You are on page 1of 43

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Bab

Tiga
Argumentasi Hukum

Tujuan instruksional umum.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

97

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Dengan

mempelajari Bab Dua ini diharapkan akan dapat dipahami

mengenai garis besar materi Argumentasi Hukum.

Tujuan instruksional khusus :

Setelah

mempelajari Bab Tiga tentang Argumentasi Hukum ini,

mahasiswa diharapkan mampu untuk memahami, menjelaskan dan menganalisa secara garis besar Argumentasi Hukum, yang meliputi Hukum dan Legal Concept. tujuan mata kuliah Argumentasi Hukum, kesalahpahaman terhadap peran logika, kekhususan logika

1.

Tujuan Mata Kuliah Argumentasi Hukum

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

98

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Argumentasi hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum atau penegak hukum. Tujuan mata kuliah Argumentasi Hukum adalah untuk memberikan bekal kepada mahasiswa untuk siap kerja apabila telah lulus nanti, mempunyai kompetensi untuk menerapkan atau pembentuk hukum selalu memperhatikan antara pertimbangan hukum dan amar putusan.

Argumentasi hukum berasal dari istilah argumenteren

( Belanda ), atau

argumentation ( Inggris), yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam argumentasi hukum atau nalar hukum. Argumentasi hukum bukan merupakan bagian dari logika , tetapi merupakan bagian dari teori hukum. Hal ini mengingat ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). Argumentasi hukum yang disebut juga dengan legal reasoning merupakan sutu proses berpikir yang terikat dengan jenis hukum, sumber hukum, jenjang hukum. Dalam hal ini berarti selalu berkaitan dengan pemahaman konsep hukum yang terdapat di dalam norma norma hukum, dan asas-asas hukum. Argumentasi hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum atau penegak hukum. Mereka secara umum dapat dibedakan dalam kelompok akademisi dan praktisi. Pada kelompok akademisi meliputi dosen, mahasiswa dan peneliti. Kelompok praktisi dapat dibedakan dalam hakim, jaksa, polisi, notaris dan advokat. Pada kelompok akademisi meliputi dosen, mahasiswa dan peneliti sangat besar perannya dalam perkembangan hukum di Indonesia. Dosen meletakkan dasar keilmuan tentang hukum pada anak didiknya tidak hanya mentranfer ilmu

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

99

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

tetapi juga harus meletakkan dasar moralitas kebenaran. Mahasiswa nantinya akan mengambil bagian yang penting di masyarakat pada penegakan hukum. Nilai positif harus betul betul ditanamkan pada saat masa studi. Peneliti sangat besar perannya dalam perkembangan ilmu hukum. Kebijakan Pendidikan Tinggi Nasional menempatkan Dosen sebagai unsur peneliti melalui tridharma perguruan tinggi diharapkan dapat melakukan penelitian dan pengabdian disamping melakukan pendidikan dan pengajaran. Hasil dari penelitian dan pengabdian yang telah dilakukan diharapkan dapat dijadikan bahan penyempurnaan materti perkuliahan. Ahli hukum sangat membutuhkan pengetahuan tentang argumentasi hukum. Putusan yang dibuat oleh seorang ahli hukum harus benar dari sisi norma hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Kebenaran harus dijadikan dasar sertiap pertimbangan dan putusan yang dibuatnya. Calon ahli hukum yaitu mahasiswa yang sedang belajar ilmu hukum. Terhadap calon ahli hukum ini, dasar pertimbangan, penguasaan pembuatan argumentasi hukum harus sejak awal dipelajari. Mulai semester satu, mahasiswa Fakultas Hukum sudah harus mempunyai dasar pijakan pertama akan legal concept Yang diajarkan pada mata kuliah dasar keahlian Pengantar Ilmu Hukum, Pengantar Hukum Indonesia maupun ilmu Negara. Ketiga mata kuliah itu menjadi dasar berpijak mahasiswa dalam belajar membuat suatu argumentasi hukum. Seiring dengan bertambah lamanya masa studi penguasaan legal concept terus bertambah. Hal ini menjadi tambahan penguasaan keilmuan hukumnya. Pada saat ujian atau pada saat mahasiswa menuangkan jawaban atas soal-soal yang diajukan dosen secara tidak disadari sejak itulah sudah mulai pembelajaran argumentasi hukum dilakukan oleh mahasiswa. Tinggal penyempurnaan sampai mahasiswa menjelang kelulusan dan mendapat gelar Sarjana Hukum.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

100

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Pada kelompok praktisi hukum meliputi hakim, jaksa, polisi, notaries dan advokat. Mereka seringkali disebut dengan penegak hukum. Penegak hukum juga sangat membutuhkan penguasaan argumentasi hukum. Diantara penegak hukum itu misalnya Polisi sebagai penyidik. Kebutuhan akan pemahaman argumentasi hukum sangat dibutuhkan. Apabila sejak dini Polisi (diantaranya masih terdapat yang belum Sarjana Hukum) sudah dibekali pengetahuan akan ilmu hukum dan argumentasi hukum, dapat diharapkan berita acara pemeriksaan yang dibuat akan lebih efisien karena akan mengurangi tingkat kesalahan isinya. Para advokat, atau pengacara/ penasihat hukum, sangat membutuhkan pemahaman penalaran hukum dalam argumentasi hukum. Adakalanya pendapat miring tentang advokat yang melakukan pembelaan terhadap kliennya tanpa melihat prosentasi kemungkinan kebenarannya. Seolah hukum dengan mudah dapat diputar-balikkan dengan mengesampingkan kebenaran yang ada. Melalui pemahaman argumentasi hukum ada harapan advokat menjalankan profesinya dengan mengedepankan nilai nilai kebenaran. Tentang siapa saja yang membutuhkan pengetahuan dan pemahaman argumentasi hukum dapat digambarkan dalam Skema 30, yaitu :

Pihak yang membutuhkan pengetahuan, pemahaman argumentasi hukum : Akademisi Dosen

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

101

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Mahasiswa Peneliti Praktisi Hukum Hakim Jaksa Polisi Advokat Notaris Skema 30 argumentasi hukum Argumentasi hukum merupakan mata kuliah baru di Fakultas Hukum. Dahulu mahasiswa Fakultas Hukum menempuh mata kuliah Logika. Kemudian mata kuliah Logika diubah namanya menjadi mata kuliah Penalaran Hukum atau sebagai Argumentasi Hukum. Argumentasi hukum merupakan mata kuliah yang sulit dipahami oleh sebagian besar mahasiswa Fakultas Hukum. Kesulitan pemahaman materi Argumentasi hukum tidak akan terjadi apabila mahasiswa telah mempunyai pemahaman yang cukup mengenai legal concept dan logika sebagai dasar pemikirannya. : Pihak yang membutuhkan pengetahuan, pemahaman

Materi mata kuliah Argumentasi Hukum meliputi logika, asas pemikiran, legal concept, pengertian,definisi dan putusan, ilmu hukum suigeneris, dasar argumentasi hukum dan legal opinion.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

102

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Antara Argumentasi hukum dengan logika tidaklah sama. Berpikir adalah obyek material logika. Argumentasi Hukum merupakan suatu hasil dari proses berpikir mengenai suatu problem hukum. Suatu proses berpikir ini didasarkan pada dua hal yaitu obyek dan cara. Obyek yang dijadikan sebagai bahan kajian dalam Argumentasi Hukum adalah legal concept atau konsep hukum. Konsep hukum bersifat spesifik yang didasarkan pada teori hukum yang ada. Sedangkan cara berpikir untuk memperoleh kebenaran hukum dilakukan melalui suatu penalaran dalam logika. Proses untuk menghasilkan suatu argumentasi hukum yang berkaitan dengan legal concept dijalankan secara bertahap. Tahapan awal dimulai dari pengertian. Dari pengertian yang diberikan oleh hukum berdasarkan teori hukum dibuatlah suatu putusan. Tahap akhir dari argumentasi hukum adalah merumuskan suatu putusan. Putusan yang didapat haruslah putusan yang benar. Bukan suatu putusan yang baik atau buruk. Putusan baik atau buruk lebih menunjuk pada nilai moralitas. Sedangkan putusan hukum bukan putusan yang baik atau buruk tetapi putusan itu harus benar. Kriteria suatu putusan benar apabila putusan itu sesuai dengan teori dan filosofi hukum. Disamping proses pembentukannya melalui logika dan penggunaan bahasa hukum yang ada dalam legal concept. Suatu putusan yang benar, akan dapat mudah dicapai apabila tidak melupakan kerangka dasar asas pemikiran. Keseluruhan proses mulai dari konsep hingga putusan yang benar, tentunya harus mendasarkan pada pemahaman bahwa ilmu hukum sebagai ilmu suigeneris. Pemahaman ilmu hukum sebagai ilmu suigeneris. Haruslah tetap memperhatikan dasar-dasar

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

103

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Argumentasi Hukum, serta langkah pemecahan masalah hukum dan legal opinion. Tujuan pemberian mata kuliah Argumentasi Hukum untuk memberikan bekal kepada mahasiswa suapaya siap kerja apabila telah lulus nanti, mempunyai kompetensi untuk menerapkan atau membentuk hukum, berdasarkan pemahaman legal concept dengan selalu memperhatikan antara pertimbangan hukum dan amar putusan . Selama mahasiswa menempuh studinya di Fakultas Hukum, mereka akan belajar tentang Ilmu Hukum mulai dari pengetahuan dasar sampai dengan pengetahuan penerapan dan pengembangan hukum. Materi yang dipelajari di Semester Satu menjadi dasar untuk mempelajari perkuliahan di semester dua. Begitu seterusnya sampai mahasiswa tersebut duduk di semester akhir. Pemahaman yang terus bertambah menjadi dasar analisis bagi pemecahan kasus hukum atau disebut legal problem solving. Prinsip dasar dari legal problem solving adalah adanya suatu putusan yang benar. Benar tidaknya suatu putusan atau pemecahan masalah hukum tergantung pada ada tidaknya kekuatan pembuktian dalam setiap kasus. Adanya kesesuaian antara pertimbangan dan putusan berdasarkan alat bukti yang kuat menjadikan suatu putusan itu lebih mendekati kepada kebenaran. Analisis yang tajam dalam pertimbangan dengan mendasarkan pada norma dan teori hukum menjadikan suatu putusan dapat diterima.

Selama perkuliahan berlangsung, mahasiswa selalu belajar tentang bagaimana cara membuat putusan yang benar. Latihan dimulai dari menjawab soal-soal ujian yang diberikan kepada mahasiswa. Setiap memberikan jawaban

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

104

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

soal latihan atau ujian, mahasiswa Fakultas Hukum diwajibkan untuk mencari kerangka dasar pemikiran atas kasus yang sedang dihadapi dengan menyebutkan adakah aturan hukum yang dilanggar. Apabila ada aturan yang dilanggar, maka pertanyaan selanjutnya adalah aturan manakah yang dilanggar. Dengan menyebutkan istilah norma dasar apakah yang dijadikan landasan dari pemecahan kasus yang terjadi. Penemuan aturan hukum yang berkaitan dengan kasus yang sedang dihadapi tidak mudah. Mahasiswa terlebih dahulu harus mengetahui posisi kasus tersebut terletak dalam jenjang hukum apa. Aturan hukum yang berkaitan dalam kasus yang sedang dihadapi adakalanya tidak cukup hanya satu aturan hukum saja. Bisa jadi terhadap suatu kasus, terdapat beberapa ketentuan aturan hukum yang dilanggar. Mahasiswa akan belajar mencari kesesuaian isi aturan hukum dari ketentuan pasal berapa aturan hukum dalam bentuk apa, nomor dan tahun berapa tentang apa. Apabila aturan hukum yang dipakai dalam menangani kasus itu tepat, akan berakibat pertimbangan hukumnya benar dan dapat dipastikan putusan akan benar. Demikian sebaliknya. Adakalanya untuk suatu kasus yang sedang dihadapi terdapat beberapa ketentuan hukum yang seolaholah antara yang satu dengan yang lain isinya saling bertentangan. Untuk hal ini maka mahasiswa akan belajar mencari ketentuan hukum yang lebih tepat dapat diterapkan dengan mengembalikan pada asas hukum yang ada di dalam teori hukum. Selain itu bisa juga terjadi terhadap suatu kasus yang sedang ditelaah belum ada ketentuan hukum yang mengaturnya. Terhadap hal ini melalui Argumentasi hukum diharapkan mahasiswa dapat menyelesaiakan kasus itu. Tentu saja dengan tetap berpijak pada moralitas hukum.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

105

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Berkaitan dengan moralitas hukum ini, Hans Kelsen menyebutkan Tidak dapat disangkal bahwa ada konflik-konflik dari norma-norma yang sejati, yakni situasi-situasi yang didalamnya terdapat dua norma yang valid, di mana salah satu menetapkan sebagai obligator (kewajiban) seprangkat tingkah-laku tertentu, sedangkan yang lainnya menetapkan seperangkat tingkah laku yang inkompatibel dengan yang disebut pertama. Konflikkonflik antara norma-norma dari suatu moralitas dan norma-norma dari sistem hukum sudah cukup dikenal oleh semua orang. Misalnya, sebuah norma sesuai memerintahkan kepada kita untuk tidak membunuh. Sebuah norma hukum memerintahkan kita untuk membunuh orang untuk melaksanakan eksekusi hukuman mati, dan musuh dalam perang. Siapapun yang menaati salah satu dari norma-norma itu, melanggar norma yang lainnya. Ia mempunyai pilihan untuk mengikuti (menaati) yang mana dari keduanya itu.1

2. Kiat mudah mempelajari Argumentasi Hukum


Melakukan perumpamaan selama melakukan proses olah pikir dengan berargumentasi hukum akan memudahkan pemahaman. Apabila kita ingin mengetahui dan memahami sesuatu, biarkan pikiran kita menerawang jauh menembus batas tembok yang berdiri kokoh di depan kita. Biarkan pikiran kita melayang jauh. Sebaliknya apabila kita menemukan suatu kesulitan tentang sesuatu maka pangkaslah menjadi sekecil mungkin untuk mencari kunci jawabnya.

Argumentasi

hukum merupakan suatu kerangka berpikir ahli hukum

dalam membuat legal reasoning. Supaya suatu argumentasi itu mempunyai arti diperlukan suatu bahan dasar dan cara yang tepat. Bahan dasar yang dibutuhkan dalam melakukan argumentasi hukum adalah pemahaman mengenai sesuatu hal
1

Hans Kelsen, Essay in legal and moral philosophy, Hukum dan Logika,Bandung, 2006., hal 3940

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

106

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

tentang ilmu hukum yang yang berkaitan dengan ilmu hukum. Kemampuan untuk memahami bahan dasar saja tidak cukup apabila tidak disajikan dengan cara yang tepat. Diperlukan suatu penguuasaan untuk melakukan perumpamaan dalam melakukan proses berpikir itu. Melakukan perumpamaan dalam rangkaian berpikir akan memudahkan mempelajari Argumentasi Hukum. Mata kuliah Argumentasi Hukum merupakan suatu mata kuliah yang sangat penting. Terdapat dasar kerangka berpikir yang dijadikan landasan bagi mereka yang berada di akademisi maupun yang bergelut di praktek hukum. Terdapat beberapa nama mata kuliah ini di Fakultas Hukum yaitu Argumentasi Hukum , Penalaran hukum atau logika.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

107

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Pemberian materi mata kuliah logika, penalaran hukum

dengan argumentasi hukum dianggap oleh sebagian besar mahasiswa Fakultas Hukum sebagai salah satu mata kuliah yang sulit untuk di mengerti dan dipahami. Terdapat anggapan bahwa pemberian mata kuliah ini diberikan kepada mahasiswa yang telah duduk di tahun ketiga. Atau bahkan ada yang menempatkan mata kuliah ini dalam kurikulum bagi mahasiswa tahun keempat.

Pemberian materi perkuliahan Argumentasi Hukum lebih tepat jika diberikan pada tahun ke dua dimana mahasiswa sudah menempuh tiga mata kuliah dasar dan tiga mata kuliah dasar keahlian. mata kuliah dasar yaitu Pengantar Ilmu Hukum, Pengantar Hukum Indonesia dan ilmu Negara. Sedangkan tiga mata kuliah dasar keahlian, yaitu mata kuliah Hukum Perdata, Hukum Pidana dan Hukum Administrasi. Penguasaan dasar ilmu hukum dapat ditunjukkan pada skema 31, yaitu :

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

108

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Pengantar Ilmu Hukum Pengantar Hukum Indonesia Ilmu Negara

Hukum Perdata Hukum Pidana Hukum Administrasi

Kerangka dasar

Untuk melakukan pengkajian cabang bidang ilmu hukum lainnya

Skema 31

Penguasahaan dasar ilmu hukum

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

109

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Mata kuliah Argumentasi Hukum sebagai mata kuliah yang baru bagi mahasiswa yang sedang belajar di Fakultas Hukum. Dahulu sebelum mata kuliah ini ditetapkan sebagai mata kuliah wajib local, beberapa Fakultas Hukum memberikan mata kuliah Penalaran Hukum. Sayangnya materi yang diajarkan dalam mata kuliah Penalaran Hukum ini bukanlah materi Argumentasi Hukum, melainkan materi mata kuliah Logika, atau sering disebut dengan mata kuliah Logika tradisional. Argumentasi Hukum sering diterjemahkan sebagai Penalaran Hukum. Tetapi apabila Argumentasi Hukum disamakan artinya dengan Logika, hal ini tidaklah benar. Mengapa demikian ? Untuk memudahkan menjawab dan dapat memahami pertanyaan ini, kita sebaiknya membuat suatu perumpamaan. Perumpamaan itu dapat dilakukan oleh siapa saja dan tentang apa saja. Kata seorang filusuf, Apabila kita ingin mengetahui dan memahami sesuatu, biarkan pikiran kita menerawang jauh menembus batas tembok yang berdiri kokoh di depan kita. Biarkan pikiran kita melayang jauh. Sebaliknya apabila kita menemukan suatu kesulitan tentang sesuatu maka pangkaslah menjadi sekecil mungkin untuk mencari kunci jawabnya. Beranjak dari kata bijak di atas, kita dapat membuat perumpaan apa saja untuk memudahkan mempelajari argumentasi hukum. Misalnya perumpamaan perahu berlayar, membuat roti, menggoreskan cat di atas canvas atau menyajikan mangga kepada si sakit yang tidak ada selera makan.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

110

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Perumpamaan perahu berlayar, misalnya kita akan berwisata ke sebuah pulau. Mengantarkan wisatawan merupakan suatu tujuan sebagai ibarat dari kasus yang sedang kita hadapi. Penggunaan perahu sebagai alat transportasi serta kualitas perahu dan nahkoda sangat mempengaruhi keberhasilan mengantarkan wisatawan

Gambar 32

Perahu

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

111

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Dengan kecanggihan perahu dan kepiawaian awak kapal maka perahu dapat berlayar menyeberang samudra nan luas untuk mengantarkan wisatawan ke pulau itu. Hubungan antara perumpamaan di atas dengan materi ini adalah wisatawan berhasil diantar sampai ke tujuan merupakan perumpamaan dari kasus yang sedang dihadapi. Kasus harus terpecahkan, ditemukan pemecahannya sehingga akan dibuat putusan yang tepat. Sampainya wisatawan ke tempat tujuan mestilah memerlukan suatu alat dan metode atau cara tertentu. Alat dalam hal ini adalah perahu dan awak kapal merupakan perumpamaan dari pemahaman kita pada legal concept dan logika. Semakin kita mempunyai pemahaman yang baik akan legal concept dan logika, serta teori dan filsafat hukum maka pertimbangan hukum lebih mengarah kepada kebenaran. Logika merupakan cara kita berpikir yang akan dijadikan sebagai kerangka berpikir dalam membawa perahu untuk sampai pada pulau yang dituju. Untuk itulah antara pemahaman akan legal concept dan logika merupakan kerangka dasar kita melakukan suatu argumentasi hukum. Perumpamaan menyajikan mangga kepada si sakit yang tidak ada selera makan. Adakah hubungannya? Apabila pikiran kita bebas menerawang jauh untuk memudahkan penelaahan mempelajari argumentasi hukum, adakah yang dirugikan dengan perumpamaan itu ? Si sakit secara umum akan kehilangan selera makan. Apapun yang disajikan akan ditolaknya. Tetapi seorang koki yang cerdik akan mengubah penyajian mangga menjadi sempurna sehingga dapat menggugah selera makan bagi si sakit.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

112

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Gambar 33 : Mangga yang dikupas dengan sebilah pisau. Apabila kita mempunyai sebuah mangga yang ranum dan kita akan menikmatinya, apakah cukup hanya dengan menggunakan gigi-gigi kita untuk mengupasnya? Apabila kita tidak pernah mementingkan estetika untuk menambah kenikmatan, pengupasan sebuah mangga dengan gigi- gigi kita sudah cukup. Lain halnya apabila kita mempunyai alat untuk mempermudah. Alat itu dapat berupa sebilah pisau. Pertanyaan kemudian adalah apakah cukup dengan mengupas sebuah mangga dengan sebilah pisau yang tumpul ? Pertanyaan dengan spesifikasi tertentu, tentunya dapat diperkirakan jawabannya. Mengupas sebuah mangga dengan menggunakan sebilah pisau yang tajam akan mempermudah sekaligus memperindah bentuk potongan buah mangga itu. Sebagian orang yang mementingkan estetika dalam penyajian makanan pasti lebih menyukai dan lebih dapat menikmati buah mangga itu. Sayangkan apabila buah mangga yang besar dan ranum hanya dikupas dan dipotong yang buruk sehingga kurang dapat menggugah selera makan seorang yang sedang sakit ?.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

113

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Selanjutnya kita dapat melakukan perumpamaan dengan obyek yang lain. Disinilah tampak bahwa hukum merupakan suatu ars yang diartikan sebagai kemampuan berkeahlian hukum.

3. Kesalah pahaman terhadap peran logika


Kesalahpahaman terhadap peran logika di dalam argumentasi hukum yaitu : 1. berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik (sylogistiche logica). 2. berkaitan dengan peran logika dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang melandasi keputusan. 3. berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan. 4. logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi hukum 5. menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang hakikat rasionalitas nilai di dalam hukum.

Argumentasi

Hukum pada dasarnya merupakan suatu cara untuk

menganalisis kasusu hukum. Teori Argumentasi hukum pada dasarnya mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi secara tepat. Teori argumentasi mengembangkan kriteria yang dijadikan dasar untuk suatu argumentasi yang jelas dan rasional.2 Permasalahan pokok adalah adakah kriteria universal dan kriteria yuridis yang spesifik yang menjadikan dasar rasionalitas argumentasi hukum?

Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, UGM Press, Surabaya, 2005 hal 12

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

114

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Suatu tradisi yang sudah sangat lama dalam argumentasi hukum adalah pendekatan formal logis. Untuk analisa rasionalitas proposisi dikembangkan tiga model logika yaitu : 1. Logika silogistis, 2. Logika proposisi, 3. Logika predikat. Untuk analisa penalaran dikembangkan logika diontis.3 Logika silogistik pada hakekatnya adalah suatu proses berpikir dengan menggunakan penerapan silogisme dalam pengambilan konklusinya. logika proposisi menganggap proposisi sederhana (kalimat) sebagai entitas tunggal. Logika Predikat adalah perluasan dari logika proposisi dimana objek yang dibicarakan dapat berupa anggota kelompok. 4 Kedudukan logika di dalam argumentasi hukum terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli. Menurut Mac Cormick, logika hanya mempunyai peran terbatas, bahkan ada yang berpendapat logika tidak penting, seperti Perelman dan Toulmin.5 Terhadap peran logika di dalam argumentasi hukum secara umum terdapat kesalahpahaman, menurut Philipus M Hadjon, terdapat lima kesalahan yaitu : berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik (sylogistiche logica). Terjadinya kesalahpahaman karena pendekatan tradisional dalam argumentasi hukum yang mengandalkan model sillogisme. 2. berkaitan dengan peran logika dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang melandasi keputusan. Menurut mereka proses pengambilan keputusan tidak selalu logis, sedangkan bagi mereka yang mendukung logika berpendirian bahwa antara proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab suatu keputusan tidak dapat dipisahkan. Bagi proses logika tidak penting,
1.
3 4

Ibid. www.unsoed.ac.id/cmsfak/UserFiles/File/D3tkj02/PREDIKAT.ppt 5 Philipus M Hadjon, op.cit., hal. 14.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

115

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

tapi bagi pertimbangan logika keputusan sangat penting. Pertanyaan tentang bagaimanakah merumuskan argumentasi, bukanlah pertanyaan logika, tapi pertanyaan : de jurisdiche methodenleer en rechtsvinding theorieen (ajaran metode dan teori penemuan hukum). 3. berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan. 4. logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi hukum 5. menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang hakikat rasionalitas nilai di dalam hukum. 6 Lima criteria itu dapat diringkas seperti dalam Skema 34 berikut ini : Peran logika

Kesalahpahaman di dalam argumentasi hukum yaitu : 1. berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik (sylogistiche logica). 2. berkaitan dengan peran logika dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang melandasi keputusan. 3. berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan. 4. logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi hukum 5. menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang hakikat rasionalitas nilai di dalam hukum.

Skema 34

Kesalahpahaman logika dalam argumentasi hukum

Ibid.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

116

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Dari pendapat Philipus M Hadjon diatas, dapat kita ketahui bahwa Seringkali argumentasi hukum disamakan dengan logika. Hal ini tidaklah benar. Argumentasi hukum tidak selalu taat pada sylogisme. Contohnya di dalam suatu keputusan yang terpenting adalah ada kesesuaian antara pertimbangan dan keputusan. Yang terpenting dalam membuat argumentasi hukum adalah membuat bentuk pemikiran. Bentuk pemikiran yang sederhana yaitu : 1. pengertian (konsep), 2. proposisi ( pernyataan) dan
3.

penalaran ( ratio cinium , reasoning).

Pada saat melakukan penalaran hukum, seringkali terjadi kesesatan berpikir. Terhadap criteria adanya kesalahan atau kesesatan berpikir, terdapat beberapa pendapat dari para ahli. Penyebab terjadinya kesesatan menurut Philipus M Hadjon ada bebarapa hal, diantaranya adalah :
1. 2. 3. 4. 5.

karena sesuatu hal, kelihatan tidak masuk akal dan ia sendiri tidak melihat kesesatannya, penalaran itu disebut paralogis dengan sengaja digunakan untuk menyesatkan orang lain maka penalaran ini disebut sofisme. karena bentuknya tidak sahih (tidak valid), hal itu terjadi karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika. karena tidak ada hubungan logis antara premis dan konklusi, merupakan kesesatan relevansi mengenai manteri penalaran. kesesatan karena bahasa.7

Lebih lanjut, penyebab terjadinya kesesatan menurut Philipus M Hadjon dalapt ditunjukkan dalam Skema 35 berikut ini :

Ibid., hal 15

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

117

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

1. 2. Penyebab terjadinya kesesatan 3.

paralogis sofisme.

pelanggaran terhadap kaidahkaidah logika. kesesatan relevansi mengenai manteri penalaran. karena bahasa.

4.

5. kesesatan

Skema 35

Penyebab terjadinya kesesatan menurut Philipus M Hadjon

Berbeda dengan Poedjawijatna, memberikan lima criteria adanya kesalahan berpikir, yaitu : 1. Petitio principii 2. Lingkaran salah (circulus vitiosus). 3. Pertukaran kata dengan pengertian. 4. Metabasis 5. Loncatan dari analogi kepada kesamaan. Secara lebih lengkap mengenai kelima criteria itu adalah Petitio principii. Kesalahan ini diadakan orang, jika ada sesuatu dijadikan pangkal berpikir dan demikian pangkal konklusi, dan pangkal itu dianggap benar, sedangkan belum tentu benar, jadi mina bukti atas kebenarannya. Jangan lupa, dalam logika sebetulnya tak ada aksioma, yang ada hukum berpikir yang sesuai dengan hukum realitas. Tak ada suatu dasar konklusi yang boleh diterima begitu juga. Daripada itu jika suatu petito principii telah dinyatakan adanya serta diterima, maka konklusi jatuh.
a.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

118

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Suatu contoh petitio principii : Oleh karena manusia itu ciptaan Allah, haruslah ada Allah. Kalau dianalisa jalan pikiran ini adalah sebagai berikut : orang harus (hendak) membuktikan, bahwa Allah ada. Maka dikatakan sebagai bukti, bahwa manusia itu ciptaan Allah. Bahwa manusia itu ada, kami terima saja dulu atas dasar evidensi. Bahwa manusia itu ciptaan Allah, itulah yang harus dibuktikan dulu. Maka disitu adalah sesuatu, yang dianggap terang dan tak perlu dibuktikan, dan dijadikan dasar konklusi. Ini merupakan pelanggan hukum berpikir, yang minta supaya premisse harus dibuktikan dulu kebenarannya, supaya konklusi benar. Lingkaran salah (circulus vitiosus). Kalau orang hendak membuktikan sesuatu karena bukti, yang kebenarannya harus dibuktikan dengan konklusi (yang harus timbul dari premisse), maka adalah semacam lingkaran. Kalau lingkaran biasa itu suatu yang tidak salah, tetapi lingkaran dalam jalan pikiran ini, lalu tak ada ujung-pangkalnya, maka lalu disebut lingkaran salah: jalan pikiran harus berpangkal pada premisse. Misalnya : orang hendak menerangkan, apa sebabnya keadaan ekonomi pada suatu daerah jelek. Diajukannya: keadaan jelek itu disebabkan, karena pegawai tidak jujur. Kalau lalu ditanyakan, apa sebabnya pegawai tidak jujur, diterangkan : karena keadaan ekonomi daerah jelek, maka orang ini kembali kepada pangkal yang harus dibuktikan. Hilanglah ujung-pangkalnya.
b.

c. Pertukaran kata dengan pengertian Kata memang menunjuk pengertian. Ada kalanya satu kata menunjuk beberapa pengertian. Kalau ini dipertukar-tukarkan maka kacaulah jalan pikiran. Ini pelanggaran terhadap hukum silogisme yang kesatu. Dalam praktek kekacauan pembicaraan kerapkali terjadi, karena orang yang berbicara satu sama lain mengartikan sepatah kata dengan lain cara, dan timbullah salah paham atau salah pengertian. d. Metabasis Lengkapnya ungkapan ini ialah metabasis eis allo genos, artinya : ganti dasar. Memang dalam metabasis jalan pikiran itu mengalami peralihan dasar. Misalnya kalau dikatakan : orang itu orang terpelajar, maka daripada itu orang baiklah ia.Ini mungkin saja benar tetapi bukan oleh karna jalan pikiran ; terpelajar, jadi baik. Terpelajar itu penilaian dalam bidang pengetahuan, sedangkan baik itu dalam bidang etika (tingkahlaku).

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

119

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

e. Loncatan dari analogi kepada kesamaan. Kalau diambil kesimpulan bahwa alam itu hidup karena mempunyai mata (ialah matahari), itu loncatan dari persamaan kepada kesamaan. Tentu saja biasanya loncatan itu tidak selalu demikian itu. Kalau sekiranya dikatakan, bahwa Tuhan itu, kalau menciptakan memerlukan bahan, karena jika seniman menciptakan sesuatu, juga memerlukan bahan, itupun loncatan persamaan kepada kesamaan. Kata dan pengertian menciptakan pada manusia dan Tuhan itu pengertian beranalogi.8

Lebih

lanjut,

penyebab

terjadinya

kesalahan

berpikir

menurut

Poedjawijatna, dapat ditunjukkan dalam Skema 36 berikut ini : Petitio principii Lingkaran salah (circulus vitiosus).

kesalahan berpikir

Pertukaran kata dengan pengertian. Metabasis Loncatan dari analogi kepada kesamaan

Skema 36

kesalahan berpikir menurut Poedjawijatna

Selanjutnya masih terdapat pendapat ahli yang lainnya yaitu Mundiri tentang kesesatan atau kekeliruan berpikir dan reativitas, dibedakan mejadi tiga yaitu kekeliruan formal, kekeliruan informal dan kekeliruan penggunaan bahasa. Lebih jelasnya sebagai berikut :

Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir, Rineka Cipta Jakarta, 2004 hal 93.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

120

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

A. Kekeliruan Formal karena : 1. menggunakan empat term dalam silogisme 2. kedua term penengah tidak mancakup 3. proses yang tidak benar 4. menyimpulkan dari dua premis negatif 5. mengakui akibat kemudian membenarkan pula sebabnya 6. menolak sebab dan menyimpulkan bahwa akibat tidak terlaksana 7. bentuk disyungtif yang mengingkari alternatif pertama kemudian mengakui alternatif lain 8. tidak runtutnya peryataan satu dengan yang diakui sebelumnya.

B. Kekeliruan Informal yang disebabkan oleh : 1. Membuat generalisasi yang terburu-buru 2. memaksakan praduga 3. mengundang permasalahan 4. menggunakan argumen yang berputar 5. berganti dasar 6. mendasarkan pada otoritas 7. mendasarkan diri pada kekuasaan 8. menyerang pribadi 9. kurang tahu permasalahan 10. pertanyaan yang rumit 11. alasan yang terlalu sederhana 12. menetapkan sifat yang bukan suatu keharusan 13. argumen yang tidak relevan 14. salah mengambil analogi 15. mengundang belas kasihan

C. Kekeliruan karena penggunaan bahasa yang disebabkan oleh 1. komposisi 2. kekeliruan dalam pembagian 3. kekeliruan karena tekanan 4. kekeliruan karena amfiboli (kalimat yang dapat ditafsirkan berbeda-beda) 5. kekeliruan karena menggunakan kata dalam beberapa arti

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

121

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Permasalahan tersebut merupakan hal-hal yang biasa terjadi pada setiap orang sehingga orang tersebut dapat mengambil pemecahan masalah yang keliru dan jauh dari logika. Dengan demikian kesalahan-kesalahan berpikir tersebut merupakan kesalahan sistematika berpikir. 9

Lebih lanjut, Kesalahan sitematika berpikir menurut Mundiri, dapat ditunjukkan dalam Skema 37 berikut ini :

Penyebab kesalahan sitematika berpikir


Kekeliruan Formal 1. 2. 3. 4. 5. 6.
9

menggunakan empat term dalam silogisme kedua term penengah tidak mancakup proses yang tidak benar menyimpulkan dari dua premis negatif mengakui akibat kemudian membenarkan pula sebabnya menolak sebab dan menyimpulkan bahwa akibat tidak terlaksana

Mundiri, Logika, Rajawali Press bekerjasama dengan Badan Penerbitan IAIN Walisongo Press , Cetakan keempat, 2000.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

122

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

7. 8.

bentuk disyungtif yang mengingkari alternatif pertama kemudian mengakui alternatif lain tidak runtutnya peryataan satu dengan yang diakui sebelumnya.

Kekeliruan Informal 1. Membuat generalisasi yang terburu-buru 2. memaksakan praduga 3. mengundang permasalahan 4. menggunakan argumen yang berputar 5. berganti dasar 6. mendasarkan pada otoritas 7. mendasarkan diri pada kekuasaan 8. menyerang pribadi 9. kurang tahu permasalahan 10. pertanyaan yang rumit 11. alasan yang terlalu sederhana 12. menetapkan sifat yang bukan suatu keharusan 13. argumen yang tidak relevan 14. salah mengambil analogi 15. mengundang belas kasihan Kekeliruan karena penggunaan bahasa yang disebabkan oleh 1. 2. 3. 4. komposisi kekeliruan dalam pembagian kekeliruan karena tekanan kekeliruan karena amfiboli

Skema 37

5. kekeliruan karena menggunakan kata dalam beberapa arti : Kesalahan sitematika berpikir menurut Mundiri

Berbeda dengan Poespoprojo bahwa kesalahan logis, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan fallacy, bukanlah kesalahan dalam fakta. Kesalahankesalahan tersebut diantaranya ada sebelas macam yaitu :

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

123

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

1. Generalisasi yang tergesa-gesa Kesalahan logis ini sekedar akibat dari induksi yang salah karena berdasar pada sampling hal-hal khusus yang tidak cukup atau karena tidak memakai batasan. 2. Non Sequitur (belum tentu) Kesalahan ini merupakan kesalahan yang terjadi karena premis yang salah dipakai. Non Sequitur merupakan loncatan sembarangan dari suatu premis ke kesimpulan yang tidak ada kaitannya dengan premis tadi. Hubungan premis dan kesimpulan hanya semu, hubungan yang sesungguhnya tidak ada. 3. Analogi Palsu Analogi palsu adalah suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat suatu idea atau gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan idea atau gagasan lain yang sesungguhnya tidak mempunyai hubungan dengan idea atau gagasan yang pertama tadi. 4. Penalaran Melingkar Penalaran melingkar adalah kesalahan logis dari karena si penalar meletakkan kesimpulannya ke dalam premisnya, dan kemudian memakai premis itu untuk membuktikan kesimpulannya. Jadi kesimpulan dan premisnya sama. 5. Deduksi Cacat Penggunaan premis yang cacat sangat sering terjadi hingga seyogyanya di dalam penalaran atau diskusi yang serius kita berhenti sejenak dan mempertanyakan premis-premis yang kita pakai. 6. Pikiran Simplistis Pikiran simplistis adalah kesalahan logis yang teradi karena si penalar terlalu menyederhanakan masalah. Masalah yang begitu berseluk-beluk merupakan disederhanakan menjadi dua kutub yang berlawanan, atau dirumuskan hanya ke dalam dua segi yaitu hitam-putih, atau dirumuskan sebgaia hanya menjadi dua pilihan ini atau itu. 7. Argumen ad Hominem Kesalahan logis ini terjadi karena kita tidak memperhatikan masalah yang sesungguhnya dan menyerang orangnya, pribadinya. 8. Argumen ad Populum Sasaran kesalahan logis ini adalah kelompok bukan masalahnya, mirip dengan kesalahan logis Argumen ad Hominem. 9. Kewibawaan Palsu Kewibawaan terkadang dibutuhkan untuk memberi bobot pada penalaran kita. Kesalahan logis dari kewibawaan palsu adalah karena dipakainya kewibawaan bukan yang sesungguhnya.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

124

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

10. Sesudahnya maka karenanya Kesalahan logis ini terjadi karena salah interpretasi terhadap hubungan sebabakibat. 11. Tidak relevan Kesalahan logis ini terjadi karena godaan pada seseorang untuk tetap memegang teguh pada pokok masalah sehingga menyeleweng dari pokok masalahnya. 10 Lebih lanjut, Kesalahan logis menurut W. Poespoprojo, dapat ditunjukkan dalam Skema 38 berikut ini :

Kesalahan logis

Generalisasi yang tergesa-gesa Non Sequitur (belum tentu) Analogi Palsu Penalaran Melingkar Deduksi Cacat Pikiran Simplistis Argumen ad Hominem Argumen ad Populum Kewibawaan Palsu Sesudahnya maka karenanya Tidak relevan Skema 38 : Kesalahan logis menurut W. Poespoprojo.

Olson berpendapat lain mengenai kesalahan-kesalahan logis yang sering dijumpai. Orang yang sedang mencari solusi atas suatu permasalahan sering tidak mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini disebutnya dengan krisis kreativitas sehingga Ia menyebutkan hal-hal yang sering terjadi pada setiap orang sehingga menghambat potensinya untuk menjadi kreatif. Dengan kata lain Ia menyebutkan
10

W. Poespoprojo, Logika Ilmu Menalar, Pustaka Grafika, 1999.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

125

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

bahwa ada jalan pikiran lain yang bisa ditempuh oleh seseorang tanpa mengingkari logika berpikir. 11 Selanjutnya diuraikan lebih lanjut oleh Mundiri mengenai hal-hal yang menghambat kreativitas seseorang. Ada Sembilan criteria yaitu : 1. Kebiasaan Cara-cara memandang objek berdasarkan kebiasaan dapat menemui berbagai hambatan yang disebut functional fixation. Hal ini berhubungan dengan fakta bahwa kita mempunyai beberapa kebiasaan mental dan untuk beberapa alasan tetap mempertahankannya. 2. Waktu Kesibukan merupakan alasan untuk menjadi tidak kreatif. Tetapi sebenarnya banyak orang yang tidak mau menginvestasikan waktunya itu untuk menajamkan kreativitas mereka atau memanfaatkannya. 3. Dibanjiri masalah Sebagian dari kita merasa bahwa kita berhadapan dengan begitu banyak masalah yang penting sehingga kita tidak mempunyai cukup waktu dan tenaga untuk mengatasi beberapa masalah secara kreatif. 4. Tidak ada masalah Kita sering merasakan tidak ada masalah dan kesempatan, karena para ahli telah menemukan semua jawaban atau telah mengatakan bahwa hal tersebut tidak dapat dilaksanakan. 5. Takut Gagal Kita dapat menghindari kegagalan dan kreativitas dengan berbagai cara : dengan menyesuaikan diri, tidak pernah mencoba sesuatu yang berbeda, meyakinkan diri bahwa kita hanya menggunakan gagasan yang telah terbukti berhasil dan berjalan pada lorong-lorong yang telah sirintis. Dengan demikian kita menghindari kegagalan-kegagalan kecil. Namun kita telah gagal sebagai manusia. Kita menjadi tumbuh secara tidak kreatif melebihi kebiasaan-kebiasaan lama dan naluri. 6. Kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang Manusia tidak mau mengalami kesulitan karena tidak memiliki suatu jawaban langsung. Ketika suatu masalah dikemukakan, secara langsung

11

Jack. W. Olson, Seni Berpikir Kreatif, Erlangga.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

126

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

kita memberikan sebuah pemecahan. Hanya jika pemecahan pertama tidak berhasil maka kita mencoba cara yang lain. 7. Kesulitan kegiatan mental yang diarahkan Seringkali secara mental kita menyelipkan perasaan khawatir atau kekacau-balauan berpikir di dalam jangkauan kita. Dari keadaan serupa itu kadang-kadang timbul suatu pemikiran yang bernilai. Akan tetapi, karena dari mula kita memang tidak mencari suatu pemecahan atau jawaban bagi suatu masalah, maka tidak ada gagasan atau wawasan bagi suatu masalah, maka tidak ada gagasan atau wawasan yang muncul dari dalam pikiran kita. Kita seringkali dibingungkan oleh masalah seberapa jauh kita telah memikirkan atau mencemaskan suatu permasalahan serta bagaimana mengarahkan dan menghasilkannya. 8. Takut bersenang-senang Kita dapat menjadi lebih kreatif dengan bersenang-senang. Akan tetapi banyak orang yang merasa bersalah bila mereka bersenang-senang. Manusia sering tidak sadar bahwa rileks, bergembira, dan bersantai-santai merupakan aspek-aspek yang penting dari proses pemecahan masalah secara kreatif. 9. Kritik orang lain Secara tak sengaja kreativitas sering terhambat oleh kritik-kritik orang lain. Bila suatu gagasan baru diperkenalkan, gagasan tersebut sering dipatahkan dan diobrak-abrik. Seseorang dengan gagasannya ditertawakan dengan ungkapan-ungkapan sebagai berikut.12

Lebih lanjut, Mundiri mengajukan cara untuk menguji suatu gagasan atau pemikiran atau hipotesis dalam ukuran-ukuran : 1. Relevansi, pemikiran yang diajukan harus berusaha menerangkan faktafakta yang dihadapi. Oleh karena itu hipotesis harus relevan dengan fakta yang hendak dijelaskan. 2. Mampu untuk diuji, ini adalah ciri utama yang membedakan antara hipotesis ilmiah dan hipotesis non-ilmiah. Hipotesis harus memiliki

12

Mundiri,, op.cit.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

127

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

kemampuan untuk diuji dengan fakta-fakta inderawi atau perhitungan logis. 3. Bersesuaian dengan hipotesa yang telah diterima sebagai pengetahuan yang benar. 4. Mempunyai daya ramal. Hipotesis yang baik tidak saja mendeskripsikan fakta fakta, tetapi interpretasi yang dibuatnya mampu menjelaskan faktafakta sejenis yang tidak diketahui atau belum diselidiki. 5. Sederhana. 13 Poespoprojo berpendapat bahwa tujuan pemikiran manusia adalah mencapai pengetahuan yang benar dan sedapat mungkin pasti. Tapi dalam kenyataannya hasil pemikiran maupun alasan-alasan yang diajukan belum tentu selalu benar.14 Jadi ukuran dalam menentukan apakah suatu pemikiran atau penalaran adalah benar atau salah bukanlah rasa senang atau tidak senang, enak atau tidak enak, melainkan cocok atau tidak dengan fakta atau tidak. Terdapat empat Pertanyaan untuk menentukan apakah suatu pemikiran atau penalaran adalah benar atau salah, yaitu : 1. Apa yang hendak ditegaskan atau apa pokok pernyataan yang diajukan. 2. Bagaimana hal itu : Atas dasar orang sampai pada kesimpulan atau pertanyaan itu ? 3. Bagaimana jalan pikiran yang mengaitkan alasan-alasan yang diajukan dan kesimpulan yang ditarik? Bagaimana langkah-langkahnya ? Apakah kesimpulan itu sah ? 4. Apakah kesimpulan atau penjelasan itu benar ? Apakah pasti ? Atau hanya mungkin tidak benar ? 15 Untuk membantu untuk menguji atau menganalisis suatu pemikiran, maka berguna sekali menyusun jalan pikirannya dalam bentuk sebuah skema, sehingga
13 14

Ibid. W. Poespoprojo, op.cit. 15 Ibid.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

128

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

tampak jelas mana yang merupakan kesimpulan, mana yang asalan, serta bagaimana orang tertentu menarik kesimpulan tertentu dari alasan-alasan. Ada tiga syarat pokok berkaitan dengan pembuatan skema, yaitu : 1. Pemikiran harus berpangkal dari kenyataan atau titik pangkalnya harus benar 2. Alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat 3. Jalan pikiran harus logis atau lurus/sah. 16 Olson mempunyai caranya sendiri dalam menentukan gagasan yang terbaik. Antara lain dengan : 1. Memadukan pikiran sadar dan bawah sadar, kita perlu tidak hanya menarik kesimpulan berdasarkan pikiransadar kita yang terbatas, tetapi juga berdasarkan pikiran bawah sadar kita yang luas. 2. Keunikan individu, untuk menjadi lebih kreatif kita harus mengakui keunikan kita dan memanfaatkannya dengan memilih gagasan-gagasan yang kita anggap bernilai bagi kita berdasarkan tujuan, kebutuhan, dan pengalaman yang unik. 3. Perasaan dan intuisi yang mendalam, intuisi kita sering tidak jelas dan tidak rasional malahan lebih merupakan pemikiran mental bawah sadar. Mungkin kondisi paling intern dari orang yang kreatif adalah sumber intern penilaian dan seleksi mereka. 4. Kriteria, kita gunakan untuk menentukan gagasan mana yang terbaik dan merupakan standar sadar yang kita gunakan untuk mengukur nilai gagasan-gagasan kita. Kriteria ini memperkenalkan suatu unsur yang sadar, sistematis, berhati-hati, yang memabntu mengorganisasi dan memfokuskan kemempuan penyeleksian sadar serta bawah sadar kita. 5. Memilih gagasan, untuk memilih gagasan yang terbaik kita menggunakan kriteria yang telah kita bina untuk membantu mengevaluasi gagasan pemecahan masalah kita. Kemudian kita menyingkrkan gagasan yang bukan bukan atau menggelikan dan gagasan sejenisnya. 17
16 17

Ibid.. Jack. W. Olson, op.cit.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

129

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Selanjutnya untuk menggambarkan kesesatan dalam penalaran hukum R.G. Soekadijo memaparkan lima model kesesatan hukum, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Argumentum ad ignorantiam Argumentum ad verecumdiam Argumentum ad hominem Argumentum ad misericordian Argumentum ad baculum

Ilustrasi atas lima model kesesatan tersebut juga dikemukakan oleh Irving M. Copy. Model tersebut kalau digunakan secara tepat dalam bidang hukum justru bukan kesesatan dalam penalaran hukum yaitu: 1. Argumentum ad ignorantiam Kesesatan ini terjadi apabila orang mengargumentasi suatu proposisi sebagai benar karena tidak terbukti salah atau suatu proposisi salah karena tidak terbukti benar. Argumentansi ad verecundiam Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena nilai penalarannya, tetapi karena orang yang mengemukakan adalah orang yang berwibawa, berkuasa, ahli, dapat dipercaya. Argumentasi demikian bertentangan dengan pepatah latin : Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentatio (nilai wibawa hanya setinggi nilai argumentasinya). Dalam bidang hukum argumentasi demikian tidak sesat jika suatu yurisprudensi menjadi yurisprudensi tetap.
2.

3. Argumentum and hominem Menolak atau menerima suatu argumentasi atau usul bukan karena penalaran, tetapi karena keadaan orangnya. Menolak pendapat seseorang karena dia orang Negro adalah suatu contoh argumentum ad hominem. Dalam bidang hukum, argumentasi demikian bukan kesesatan apabila digunakan untuk mendiskreditkan seorang saksi yang pada dasarnya tidak mengetahui secara pasti kejadian yang sebenarnya.
4.

Argumentum ad misericordiam Suatu argumentasi yang bertujuan untuk menimbulkan belas kasihan. Dalam bidang hukum, argumentasi semacam ini tidak sesat apabila

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

130

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

digunakan untuk meminta keriganan hukuman. Akan tetapi apabila digunakan untuk pembuktian tidak bersalah, hal itu merupakan suatu kesesatan. 5. Argumentum and baculum Menerima atau menolak suatu argumentasi hanya karena suatu ancaman. Ancaman itu membuat orang takut. Dalam bidang hukum, cara itu tidak sesat apabila digunakan untuk mengingatkan orang tentang suatu ketentuan hukum.18 Lebih lanjut, kesesatan dalam penalaran hukum Irving M Copy, dapat ditunjukkan dalam Skema 39 berikut ini : Kesesatan dalam penalaran hukum Argumentum ad ignorantiam Argumentum ad verecundiam Argumentum ad hominem Argumentum ad misericordiam Argumentum ad baculum

Skema 39

kesesatan dalam penalaran hukum menurut Irving M Copy

4.

Legal Concept

Legal concept yakni konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum, misalnya konsep-konsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah, batal, subyek hukum , obyek hukum dan sebagainya.

18

Philipus M Hadjon, op.cit., hal. 17.

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

131

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Konsep

hukum sangat dibutuhkan adapila kita mempelajari hukum.

Konsep hukum pada dasarnya adalah batasan tentang suatu istilah tertentu. Tiap istilah ditetapkan arti dan batasan maknanya setajam dan sejelas mungkin yang dirumuskan dalam suatu definisi. Istilah dan arti tersebut diupayakan agar digunakan secara konsisten. Konsep yuridis ( legal concept) yakni konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum, misalnya konsep-konsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah, batal, subyek hukum , obyek hukum dan sebagainya. Dalam suatu undang- undang, biasanya konsep hukum yang berkaitan dengan isi undang- undang itu dirumuskan dalam ketentuan Pasal (satu). Pemahaman mengenai konsep hukum ini sangat penting, terutama di dalam melakukan suatu argumentasi hukum. Pemahaman legal concept sangat dibutuhkan dalam upaya menerapkan dan mengembangkan hukum. Apabila ada ketentuan hukum, tetapi ketentuan hukum itu masih kabur atau belum jelas maka dibutuhkan suatu interpretasi hukum guna penemuan hukumnya. Apabila dalam suatu masalah atau kasusu yang sedang dihadapi hakim belum ada peraturan hukumnya maka dapat dilakukan usaha pembentukan hukum. Kesemua usaha tersebut merupakan suatu ars yang dimiliki oleh seorang ahli hukum. Atau dapat dikatakan kemahiran hukum dapat dicapai apabila seseorang memahami betul tentang legal concept

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

132

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Subyek hukum adalah pemegang, pengemban atau pendukung hak dan kewajiban. Subyek hukum dibedakan menjadi dua macam yaitu orang ( naturlijke persoon ) dan badan hukum ( rechtspersoon atau legal person). Orang meliputi janin yang ada dalam kandungan ibu, anak bayi tabung. Pada saat ini timbul suatu masalah hukum apakah manusia cloning dapat dianggap sebagai naturlijke persoon ? Badan hukum adalah subyek hukum bentukan hukum, ia bukan orang atau manusia tetapi dapat menuntut atau dituntut oleh subyek hukum lainnya di muka pengadilan. Ciri-ciri badan hukum adalah : 1. Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut 2. memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban orangorang yang menjalankan badan hukum tersebut 3. memiliki tujuan tertentu 4. berkesinambungan ( memiliki kontinuitas) dalam arti keberadaannya tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak dan kewajibannya tetap ada meskipun orang yang menjalankannya telah berganti.

Obyek hukum ( rechtsobject) adalah segala sesuatu yang bermanfaat dan dapat dikuasai oleh subyek hukum serta dapat dijadikan obyek dalam suatu hubungan hukum. Pengertian obyek hukum dapat dibedakan dalam urusan urusan ( zaken) dan benda. Benda dapat terdiri dari benda berwujud ( misalnya rumah, tanah, mobil, buku ) dan benda tak berwujud ( misalnya hak atas tagihan, hak cipta,). Selain itu benda juga dapat dibedakan dalam benda bergerak

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

133

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

(misalnya buku, pensil) dan benda tak bergerak ( misalnya tanah, rumah, kapal laut dalam tonanse tertentu). Peristiwa hukum ( rechtsfeit) adalah peristiwa yang oleh kaidah hukum diberi akibat hukum, yakni berupa timbulnya atau hapusnya hak dan / atau kewajiban tertentu bagi subyek hukum tertentu yang terkait pada peristiwa tersebut. Peristiwa hukum dibedakan dalam peristiwa hukum yang berupa perbuatan subyek hukum dan peristiwa hukum yang berupa bukan perbuatan subyek hukum. Yang tergolong ke dalam peristiwa hukum yang merupakan perbuatan subyek hukum ada dua yaitu yangmerupakan perbuatan hukum, contohnya wasiat ( merupakan perbuatan subyek hukum tunggal) dan perjanjian (yang merupakan perbuatan subyek hukum berganda). Sedangkan peristiwa hukum yang berupa perbuatan subyek hukum tetapi bukan perbuatan hukum contohnya adalah zaakwarneming dan onrechtmatigedaad. Pembagian peristiwa hukum yang kedua adalah peristiwa hukum yang berupa bukan perbuatan subyek hukum. Dibedakan dalam peristiwa kelahiran dan peristiwa kematian. Peristiwa kelahiran menimbulkan suatu hak dan kewajiban memelihara , mengasuh, dan mendidik anak. Sedangkan peristiwa kematian menimbulkan adanya hak pewarisan.

Peristiwa hukum menimbulkan hubungan hukum yang berintikan hubungan antar subyek hukum yang wujudnya tampil dalam bentuk hak dan kewajiban antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya. Pengertian antara hak dan kewajiban adalah korelatif. Antara hak dan kewajiban adalah berbanding terbalik diantara dua subyek hukum yang saling berrhubungan dalam hubungan hukum. Hak adalah kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

134

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

berkenaan dengan sesuatu atau terhadap subyek hukum tertentu atau semua subyek hukum tanpa halangan atau gangguan dari pihak manapun dan kebebasan itu memiliki landasan hukum dan karena itu dilindungi. Orang yang berhak adalah orang yang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu ( termasuk menuntut sesuatu ). Hak dapat dibedakan dalam hak mutlak atau absolut , misalnya hak milik, hak asasi manusia, dengan hak relatif atau nisbih, misalnya penjual hanya dapat menuntut pembayaran akan barang yang telah dibeli oleh pembeli. Kecakapan untuk melakukan perbuatn hukum ( handelings bekwaam heid) adalah kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum yang sah dan mengikat yang tidak dapat dipersoalkan atau tidak dapat diganggu gugat. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang cakap hukum mempunyai akibat hukum.. Terhadap subyek hukum yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, dapat ditempatkan di bawah pengampuan ( curatele). Pada dasarnya subyek hukum yang ditempatkan dibawah pengampuan atau perwalian adalah mereka yang belum cujup umur, mereka yang mempunya pembawaan sejak lahir dengan kekurangan kelemahan mental, mereka yang pemabuk, dan mereka yang pemboros. Apabila dilihat golongan itu maka dapat dioketahui bahwa mereka yang ditempatkan dibawah pengampuan adalah mereka yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Di dalam tata hukum Indonesia, criteria cukup umur yang menjadi patokan seseorang untuk dapat dikatakan cakap untuk berbuat hukum adalah beragam, tergantung dalam lingkup hukum apa. Di bidang perkawinan maka seseorang

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

135

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

dapat dikatakan cakap untuk melakukan perkawinan adalah mereka yang berusia minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. Dalam bidang ketata negaraan maka yang cakap untuk menjadi pemilih dalam pemilihan umum untuk memilih prsiden, - wakil presiden, DPRD, kepala Daerah adalah mereka yang telah berusia minimal 17 tahun. Hal ini berbeda dengan di bidang ketenagakerjaan, mereka yang dapat membuat perjanjiankerja secara mandiri adalah mereka yang berusia minimal 18 tahun.

Kesimpulan Dari uraian di dalam Bab .. ini, dapat diketahui bahwa :


Argumentasi hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum atau penegak hukum. Tujuan mata kuliah Argumentasi Hukum adalah untuk memberikan bekal kepada

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

136

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

mahasiswa untuk siap kerja apabila telah lulus nanti, mempunyai kompetensi untuk menerapkan atau pembentuk hukum dan hukum amar selalu putusan. memperhatikan antara pertimbangan

Melakukan perumpamaan selama melakukan proses olah pikir dengan berargumentasi hukum akan memudahkan pemahaman. Kesalahpahaman terhadap peran logika di dalam argumentasi hukum yaitu :berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik (sylogistiche logica). berkaitan dengan peran logika dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang melandasi keputusan. berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan.logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi hukum menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang hakikat rasionalitas nilai di dalam hukum. Legal concept yakni konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum, misalnya konsep-konsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah, batal, subyek hukum , obyek hukum dan sebagainya.

Latihan

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

137

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

1. 2.

Jelaskan apa yang maksud dengan Argumentasi hukum, Jelaskan yang dimaksud dengan kesalahpahaman terhadap

dan apakah tujuan diberikannya mata kuliah Argumentasi Hukum? peran logika di dalam argumentasi hukum ! Disertai dengan analisis berdasarkan pendapat ahli! 3. Jelaskan arti, macam dan contoh dari Legal concept !

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

138

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum) Asri Wijayanti

Daftar Pustaka
Bruggink, JJH., alih bahasa, Arief Sidharta, Refleksi tentang hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Hans Kelsen, Essay in legal and moral philosophy, Hukum dan Logika,Bandung, 2006. Mundiri, Logika, Rajawali Press bekerjasama dengan Badan Penerbitan IAIN Walisongo Press , Cetakan keempat, 2000. Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, UGM Press, Surabaya, 2005. Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir, Rineka Cipta Jakarta www.unsoed.ac.id/cmsfak/UserFiles/File/D3tkj02/PREDIKAT.ppt

Bab Tiga

Argumentasi Hukum

139

You might also like