You are on page 1of 9

RUTE PEMBERIAN OBAT

I. Tujuan:

1. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat 2. Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya 3. Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya. 4. Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan.

II. Teori Dasar

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Cara pemberian obat yang berbedabeda melibatkan proses absorbsi obat yang berbeda-beda pula. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat per oral, karena mudah, aman, dan murah . Dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus, karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200m2. Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorbsi obat pada saluran cerna antara lain: 1. Bentuk Sediaan Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan. 2. Sifat Kimia dan Fisika Obat Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal atau polimorfi, kelarutan dalam

lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi [2]. Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak. 3. Faktor Biologis Antara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi. 4. Faktor Lain-lain Antara lain umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan adanya penyakit tertentu. Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi dengan sangat cepat, misalnya nitrogliserin. Karena darah dari mulut langsung ke vena kava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat yang diberikan melalui sublingual ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati. Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan. Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma. Pada pemberian obat melalui rektal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah, hanya 50% darah dari rektum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat melalui mukosa rektum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat menyebabkan iritasi mukosa rektum. Pemberian obat secara parenteral memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1. 2. 3. efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral. dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah. sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugiannya antara lain dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien sendiri, dan kurang ekonomis.

Pemberian intravena (IV) tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali. Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Injeksi intramuskular (IM) atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus. Injeksi intraperitoneal atau injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar. Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat, karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah. Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara: Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara: Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan.

III. Alat dan Bahan

Alat: Alat Injeksi Vial Lumpang dan stumfer Sarung tangan

Bahan: Ibuprofen tab Na CMA Air Panas NaCl fisiologi Mencit

IV. Cara Kerja: 1. Buat suspensi ibuprofen dengan cara: - Timbang berat ibuprofen tab dan mencit yang digunakan. - Hitung dosis untuk mencit. - Hitung berat ibuprofen yang diambil. - Gerus ibuprofen hingga halus dan ditimbang sebanyak dosis yang ingin dibuat. - Kembangkan Na CMC dengan air panas hingga menggembang, kemudian gerus hingga seperti gel dan tambahkan ibuprofen lalu gerus homogen. - Encerkan suspensi tadi dengan air, masukkan dalam botol, air ad 10 ml homogenkan. 2. Pegang mencit dengan cara memegang kulit bagian tengkuknya dan selipkan ekornya dijari tangan. 3. Suntikkan suspensi dengan: Rute oral Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum berujung tumpul danberbentuk bola. Jarum dimasukkan ke dalam mulut perlahan-lahan, diluncurkan melalui tepi langitlangit ke belakang sampai esofagus.

4. Untuk rute yang lain menggunakan larutan NaCl fisiologis: Rute sub-kutan Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah leher. Tidak sampai ke pembuluh darah, melainkan hanya dibawah kulit saja.

Rute intra peritoneal Penyuntkkan dilakukan pada perut sebelah kanan mencit tepat pada garis tengah perut mencit. Pada saat penyuntikkan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikkan jarum menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.

Rute intra muscular Penyuntikkan dilakukan pada otot semi tendinosus paha belakang.

Ibuprofen 300 mg/ 70 Kg BB Dosis untuk mencit: 300 mg x 0,0026= 0,78 mg/ 20 g BB Konsentrasi (10 mL): C= 20 g x 0,78 mg/ 20 g BB 0,2 = 3,9 mg x 10 mL = 39 mg/ 10 mL Bobot yang ditimbang: 39 mg 400 mg VAO= BB x Dosis konsentrasi obat = 25 mg x 0,78 mg/ 20 g 3,9 mg/ mL = 0,25 mg x 0,4963 g= 0,04819

VI. Pembahasan

Pada

praktikum

kali

ini

bertujuan

untuk

mengenal,

mempraktikan,

dan

membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsi obat. Masing-masing cara pemberian memiliki keuntungan dan manfaat tertentu. Suatu senyawa obat mungkin efektif jika diberikan dengan cara tertentu namun kurang efektif dengan cara lain. Perbedaan ini akan berefek pada kecepatan absorbsi yang berpengaruh pada efektifitas obat. Hewan uji yang digunakan hanya mencit. Adapun cara unntuk memegang mencit yang benar agar siap untuk diberi sediaan yaitu denagn cara:
-

Awalnya ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan ataupun kiri ( tergatung nyamannya praktikan).

Kemudian telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk, sedangkan ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan (ataupun sebaliknya).

Selanjutnya, posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan diantara jari manis dan kelingking tangan kiri. Hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah kita harus melakukan pendekatan

terlebih dahulu terhadap hewan uji. Tujuannya agar nantinya mencit tersebut lebih mudah untuk dipegang. Jangan justru membuat mencit stres, membuatnya berontak yang bisa melukai diri kita sendiri. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi mencit

diantaranya adalah kebisingan suara di dalam laboratorium, frekuensi perlakuan terhadap mencit tersebut, dan lain-lain. Dalam menangani mencit, semua kondisi yang menjadi faktor internal dan eksternal dalam penanganan hewan percobaan harus optimal, untuk menjaga kondisi mencit tersebut tetap dalam keadaan normal. Apabila kondisinya terganggu, maka mencit tersebut akan mengalami stress. Kondisi stress yang terjadi pada mencit akan mempengaruhi hasil percobaan yang dilakukan. Obat yang diinjeksikan pada mencit untuk rute oral merupakan suspensi dari ibuprofen yang dosisnya telah disesuaikan dengan perhitungan dan untuk rute lain merupakan larutan NaCl fisiologi. Untuk keperluan percobaan, digunakan larutan ini karena kandungan dan sifat larutan tersebut merupakan bahan yang juga terkandung dalam tubuh mencit, dengan begitu tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mencit yang diuji coba. Namun pada praktikum ini, mencit yang sudah diberi perlakuan (diberikan penambahan obat melalui sonde oral) mengalami penurunan aktivitas dan cenderung lebih banyak diam. Hal ini terjadi mungkin saja bukan karena NaCl fisiologis yang masuk ke dalam tubuhnya, melainkan karena kondisi psikis mencit tersebut mengalami stress karena terlalu banyak mendapat perlakuan.

VII. Kesimpulan

1. Pemberian peroral (melalui mulut), intravena (melalui vena ekor hewan coba), intramuskular (melalui otot paha hewan coba), intraperitoneal (melalui perut bagian kanan tengah), dan melalui subkutan (melalui bawah kulit di daerah tengkuk) dengan dosis yang berbeda-beda sesuai dengan bobot hewan coba masingmasing.

2. Berdasarkan percobaan, urutan onset dari yang cepat hingga yang lambat yaituip > iv > sc > im > oral, (seharusnya sesuai teori) iv > ip > sc > im > oral.3. Berdasarkan percobaan, urutan kepekaan antara betina dan jantan yaitu lebih peka betina daripada jantan, dan urutan kepekaan antara tikus dan mencit yaitu lebih peka mencit dari pada tikus.

VIII. Daftar Pustaka Departemen Farmakologi dan Terapi. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : UI press

Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Reksohadiprodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru.

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 1 RUTE PEMBERIAN OBAT

Oleh:

Yan Hendrika (1101121) Kelompok: 2B (GANJIL)


21 NOVEMBER 2012

Dosen Pembimbing: Adriani Susanti,M.Farm,Apt Asisten: 1. Deri Islami 2. Anggrek Wiranti Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau 2012

You might also like