You are on page 1of 11

1.

Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu Al-Shaigh alTujibi al-Andalusi al-Samqusti ibn Bajjah, yang lebih terkenal dengan nama ibnu Bajjah. Dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M. pada tahun 475 H (1082 M). Ia berasal dari keluarga at-tujib karena itu beliau dikenal sebagai al-tujubi yang bekerja sebagai pedagang emas (Bajjah : Emas). Riwayat hidupnya secara rinci tidak banyak diketahui orang. Begitu juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya tidak terdapat informasi yang jelas.

2.

3.

4. Selain sebagai seorang filsuf, Ibnu Bajjah dikenal sebagai penyair, komponis. Bahkan sewaktu Saragossa berada di bawah kekuasaan Abu Bakar Ibnu Ibrahim al-Shahrawi dari daulah al-Murabithun, Ibnu Bajjah dipercayakan sebagai salah satu pejabat di pemerintahan Abu Bakar. 5. Pada tahun 512 H Saragossa jatuh ke tangan raja Alfonso I dari Arogan dan Ibnu Bajjah terpaksa pindah ke Sevilla. Di kota ini ia bekerja sebagai dokter, kemudian ia pindah ke Granada, dan dari sana ia pindah ke Afrika Utara, pusat dinasti Murabithun. 6. Meninggal pada tahun 533 H (1138 M) di Fez Maroko, dan dimakamkan disamping makam ibn Arabi.

PEMIKIRAN FILSAFAT IBN BAJJAH


1. EPISTIMOLOGI
Dalam bukunya yang terkenal Tadbir Al-Mutawahhid, Ibn Bajjah mengemukakan teori Al-Ittishal, bahwa manusia mampu berhubungan dan meleburkan diri dengan akal fa'al atas bantuan ilmu dan pertumbuhan kekuatan insaniah. Berkaitan dengan teori ittishal tersebut, ibn bajjah juga mengajukan satu bentuk Epistimologi yang berbeda dengan corak yang dikemukakan oleh Al Ghazali. Kalau Al Ghazali berpendapat bahwa Ilham adalah sumber pengetahuan yang lebih penting dan lebih dipercaya, maka ibn bajjah mengkritik pendapat tersebut, dan menetapkan bahwa sesungguhnya perseorangan mampu pada puncak pengetahuan dan melebur Akal Fa'al, bila ia telah bersih dari kerendahan dan keburukan masyarakat.

Pengetahuan yang didapatkan lewat akal, akan membangun kepribadian seseorang. Akal mendapatkan obyek-obyek pengetahuan yang disebut hal-hal yang dapat diserap dari unsur imajinatif, dan memberikan sejumlah obyek pengetahuan lain kepada unsur imajinatif. Hal yang paling mencengangkan pada unsur imajinatif adalah keterhubungan dengan wahyu dan ramalan. Metode yang diajukan Ibnu Bajjah adalah perpaduan perasaan dan akal. Dalam masalah pengetahuan fakta, ia mempergunakan metode rasional-empiris, tetapi mengenai kebenaran akan keberadaan Tuhan ia mempergunakan filsafat. Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh manusia apabila manusia menyendiri (uzlah).

2. METAFISIKA Menurut Ibnu Bajjah, segala yang ada (al-maujudat) terbagi menjadi dua: yang bergerak dan yang tidak bergerak. Yang bergerak itu adalah materi (jisim) yang sifatnya terbatas dan sebab gerakannya berasal dari kekuatan yang tidak terbatas, yaitu akal. Akal memberi gerak kepada jisim Untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan, Ibnu Bajjah menganjurkan untuk melakukan tiga hal, yaitu: (1) membuat lidah kita selalu mengingat Tuhan dan memuliakanNya (2) membuat organ-organ tubuh kita bertindak sesuai dengan wawasan hati (3) menghindari segala yang membuat kita lalai mengingat Tuhan.

3. MORAL Ibnu Bajjah mengelompokkan perbuatan manusia kepada perbuatan hewani dan perbuatan manusiawi: Perbuatan hewani adalah perbuatan yang didorong oleh motif naluri atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Sedangkan perbuatan manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan akal budi, timbul karena adanya pemikiran yang lurus. Ibnu Bajjah membagi kebajikan menjadi dua jenis yakni kebajikan formal dan kebajikan spekulatif: Kebajikan formal merupakan sifat yang dibawa sejak lahir tanpa adanya pengaruh kemauan atau spekulasi. Sedangkan kebajikan spekulatif didasarkan pada kemauan bebas dan spekulasi.

Menurut Ibnu Bajjah, hanya orang yang bekerja di bawah pengaruh pikiran dan keadilan semata-mata, dan tidak ada hubungannya dengan segi hewani padanya, itu saja yang bisa dihargai perbuatannya dan bisa disebut orang langit.

Jika segi hewani tunduk kepada ketinggian segi kemanusiaan, maka seseorang menjadi manusia dengan tidak ada kekurangannya karena kekurangan ini timbul disebabkan ketundukannya kepada naluri.

4.

JIWA

Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai satu jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia.

Jiwa digerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah diantaranya ada berupa buatan dan ada pula yang berupa alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan, yang disebut juga oleh Ibnu Bajjah dengan pendorong naluri atau roh insting. Ia terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
Jiwa, menurut Ibnu Bajjah, adalah jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Di akhirat jiwalah yang akan menerima pembalasan, baik balasan kesenangan (surga) maupun balasan siksaan (neraka). Akal, daya berfikir bagi jiwa, adalah satu bagi setiap orang yang berakal. Ia dapat bersatu dengan akal faal yang diatasnya dengan jalan marifah filsafat.

4. POLITIK Ibn Bajjah membagi negara menjadi negara sempurna dan negara tidak sempurna, seperti pendapat al-Farabi. Bahwa individu yang berbeda dari sebuah bangsa memiliki watak yang berbeda pula, sebagian mereka lebih suka memerintah dan sebagian lain lebih suka diperintah. Tapi Ibnu Bajjah memberikan tambahan bahwasanya seorang mutawahhid sekalipun, harus senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Tetapi hendaklah seseorang mampu menguasai diri dan sanggup mengendalikan hawa nafsu, tidak terseret ke dalam arus perbuatan rendah masyarakat.

Tetapi jika masyarakat tidak baik maka seseorang harus menyepi dan menyendiri .

Ibn bajjah menyadari bahwa warga memiliki sikap dan bertindak mulia jumlahnya tidaklah banyak. Menurut ibn bajjah orang yang menpunyai sikap mulia ciricirinya ialah Selalu menjaga kesehatan. Sederhana dalam memenuhi kebutuhan hidup yang menyangkut sandang, pangan, dan tempat tinggal, karena kebutuhan yang demikian bukan tujuan utama bagi kehidupan. Bergaul dengan orang yang berilmu dan menjauhi orangorang yang mementingkan kehidupan duniawi.

You might also like