You are on page 1of 7

PESERTA LOMBA MENULIS NASIONAL UNTUK REMAJA 2010 TINGKAT SMA/MA

BUKAN SALAH ANAK BERKATA KASAR

OLEH: ISTIN NANA ROBIAH

KEMENTERIAN AGAMA MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 PRAYA KABUPATEN LOMBOK TENGAH NTB 2010

BIODATA PESERTA LOMBA MENULIS NASIONAL UNTUK REMAJA 2010 TINGKAT SMA / MA

1. Nama 2. Tempat tanggal lahir 3. NIS 4. Kelas 5. Jenis Kelamin 6. Alamat 7. Asal Sekolah 8. Alamat Sekolah

: ISTIN NANA ROBIAH : Batunyala, 1 Juni 1994 : 7442 : X (sepuluh) : Perempuan : Batunyala Praya Tengah : MAN 1 Praya : Jln. Pejanggik 05 Telp. (0370) 654154 Praya NTB 83511

9. Informasi Lomba

: Di peroleh di sekolah tanggal 29 April 2010

Mengetahui, Kepala Madrasah Pembina KIR

Drs. H. Masriadi, MA
NIP. 195112311981031030

Samsuriadi, S.Pd
NIP. 197806032005011005

BUKAN SALAH ANAK BERKATA KASAR Oleh: Istin Nana Robiah

Merujuk ke Kamus Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kedudayaan. Kasar, bermakna tidak halus, bertingkah laku tidak lemah lembut, dan tidak baik buatannya. Sesuatu yang tidak baik menimbulkan sejumlah persoalan mengarah ke hal yang negatif seperti perkembangan jiwa seseorang, baik untuk yang mengucapkannya ataupun orang lain yang menjadi obyek ucapan tersebut. Ketika kata-kata negatif dilontarkan oleh seseorang, maka orang lain dapat berkesimpulan seperti apa watak orang tersebut. Manakala kata-kata negatif itu ditunjukkan kepada diri sendiri, maka ia dapat menjadi sosok yang kerdil, tidak pede, emosional, tidak bersemangat, tertutup, tidak punya keyakinan untuk melakukan sesuatu, dan pada akhirnya menyulitkannya untuk berkembang. Mungkin Ia akan berjalan di tempat sementara orang lain berlari maju, atau malah surut ke belakang. Fenomena mengucapkan kata-kata kotor oleh anak sekolah sekarang tak sulit untuk dijumpai. Biasanya mereka mengucapkan kata-kata ini ketika jauh dari pengawasan orang tua dan gurunya, sedang bergerombol bersama rekan sebaya, kemudian saling menyapa rekannya dengan bertukar kalimat kasar tersebut. Momen ini, dapat diamati ketika jam-jam pulang sekolah. Menurut teori Erikson, anak-anak usia sekolah, tepatnya usia 6-12 tahun melihat apa yang dituntut oleh lingkungan, terutama dalam konteks sekolah dan sosial pertemuan. Menurutnya bahwa, mereka perlu mengatasi tuntutan tersebut dengan belajar lewat interaksi yang dialaminya di lingkungan, termasuk keluarga, sekolah, serta pertemanan. Melalui lingkungan tersebut mereka menangkap hal-hal apa yang baik, yang membuatnya merasa mampu atau kompeten dan diterima lingkungan. Perasaan mampu tersebut akan meningkatkan prilaku mereka dalam kaitannya dengan fenomena bicara kotor pada anak-anak. Prilaku ini menjadi berkembang ketika lingkungan pergaulan memberikan

dukungan, dan dengan melakukan prilaku berbicara kotor tersebut mereka merasa berarti, mendapat pengakuan dari teman-temannya. Kepribadian anak dapat diumpamakan seperti batang pada pohon. Ketika pohon itu masih kecil akan lebih mudah untuk membentuk batang atau ranting-ranting pohon tersebut sesuai harapan. Namun sebaliknya, jika pohon itu sudah tumbuh besar dan batang pohonnya sudah keras, tentu akan lebih sulit untuk meluruskannya atau membentuknya. Kadangkadang dari pada menjadi lurus boleh jadi batang pohon yang sudah besar tersebut malah menjadi patah. Sesuai dengan isi puisi Dorothy Law Nolte yang berjudul Children Learn What They Live, ada hikmah yang dapat kita ambil yaitu lingkungan tempat anak dibesarkan akan membentuk pribadinya ketika ia beranjak dewasa nanti. Tak semua yang didapatnya adalah hal-hal yang baik. Ketakjuban yang dialami seketika bisa berubah menjadi shock, ketika si kecil dangan entengnya mengeluarkan kata-kata kasar dan sumpah serapah membawa-bawa nama hewan peliharaan, satwa kebun binatang, kotoran, bahkan hingga kebagian-bagian sensitif dari aurat manusia, juga istilah hubungan badan dengan berbagai variasi kosa kata dan bahasa. Meski, sebagian dari kata-kata yang terlontar tersebut mungkin belum mereka pahami artinya. Bagi anak, apa pun yang dikatakan orang di sekitarnya, dimaknainya sebagai sesuatu yang memang harus diucapkan apa adanya. Anak usia ini belum mampu menyaring dan memilah-milah kata mana saja yang tak pantas diucapkan. Hampir setiap orang tua pasti akan marah bila mendengar anak mereka mengucapkan kata-kata kotor. Bahkan merekapun akan segera melarangnya untuk tidak mengulanginya lagi. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak menjadi suka berkata kotor. Di antaranya, yaitu karena pengaruh pergaulan bersama temantemannya, karena ia ingin terlihat lebih dewasa, mendengar dan belajar dari tayangan di TV (film, CD, dan DVD). Dan bahkan tidak menutup

kemungkinan, anak mengetahui dan belajar mengucapkan perkataan kotor dari orang tuanya. Menyikapi hal di atas, agar anak terhindar dari kebiasaan buruk mengumpat atau sumpah serapah dengan perkataan kotor dan kasar. Menurut Ronald C. Heagy MSW, maka orang tua harus mengajarkan nilainilai moral kepada anak, yaitu dengan cara memberitahu anak bahwa mengumpat atau mengutuk adalah prilaku yang tidak baik untuk dilakukan. Berikan batasan kepada anak untuk tidak menonton tayangan TV yang banyak menggunakan kata-kata kotor. Selain itu, orang tua harus dapat memberikan contoh yang baik kepada anak. Yaitu, tidak mmengucapkan perkataan yang kasar atau mengumpat dengan kata-kata kotor di depan anak. Jika orang tua sering mengumpat, anakpun akan mencontoh tindakan tersebut. Apabila orang tua menjadikan kekerasan sebagai cara melakukan pendidikan terhadap anak maka yang tumbuh dalam diri anak hanyalah kemarahan dan kebencian. Pada akhirnya, anak akan cenderung bersikap buruk kepada orang tua dan juga kepada orang-orang yang ada di sekitarnya (Prof. Saad Karim, 2006). Setiap manusia pasti pernah berbuat salah. Terutama anak, ia akan cenderung banyak melakukan kesalahan dalam bertindak. Hal tersebut adalah wajar, sebab anak baru saja belajar hidup sehingga belum banyak memiliki pengalaman. Walaupun, mungkin saja kesalahan yang ia lakukan bukan murni atas faktor kesengajaan. Ada beberapa

kemungkinan anak melakukan suatu kesalahan, boleh jadi ia memang tidak tahu, merasa penasaran (rasa ingin tahunya tinggi) atau hanya ingin coba-coba. Pada umumnya, sebagian orang tua sering tidak mau peduli dengan apa yang melatarbelakangi anak berbuat salah. Mereka sering menanggapi kesalahan anak dengan sikap negatif. Orang tua mudah memperolok dan mencap anak adalah bodoh dan tolol. Orang tua

seperti ini selalu berharap tindakan yang dilakukan anak sama dengan standar kualitas orang dewasa. Sikap memperolok dapat meninggalkan luka bathin pada diri anak. Ia akan merasa sakit hati, sedih, putus asa dan rendah diri. Pada akhirnya, perasaan anak seperti itu dapat menumbuhkan kebencian kepada orang tuanya. Sesungguhnya Allah SWT melarang memperolok orang lain, apapun sebabnya. Sesuai dengan Firman-Nya dalam AlQuran surat Al-Hujurat ayat 11 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain (mengolok-ngolokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-

ngolokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-ngolok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. Berikanlah bimbingan, arahan, kasih sayang dan motivasi kepada anak agar ia mampu belajar hidup lebih baik dari kesalahan yang pernah ia lakukan. Ajarkan kepada anak, jika ia merasa sakit hati jika seorang

temannya mengatakan ia cengeng maka hal yang sama tak boleh ia lakukan. Pompa baru terus semangatnya untuk terus lebih membangun baik dan

persahabatan

dengan

teman-teman

yang

membuatnya merasa lebih baik. Pokoknya buatlah agar ia tidak kapok berteman. Jelaskan dengan bahasa sederhana, bahwa ia tidak dapat mengatur apa yang akan dikatakan oleh orang lain. Namun ia dapat memutuskan bagaimana harus bereaksi. Misalnya, teman yang berkata kasar berarti bukan teman yang baik. Jadi, ia boleh memilih teman bermain yang lain. Ajari anak untuk tidak ambil pusing dengan kata-kata kasar yang diucapkan oleh temannya. Katakan bahwa makian tidak akan menunjukkan kekuatannya

bila si korban tidak termakan oleh makian tersebut. Bagi anak sulit untuk mengendalikan emosi dan tidak menyerang balik. Kalau orang tua tidak pernah berkata kasar akan lebih mudah untuk mengoreksi kebiasaan anak omong kasar. Misalnya, Nak, ibu, ayah dan kakak tak pernah ngomong gitu. Jangan, diucapkan lagi ya. Orang tua harus membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Jika orang tua tidak melakukan itu berarti mereka khianat. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: Didiklah anak-anak kalian. Bersikap lemah lembutlah dan jangan bersikap kasar, berilah mereka pengertian agar mendekat dan jangan membuat mereka menjauh. Jika salah seorang kalian dalam kondisi marah, maka diamlah (Shahihul Jami (4027). Butuh waktu untuk mengubah kebiasaan, agar tidak berkata-kata kasar dan tak pantas. Apabila memergokinya, hendak mengucapkan kata bego, misalnya, kita bisa mengajaknya mengoreksi ucapan. Sangsi juga perlu diberlakukan apabila anak tak peduli dan melanggar kesepakatan untuk tidak mengulangi kebiasaan memaki dan berkata-kata kasar.

You might also like