You are on page 1of 11

Bolehkah Minum Obat dengan Susu?

Kita sering mendengar bahwa obat tidak boleh diminum dengan susu. Ini disebabkan karena kalsium yang dikandung dalam susu bisa membentuk ikatan dengan zat-zat dalam beberapa obat dan meghalangi penyerapan oleh lambung. Contohnya adalah tetrasiklin, zat yang biasa ada dalam antibiotik untuk obat flu. Namun, ada beberapa obat yang justru lebih baik diminum bersama susu. Misalnya NSAID, Non Steroidal Anti Inflammatory Drug. Yang terkenal adalah aspirin dan ibuprofen. Obatobatan yang tergolong dalam NSAID bersifat lypophylic, mudah larut dalam lemak sehingga biasanya obat-obat seperti ini dianjurkan untuk diminum dalam waktu 30 menit sesudah makan. Alasan lainnya ialah karena NSAID menyebabkan iritasi lambung. NSAID merupakan obat pembunuh rasa sakit atau painkiller yang bekerja dengan cara menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin sendiri adalah zat yang selalu ada dalam sel tubuh dan bekerja sebagai zat yang menyebabkan peradangan dan rasa sakit, namun juga punya tugas lain, yaitu membantu terbentuknya selaput mukosa lambung. Dengan terhambatnya prostaglandin oleh aspirin, rasa sakit dan infeksi pun hilang, namun pada saat yang bersamaan, lambung menjadi rentan terhadap iritasi karena selaput mukosanya berkurang. Oleh karena itu, obat-obat NSAID biasa diresepkan untuk diminum sesudah makan, supaya makanan yang masuk terlebih dahulu bisa melindungi dinding lambung. Bila kita tidak sempat makan, susu boleh diminum sebagai penggantinya. Di Jepang, bahkan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa obat sakit kepala boleh diminum dengan obat sakit maag. Namun ini tidak selalu benar, karena obat sakit kepala yang kita minum belum tentu termasuk dalam golongan NSAID dan belum tentu semua obat sakit maag membantu pembentukan selaput dinding lambung. Bagaimana dengan jus, kopi atau teh? Sama dengan susu, jus, kopi dan teh masing-masing mengandung zat-zat seperti vitamin C, kafein dan tannin yang mungkin saja bereaksi dengan obat yang kita minum. Sementara itu, air putih netral, tidak mengandung apa-apa yang bisa bereaksi dengan obat. Air putih akan melarutkan obat dalam lambung sehingga lebih mudah diserap. Lebih baik lagi kalau airnya hangat, proses pelarutan akan lebih cepat. Obat yang ditelan begitu saja tanpa air putih bisa menempel di suatu tempat tertentu di lambung dan menyebabkan iritasi lambung juga. Oleh karena itu, lebih baik obat diminum bersama air putih. Minuman lain seperti kopi, sebaiknya diminum satu jam setelahnya, ketika sudah tidak ada lagi sisa obat di lambung.

Minum susu setelah minum obat


Cara minum obat Cara minum obat terkadang sebelum makan, setelah makan, sebelum tidur dll semua itu mempunyai tujuan. Secara umum obat yang memiliki sifat masam diminum setelah makan, Obat yang berkaitan

dengan sistem pencernaan diminum sebelum makan, adapun untuk obat cacing dan obat tidur biasanya diminum sebelum tidur. Dengan pengaturan cara minum obat ini, diharapkan obatobatan dapat menghasilkan manfaat yang semaksimal mungkin dan meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan. Bolehkah minum obat dan susu? Sebelum melangkah lebih jauh, jawaban pembahasan ini ditinjau dari ilmu kesehatan bukan berdasarkan ilmu fikih, karena dalam fikih semua perbuatan diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Dalam kontek ini, jawabannya boleh saja. Tidak ada yang melarang minum susu sambil dicampur dengan obat-obatan. Tapi apabila hal ini ditinjau dari ilmu pengobatan hal itu perlu diperinci. Karena Obat-obatan banyak memiliki sifat, dan rasa yang beranekaragam, begitu pula dengan susu. Apakah pertemuan kedua unsur ini mengakibat perubahan unsur atau efek yang tidak diinginka. Untuk mudahnya secara singkatnya, bisa kita simpulkan sbb:

boleh. Diperbolehkan minum obat dan susuapabila tidak ada reaksi negatif dari pertemuan obat dan susu atau minimalnya perubahan unsur tidak merubah tujuan dari pengobatan. Misalnya minum obat yang bercitra rasa pahit. Tidak boleh. Tidak diperbolehkan apabila minum obat dan susuapabila ada reaksi negatif dari pertemuan obat dan susu atau merubah alur pengobatan. Misalnya minum obat yang bercitra rasa rasa masam (kecut), karena rasa asam ini memaksa adanya perubahan pada susu. Susu dalam tubuh akan mengumpal dan dapat merubah struktur obat. Oleh sebab itu, banyak kalangan herbalist maupun pengobatan modern menerapkan larangan aturan minum obat dengan susu, obat dengan limum dan obat dengan juice (terutama juz yang terbuat dari buah yang memiliki rasa asam). Dalam dunia kedokteran modern aturan ini sangat ketat1, oleh sebab itu dalam pengobatan modern disekitar tahun 1980 an pernah ngetren adanya pelarangan minum obat dengan susu atau sesuatu yang mengandung zat besi (seperti bayam, daun ketela), calsium, dan alummunium. Ketiga sifat ini menyebabkan perubahan dan munculnya senyawa baru yang menyebabkan penyerapan obat-obatan menjadi sukar.oleh sebab hal ini yang menjadi faktor kenapa dilarang minum obat seperti tetracilyline, methacylinedan doxycyline dicampur dengan susu2. Sealin itu, dikwatirkan jika minum susu merubah unsur dan alur pengobatan juga dilarang misalnya seperti pengobatan jantung dengan buah maja.3 Dilihat dari manfaat. Susu memiliki sifat pencahar bawah, dan sebagian obat-obatan juga ada yang memiliki sifat sebagai pencahar, misalnya meniran, air kelapa (baik degan maupun yang tua) kejibeling, jinten hitam. Apabila kedua bahan ini diminum secara bersamaan, otomatis melipatkan gandakan daya caharnya ramnuan. Oleh sebab itu, apabila penyakit membutuhkan pencahar yang kuat, ramuan ini bisa dipadukan, misalnya dalam kasus kencing batu dengan bahan dasar ramuan campuran kejibeling dan susu. Dalam tipus misalnya susu dan air kelapa dll. Adapun untuk kasus penyakit yang tidak membutuhkan pencahar atu penyakit yang ditakutkan dehidrasi seperti mencret maka tidak perlu mempertemuklan kedsua unsur ini, susu dan obat-obatan. Jika terpasa mencapurkan susu dan obat. Buatlah susu yang sangat encer atau minum susu sedikit saja, gunakan susu hanya sebatas untuk membantu memasukan obat saja. Jangan berlebihan. Isi Lambung sangat terbatas, perkirakan obat tidak banyak mempenagruhi obat misalnya minumsusu hanya 5 sendok atau setengah gelas tapi susu sangat encer. Tidak hanya susu

sebenarnya aturan ini tidak hanya berlaku pada susu saja, tapi hampir semua makanan seperti gula aren dan es4 yang mulai ngetren pada saat ini, ataupun makanan yang lain. Oleh sebab itu, jika anda mampu meminum ramuan tanpa campuran unsur tabahan itu lebih bagus, namum jika anda terpaksa tidak bisa meminum, coba tanyakan apakah boleh dicampur atau tidak. Walloohu alam demikianlah yang bisa kami sampaikan semoga ulasan ini bermanfaat. 1Maklum bahan dasar dari obat-obatan ini kebanyakan bersifat asam. 2Sekitar pada tahun 1980 an, adapun sekarang kami kurang tahu jika ada perubahan. 3Meski sebenarnya susu tidak menghilangkan total khasiat maja, tapi melemahkan dan bisa merubah alur pengobatan menuju organ lain. 4Es digunakan untuk mengurangi rasa pait pada herbal atau jamu, namum penggunaan ini jelas merubah struktur pengobatan terutama model obat untuk liver, jantung dan paru-paru.

Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia.[1] Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide").

Kerja Aspirin
Menurut kajian John Vane, aspirin menghambat pembentukan hormon dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandins. Siklooksigenase, sejenis enzim yang terlibat dalam pembentukan prostaglandins dan tromboksan, terhenti tak berbalik apabila aspirin mengasetil enzim tersebut. Prostaglandins ialah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai efek pelbagai di dalam tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan pemodulatan termostat hipotalamus. Tromboksan pula bertanggungjawab dalam pengagregatan platlet. Serangan jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit menuju ke otak. Oleh itu, pengurangan gumpalan darah dan rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar yang sedikit dianggap baik dari segi pengobatan.

Namun, efeknya darah lambat membeku menyebabkan pendarahan berlebihan bisa Terjadi. Oleh itu, mereka yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolahkan mengonsumsi aspirin. Jenis-jenis obat analgesik yang lain ialah:

Parasetamol Kodeina Esterifikasi Aspirin

Aspirin ini dibuat dengan cara esterifikasi, dimana bahan aktif dari aspirin yaitu asam salisitat direaksikan dengan asam asetat anhidrad atau dapat juga direaksikan dengan asam asetat glacial bila asam asetat anhidrad sulit untuk ditemukan. Asam asetat anhidrad ini dapat digantikan dengan asam asetat glacial karena asam asetat glacial ini bersifat murni dan tidak mengandung air selain itu asam asetat anhidrad juga terbuat dari dua asan asetat galsial sehingga pada pereaksian volumenya semua digandakan. Pada proses pembuatan reaksi esterifikasi ini dibantu oleh suatu katalis asam untuk mempercepat reaksi. Tetapi pada penambahan katalis ini tidak terlalu berefek maka dilakukan lah pemanasan untuk mempercepat reaksinya. Pada pembuatan aspirin juga ditambahkan air untuk melakukan rekristalisasi berlangsung cepat dan akan terbentuk endapan. Endapan inilah yang merupakanaspirin.
Interaksi Tetrasiklin dengan Susu BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai berikut : Menyebabkan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan Tidak tercapainya efek teraputik seperti yang diharapkan Secara umum suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar suatu obat dan unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau keduanya, atau menyebabkan efek samping tak diduga. Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang

kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Risiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula berakibat fatal. BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN INTERAKSI OBAT Secara umum suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar suatu obat dan unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau keduanya, atau menyebabkan efek samping tak diduga. Kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai berikut: Menyebabkan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan karena meningkatnya efek samping dari obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius Tidak tercapainya efek teraputik seperti yang diharapkan karena dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat DAMPAK INTERAKSI OBAT Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obattidak hanya dikhususkan pada interaksi antara obat dengan obat, tetapi juga interaksi antara obat dengan makanan, serta interaksi antara obat dengan herbal. Pada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi terjadi tidak hanya dengan satu mekanisme tetapi melibatkan dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi secara umum mekanisme interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua mekanisme utama, yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Obat yang diberikan kepada pasien akan banyak mengalami proses sebelum tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar, proses proses ini dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu : Fase biofarmasetik Meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh. Fase farmakokinetik

2.2

1.

2.

Meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. 3. Fase farmakodinamik Fase terjadinya interaksi obat dengan tempat aksinya dalam sistem biologi. Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Obyek drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin, gentamisin, warfarin objeko, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obatobat sisitem saraf pusat. Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat, Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain. Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri: Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat. Obat-obat dengan rasio toksis teraputik yang rendah (low toxic therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis teraputik tersebut perbandingannya (atau perbedaannya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau efek obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi atau efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut: Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur ikatan-ikatan protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. 2.3 KLASIFIKASI INTERAKSI OBAT Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas : 1. Interaksi secara kimiafarmasetis Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan mengkibatkn inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang mencampurkan berbagai macam obat . 2. Interaksi secara farmakokinetik Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat memepengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat lain. 3. Interaksi secara fisiologi Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya. 4. Interaksi secara farmakodinamik

Interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat sisi reseptornya. 2.4 FARMAKOKINETIK OBAT DALAM TUBUH ABSORPSI OBAT DALAM TUBUH Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses. Pada klinik pemberian obat yang terpenting harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Hal ini penting, karena terdapat beberapa jenis obat tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik, namun akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus pada pemberian oral atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ organ tersebut. Adapun faktor faktor yang dapat mempengaruhi boiavaibilitas obat pada pemberian oral, antara lain : Faktor obat Sifat sifat fisikokimia seperti stabilitas pH lambung, stabilitas tehadap enzim pencernaan serta stabilitas terhadap flora usus, dan bagaimana formulasi obat seperti keadaan fisik obat baik ukuran partikel maupun bentuk kristal atau bubuk, dll. Faktor penderita Bagaimana pH saluran cerna, fungsi empedu, kecepatan pengosongan lambung dari mulai mortilitas usus, adanya sisa makanan, bentuk tubuh, aktivitas fisik sampai dengan stress yang dialami pasien. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna Adanya makanan, perubahan pH saluran cerna, perubahan mortilitas saluran cerna, perubahan perfusi saluran cerna atau adanya gangguan pada fungsi normal mukosa usus. DISTRIBUSI OBAT DALAM TUBUH Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga akan ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan penyebaran di dalam tubuh, yaitu : Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyebaran, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal, dan otak. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan lemak. Distribusi obat dari sirkulasi ke Susunan Saraf Pusat sulit terjadi, karena obat harus menembus Sawar Darah Otak, karena endotel kapiler otak tidak mempunyai celah antar sel mapupun vesikel pinositotik. BIOTRANSFORMASI OBAT DALAM TUBUH

1.

2.

3.

1. 2.

Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dibedakan berdasar letak dalam sel, yaitu Enzim Mikrosom terdapat pada retikulum endoplasma halus dan Enzim Non Mikrosom. Kedua Enzim Mikrosom dan Enzim Non Mikrosom, aktifitasnya ditentukan oleh faktor genetik, sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu bervariasi. EKSKRESI OBAT DALAM TUBUH Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotranformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini terdiri dari 3 proses, yaitu: Filtrasi di glomerulus Sekresi aktif di tubuli proksimal Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal TETRASIKLIN Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lioyd Conover. Tetrasiklin pertama kali dipatenkan tahun 1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dariStreptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.

1. 2. 3. 2.5

Mekanisme kerja tetrasiklin Golongan tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif : Pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik Kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Pada umumnya efek antimikroba golongan tetrasiklin sama (sebab mekanisme kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masingmasing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika Tetrasiklin. Farmakokinetik Absorpsi Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna. Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya

makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan khelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. Distribusi Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa dan sumsum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar urin dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik. Ekskresi Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja. Efek Samping Iritasi lambung pada pemberian oral. Tromboflebitis pada pemberian injeksi (IV). Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan membentuk kompleks. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada janin sampai anak tiga tahun. Pada gigi susu atau gigi tetap, tetrasiklin dapat merubah warna secara permanen dan cenderung mengalami karies. Dapat menimbulkan superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur, dengan gejala adalah diare akibat terganggunya keseimbangan flora normal dalam usus. Absorpsi tetrasiklin dihambat oleh antasida, susu, Koloidal bismuth, Fenobarbital, Fenitoin dan Karbamazepin sehingga mengurangi kadar dalam darah karena metabolismenya dipercepat. Tetrasiklin dapat mempengaruhi kerja Penisilin dan Antioagulan. Efek samping lainnya adalah sebagai berikut : Gangguan lambung Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat ini. Efek terhadap kalsifikasi jaringan Deposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi pada gigidan menganggu pertumbuhan sementara. Hepatotoksisitas fatal Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini diberikan pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah mengalami pielonefritis.

Fototoksisitas Fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat terjadi bila pasien menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau UV. Toksisitas ini sering dijumpai dengan pemberian tetrasiklin, doksisiklin dan deklosiklin. Gangguan keseimbangan Efek samping ini misalnya pusing, mual, muntah terjadi bila mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe telinga dan mempengaruhi fungsinya. Pseudomotor serebri Hipertensi intrakranial benigna ditandai dengan sakit kepala dan pandangn kabur yang dapat terjadi pada orang dewasa. Meskipun penghentian meminum obat membalikkan kondisi, namun tidak jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen. Superinfeks Pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina) atau stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.

Penggunaan klinik tetrasiklin : a. Tetrasiklin Tetrasiklin terutama digunakan untuk pengobatan acne vulgaris dan rosacea. Tetrasikin juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran pernafasan, sinus, telinga bagian tengah, saluran kemih, usus dua belas jari dan juga Gonore. b. Doksisiklin Kegunaan Doksisiklin selain seperti Tetrasiklin juga digunakan untuk pencegahan pada infeksi Antraks. Dan digunakan untuk pengobatan dan pencegahan Malaria, serta perawatan infeksi Kaki Gajah. c. Oksitetrasiklin Oksitetrasiklin berguna dalam pengobatan infeksi karena Ricketsia dan Klamidia, pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan jaringan lunak dan infeksi karena hubungan kelamin. d. Minosiklin Minosiklin digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti Pneumonia dan infeksi saluran nafas lain, jerawat dan infeksi kulit, kelamin dan saluran kemih. Minosiklin juga dapat membunuh bakteri dari hidung dan tenggorokan anda yang dapat menyebabkan meningitis. Sediaan Antibiotika Tetrasiklin di Pasaran Tetrasikin Tetrasiklin dipasaran dalam bentuk kapsul dengan kandungan 250 mg dan 500 mg. Juga ada yang dalam bentuk buffer untuk mengurangi efek sampingnya mengiritasi lambung. Doksisiklin Doksisiklin di pasaran tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan kapsul dengan kandungan 50 mg dan 100 mg. Oksitetrasiklin Oksitetrasiklin di pasaran tersedia dalam bentuk sediaan kapsul 500 mg dan vial 50 mg/ml untuk injeksi. MinosiklinMinosiklin dipasaran dalam bentuk kapsul dengan kandungan 50 mg dan 100 mg.

2.6

INTERAKSI ANTARA TETRASIKLIN DENGAN SUSU Cara pemberian obat yang berbeda akan mempengaruhi cepat lambatnya obat terabsorpsi, dengan kata lain juga akan mempengaruhi cepat lambatnya obat berefek. Begitu pun makanan dan minuman, sangat mempengaruhi proses absorpsi obat. Tergantung di mana obat diabsorpsi/tempat absorpsi obat, maka dengan menganalisis makanan/minuman yang masuk bersama obat, maka kita akan mudah memprediksi pengaruh keduanya kepada cepat lambatnya atau malah tidak terabsorpsinya obat. Pemberian tetrasiklin bersamaan dengan susu menyebabkan interaksi sebagai berikut: Susu (kalsium, magnesium, besi, dan aluminium)

Tetrasiklin
Khelat inaktif (tetrasiklin + logam)
Susu yang mengandung kalsium, magnesium, besi, dan aluminium bila dikonsumsi bersamaan dengan tetrasiklin akan membentuk khelat inaktif (tetrasiklin + logam) yaitu kompleks yang tidak larut. Susu juga mengandung protein dan lemak sehingga tetrasiklin tidak boleh diminum bersamaan dengan susu karena dapat menurunkan absorpsi dari tetrasiklin oleh lambung. Sehingga dapat menimbulkan kegagalan terapi pengobatan.

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Tetrasiklin seharusnya tidak dikonsumsi bersamaan dengan susu (kalsium, magnesium, besi, dan aluminium) karena dapat menyebabkan khelat inaktif (tetrasiklin + logam) yaitu kompleks yang tidak larut, sehingga dapat menurunkan absorpsi dari tetrasiklin oleh lambung. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan terapi pengobatan. SARAN Sebaiknya dalam mengkonsumsi tetrasiklin tidak bersamaan dengan susu. Lebih baik obat diminum dengan air putih, karena air putih akan melarutkan obat dalam lambung sehingga lebih mudah diserap.

3.2

You might also like