akan terkena akibat dari gangguan mikro dan makrovaskular ini. Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan membrane basal pembuluhpembuluh kecil. Penebalan mikrovaskular menyebabkan iskemia dan penurunan penyaluran oksigen dan zat gizi lain ke jaringan. Selain itu, hemoglobin terglikosilasi memiliki afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga oksiigen terikat lebih erat ke molekul hemoglobin. Hal ini menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan berkurang. Asidosis menyebabkan penurunan 2,3-difosfogliserat sel darah merah, yang juga menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen sehingga semakin kecil kemungkinan jaringan teroksigenasi secara adekuat. Hipoksia kronis, dapat merusak atau menghancurkan sel, juga menyebabkan hipertensi karena jantung dipaksa untuk meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk menyalurkan lebih banyak oksigen ke jaringan yang iskemik.
-

Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akut yang hampir selalu hanya

dijumpai pada penderita diabetes mellitus tipe 1, yang ditandai dengan perburukan semua gejala diabetes. Pada ketoasidosis diabetic, kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat gluconeogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang progesif. Pada ketosis (peningkatan keton), pH turun di bawah 7,3, sehingga menyebabkan asidosis metabolic dan menstimulasi hiperventilasi, yang disebut pernapasan Kussmaul.
-

Hipoglikemia, yang biasanya didapat setelah melakukan injeksi insulin. Gejala

yang mungkin terjadi adalah kehilangan kesadaran, bahkan koma ketika mengalami 7

hipoglikemia yang berat. Pasien diabetes mellitus tipe 1 yang terkontrol ketat, yaitu pasien yang melakukan injeksi insulin multiple sepanjang hari dan mempertahankan kadar HbA1c sama atau kurang dari 7%, meningkatkan resiko untuk mengalami hipoglikemia. Oleh karena itu, manfaat kadar HbA1c yang baik harus diseimbangkan dengan resiko hipoglikemia.
-

Efek Somogyi, merupakan komplikasi akut yang ditandai dengan penurunan unik

kadar glukosa darah di malam hari, kemudian di pagi hari kadar glukosa kembali meningkat. Penyebab hipoglikemia malam hari ini kemungkinan besar berkaitan dengan penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri kemudian menyebabkan peningkatan glucagon, katekolamin, kortisol, dan hormone pertumbuhan. Hormone ini menstimulasi gluconeogenesis sehingga pada pagi hari terjadi hiperglikemia.
-

Fenomena Fajar (down phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara

jam 5 dan 9 pagi) yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sirkadi kadar glukosa di pagi hari. Hormone-hormon yang memperlihatkan variasi sirkadian pada pagi hari adalah kortisol dan hormone pertumbuhan, yang keduanya merangsang gluconeogenesis.
-

Gagal ginjal, merupakan komplikasi jangka panjang dari diabetes ini. Lesi-lesi

sklerotik nodular, yang disebut nodul Kimmelstiel-Wilson, terbentuk di glomerulus sehingga akan menghambat aliran darah dan kemudian merusak nefron. Glomerulus yang melebar akibat lesi, akan mulai mengalami kebocoran protein ke urine. Meskipun jumlah protein yang hilang bersama urine dalam jumlah yang sedikit, namun kerusakan terus berlanjut, dan siklus umpan balik positif terus terjadi. Kebocoran protein yang menembus glomerulus selanjutnya akan merusak nefron, sehingga akan lebih banyak protein yang keluar bersama urine. Pada akhirnya, proteinuria yang bermakna terjadi, yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal dan angka harapan hidup. Dengan memburuknya fungsi ginjal, kemampuan untuk mensekresi ion hydrogen ke dalam urine akan menurun. Penurunan pembentukan vitamin D oleh ginjal menyebabkan defisiensi sel darah merah dan anemia. 8

Diabetes mellitus juga merusak system saraf perifer, termasuk komponen sensorik

dan motoric divisi somatic dan otonom. Penyakit saraf yang disebabkan oleh diabetes mellitus ini disebut dengan neuropati diabetic, yang terjadi akibat hipoksia kronis selsel saraf yang kronis serta efek dari hiperglikemia, termasuk hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi saraf. Sel-sel penunjang saraf, terutama sel Schwann, mulai menggunakan metode alternative untuk mengatasi beban peningkatan glukosa kronis, yang pada akhirnya menyebabkan demielinisasi segmental saraf perifer.

g. Prognosis Diabetes mellitus tipe 1 bukan merupakan penyakit benigna. Pada suatu penelitian yang lama terhadap 45 anak berumur kurang dari 12 tahun pada saat didiagnosis, ada beberapa kematian dalam 10-25 tahun diagnosis; tiga dapat dianggap langsung diabetes, dan dua karena bunuh diri; tiga penderita mencoba bunuh diri tetapi gagal. Komplikasi visual, ginjal, neuropati dan lainnya relative sering. Pengenalan alat portable yang dapat deprogram untuk memberikan infus insulin terus-menerus merupakan satu pendekatan terhadap penyelesaian masalah jangka panjang ini.

2. Jelaskan prinsip terapi kondisi klien di atas (cairan dan elektrolit, insulin, dan

penanganan infeksi)! Pembahasan:


a. Cairan dan elektrolit

Penambahan volume intravaskuler yang berkurang dan koreksi kurangnya cadangan cairan dan elektrolit adalah paling penting dalam pengobatan diabetes mellitus, khususnya bila mengalami ketoasidosis diabetic (KAD). Berdasarkan kasus klien di atas, harus ditekankan bahwa insulin eksogen sangat penting untuk menghentikan dekompensasi metabolic lebih lanjut. Mukosa bibir kecing, turgor lambat, dan muntahmuntah merupakan indikasi bahwa klien di atas mengalami dehidrasi. Dehidrasi biasanya 9

sekitar 10%; terapi cairan awal dapat didasarkan pada perkiraan ini, dengan penyesuaian lebih lanjut bersama dengan data klinis dan laboratorium. Cairan hidrasi awal haruslah salin isotonis (0,9%). Dalam hal ini, penurunan osmolalitas diharapkan bertahap karena penurunan yang terlalu cepat dihubungkan dengan terjadinya edema otak, salah satu dari komplikasi utama dari terapi diabetes pada anak. Karena alasan yang sama, kecepatan penggantian cairan disesuaikan dengan memberikan hanya 50-60% deficit yang diperkirakan dalam 12 jam pertama, kemudian sisanya 40-50% diberikan selama 24 jam berikutnya. Juga, pemberian glukosa (5% larutan dalam 0,2 Normal Salin) diberikan ketika kadar glukosa darah mendekati 300 mg/dL agar membatasi penurunan osmolalitas serum dan mengurangi resiko berkembangnya edema otak. Pemberian kalium (K+) harus dimulai sejak awal. Kalium tubuh total dapat sangat berkurang selama asidosis, walaupun kadar kalium normal serum normal atau meningkat. Sementara kalium berpindah dari tempat intraseluler ke ekstraseluler selama asidosis, sebaliknya terjadi selama koreksi asidosis, terutama ketika insulin eksogen dan glukosa tersedia dalam sirkulasi. Pergerakan kalium ini kembali ke ruang-ruang intraseluler dapat menyebabkan hypokalemia yang mengancam kehidupan. Karenanya, setelah penggantian cairan awal sekitar 20 mL/kg salin isotonis (0,9%) diberikan, kalium harus ditambahkan pada infusan berikutnya jika curah urine cukup. Dalam hal ini, kadar kalium serum harus dimonitor secara berkala.

Kira-kira kebutuhan rumatan setiap hari* Air Natrium Kalium Klorida Fosfat 1500 mL/m2 45 mEq/m2 35 mEq/m2 30 mEq/m2 10 mEq/m2

Kira-kira jumlah kehilangan 100 mL/kg (kisaran 60-100 mL/kg) 6 mEq/kg (kisaran 5-13 mEq/kg) 5 mEq/kg (kisaran 4-6 mEq/kg) 4 mEq/kg (kisaran 3-9 mEq/kg) 3 mEq/kg (kisaran 2-5 mEq/kg)

Tabel 1 Rumatan Cairan dan Elektrolit: Kebutuhan dan Kehilangan yang Diperkirakan pada Ketoasidosis Diabetik Dikutip dari Behrman, R.E., Kliegman, R.M., dan Arvin, A.M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC. Keterangan: * Rumatan dinyatakan pada daerah permukaan untuk menentukan keseragaman karena kebutuhan cairan berubah bila berat badan naik. Kehilangan dinyatakan per unit berat badan karena kehilangan tetap relative konstan dalam kaitannya dengan berat badan total.

10

b. Insulin Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan juga tergantung pada masing-masing pasien, maka pemantauan kadar gluksoa darah yang akurat sangatlah penting. Tipe pemberian insulin yang digunakan oleh seorang pasien bervariasi menurut berbagai factor. Sebagai contoh, pengetahuan pasien, kemauan, tujuan yang hendak dicapai, status kesehatan, dan kemampuan secara finansial, semuanya ini dapat memengaruhi keputusan yang menyangkut pemberian insulin. Selain itu, filosofi dokter tentang pengendalian kadat glukosa darah dan ketersediaan alat serta staf pendukung dapat pula memengaruhi keputusan yang berkaitan dengan terapi insulin. Namun, secara umum insulin dapat diberikan melalui infus intravena terusmenerus mulai dengan jamm kedua terapi cairan. Karena glukosa darah dapat menurun secara dramatis dengan hanya terapi cairan, dosis pembebanan intravena seharusnya 0,05 U/kg/jam insulin reguler. Setelah jumlah insulin untuk 6-8 jam pertama dihitung, jumlah ini ditambahkan pada 250- atau 500- mL botol 0,9% garam fisiologis. Dosis Insulin Total 1 U/kg 0,5 U/kg Dosis Intravena 0,5 U/kg 0,25 U/kg Dosis Intramuskuler Frekuensi atau Subkutan 0,5 U/kg setiap 2 - 4 jam 0,25 U/kg setiap 2 - 4 jam

Glukosa Darah > 600 mg/dL 300 - 600 mg/dL

Tabel 2 Regimen Insulin Intermitten untuk Ketoasidosis Diabetik Dikutip dari Behrman, R.E., Kliegman, R.M., dan Arvin, A.M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC.

11

c. Penanganan infeksi Kadar glukosa darah yang tinggi dapat mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghdapai masuknya jumlah bakteri atau kuman, sehingga para penderita diabetes mudah untuk terkena infeksi. Keadaan ini juga bisa merusak system saraf, sehingga mengurangi kepekaan pesien terhadap infeksi. Oleh karena itu, pengobatan terpenting dalam menangani masalah ini adalah dengan memberikan antibiotic yang sesuai dengan jenis dan letak infeksi, untuk membunuh kuman atau mikroorganisme yang masuk.

3. Susunlah pathway untuk kasus klien di atas! Pembahasan: Di lampiran.

4. Buatlah asuhan keperawatan untuk kasus klien di atas! a. Pengkajian Riwayat adanya factor resiko, yang meliputi:

Riwayat keluarga tentang penyakit. Kegemukan. Riwayat pankreatitis kronis. Riwayat lahir lebih dari dari Sembilan pon. Riwayat glukosuria selama stress (pembedahan, trauma, infeksi, penyakit)

atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretic tiazid). Kaji terhadap manifestasi diabetes mellitus, yang meliputi: 12

Poliuria (akibat dari diuresis osmotic bila ambang ginjal terhadap

reabsorbsi glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal).

Polidipsi (disebabkan oleh dehidrasi dari polyuria). Polifagia (disebabkan oleh kebutuhan energy dari perubahan sintesis

protein dan lemak). Pemeriksaan diagnostic, yang meliputi:


Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL). Gula darah puasa (FBS) normal atau di atas normal. Essei hemoglobin glikolisat di atas rentang normal. Tes ini mengukur

5-6%.

persentase glukosa yang melekat pada hemoglobin, dengan rentang normal adalah

Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respons terhadap

defisiensi intraselular, protein dan lemak telah diubah menjadi glukosa (gluconeogenesis) untuk energy. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan

ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostic, dan

tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi. Kaji perasaan pasien tentang kondisinya. Analisis data berdasarkan kasus

Anak di atas memiliki kesadaran somnolen, yang berarti ia mengalami

penurunan kesadaran di mana anak tersebut masih bisa dibangunkan dengan rangsangan biasnya tetapi ia akan segera tertidur kembali bila rangsangan dihentikan. 13

Nafas cepat, dalam, ireguler, mengindikasikan bahwa anak memerlukan

pasokan oksigen yang adekuat.

Nafas bau aseton, merupakan salah satu ciri penderita diabetes yang

gulanya tidak terkontrol, akibat dari pemecahan asam keton.

Mukosa bibir kering, dan turgor lambat, menandakan anak tersebut

mengalami dehidrasi.

CRT 3 detik (tidak normal karena normalnya adalah < 2 detik). HR: 98x/menit, menandakan anak tersebut memiliki frekuensi jantung

normal (anak dengan umur 2-10 tahun memiliki rentang normal 70-110 x/menit).

TD: 80/70 mmHg, yang berarti anak tersebut memiliki tekanan darah

yang cukup tinggi (anak umur 5-10 tahun memiliki nilai tekanan darah normal 100/60 mmHg). RR: 35x/menit, menandakan anak tersebut memiliki frekuensi napas yang

cepat (anak usia 5-10 tahun memiliki nilai normal RR dengan rentang 15-30 x/menit).

Dari hasil anamnesa klien dinyatakan mengalami muntah-muntah sejak 2

hari SMRS, berarti dehidrasi sudah terjadi sejak dua hari SMRS.

Klien memiliki riwayat DM type 1 sejak 3 tahun terakhir. Klien dikatakan terus mengalami penurunan BB sejak terdiagnosis DM,

berarti klien mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Hasil pemeriksaan laboratorium: GDS > 325 mg/dL (melebihi

batas

normal), karena nilai normal darah sewaktu adalah 70-110 mg/dL.


Analisis gas darah: pH: 7,00 (normal) PaCO2: 48 mmHg (tidak normal). PaCO2 adalah menunjukan kadar CO2

dalam darah, yang memiliki batas normal 35-40 mmHg. 14

PaO2 (kadar darah arteri): 75 mmHg (normal) HCO3: 12mEq/L (tidak normal/terlalu rendah). Kadar normalnya adalah

22-26 mEq/L.

dan SaO2: 85%, yang berarti kadar oksigen yang terikat hemoglobin hanya

85%, padahal nilai normal untuk SaO2 adalah sama atau lebih dari 95%.

b. Diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi

A. Dx: Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Setelah dilakukan perawatan NIC Label: selama 2 x 24 jam diharapkan desease process pasien tahu mengenai dideritanya, Knowledge:

Rasional Teaching NIC Label: desease process

Teaching

a. Jelaskan mengenai patofisiologi dan bagaimana hubungannya dengan anatomi dan fisiologi tubuh. b. Tinjau pasien kondisinya.
c. Deskripsikan

a. Agar pasien tahu mengenai penyakit yang dideritanya. b. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien tentang penyaakitnya. c. Untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakitnya. d. Untuk mengetahui tindakan apa saja yang telah dilakukan pasien 15

penyakit yang NOC Label:

dengan criteria hasil: Diabetes Management


a. Pasien tahu mengenai

pengetahuan mengenai tanda diabetes

penyebab

dan

factor

yang berkontribusi dari penyakit diabetes melitus tipe 1. (skala 3)


b. Pasien tahu mengenai

dan gejala umum dari penyakit mellitus tipe 1.

tanda dan gejala awal dari penyakit diabetes melitus tipe 1. (skala 3)

d. Tanyakan

pada

c. Pasien mengenai peran

paham diet

pasien apa yang telah dilakukan mengatasi


e. Deskripsikan

untuk e. Untuk

menangani

untuk gejala pada

penyakitnya. meningkatkan pemahaman mengenai penyakitnya. f. Untuk mengetahui apa penyebab dari pasien

dalam mengontrol kadar glukosa darah (skala 4) d. Pasien kadar tahu peran dalam latihan untuk mengontrol glukosa darah (skala 3) e. Pasien tahu mengenai hiperglikemia dan gejala yang dengan (skala 3) f. Pasien bagaimana tahu mencegah berhubungan hiperglikemia

diabetes mellitus tipe 1 pasien bagaimana proses dari penyakit diabetes mellitus tipe 1.
f. Identifikasi penyebab

dari diabetes tipe 1. g. Menyediakan informasi kondisi pasien.


h. Diskusikan

mellitus

penyakit pasien. g. Untuk memudahkan mengenai penyakitnya. h. Untuk mencegah adanya komplikasi.
i. Agar pasien dapat

pasien

mengenai

memperoleh informasi

hiperglikemia (skala 3) g. Pasien tahu tindakan yang untuk harus dilakukan menangani

perubahan gaya hidup yang dibutuhkaan untuk mencegah komplikasi dan/atau untuk penyakit diabetes mellitus tipe 1. i. Instruksikan paada pasien mengenai tanda dan gejala yang harus dilaporkan pada petugas kesehatan.

memperoleh perawatan jika terjadi komplikasi atau ketika mengalami masalah.

hiperglikemia (skala 3) h. Pasien tahu mengenai hipoglikemia dan gejala yang dengan (skala 3) i. Pasien bagaimana j. Pasien tahu mencegah tahu berhubungan hipoglikemia

hipoglikemia (skala 3) bagaimana menggunakan dengaan benar obat yang 16

diresepkan (skala 4)

Evaluasi: S : Pasien mengatakan sudah tahu dan lebih memahami mengenai kondisi dan penyakit yang dideritanya. O : Pasien tidak kebingungan lagi dan mengikuti prosedur perawatan. A : Tujuan telah tercapai P : Lanjutkan intervensi

B. Dx: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

mual muntah.

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Setelah dilakukan asuhan NIC label: keperawatan 2 x 24 jam Management diharapkan kebutuhan nutrisi klien tercukupi, dengan kriteria hasil : NOC label : Appetite a. Klien b. Klien menikmati (skala 3) NOC label : Nutritional Status a. Intake nutrisi klien terstimulasi dapat makanan untuk makan (skala 4) untuk dengan sehat.

Rasional Nutrition NIC label: Management

Nutrition menjaga kadar darah dan berat

a. Mengajarkan pasien a. Untuk menjaga kebutuhan kestabilan glukosa kebiasaan makan sesuai tubuh dan gaya hidup b. Mengajarkan teknik cara

untuk menjaga badan ideal klien.

b. Agar intake makanan higienis dengan tubuh klien. c. Agar intake nutrisi dan kalori dalam porsi yang sesuai tidak berlebih 17 dan sesuai kebutuhan

penyiapan makanan dan penyajian makanan yang sehat. c. Memonitor pemasukan nutrisi dan

tercukupi. (skala 4) b. Intake makanan klien tercukupi. (skala 4) c. Intake tercukupi. (skala 4) cairan

kalori klien.

ataupun

kurang

dari

kebutuhan tubuh klien.

Evaluasi: S : Pasien mengatakan nafsu makannya bertambah dan tidak merasa lemas lagi. O : Pasien terlihat lebih tenang dan nutrisinya terpenuhi. A : tujian telah tercapai. P : Lanjutkan intervensi

C. Dx: Kekurangan volume cairan Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam, diharapkan kebutuhan cairan px terpenuhi, dengan kriteria hasil : NOC Label : Fluid Balance
a.

Intervensi NIC Label : Fluid Management a. Monitor berat badan harian klien. b. Monitor status hidrasi (membran mukosa, keadekuatan tekanan nadi).
c. Instruksikan keluarga

Rasional NIC Label : Fluid Management a. Mengetahui derajat dehidrasi (kalau ada. b. Indicator keadekuatan volume sirkulasi. Hipotensi ortostatik memiliki resiko jatuh setelah perubahan posisi. c. Meresusuitasi cairan yang aktif keluar, memenuhi 18

Tekanan darah klien

normal yaitu 80/70 mmHg (skala 4)


b.

Denyut nadi arteri

membantu memberikan asupan makanan sesuai diet. d. Monitor intake dan

radial normal, yaitu 98x/menit (skala 4)


c.

Intake cairan dalam 24

jam tidak seimbang, intake = output, (skala 3)

output cairan tiap 24 jam.

kebutuhan cairan harian. d. Dapat mengetahui status keseimbangan cairan klien.

Evaluasi S : Keluarga klien mengatakan klien mau sedikit minum dan makan O : Tekanan darah klien, denyut nadi arteri radial klien normal. A : Tujuan tercapai sebagian. P : Lanjutkan intervensi.

D. Dx: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penipisan jaringan integument

dan perubahan status cairan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional label: Skin care

Setelah dilakukan tindakan NIC label: Skin care NIC keperawatan selama .x24 tropical treatment jam, diharapkan memperbaiki integritas kulit NOC label: Tissue Integrity: Skin and mucous membranes Dengan kriteria hasil:
a. Suhu

tropical treatment tidur klien jika kasar akan semakin

dapat a. Hindari menggunakan a. Linen tempat tidur yang linen tempat yang bertekstur kasar
b. Bersihkan

memperparah kerusakan kulit klien saat tidur berfungsi agar tidak klien

menggunakan anti bacterial, diperlukan


c. Anjurkan

sabun b. Sabun anti bacterial ini terjadi infeksi klien c. Sebaiknya menggunakan baju yang tidak ketat agar tidak terjadi gesekan tekanan kulit atau yang 19

kuli

normal

(36,5-37,5oC b. Sensasi kulit baik c. Elastisitas baik d. Tekstur kulit baik e. Pertumbuhan rambut

menggunakan pakaian yang tidak terlalu ketat


d. Jaga linen tempat tidur

bersih,

kering

dan

dikulit normal f. Integritas kulit baik g. Tidak h. Tidak membrane


i.

bebas kerut terdapat tidur yang melindungi pasien, misalnya kulit lesi domba antibiotic topical pada area yang terdapat terkelupas
g. Inspeksi kulit pasien

terlalu parah mengindari kerusakan lebih parah dan terjadinya infeksi e. Untuk kerusakan kulit menggunakan yang lembut kulit g. Untuk seberapa klien kerusakan dapat h. Untuk seberapa klien kerusakan dapat i. Untuk kerusakan karena minimal NIC label: Medication mengetahui parah kulit mengalami sehingga menentukan mengetahui parah kulit mengalami sehingga menentukan melembapkan kulit kering klien lebih menghindari integritas dengan bahan

e. Gunakan bahan tempat d. Untuk

pigmentasi abnormal terdapat

pada kulit atau mukosa f. Gunakan Tidak

nekrosis pada kulit NOC label: Fluid Balance Dengan kriteria hasil: a. Tekanan darah pasien tidak terganggu (5) b. Berat Badan stabil (5) c. Turgor Kulit tidak lambat (5) d. Mukosa lembab (5) jam seimbang (4) membrane

yang setiap hari

berisiko f. Mencegah infeksi pada

mengalami kerusakan
h. Dokumentasikan

derajat kerusakan kulit klien


i.

Tambahkan pelembab pada ruangan dengan humidifier

intervensi selanjutnya

e. Intake dan Ouput 24 NIC label: Medication Administration: Skin a. Ikuti b. Catat alergi pasien c. Tentukan pengetahuan pasien mengenai obatobatan penggunaan dan lima benar riwayat pemberian obat kesehatan dan riwayat

intervensi selanjutnya ruangan, sehingga risiko

d. Tentukan Area Kulit Administration: Skin 20

yang akan diberikan obat e. Ganti dosis obat dan obat dengan sebelumnya bersihkan kulit
f. Ukur

a. Agar aman bagi pasien b. Untuk mengetahui apakah klien alergi terhadap obat yang diberikan atau tidak c. Untuk menyamakan persepsi perawat dank lien mengenai obat dan penggunaannya d. Agar obat dilokasinya di area yang tepat e. Agar tidak terinfeksi f. Agar jumlah obat sesuai dengan area yang perlu g. Resep yang benar akan membuat intervensi terapeutik Untuk menentukan intervensi selanjutnya

jumlah

sistemik yang benar dioleskan menggunakan pengukuran standar


g. Berikan agen topical

yang diresepkan Monitor sistemik obat efek dan local, kerugian

E. Dx: Kelelahan Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan asuhan keperawatan . x 24 jam Intervensi NIC label: Energy Management Rasional NIC label: Energy Management 21

diharapkan peningkatan kelelahan fisik klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : NOC label : Rest a. Jumlah tercukupi. b. Kualitas baik. c. Pola istirahat klien teratur. NOC label :Sleep a. Pengaturan temperature/suhu ruangan klien agar merasa nyaman saat beristirahat/tidur. b. Waktu yang diperlukan klien untuk stirahat/tidur sesuai kebutuhan tubuh. c. Klien dapat berstirahat/tidur secara rutin. istirahat klien istirahat

a. Menentukan penyebab a. Agar hal yang kelelahan fisik dan menyebakan keletihan fisik dan emosional klien dapat teratasi. NIC label : Nutrition Management a. Agar intake makanan sesuai dengan kebutuhan tubuh klien. b. Agar intake nutrisi dan kalori dalam porsi yang sesuai tidak berlebih ataupun kurang dari kebutuhan tubuh klien. NIC label: Sleep Enhancement a. Untuk menjaga dan (seperti: menyesuaikan kenyamanan istirahat/tidur klien. tidur) emosional klien NIC label: Nutrition klien Management a. Mengajarkan pasien untuk menjaga kebiasaan makan sesuai dengan kebutuhan tubuh dan gaya hidup sehat. b. Memonitor pemasukan nutrisi dan kalori klien. NIC label: Sleep Enhancement a. Menyesuaikan lingkungan cahaya/lampu, bunyi/ribut, suhu dan tempat istirahat/tidur klien

Evaluasi S: Pasien mengatakan bahwa dirinya sudah merasa lebih baik setelah mendapatkan asupan nutrisi dan istirahat yang cukup. O: Ekspresi wajah pasien terlihat lebih baik dan TTV pasien normal A: Tujuan asuhan keperawatan tercapai. P: Intervensi dilanjutkan. 22

F. Dx: Nyeri akut

23

Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .x24 jam, diharapkan klien dapat mngontrol nyeri dengan: NOC label: Pain Control Dengan kriteria hasil: a. Mengenal faktor penyebab b. Menggunakan metode pencegahan c. Menggunakan metode nonanalgesik untuk mengurangi nyeri d. Mengenali gejalagejala nyeri e. Melaporkan nyeri sudah terkontrol NOC label : Pain level Dengan criteria hasil : a. Melaporkan adanya nyeri b. Frekuensi nyeri c. Panjangnya episode nyeri d. Pernyataan nyeri e. Ekspresi wajah saat nyeri

Intervensi NIC label: Pain Management a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi b. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan a. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri b. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (non farmakologi, dan inter personal) c. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri NIC label: Analgetic dministration a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat b. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi c. Cek riwayat alergi d. Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri

Rasional NIC label: Pain Management a. Dengan melakukan pengkajian secara lengkap maka intervensi pun dapat dilakukan dengan tepat b. Reaski nonverbal, seperti ekspresi raut muka akan membantu dalam menentukan skala nyeri klien. c. Berkomunikasi dengan cara yang tepat akan membuat klien merasa nyaman dalam menceritakan pengalaman nyerinya. d. Skala nyeri yang lebih kecil biasanya bila dihilangkan dengan teknik distraksi. e. Analgesic diberikan untuk penanganan nyeri secara farmakologik. NIC label: Analgetic Administration a. Agar nantinya dapat dilakukan pengobatan dengan tepat. b. Agar tidak salah dalam memberikan obat. c. Memastikan 24

25

Evaluasi: S: Pasien mengatakan bahwa dirinya sudah merasa lebih nyaman setelah diberikan terapi terapeutik dan analgesik O: Ekspresi wajah pasien terlihat lebih baik dan nyeri pada klien berkurang serta TTV pasien normal A: Tujuan asuhan keperawatan tercapai P: Intervensi dilanjutkan G. Dx: Resiko jatuh Tujuan Dan Kriteria hasil Setelah dilaksanakan perawatan selama 1 x 24 jam, kondisi pasien diharapkan sesuai dengan criteria hasil, yakni : NOC Label : Risk Control a. Memonitor factor lingkungan yang dapat menyebabkan resiko terjatuh (skala 5) b. Memonitor prilaku pasien yang dapat resiko terjatuh (skala 5) Intervensi NIC Label : Fall Prevention a. Identifikasi kekurangan kognitif Maupun fisik pasien yang mungkin meningkatkan potensi jatuh di lingkungan tertentu b. Identifikasi faaktor prilaku yang dapat berefek pada resiko jatuh c. Identifikasi Rasional NIC Label : Fall Prevention a. Untuk mengetahui factor resiko jatuh dan meminimalkan factor resiko b. Untuk mengetahui prilaku pasien yang dapat menyebabkan jatuh dan memberikan penanganan yang tepat 26

c. Menyediakan strategi efektif untuk mengontrol resiko (skala 4) d. Pasien dapat menyesuaikan diri dengan strategi pengontrolan resiko (skala 4) e. Pasien dapat mengikuti strategi pengontrolan resiko yang dipilihkan (skala 4) f. Pasien menyadari adanya perubahan status kesehatan (skala 4) g. Memonitor perubahan status kesehatan (skala 5)

karakteristik lingkungan yang mungkin meningkatkan potensi untuk jatuh d. Menyediakan pencahayaan yang adekuat untuk peningkatkan penglihatan e. Menyediakan permukaan lantai yang tidak licin f. Menyediakan permukaan yang tidak licin di kamar mandi g. Pastikan pasien menggunakan sepatu yang pas, yang dikencangkan dengan aman, dan memiliki permukaan yang tidak licin h. Edukasi keluarga pasien mengenai factor resiko yang berkontribusi menyebabkan jatuh dan bagaimana mereka dapat meminimalkan resiko

c. Mengetahui karakteristik lingkungan yang berpotensi dalam menyebabkan jatuh d. Untuk mencegah resiko jatuh yang disebabkan oleh pencahayaan yang tidak adekuat e. Meminimalkan factor resiko f. Meminimalkan factor resiko jatuh g. Meminimalkan factor resiko jatuh dan mencegah adanya luka h. Memberikan keluarga pengetahuan menganai resiko jatuh dan untuk meminimalkan factor resiko i. Untuk meminimalkan factor resiko dan mengajak keluarga pasien untuk berperan serta dalam 27

i.

Bantu keluarga

mencegah adanya factor resiko

pasien untuk mengidentifikasi bahaya di rumah dan memodifikasinya

NOC

label:

Safe

Home NIC label : Enviromental Management lingkungan aman bagi yang tempat pasien b. Pantau keamanaan dibutuhkan yang pasien

NIC label : Enviromental Management a. Untuk mengurangi resiko jatuh b. Agar klien tetap terlindungi c. Agar klien merasa nyaman d. Agar klien merasa nyaman e. Mempermudah aktivitas klien f. Mempermudah aktivitas klien tinggi atau

Enviroment Dengan kriteria hasil: yang adekuat b. Membersihkan tinggal c. Menempatkan tangan d. Menyimpan barang pencahayaan yang tepat pegangan

a. Menyediakan pencahayaan a. Bentuk

di c. Tentukan tempat tidur yang rendah jika diperlukan dan tempatkan tempat tidur dan posisi yang mudah pasien d. Anjurkan penggunaan matras e. Tempatkan pasien dijangkau
f.

dijangkau

object mudah

yang sering digunakan

Fasilitasi penggunaan 28

benda atau barang.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Diabetes mellitus merupakan sindrom homeostasis gangguan energy yang disebabkan oleh defisiensi insulin atau oleh defisiensi kerjanya yang mengakibatkan metabolism karbohidrat, protein, dan lemak tidak normal. Kelainan ini merupakan gangguan metabolic-endokrin masa anak dan remaja yang paling lazim dengan konsenkuensi penting pada perkembangan fisik dan emosi. Individu yang menderita diabetes tergantung insulin (tipe 1) mengahadapi beban serius yang meliputi kebutuhan mutlak akan insulin eksogen setiap harinya, dan tentunya kebutuhan untuk memperhatikan terus-menerus pada masukan diet. Morbiditas dan mortalitas yang berasal dari kekacauan metabolic dan dari komplikasi jangkan panjang yang memengaruhi pembuluh kecil dan besar, serta menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang akut maupun komplikasi kronis. Pertimbangan-pertimbangan untuk membentuk dasar pendekatan terapeutis terhadap penyakit ini adalah dengan memerhatikan manifestasi klinis yang muncul pada pasien itu sendiri. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolic tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. 29

DAFTAR PUSTAKA

Aquilino, M.L., et al. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourt Edition. Missouri: Mosby Elsevier. Behrman, R.E., Kliegman, R.M., dan Arvin, A.M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC. Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC. Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC. Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Jakarta: EGC. McCloskey, J.C. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier. NANDA International. 2010. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Taylor, C.M., dan Ralph, S.S. 2010. Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC. 30

31

You might also like