You are on page 1of 6

http://jalaluddin-rumi-p.blog.ugm.ac.

id/

Realita Geografer; dari kecerdasan spasial menuju kecintaan kepada geografi

Bahwa semua cabang ilmu pengetahuan empiris yang masing-masing mempelajari gejala (phenomena) di permukaan bumi tanpa memahami dan peduli sistem interrelasi, interaksi, dan interdependensi bagian permukaan bumi (space, area, wilayah, kawasan) itu dengan manusia pasti akan membuat kerusakan di muka bumi. (Hallaf, 2012)

Saat ini geografi sebagai ilmu pengetahuan memiliki 2 cabang yang saling melengkapi (complementary) yaitu (1) Geografi Fisik (Hidrosfir, Litosfir, Atmosfir, Biosfir), dan (2) Geografi Manusia (Antroposfir). Untuk menggabungkan keduanya secara holistic synthesis aspek fisik dari geografi membutuhkan ilmu murni lain seperti hidrology, climatology, biogepgraphy, geomorphology, meteorology, dan pedology; sedangkan aspek manusia dari geografi membutuhkan ilmu murni lain seperti social geography, cultural geography, economic geography, behavioral geography, political geography, dan urban geography. Pada gilirannya untuk mengamati fenomena kajiannya, geografi membutuhkan ilmu Pengetahuan Terapan (Aplied Science) diantaranya remote sensing, cartography, dan quantitative method. Mereka yang memahami dan ahli di bidang ilmu geografi dan terampil dalam ilmu terapannya biasa kita kenal dengan istilah geograf atau geografer. Geografer Seorang geografer dituntut untuk mampu mengkaji tentang fenomena bumi, lingkungan alami, dan kehidupan sosial-masyarakat. Meskipun secara empiris mereka dikenal sebagai orang-orang yang membuat dan menggunakan peta, tapi pembuatan peta sebenarnya bidang studi ilmu kartografi, bersama-sama dengan ilmu Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh (Inderaja). Seorang geograf tidak hanya mempelajari secara detil mengenai ilmu lingkungan alam atau kehidupan manusia saja, tetapi juga mereka mengkaji bagaimana lingkungan fisik (alami/natural) memberikan kontribusi kepada manusia (human society) dan bagaimana manusia mempengaruhi (affects) lingkungan fisik tersebut.

Jalaluddin Rumi Prasad| 1

http://jalaluddin-rumi-p.blog.ugm.ac.id/

Geografer juga perlu memiliki suatu pandangan filosofi pendekatan yang tajam untuk melihat secara tepat mengenai fenomena geografi (Geographic Phenomena). Kemampuan melihat fenomena-fenomena itu didasarkan pada satu pandangan keruangan (Spatial Oriented); artinya seseorang ahli geografi melihat sesuatu objek di dalam konteks keruangan. Jadi, Materi atau objek atau gejala pada permukaan bumi yang berdiri sendiri tidak penting bagi geografi; baru menjadi penting bila materi yang satu dipertautkan dengan materi yang lain; karena adanya kombinasi dari objek atau gejala-gejala dapat menimbulkan berbagai macam kebedaan wilayah dari tempat ke tempat. Kecerdasan Spasial Pada masa lalu, para filosof Yunani mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang paling cerdas. Namun kecerdasan itu harus dilatih agar bisa tampil keluar, serta dilihat oleh orang lain. Seseorang yang cerdas, maka ia bisa menjadi manusia seutuhnya, jika menguasai ilmu (filsafat), seni, dan olahraga; ketiga hal itu sudah ada dalam diri manusia. Seorang Ahli Psikologi yang bernama Howard Gardner, mendefenisikan setidaknya ada delapan kecerdasan manusia. Kedelapan kecerdasan itu adalah kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Logistik-matematis, Kecerdasan Spasial, Kecerdasan kinetik-jasmani, Kecerdasan musikal, Kecerdasan interpersonal-sosial, Kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Telah dibahas sebelumnya jika materi atau objek atau gejala pada permukaan bumi yang berdiri sendiri tidak penting bagi geografi; baru menjadi penting bila materi yang satu dipertautkan dengan materi yang lain; maka seorang calon geograf dituntut untuk menajamkan kecerdasan spasial. kecerdasan spasial ini dapat mengantar pada kemampuan mempersepsi dunia real menjadi visual spasial secara akurat serta mentransformasikan persepsi dalam berbagai bentuk utamanya peta. Dari kecerdasan spasial ini maka seorang geografer akan menghubungkan konsep-konsep yang ada pada bidang geologi, klimatologi, pertanian, ekonomi dan bidang-bidang lain yang terkait dalam kajian geografi manusia dan geografi fisik. Keterampilan Spasial Menurut saya, cerdas hanyalah awal, berikutnya haruslah terampil dan memiliki kreatifitas. Untuk itu, maka kecerdasan spasial harus ditumbuhkembangkan secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Secara kognitif misalnya dengan melatih diri memahami material spasial, misal dengan sketsa, denah, foto, peta, maket, menonton film bertema petualangan dan sebagainya. Secara afektif, untuk membangun sikap, apresiasi seorang di bangun dengan membiasakan diri membaca peta atau sketsa Film Dora juga dapat dipandang turut berkontribusi di sini, utamanya untuk usia anakanak. Film seperti National Treasure, Tomb Rider, Sherpass, Farther That Eye Can See, 80 Meter Below Summit, Everest Beyond Limit, Surviving Everest, Hillary And Tenzing, North Face, Cartensz Siedma Hora, Into Thin Air dan film petualangan lainnya. Discovery Chanel dan National Geography juga sebuah rujukan yang menarik. Untuk psikomotorik, life skill spasial akan tumbuh ketika seseorang jadi terbiasa dalam mendokumentasi aspek-aspek spasial meski hanya untuk catatan pribadi. Misalnya ketika membuat album foto yang bercerita tentang liburannya, dia juga membuat deskripsi yang cukup rinci, atau bahkan dilengkapi

Jalaluddin Rumi Prasad| 2

http://jalaluddin-rumi-p.blog.ugm.ac.id/

dengan sketsa atau denah tempat liburan tersebut. Membiasakan diri menggunakan aplikasi pemetaan ataupun Google Earth dan Google Map dalam kehidupan sehari-hari sangat dianjurkan. Kecerdasan dan Keterampilan Geografi Seperti apa kecerdasan geografi? Menurut saya, kecerdasan geografi itu hanya akan dimiliki oleh seorang geograf ketika memahami secara mendalam dan komprehensif kajian-kajian di bidang ilmu murni (pure science) dari geografi yaitu yaitu (1) Geografi Fisik (Hidrosfir, Litosfir, Atmosfir, Biosfir), dan (2) Geografi Manusia (Antroposfir). Sedangkan, untuk keterampilan Geografi seorang geograf dituntut untuk mahir dan mendalami ilmu Pengetahuan Terapan (Aplied Science) dalam mengamati fenomena geografi diantaranya remote sensing, cartography, dan quantitative method. Kecerdasan dan Keterampilan Geografi akan mengantarkan geografer pada apa yang ditegaskan oleh Michael Chislom, bahwa: Geografi mempelajari fenomena-fenomena dalam hubungannya dengan ruang muka bumi, menyangkut pola keruangan, hubungan keruangan (pada ruang yang terbatas dan hubungannya dengan ruang muka bumi keseluruhan). Oleh sebab itu, Geografi memiliki ruang lingkup yang luas yang menerobos bidang-bidang ilmu lain dan menghubungkan konsep-konsep yang ada pada bidang geologi, klimatologi, pertanian, ekonomi dan bidang-bidang lain (seperti tampak pada namanama cabang Geografi). Untuk dapat menghasilkan pekerjaan bermutu, idealnya Geografer mengusai semua bidang tersebut. Tetapi jelas ini hal yang mustahil. Oleh sebab itu paling tidak Geografi memiliki kecakapan tertentu dalam bidang-bidang ilmu yang berdekatan dengan bidangnya sendiri, yang memungkinkan ia dapat menilai pekerjaan yang dihasilkan bidang lain yang berdekatan tersebut. (Chislom, M., 1970) Akhirnya, kecerdasan dan ketrampilan spasial (spatial ability) yang dimiliki oleh seorang geograf akan mampu menganalisis Identitas spasial dalam bentuk spatial patterns, spatial distributions, spasial relations, dan spasial differentiation dalam menjawab fenomena alam (fisik dan human society) dimasa lalu, masa kini, dan memprediksi dampak dimasa depan. Visi Geografer Setelah kita menjadi geografer, lantas kenapa? Mungkin kutipan dari seorang dosen kepada para mahasiswanya ini bisa memberikan inspirasi (Hallaf, 2012): "Di muka bumi masih banyak kawasan yang belum diungkap dan dijelaskan hakikat karakteristik wilayahnya; belum lagi proses dan perubahan-perubahan yang selalu terjadi. Karena itu, lakukan perjalanan, lakukan pengamatan. Masih banyak bentanglahan yang belum terbaca; maka temukan dan bacalah dengan nama Tuhan-mu yang menciptakan, lalu tulis dan tulislah. Mahasiswa Geografi, jadilah penemu. Jadikan dirimu ibarat elang laut yang senantiasa haus data, haus informasi, lapar ilmu pengetahuan dan lapar teknologi. Kepakkan sayapmu dengan paruh dan cakar yang kokoh, terbang melanglang bumi; namun engkau tetap elang yang geografik yang senantiasa siap menangkap mangsa." Geografer Seutuhnya

Jalaluddin Rumi Prasad| 3

http://jalaluddin-rumi-p.blog.ugm.ac.id/

Dalam berbagai kutipan, Prof. Dr. I Made Sandy sering mengingatkan bahwa TANPA PETA MAKA TIDAK ADA GEOGRAFI, beliau juga menyatakan bahwa "peta tanpa geografi akan jalan tetapi menjadi geograf/geografiwan tanpa peta tidak akan jalan". Seorang gegrafer hanya bisa membaca, menafsirkan, dan menganilisis peta dengan kecerdasan spasial. Lantas untuk menjadi "geografer seutuhnya" tentulah tidak hanya sanggup untuk menjawab persoalan dengan membaca, menafsirkan, dan menganalisis peta semata tapi dituntut untuk sanggup membaca, menafsirkan, menganilisis fenomena geografi yang diamatinya dan menggambarkannya secara akurat diatas lembaran-lembaran peta. Prof. Dr. I Made Sandy juga sering berpesan bahwa "seorang geograf adalah orang yang bekerja dengan peta untuk menghasilkan peta" dan menurut saya seperti itulah geografer sejati. Sayangnya untuk melahirkan sebuah peta yang proporsional yang terdapat dalam "ruang imaginer" seorang geografer secara tepat dan akurat; seorang geografer tidak hanya dituntut memiliki kecerdasan spasial tapi juga harus memiliki kecerdasan linguistik (word smart), kecerdasan matematis (logic smart), kecerdasan kinestetis (body smart), kecerdasan seni (art smart), kecerdasan knterpersonal (people smart), kecerdasan intrapersonal (self smart), dan yang pasti kecerdasan naturalis (nature smart). Perjalanan eksplorasi dan pemetaan tidak hanya membutuhkan "keberanian" tapi juga kecerdasan termasuk saat harus mempresentasikannya dan menghadirkan peta-nya sehingga dapat bermanfaat bagi "dunia nyata". Geografer dan Masa Depan Ilmu Geografi Saya menutup tulisanku ini dengan sedikit curhat tentang sedikit kehawatiran saya tentang sebuah kondisi ketika geografi sebagai ilmu murni (pure science) menuju jurang stagnasi pada titik ambigu ketika ilmu para geografer ini tidak mampu menjawab perubahan fenomena zaman posrealitas sebagai realitas kebudayaan dalam era posmetafisika. Masihkah nantinya geografi berperan sebagai 'helping people manage the world'? ataukah hanya menjadikan motto 'present is the key to the past' sebagai motto suci namun utopia terhadap masa depan? Hallaf, 2012 dalam bukunya "mengamati fenomena geografi" telah memprediksi tantangan-tantangan geografi kedepan, sehingga beliau mencoba membangkitkan semangat para geografer untuk Pe-De (percaya diri) dalam semangat untuk terus belajar, dan semangat itu diterjemahkan sebagai 'Semangat Mengamati' yang merupakan proses memproduksi gagasan untuk membangun teori. Beliau juga berpendapat bahwa Teori, hipotesis dan paradigma belum ada yang selesai, belum ada yang final dan akan tetap bergulir, berubah dan berkembang sejalan dengan perkembangan pengalaman dan pengetahuan manusia. Sejalan dengan semangat tersebut, Prof. Dr. Sutikno (2008) juga mengigatkan bahwa Geografi sebagai ilmu pengetahuan yang pernah disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of sciences) mengalami pasang-surut peranannya untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan. Apabila geografi tetap ingin berperan dalam memberikan sumbangan pemikiran dalam kebijakan pembangunan, geografi harus mempunyai konsep inti, metodologi dan aplikasi yang mantap.

Jalaluddin Rumi Prasad| 4

http://jalaluddin-rumi-p.blog.ugm.ac.id/

Cinta Geografi Saya salut pada para geografer pendahulu yang memiliki kecerdasan luar biasa di negeri ini. Menurut seorang penerbit dari Dygna Pustaka dalam sebuah jamuan makan malam di jogja, berpendapat kepada saya bahwa mereka tidak hanya "sekedar memahami" ilmu geografi lagi, tapi mereka "telah mencintai (Al-Mahabbah)" ilmu tersebut dan dalam diri merekalah ilmu tersebut bersemayam secara komprehensif. Sayapun bergumam dalam hati jika kelak bukanlah bulatnya bumi yang membuat ilmu geografi tetap hidup dan memberi manfaat ketika fenomena zaman posrealitas sebagai realitas kebudayaan dalam era posmetafisika hadir, tapi kecerdasan para geografer-lah dan kecintaannya terhadap ilmu geografi yang akan membuat ilmu geografi tetap hidup ketika para geografer mampu mengembangakan setidaknya tiga aspek yaitu aspek ontologis, aspek epistemologis dan aspek aksiologis atau aspek fungsional dari ilmu geografi itu sendiri.

Beruntunglah negara ini pernah hidup figur seperti I Made Sandy, Kardono Darmoyuwono, Bintarto, dan saat ini Sutikno dan Hallaf masih tetap berkarya. Merekalah di mataku figur geografer seutuhnya, bersama geografer pendahulu yang mencintai ilmu geografi di negeri ini telah mempersiapkan kehadiran geografer-geografer baru yang akan berdiri menghadapi tantangan dan perubahan zaman yang menjadi keniscayaan dalam setiap nafas dalam kehidupan di planet bumi. Bacaan: Campbell, Linda. 2002; Multiple Intelligences : Metode Terbaru Melesatkan Kecerdasan. Depok: Inisiasi Press. Chislom, Michael. 1970; Geographic and Economics. London: Bell & Sons Ltd. Prasad, A. Hallaf Hanafie. 2012; Mengamati Fenomena Geografi. Yogyakarta: Dygna Pustaka.

Jalaluddin Rumi Prasad| 5

http://jalaluddin-rumi-p.blog.ugm.ac.id/

jalaluddin-rumi-p.blog.ugm.ac.id

Jalaluddin Rumi Prasad| 6

You might also like