You are on page 1of 24

LAPORAN CASE STUDY

PENYAKIT POLIO DI ABABO

Tutor : dr. Yudhi Wibowo

Disusun oleh : KELOMPOK 5

1. MEGA 2. DIKODEMUS GINTING 3. PRASASTIE GITA W. 4. AYU ASTRINI N PS 5. BUNGA WIHARNING S. P. 6. ALFIAN TAGAR A P 7. ZAHRA IBADINA SILMI 8. DHYAKSA CAHYA P 9. ALIFAH NURMALA SARI 10. RENDHA FATIMA RYSTA 11. HAFIDH RIZA PERDANA

G1A009006 G1A009019 G1A009023 G1A009037 G1A009060 G1A009064 G1A009082 G1A009088 G1A009099 G1A009123 G1A009127

BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIRONMENTAL MEDICINE II UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2010

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Polio yang disebut dengan poliomyelitis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang dapat mengahancurkan hampir seluruh kesehatan komunitas yang ada di dunia. Polio ini terutama dapat mempengaruhi anak muda. Virus tersebut dapat menular melalui makanan dan air yang terkontaminasi, dan berkembangbiak dalam usus dan Virus polio ini dapat melumpuhkan bahkan membunuh. Sifatnya sangat menular dan selalu menyerang anak balita.. Sebenarnya penyakit polio sudah lama menjangkiti manusia sejak zaman kuno, wabah yang paling luas terjadi pada saat tahun 1900, pada tahun tersebut vaksinasi belum diciptakan. Jonas Salk adalah orang yang membuat vaksinasi dan imunisasi polio baru di kenal oleh masyarakat luas pada tahun 1955 dan pada saat dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan 1.000 anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Pada awal tahun 1990an, WHO mencanangkan program eradikasi polio di dunia pada tahun 2000. Likura, sebuah negara fiktif dibagian Selatan Afrika, dipertimbangkan sebagai salah satu negara yang dipilih untuk menguji efektivitas strategi eradikasi polio oleh WHO. Sayangnya, sedikit sekali informasi yang diketahui tentang polio di Likura. Kabupaten Ababo yang merupakan salah satu daerah yang relatif miskindi Likura hanya memiliki sebuah rumah sakit dan beberapa Puskesmas. Kabupaten Ababo telah berusaha untuk melakukan surveilans kasus dan kematian polio selama 5 tahun terakhir. Rumah sakit, Puskesmas dan semua petugas kesehatan diminta melaporkan setiap kasus polio yang ditemui kepada Kepala Dinas Kesehatan Ababo.

B. TUJUAN a. Umum

Menjelaskan mengenai konsep surveillance yang diaplikasikan dalam kasus wabah polio di Ababo, Afrika Selatan. b. Khusus 1. Menjelaskan mengenai prevalensi dan insidensi dalam surveillance. 2. Menjelaskan komponen-komponen penting dalam surveillance 3. Menjelaskan bagaimana cara menghitung angka insidensi, prevalensi, kematian, dan fatalitas penyakit 4. Menjelaskan bagimana cara membuat laporan kasus yang benar.

C. MANFAAT 1. Mahasiswa dapat memahami konsep surveillance beserta komponenkomponen di dalamnya. 2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan pemahamannya mengenai konsep surveillance untuk kepentingan masyarakat luas

BAB II PEMBAHASAN

PENYAKIT POLIO DI ABABO


BAGIAN 1 Pada awal tahun 1990an, WHO mencanangkan program eradikasi polio di dunia pada tahun 2000. Likura, sebuah negara fiktif dibagian Selatan Afrika, dipertimbangkan sebagai salah satu negara yang dipilih untuk menguji efektivitas strategi eradikasi polio oleh WHO. Sayangnya, sedikit sekali informasi yang diketahui tentang polio di Likura. Menteri Kesehatan kemudian menugaskan seorang karyawan Departemen Kesehatan yang baru pulang setelah mengikuti kursus epidemiology di Amerika dan sedang dicalonkan sebagai Kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten Ababo untuk melakukan analisis keadaan polio di Kabupaten Ababo.

Kabupaten Ababo merupakan daerah yang relative miskin, memiliki sebuah rumah sakit dan beberapa Puskesmas. Kabupaten Ababo telah berusaha untuk melakukan surveilans kasus dan kematian polio selama 5 tahun terakhir. Rumah sakit, Puskesmas dan semua petugas kesehatan diminta melaporkan setiap kasus polio yang ditemui kepada Kepala Dinas Kesehatan Ababo.

Pertanyaan 1. Apakah yang dimaksud dengan insidensi ? Jawab : insidensi adalah laju dengan beberapa kejadian terjadi (Jumlah kasus baru suatu penyakit spesifik yang terjadi selama 1 masa tertentu pada populasi yang mempunyai resiko) Rumus angka insidensi adalah jumlah kejadian dalam waktu tertentu dibagi penduduk yang mempunyai risiko (population at risk) terhadap kejadian tersebut dalam kurun waktu tertentu dikalikan dengan konstanta k. p = (d/n) x k

p = estimasi angka insidensi d = jumlah kasus baru n = jumlah individu yang awalnya tidak sakit

k = konstanta

Salah satu penilaian situasi polio dalam komunitas adalah menghitung prevalensi kelumpuhan pada anak-anak, karena kelumpuhan merupakan sequel polio yang paling umum dijumpai.

Pertanyaan 2. Apakah yang dimaksud dengan prevalensi? Jawab : Prevalensi merupakan jumlah kasus penyakit yang terjadi dalam populasi pada waktu tertentu, pada suatu titik tertentu / selama periode waktu. Prevalensi menunjukkan perkiraan kemungkinan seseorang menjadi sakit pada satu saat tertentu. Prevalensi ada 2, yaitu point prevalence dan periode prevalence. Rumusnya : Point jumlah semua kasus yang dicatat jumlah penduduk periode jumlah semua kasus yang dicatat jumlah penduduk (selama satu periode) (pada saat tertentu)

Pertanyaan 3. a. Data apa yang harus digunakan ( atau anda cari) untuk menentukan insidensi polio pada populasi ? Jawab : Data yang harus dicari/digunakan untuk menentukan insidensi polio pada populasi: Data tentang jumlah penderita baru. Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru (Population at Risk). Insidensi dibagi menjadi 2: Incidence Rate:

Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Attack Rate: Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama. Rumus:

b. Data apa yang harus digunakan (atau didapatkan) untuk menentukan prevalensi sequel polio (kelumpuhan) pada populasi? Jawab : jumlah populasi anak di ababo, jumlah orang yang sakit polio pada 1 periode dan jumlah orang yang sakit pada suatu waktu tertentu

Pertanyaan 4. Apa sajakah elemen pokok yang harus dimasukkan dalam definisi surveilans? Jawab : Public health surveilence adalah kegiatan yang berlangsung terus

menerus,pengumpulan data secara sistematis, analisis, interpretasi, dan penyebaran data kesehatan yang berhubungan dengan tindakan dalam kesehatan masyarakat untuk menurunkan morbiditas ( kesakitan) dan mortalitas ( kematian) serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Komponen pokok : 1. Berkesinambungan (Ongoing) 2. Sistematik

3. Pengumpulan (collection) 4. Pengolahan 5. Analisis 6. Interpretasi 7. Diseminasi=penyebaran 8. Penerapan ( link to action) Pertanyaan 5. Apakah perbedaan antara sistem surveilans pasif dan aktif ? Jawab : Pada surveillans pasif, informasi diperoleh dari penyedia layanan kesehatan, rumah sakit, laboratorium, dan lain-lain, yang mengirim data atau laporan kepada departemen kesehatan berdasarkan seperangkat aturan dan undangundang. Sedangkan pada surveillans aktif, informasi diperoleh dengan cara menghubungi staf departemen kesehatan atau dengan mengunjungi langsung penyedia layanan kesehatan secara rutin, misalnya mingguan atau bulanan, untuk mengumpulkan laporan kasus-kasus yang terjadi. Dalam kasus di atas, Ababo termasuk memiliki sistem surveillans pasif.

BAGIAN 2 Untuk mengetahui karakteristik insidensi polio selama 5 tahun terakhir, Dinas Kesehatan membuat tabel catatan yang didapat dari surveilans rutin dalam 5 tahun terakhir. Di Ababo, definisi operasional kasus dalam surveilans untuk polio adalan onset akut flaccid paraysis dan demam. Data tabulasi dapat dilihat pada Tabel 1. Sensus paling akhir dilakukan pada tahun 1986, ketika penduduk kabupaten Ababo berjumlah 360.000 orang. Diasumsikan pertumbuhan populasi Kabupaten Ababo adalah konstan pada angka 3,8% pertahun.

Jumlah Jumlah Tahun Kasus Baru Kematian

Populasi Tengah Tahun

Incidence rate (per

Mortality rate (per 100000)

Case Fatality Rate (%)

100000)

1986 1987 1988 1989 1990

54 56 50 66 74

5 7 6 8 10

Pertanyaan 6. a. Apakah yang dimaksud dengan case fatality rate (CFR) ? Jawab : Case Fatality Rate merupakan perbandingan antara jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit tertentu dengan jumlah kasus penyakit tertentu. CFR digunakan untuk menganalisis tingkat keparahan suatu penyakit tertentu (mengetahui penyakit-penyakit dengan tingkat kematian tinggi) dalam suatu populasi tertentu dan biasanya dinyatakan sebagai prosentase dari total jumlah kasus yang dilaporkan dari suatu penyakit tertentu.

b. Lengkapilah Tabel 1 dengan menghitung perkiraan jumlah populasi, angka incidence rate polio, mortality rate, dan CFR dari tahun 1986-1990!
Tahun Jumlah Kasus Baru Juml ah Kem atian 1986 1987 1988 1989 1990 54 56 50 68 74 5 7 6 8 10 360.000 373.680 387.880 402.619 417.919 15 14,99 12,89 16,89 17,71 1,39 1,87 1,55 1,99 2,39 9,26 % 12,5 % 12 % 11,76 % 13,51 % Populasi Tengah Tahun Incidence Rate Per 100.000 Mortality Rate Per 100.000 Case-fatality rate (%)

I. Diketahui pertumbuhan penduduk di Distrik Ababo 3,8 % per tahun, estimasi jumlah populasi dalam pertengahan tahun: Populasi tahun (1986 + a) = Populasi pertengahan tahun + (3,8% x populasi pertengahan tahun) Populasi tahun 1986 = 360.000 jiwa Populasi tahun 1987 = 360.000 + (3,8% x 360.000) = 373.680 jiwa Populasi tahun 1988 = 373.680 + (3,8% x 373.680) = 387.880 jiwa Populasi tahun 1989 = 387.880 + (3,8% x 387.880) = 402.619 jiwa Populasi tahun 1990 = 402.619 + (3,8% x 402.619) = 417.919 jiwa

II. Perhitungan incidence rate Incidence rate = (kasus baru/ populasi pada pertengahan tahun) x 100.000

Angka insidensi tahun 1986 = 54 / 360.000

x 100.000 = 15

Angka insidensi tahun 1987 = 56 / 373.680 x 100.000 = 14,99 Angka insidensi tahun 1988 = 50 / 387.880 x 100.000 = 12,89 Angka insidensi tahun 1989 = 68 / 402.619 x 100.000 = 16,89 Angka insidensi tahun 1990 = 74 / 417.919 x 100.000 = 17,71

III. Perhitungan mortality rate Mortality rate = (Jumlah kematian/ populasi pertengahan tahun) x 100.000 Angka kematian tahun 1986 = 5 / 360.000 Angka kematian tahun 1987 = 7 / 373.680 x 100.000 = 1,39 x 100.000 = 1,87

Angka kematian tahun 1988 = 6 / 387.879,8 x 100.000 = 1,55 Angka kematian tahun 1989 = 8 / 402.619,3 x 100.000 = 1,99 Angka kematian tahun 1990 = 10 / 417.918,8 x 100.000 = 2,39

IV. Perhitungan case-fatality rate (CFR) CFR = (jumlah kematian karena kasus/jumlah kasus) x 100% CFR tahun 1986 = 5 / 54 x 100% = 9,26 %

CFR tahun 1987 = 7 / 56 x 100% = 12,5 % CFR tahun 1988 = 6 / 50 x 100% = 12 % CFR tahun 1989 = 8 / 68 x 100% = 11,76 % CFR tahun 1990 = 10 / 74 x 100% = 13,51 %

Pertanyaan 7. Bagaimana interpretasi Anda terhadap data-data incidence rate, mortality rate, dan CFR ?

Incidence Rate, Mortality Rate, and CFR Ababo District, 1986-1990


20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1986 1987 1988 1989 1990 1.39 1.87 1.55 1.99 2.39 9.26 16.89 15 14.99 12.89 12.5 12 11.78 13.5 Incidence Rate per 100.000 Mortality Rate per 100.000 17.71

Kepala Dinas Kesehatan Ababo menemukan bahwa jumlah kasus polio yang dilaporkan terlihat rendah. Beliau mencurigai bahwa sensitivitas mungkin merupakan salah satu kelemahan system surveilans di wilayahnya. Pertanyaan 8. a. Apakah definisi sensitivitas ? Apabila sensitivitas system surveilans tersebut memang rendah? Apakah rata-rata pada Tabel 1 masih dapat dipakai untuk menggambarkan trend penyakit polio di Ababo? Jawab : Sensitifitas : 1. Probabilitas hasil test akan (+) bila penyakit benar-benar ada 2. Suatu kemampuan dari tes secara benar untk menempatkan mereka yang betul-betul menderita pada kelompok penderita Sensitivitas dan spesivisitas pada definisi kasus atau deteksi surveilans:
Disease status (Dx) Positif Negatif Total

Hasil screening tes (T) Positif Negatif a c a+c B D b+d a+b c+d

a = jumlah individu dengan screening test (+) dan benar-benar menderita sakit (True positive) b = jumlah orang dengan screening test (+) tetapi tidak menderita sakit (false positive) c = jumlah orang dengan hasil screening test (-) tetapi orang tersebut menderita sakit (false negative) d = jumlah orangdengan hasil screening test (-) dan orang tersebut tidak menderita sakit (True negative)

b. Disamping sensitivitas, atribut apa sajakah yang harus di evaluasi dalam system surveilans untuk menentukan apakah system tersebut sesuai dengan tujuan ? Jawab : Saat mengevaluasi system surveillance, faktor berikut harus dijalankan : a. Kepentingan kesehatan masyarakat b. Objektifitas dan operasi dalam system c. Kegunaan system d. Elemen system 1. Kesederhanaan 2. Flexibilitas 3. Kualitas data 4. Dapat diterima 5. Sensitifitas e. Biaya sumber daya yang diperlukan dalam system f. Productive value positive

g. Representative h. Timeline i. Stabilitas Pertanyaan 9: Faktor apa sajakah yang mungkin menjadi penyebab meningkatnya penemuan kasus baru pada 2 tahun terakhir (tabel 1)? Jawab: 1. Hal yang biasa terjadi i. Chance (kesalahan yang tidak disengaja) a. Predictive value Dibuat-buat besarnya Dibuat-buat dari ukuran sampel b. Interval ii. Kesalahan sistematika a. Berubahnya prosedur laporan lokal ( misalnya lebih mudahnya prosedur laporan seperti aktif dari pada pasif) b. Berubahnya penjelasan kasus c. Meningkatnya kepentingan karena lokal atau kesadaran nasional d. Petugas kesehatan baru atau fasilitas mungkin dilihat lebih menunjuk kasus, mungkin diagnosis yang lebih sering, mungkin laporan yang lebih dipercaya e. Wabah sama dengan penyakit, kesalahan diagnosis penyakit f. Kesalahan laboratorium atau laporan

g. Berubahnya denominator seperti adanya arus turis, pengungsi, petani yang berpindah 2. Adanya hipotesis baru a. Meningkatnya kerentanan populasi (kelahiran, imigrasi) b. Rendahnya vaksinasi c. Gagalnya vaksinasi (primer = tidak ada imunitas dalam tubuh, sekunder = berkurangnya imunitas ) d. Berubahnya agent (agent turunan yang lebih virulen)

3. Bias : 1. Bias sukarelawan: kondisi kesehatan sukarelawan yang baik, mortalitas rendah. 2. Bias Panjang (length bias): bias karena penyakit orang yanng terdeteksi memiliki masa pre-klinis yang panjang sehingga mudah dideteksi. 3. Bias Led-time: diagnosis dini memperpanjang survival time tanpa menurunkan mortalitas.

Untuk mengetahui karakteristik populasi yang telah menderita polio, petugas Dinas Kesehatan Ababo berkunjung ke rumah sakit untuk mereview catatan medis anakanak yang mondok di rumah sakit dengan diagnosis polio selama 2 tahun terakhir. Petugas tersebut terkejut, karena menemukan jumlah kasus polio di rumah sakit pada tahun 1989 dan 1990 lebih banyak dari jumlah semua kasus yang dilaporkan dari seluruh Kabupaten pada tahun yang sama.

Pertanyaan 10. Jelaskan mengapa ada ketidaksesuaian antara jumlah kasus di rumah sakit dengan jumlah kasus yang dilaporkan ? Jawab : Penyebab adanya ketidaksesuaian antara jumlah kasus di rumah sakit dengan jumlah kasus yang dilaporkan: 1) Kesalahan akibat penggunaan data yang tidak sesuai : Menggunakan sumber data yang tidak representative : Hanya data dari pelayanan kesehatan saja, padahal diketahui bahwa cakupan pelayanan kesehatan sangat terbatas dan tidak semua masyarakat datang berobat ke fasilitas pelayanan tersebut. Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang pengambilan respondennya tidak secara acak. (tidak memenuhi syarat Randomisasi) Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang sebagian respondenya tidak memberikan jawaban ( drop out ) 2) Kesalahan karena adanya factor BIAS :

BIAS = adanya perbedaan antara hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya. Sumber BIAS : a) Dari Pengumpul Data : Menggunakan alat ukur yang berbeda beda / tidak standar Menggunakan teknik pengukuran yang berbeda b) Dari Masyarakat : Adanya perbedaan persepsi masyarakat terhadap penyakit yang ditanyakan Adanya perbedaan respon terhadap alat / test yang dipergunakan.

Untuk mengingatkann, definisi kerja kasus polio dalam surveilans di Ababo adalah onset akut flaccid paralysis dan demam. Saat mereview catatan medis, petugas menemukan bahwa data tentang tanda dan gejala anak-anak yang di diagnosis polio tidak dicatat dengan seragam. Sebagian besar medical record mencatat bahwa anak mengalami demam dan ada onset akut flaccid paralysis. Pada sekitar 1/3 dari total medical record, tidak ada catatan mengenai demam tetapi hanya menyebutkan onset akut flaccid paralysis.

Pertanyaan 11. Apakah dampak dari memasukkan anak-anak yang dalam catatan medisnya tidak mengalami panas terhadap definisi kasus saudara? Jawab : Dampak memasukkan anak-anak dengan rekaman status tidak demam dalam grafik adalah untuk menurunkan sensitivitas dan meningkatkan spesifisitas tes, diagnosis, atau screening.

Setelah kembali ke kantor, karyawan tersebut menemukan bahwa blanko laporan penyakit telah habis. Dia melihat hal ini sebagai kesempatan untuk mendeseain formulir laporan penyakit yang baru.

Pertanyaan 12. Jenis informasi apakah yang akan anda cantumkan dalam formulir laporan penyakit yang baru. Jawab : Informasi yang akan dicantumkan jika akan membuat formulir laporan penyakit yang baru adalah sebagai berikut: 1. Data demografi : nama pasien, umur, jenis kelamin, suku, alamat,

nomor telepon kepala keluarga. 2. Data penyakit : diagnosis, tanggal onset penyakit, manifestasi

klinik dan gambaran epidemiologik 3. Nama, alamat dan nomor telepon orang yang membuat laporan 4. Tanggal pelaporan

Rumah sakit mengidentifikasikan total kasus polio adalah 150 kasus . karakteristik kasus-kasus tersebut ditampilkan dalam tabel-tabel berikut.

Tabel 2. Distribusi musim (bulanan) polio, Kabupaten Ababo, 1989, dan 1990
BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni 1989 5 19 4 9 4 4 1990 7 16 8 13 8 5 BULAN Juli Agustus September Oktober November Desember 1989 2 0 1 2 4 7 1990 3 2 1 1 4 5

Pertanyaan 13. Deskripsikan kejadian musiman (bulanan) polio di Ababo (Ababo terletak di daerah subtropis di belahan bumi Selatan) Jawab : Puncak kasus polio di Ababo terjadi pada bulan Februari, Maret, sampai April karena pada bulan-bulan tersebut terjadi musim panas gugur di Ababo. Hal ini juga sesuai dengan distribusi musiman polio yang banyak terjadi pada musim panas.

Tabel 3. Distribusi kasus polio berdasarkan umur di RS Ababo, 1989, dan 1990
Umur (Tahun) <1 1 2 3 4 Jumlah 34 50 25 27 7 Umur (Tahun) 5 6 7 8 Jumlah 2 3 2 0

Pertanyaan 14. Hitunglah umur median dan umur rata-rata kasus Jawab : median = (n + 1) / 2 = (150+1)/2 = 75.5

Tabel 4. Bistribusi kasus polio berdasarkan jenis kelamin dan suku di RS Ababo, 1989 dan 1990 SUKU Suku Zanu Suku Hanzu JENIS KELAMIN Laki-laki 73 12 Perempuan 53 2 Jumlah 126 14

Suku lain Jumlah

8 93

2 57

10 150

Pertanyaan 15. Hitunglah rasio kasus polio pada laki-laki dan perempuan! Jawab :Rasio kasus laki-laki dan perempuan Total jumlah laki-laki = 93 Total jumlah perempuan = 57 Rasio laki-laki: perempuan = 93 : 57 = 1,631 : 1 Pertanyaan 16. Perhatikan distribusi etnik kasus polio. Apakah Anda dapat menyimpulkan, berdasarkan hasil tersebut, bahwa menjadi anggota suku Zanu adalah faktor risiko untuk menderita polio? Mengapa? Jawab : Tidak, karena etnik Zanu lebih banyak jumlah populasinya dan proporsi penduduk masing-masing suku tidak diketahui. Untuk mendapatkan informasi tentang prevalensi polio, petugas dinas kesehatan melakukan servei anak-anak di kapubaten tersebut. kelumpuhan digunakan sebagai pengganti kata polio. Prevalensi kelumpuhan berdasarkan status vaksinasi dapat dilihat di Tabel 5. Tabel 5. Kelumpuhan berdasarkan status imunisasi pada anak-anak usia 12-23 bulan di Kabupaten Ababo, 1991 Lumpuh VAKSIN POLIO Jumlah 1 Dosis 2 Dosis 1 9 10 Normal 242 667 909 Jumlah 243 676 919

Pertanyaan 17 a. Berapakah prevalensi polio (kelumpuhan) pada anak-anak yang divaksinasi polio (1 dosis)? Jawab : P = 1 x 100% = 0,042 % 243

Jadi, prevalensi polio (kepincangan) di antara anak-anak yang diberi vaksin 0 dosis adalah 0,042% b. Berapakah prevalensi polio pada anak-anak yang tidak divaksinasi polio? Jawab : P = 1 x 100% = 0,042 % 243 Jadi, prevalensi polio (kepincangan) di antara anak-anak yang diberi vaksin 0 dosis adalah 0,042% c. Berapakah cakupan imunisasi polio (paling tidak 1 dosis) dalam populasi? Jawab : Kekuatan vaksin (sekurang-kurangnya 1 kali) pada populasi ini adalah 243/ 919 dikalikan 100% yaitu 24,6 %. d. Interpretasikan data-data pada point 17a sampai dengan 17c Jawab : Data yang dapat diperoleh dari tabel tersebut adalah jumlah terjadinya kasus kelumpuhan pada anak berumur 12-36 bulan di daerah Ababo District dengan tindakan vaksinasi yang sudah dilakukan sebelumnya dan yang tidak divaksinasi sebelumnya. Pada populasi yang telah diberikan vaksinasi sebelumnya, jumlah kasus kelumpuhan yang terjadi adalah satu kasus dari 243 anak pada populasi tersebut. Sedangkan untuk yang tidak divaksinasi sebelumnya, jumlah kasus kelumpuhan yang terjadi adalah sembilan kasus dari 567 anak pada populasi tersebut. Berdasarkan data-data yang ada di atas, prevalensi kejadian polio pada anak yang sudah divaksinasi sebelumnya dan yang tidak divaksinasi sebelumnya dapat diketahui. Prevalensi polio pada anak yang sudah divaksinasi mencapai tiga kali lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi polio pada anak yang tidak divaksinasi. Dari data yang membahas vaccine coverage juga dapat disimpulkan bahwa Distrik Ababo belum mencapai nilai minimal SPM (Standar Pelayanan Minimal) yaitu 80%, karena nilai SPM di distrik Ababo ini baru mencapai 24,6%. Sehingga dapat diketahui

bahwa di distrik Ababo ini belum mencapai health immunity terutama pada immunitas komunitas. Bagaimanapun juga, vaksinasi tetap dapat menjadi solusi untuk menurunkan angka kejadian dari kasus polio dan dapat menjadi sebuah pengendali epidemi polio terhadap penyebarannya pada tingkat pertama atau sebagai pencegahan pada tingkat primer.

Petugas dinas kesehatan merencanakan untuk mereview data surveilans polio setiap bulan. Menyadari bahwa bagian dari sistem surveilans yang baik diantaranya adalah menyebarkan informasi kepada mereka yang harus tahu, dinas kesehatan mulai membuat daftar. Pertanyaan 18. Kepada siapa sajakah informasi surveilans harus disebarkan? Bagaimana Anda dapat menyebarkan informasi tersebut? Jawab : Surveilans yang telah ditemukan pihak kesehatan masyarakat harus segera didistribusikan ke dua kelompok : 1. pihak yang menyediakan data sehingga data yang ada dapat diverifikasi; 2. pihak yang bertanggungjawab atas kegiatan dan aksi kesehatan masyarakat. Data hasil surveilans juga harus didistribusikan kepada mereka yang seharusnya tahu, yaitu antara lain: a. pihak yang menyediakan data seperti petugas kesehatan, rumah sakit, lab b. pihak yang bertanggungjawab untuk melakasanakan aksi data, seperti manager program kesehatan masyarakat, pekerja lapangan, pembuat kebijakan c. pihak yang memiliki sebagian tanggungjawab seperti kementrian dan staff, agen donor d. pihak yang tertarik seperti penduduk desa, kesehatan masyarakat, kelompok tertentu hingga masyarakat luas Cara yang dapat dilakukan untuk mendistribusikan hasil surveilans antara lain melalui koran, jurnal, jumpa pers, dsb.

Beberapa bulan setelah review catatan media RS selesai, petugas medis Bagian Anak RS Ababo mamanggil petugas dinas kesehatan. Dia mencatat masing-masing ada 12 dan 34 kasus pada bulan Januari dan Februari 1991. Pertanyaan 19. a. Berapakah perkiraan jumlah kasus polio pada bulan Januari dan Februari 1991? Jawab : Nilai yang diharapkan adalah rata-rata dari jumlah kasus yang terjadi pada bulan itu.
57 6 kasus 2 19 16 Februari = 17.5 kasus 2

Januari =

b. Menurut pendapat Anda, apakah Ababo mengalami epidemi polio? Jawab : Tidak, karena tidak menunjukan kejelasan untuk suatu peningkatan tertentu. Seperti yang diketahui bahwa epidemi merupakan suatu kejadian luar biasa dengan timbulnya suatu penyakit yang menimpa masyarakat pada suatu daerah tertentu melebihi perkiraan kejadian yang normal dalam periode yang singkat. Setelah rapat segera diadakan untuk mendiskusikan masalah ini. Hasil cakupan imunisasi direview kembali dan diputuskan untuk melakukan kampanye intensif untuk vaksinasi polio.

EPILOG Pada tahun 1988, the World Health Assembly mencanangkan inisiatif global untuk eradikasi polio pada akhir tahun 2000. Inisiatif ini memunculkan kontroversi. Beberapa ahli kesehatan masyarakat menyatakan bahwa polio merupakan penyakit yang fatal dan menimbulkan kecacatan dan dapat dieradikasi, sehingga langkah-

langkah eradikasi harus dilakukan. Dalam jangka panjang, eradikasi akan menghemat milyaran dollar. Sebagian yang lain menyatakan bahwa uang dan energi yang dikeluarkan untuk eradikasi polio, penyakit yang prevalensinya di banyak negara sudah rendah, lebih baik digunakan untuk intervensi kesehatan masyarakat yang komprehensif daripada hanya sekedar untuk satu penyakit, dan bahwa usaha-usaha eradikasi polio akan mengurangi waktu, perhatian dan sumber-sumber daya untuk program-program kesehatan yang lain. Sejak dimulainya Global Polio Eradication Initiative pada tahun 1988 sampai akhir tahun 2002, jumlah kasus polio telah turun sebesar 99 %, dari sekitar lebih dari 350.000 kasus pada tahun 1988 menjadi 1.919 laporan kasus pada tahun 2002 (keadaan pada 16 April 2003). Pada periode waktu yang sama, jumlah negara yang terinfeksi polio berkurang dari 125 menjadi 7 negara. Polio saat ini hanya ditemukan di sebagian wilayah Afrika dan Asia Selatan. Sementara itu, surveilans polio telah menunjukkan peningkatan, dengan angka deteksi Acute Flaccid Paralysis (AFP) meningkat dari 1,6 menjadi 1,9 per 100.000 anak berusia <15 tahun antara tahun 2001 dan 2002.

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN Penyakit polio merupakan salah satu penyakit menular yang diakibatkan oleh virus. Penyakit ini bisa menghancurkan kehidupan manusia karena dapat mengakibatkan kelumpuhan secara mendadak hingga kematian dan tentunya mengurangi produktifitas seorang manusia. Di Kabupaten Ababo, Afrika Selatan, banyak ditemukan kasus polio. Kebanyakan penyakit ini menyerang anak-anak, terutama yang tidak divaksinasi. Puncak kasus polio di Ababo terjadi pada bulan Februari, Maret, sampai April karena pada bulan-bulan tersebut terjadi musim panas gugur di Ababo. Hal ini juga sesuai dengan distribusi musiman polio yang banyak terjadi pada musim panas. Untuk bisa mengetahui bagaimana distribusi penyakit ini dan seberapa besar tingkat keparahannya, dapat dilakukan surveillance secara berkala karena di dalam surveillance juga dilakukan penghitungan mengenai angka insidensi, prevalensi, angka kematian, dan Case Fatality Rate. Surveillance sendiri dapat dilakukan dengan metode aktif dan pasif, data-data yang diperoleh kemudian dikumpulkan, diolah, dianalisis, diinterpretasi, disebarkan kepada orang-orang yang memerlukan data hasil surveillance dan pengambil kebijakan, lalu diterapkan untuk penanggulangan kasus.

DAFTAR PUSTAKA
Bustan, MN.2006.Pengantar Epidemiologi (Edisi Revisi).Jakarta:PT.Rineka Cipta Dorland, W.A.2002.Kamus kedokteran Dorland, edisi 29.Jakarta:EGC http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/case+fatality+rate, tanggal 17 Mei 2009, pukul 14.00 Materi Kuliah Surveilans oleh dr. Agung S. Dwi Laksana, MSc.PH, tanggal 11 Mei 2010 Materi Kuliah Uji Tapis (Screening Test) oleh dr. Agung S. Dwi Laksana, MSc.PH, tanggal 11 Mei 2010 diakses pada

You might also like