You are on page 1of 28

VISI (2012) 20 (1) 773-797 PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation ) DI KEBUN TAMBUNAN

A KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT Shanti Desima Simbolon ABSTRACT


Soil degradation and reduced productivity associated with soil erosion events, that is a complex process of release the particles due to exposure to rain grain then soil particles is transported to a lower place, where erosion rate exceeds the rate of erosion allowed is very harmful, so it is important to know the magnitude of erosion rate allowed is very harmful, so it is important to know the magnitude of erosion rate occurs on a land use.This study was located at Kebun Tambunan A, Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Estimation of magnitude of erosion rate that occurred was done refer to USLE Method of Wischmeier and Smith, followed the equation A = R x K x L x S x C x P where A = the amount of soil eroded and floated (tones/ha/year ), R = value of rain erosivity index, K = soil erodibility factor, L = length of slope (m), S = slope (%), C = crop management system factor, P = action or treatment of farmers in land preservation factor. The result showed that the value of R = 3248.08 tons.m/ha/cm of rain, K = 0.10 (low) at SPT-1 and K = 0.19 ( rather low ) at the SPT -2, LS values between 0.414 18.724, the C ranged between 0.70 0.80, P = 1 and CP values ranged from 0.01 0.07. Erosion allowed at the study sites is 24 tons/ha/year and 19.2 tons/ha/year at SPT-1 and SPT-2 respectively. Rate of erosion at SPT-1 ranged from 1.435 3384.33 tons/ha/year. The erosion value at SPT-2 ranged from 3.072 7855.35 tons/ha/year. Erosion occurred on slope units generally larger at study sites than that of erosion allowed (erodibility) --------------Key words : Soil productivity, erosion prediction, USLE Method, Erodibility

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan pertanian yang diusahakan secara intensif dan berkesinambungan dalam waktu yang relative lama sering mengalami kemunduran sifat fisik, kimia dan biologi tanah seperti mengakibatkan berkurangnya kemantapan agregat tanah, kemampuan menahan air, kehilangan unsure hara dan bahan organik pada lapisan top soil yang pada akhirnya menyebabkan memburuknya produktivitas tanah. Kerusakan dan menurunnya produktivitas tanah berkaitan dengan peristiwa erosi yaitu suatu proses yang kompleks dari pelepasan partikel-partikel tanah akibat pukulan butir hujan yang selanjutnya diangkut ke tempat yang lebih rendah, dimana laju erosi yang melebihi erosi diperbolehkan sangat merugikan. Erosi ini dipengaruhi oleh beberapa factor seperti faktor iklim, topografi, sifat tanah, vegetasi, dan manusia. Keadaan kelima faktor tersebut dapat menyebabkan suatu kondisi lahan yang peka terhadap erosi seperti halnya Kebun 5 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 Tambunan A Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang merupakan daerah lokasi penelitian. Kebun Tambunan A termasuk suatu lahan pertanian yang kondisi lahannya peka terhadap erosi. Hal ini dapat diketahui dari jenis tanah yang dimilikinya yaitu jenis tanah Ultisol. Tanah Ultisol ini mempunyai agregat yang kurang stabil dan lapisan yang sangat terlindi ( tercuci ) yang menyebabkan tanahnya cenderung tererosi. Topografi atau bentuk wilayah yang didominasi oleh kemiringan lereng yang curam juga menyebabkan meningkatnya erosi yang terjadi. Hal ini didukung pula oleh curah hujan yang tinggi dimana type iklimnya termasuk type iklim basah ( Zone Agroklimat A ) menurut Oldeman yang mempunyai periode basah lebih dari 9 bulan ( curah hujan > 100 mm/ bulan ) dan periode kering lebih kecil dari 2 bulan ( curah hujan < 100 mm /bulan ) dimana semakin tinggi curah hujan terutama di daerah yang curam menyebabkan jumlah butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butiran hujan semakin banyak. Melihat kondisi lahan yang peka terhadap erosi, perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana keadaan erosi di Kebun Tambunan A agar dapat memberikan pertimbangan dalam pengelolaan serta tindakan konservasi yang dilakukan sehingga mengurangi kerusakan tanah tersebut. Sebelum melakukan usaha konservasi tanah, maka perlu diduga besarnya erosi yang terjadi. Pendugaan atau prediksi ini dapat dilakukan dengan Metode Universal Soil Loss Equation ( USLE ). Adapun alasan penggunaan metode ini adalah karena sifatnya yang universal, lebih mudah dilakukan dan mampu memberikan alternative untuk mengurangi erosi. Setelah diprediksi besar laju erosi yang terjadi maka dapat diketahui apakah laju erosi yang terjadi melebihi laju erosi yang diperbolehkan. Apabila nilai laju erosi yang terjadi lebih besar maka perlu diadakan tindakan konservasi untuk menekan erosi yang terjadi sampai ke suatu nilai tertentu yang tidak merugikan. Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan prediksi erosi dengan menggunakan Metode USLE di Kebun Tambunan A Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. 1.2. Tujuan Untuk mengetahui besarnya laju erosi di Kebun Tambunan A Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. 1.3. Hipotesis Diduga tingkat laju erosi melebihi laju erosi diperbolehkan di Kebun Tambunan A, Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. 1.4. Manfaat Penelitian Diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan laju erosi dan dapat memberikan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan tindakan 6 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 konservasi yang dilakukan serta berguna sebagai informasi atau bahanbahan masukan bagi pihak-pihak yang memerlukan. II. BAHAN DAN METODE 2.1. Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari sampel tanah penelitian yang terdapat di Kebun Tambunan A Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat. 2.2. Alat Alat yang digunakan adalah kompas, klinometer, ring sampel, cangkul, sekop, bor tanah, pisau pandu, buku Munsell Soil Charts, kantung plastik, meteran, dan alat tulis. 2.3. Metode Penelitian Pendugaan besarnya erosi yang terjadi dilakukan dengan mempergunakan metode USLE dari Wischmeier dan Smith. Berdasarkan metode tersebut, metode yang terjadi mengikuti persamaan sebagai berikut : A=RxKxLxSxCxP Dengan : A = besarnya tanah yang terkikis dan terhanyutkan ( ton/ha/tahun ) R = Nilai indeks erosivitas hujan K = Faktor erodibilitas tanah L = Panjang lereng ( m ) S = Kemiringan lereng ( % ) C = Faktor system pengelolaan tanaman P = Faktor tindakan atau perlakuan petani dalam pengawetan tanah Nilai R dihitung dengan menggunakan persamaan EI30 dari Bols yaitu : 12 R = ( EI30 ) i...( 1 ) i=1 dimana : EI30 = 6.119 ( Rain)1.21 . (Days)-0.47 . (Maks)0.53 ( 2 ) Rumus tersebut diperoleh dengan jalan menghubungakan antara curah hujan bulanan rata-rata ( R ) dalam cm, jumlah hari hujan perbulan ( D ) dan ( M ) yakni curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan bersangkutan dalam cm, i adalah bulan. Nilai K tiap Satuan Peta Tanah ditentukan berdasarkan persamaan : K = 1.29 { 2.1 M1.14 (10-4) (12-a ) + 3.25 (b-2) + 2.5 (c-3) } ( 3 ) 100 Dimana : K = faktor erodibilitas tanah 7 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 M persentase pasir sangat halus + debu ( diameter 0.1 0.05 dan 0.005 0.02 mm ) x ( 100 persentase liat ) a = persentase bahan organic b = kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah c = kelas permeabilitas dan nilai LS dihitung dengan mengggunakan persamaan : LS = (L/22)m( 65.41 sin2 + 4.56 sin + 0.065 ) ..( 4 ) Dimana : LS = nilai faktor panjang dan kemiringan lereng L = panjang lereng ( m ) m = 0.5 = sudut lereng Sementara nilai C dan P disesuaikan dengan data yang tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Nilai C x P dari Beberapa Penggunaan Lahan
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Type Penggunaan Lahan Hutan tidak terganggu Hutan tanpa tumbuhan rendah Hutan tanpa tumbuhan rendah dan serasah Semak/belukar sebagian ditumbuhi rumput Semak belukar tidak terganggu Kebun campuran Perkebunan tanaman keras dengan sebagian penutup tanah Pekarangan Perkebunan tanaman keras dengan sebagian tanaman penutup tanah Rumput penutup alang-alang Rumput alang-alang dibakar setiap tahun Rumput serai wangi Rumput penutup tanah dengan baik Tenaman tegalan umbi-umbian Tanaman tegalan kacang-kacangan Pertanian umum dengan : - memakai mulsa - teras bangku - guludan Sorghum strip Crotalaria Sorghum strip rumput bede Sorghum strip kacang tunggak Kacang tanah strip Brachiaria Kacang tunggak strip Brachiaria Kacang tunggal strip Crotalaria Padi gogo strip rumput bede Teras bangku + sorghum Teras bangku + jagung Nilai CP 0,01 0,01 0,50 0,10 0,01 0,07 0,01 0,20 0,07 0,02 0,06 0,65 0,01 0,63 0,36 0,14 0,04 0,14 0,258 0,345 0,438 0,380 0,205 0,200 0,880 0,890 0,890

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

8 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


26. Teras bangku + kacang tanah 27. Teras bangku + jagung 28. Teras bangku + kacang tanah 29. Teras bangku + kacang tanah + jagung 30. Teras bangku + jagung + pupuk kandang 31. Teras bangku + jagung + kacang tanah + pupuk kandang 32. Teras bangku + padi gogo 33. Teras bangku + kacang tanah + bitumen 34. Teras bangku bersudut + kacang tanah 35. Teras guludan + kacang tanah 36. Teras guludan + kacang tunggak 37. Teras guludan + jagung 38. Teras berdasar lebar + kacang tanah 39. Teras berdasar lebar + kacang tunggak 40. Teras berdasar lebar + kacang tanah + bitumen 41. Teras berdasar lebar + kacang tunggak + bitumen Sumber : Weischmeier, 1980 0,012 0,070 0,025 0,050 0,060 0,040 0,008 0,020 0,035 0,003 0,020 0,008 0,114 0,370 0,035 0,290

Nilai batas erosi yang diperbolehkan disesuaikan dengan Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah-Tanah di Indonesia ( Arsyad, 1989 ), dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8

Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah-Tanah di Indonesia ( Arsyad, 1989 )


Sifat Tanah dan Substratum Nilai T (ton/ha/thn) 0.0 4.6 9.6 14.4 16.8 19.2 24.0 30.0

Tanah sangat dangkal di atas batuan Tanah sangat dangkal di atas bahan yang telah melapuk Tanah dangkal diatas bahan telah melapuk Tanah dengan kedalaman sedang diatas bahan yang telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang di atas substrata yang melapuk Tanah yang dalamn dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat di atas substrata yang melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang di atas substrata telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya yang permeable di atas substrata yang telah melapuk

2.4. Pelaksanaan Penelitian Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah pengamatan di lapangan, pembuatan peta lereng, penentuan satuan peta tanah, pengolahan data, pendugaan besarnya erosi dan penetapan batas erosi diperbolehkan. 9 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 a. Pengamatan Lapangan Di lokasi penelitian dilakukan survey bentuk wilayah untuk mengamati keadaan lapangan yang diteliti seperti topografi, keragaman vegetasi dan tindakan konservasi tanah b. Pembuatan Peta Lereng Pemetaan lereng dilakukan dengan pengukuran secara langsung panjang kemiringan lereng dengan menggunakan kompas, meteran serta klinometer. Pemplotan dilakukan terhadap areal yang mempunyai lereng yang sama berdasarkan bentuk kemiringan lereng. c. Penentuan Satuan Peta Tanah Untuk mendapatkan penyebaran Satuan Peta Tanah ( SPT ) dilakukan survey menurut Grid System. Hasil pengamatan boring dan bentuk lereng digunakan untuk menentukan SPT dengan mengadakan pembatasan areal yang mempunyai sifat tanah seragam. Dari setiap SPT digali profil tanah yang dianggap mewakili masing-masing SPT. Penyebaran SPT ini digunakan sebagai dasar pembeda erodibilitas tanah dan erosi diperbolehkan. Untuk kepentingan erodibilitas tanah tersebut, diambil sampel tanah untuk dianalisa di laboratorium seperti tekstur tanah dengan metode pipet, penetapan permeabilitas tanah dengan metode Debood dan penetapan kandungan bahan organic dengan metode Walkley dan Black ( PPKS RISPA, 1990 ). d. Pengolahan data Dari data curah hujan dapat dihitung nilai EI30 untuk mendapatkan nilai R dengan menggunakan persamaan 1 dan 2. Penentuan nilai faktor K diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel tanah di laboratorium yang diterapkan ke persamaan 3. Penelitian nilai LS dari hasil pengukuran panjang dan kemiringan lereng secara langsung di lapangan dengan menggunakan persamaan 4. Penetapan nilai faktor C dan P menggunakan data yang tercantum pada Tabel 1. e. Pendugaan Besarnya Erosi Pendugaan besarnya erosi yang terjadi pada setiap unit pengamatan dilakukan dengan menggunakan Metode USLE yaitu dengan mengalikan nilai factor erositivitas ( R ), erodibilitaas tanah ( K ), factor topografi ( LS ), pengelola tanaman ( C ) dan tindakan konservasi ( P ). f. Penetapan Batas Erosi Diperbolehkan Besarnya nilai erosi yang diperbolehkan data diketahui dari sifat tanah dan substrata yang diamati dari profil tanah setiap Satuan Peta Tanah Tanah yang nilainya disesuaikan terhadap nilai T. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3. 1. Pendugaan Erosi 10 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 a. Faktor Curah Hujan Faktor curah hujan diperoleh dengan menggunakan persamaan Bols yang menghitung persamaan El30 berdasarkan rata-rata curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan serta curah hujan maksimum selama 24 jam. Tabel 3. Daftar Nilai El30 Bulanan Kebun Tambunan A
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Curah Hujan (cm) 23.19 25.03 26.95 21.40 33.16 18.03 24.17 28.12 41.32 43.19 37.34 34.09 Hari Hujan 12.8 10.8 12.9 11.7 14.2 8.8 11.7 12.0 16.0 16.4 18.1 17.3 Curah hujan maks. 24 Jam (cm) 4.90 5.01 5.60 4.10 5.70 5.80 5.04 5.77 6.74 7.17 6.32 5.90 El30 192.35 231.21 246.72 165.65 305.95 184.94 90.86 346.72 412.56 444.57 332.87 293.64

Sumber: PT. Kiner Lipaga Tambunan B Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks erosivitas hujan tahunan (R) = 3248.08 ton.m/ha/cm hujan. Tingginya nilai R disebabkan oleh curah hujan dan hari hujan yang cukup tinggi, demikian pula dengan curah hujan maksimum selama 24 jam. Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo (1988) dan Utomo (1989) yang menyatakan bahwa sifat hujan yang terpenting adalah curah hujan, intensitas dan distribusi. Ketiga sifat hujan ini secara bersama-sama akan menentukan kemampuan hujan untuk menghancurkan butir-butir tanah serta jumlah dan kecepatan limpasan. Erosi akan lebih hebat terjadi pada bulan September sampai bulan Oktober bila diamati distribusi nilai El30 selama sepuluh tahun, hal ini disebabkan El30 pada bulan-bulan tersebut cukup tinggi. Besarnya nilai El30 ini berhubungan dengan curah hujan, hari hujan dan curah hujan maksimum 24 jam. Dengan semakin besarnya curah hujan maka energi yang ditimbulkan oleh curah hujan untuk memecah dan mengangkut partikel-partikel tanah akan semakin besar. Evans (1980) dalam Utomo (1989) mengemukakan bahwa interaksi curah hujan yang besar didukung dengan intensitas yang besar dan lamanya hujan serta dengan makin besarnya ukuran butir hujan, kekuatan yang diakibatkan akan semakin meningkat, terutama pada saat energi kinetik mencapai maksimum. Dengan demikian kekuatan hujan untuk merusak agregat tanah semakin meningkat. Diketahuinya penyebaran El30 ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan waktu tanam, agar tanaman mampu mengurangi daya pukulan pada 11 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 saat yang tepat. Diharapkan pada saat El30 tinggi tajuk tanaman sudah bisa menutupi tanah sehingga tanah terhalang dari pukulan butir hujan secara langsung, meningkatkan infiltrasi yang selanjutnya mengurangi besarnya aliran permukaan yang menyebabkan terkikisnya lapisan tanah atas. b. Faktor Erodibilitas Tanah Nilai K di lokasi penelitian diperoleh dengan menganalisa kandungan pasir sangat halus, debu dan liat, struktur tanah, permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik tanah. Besarnya nilai K untuk lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisa Tanah dan Debu Nilai Erodibilitas Tanah (K) dari Satuan Peta Tanah Lokasi Penelitian Kebun Tambunan A No. 1. 2. Uraian Kode profil Persen Pasir Persen pasir sangat halus Persen Debu Persen Liat Bahan Organik (%) Kode Struktur Tanah Kelas Permeabilitas Tanah Nilai K SPT-1 S1 41.88 2.75 22.47 34.65 3.78 (agak tinggi) 3 (granular sedang-kasar) 6.20 (sedang) 0.10 SPT-2 S-2 35.85 2.31 23.76 40.40 0,79 (rendah) 2 (granular halus) 1.42 (agak lambat) 0.19

3. 4. 5. 6.

Nilai permeabilitas tanah pada SPT-1 adalah 6.20 dan untuk SPT-2 adalah 1.42. Berdasarkan kriteria penilaian permeabilitas tanah oleh Arsyad (1989), kelas permeabilitas tanah untuk SPT-1 adalah sedang dan untuk SPT-2 termasuk ke dalam kelas agak lambat. Dari hasil perhitungan dapat dilihat nilai K untuk SPT-1 adalah 0.10 sedangkan untuk SPT-2 adalah 0.19. Berdasarkan klasifikasi nilai erodibilitas tanah yang dikemukakan Utomo (1989), maka SPT-1 diklasifikasikan kelas rendah sedangkan SPT-2 termasuk kelas agak rendah. Perbedaan nilai K dari masing-masing unit berhubungan erat dengan perbedaan kandungan bahan organik, tekstur tanah (fraksi pasir, pasir sangat halus, debu dan liat), permeabilitas tanah dan struktur tanah. Adanya perbedaan tekstur tanah pada masing-masing SPT yaitu tekstur Lempung berliiat pada SPT-1 dan tekstur Liat pada SPT-2 mengakibatkan berbedanya kepekaan tanah terhadap erosi. Bila ditinjau dari halus kasarnya fraksi tanah maka dapat diketahui bahwa tanah pada SPT-2 lebih peka terhadap erosi dibandingkan tanah pada SPT-1. Hal ini disebabkan tekstur tanah pada SPT-2 lebih halus dibandingkan tekstur tanah 12 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 pada SPT-1 dimana tanah yang memiliki tekstur halus akan lebih mudah terangkat oleh limpasan permukaan serta pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir liat yang halus. Arsyad (1989) menjelaskan bahwa dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah akan terangkat lebih dahulu dan lebih banyak dari fraksi kasar. Hal ini bertalian dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Daya angkut yang lebih besar pada SPT-1 menyebabkan lebih banyaknya lapisan topsoil yang hilang dimana lapisan topsil merupakan wadah bagi bahan organik. Hal ini mengakibatkan kandungan bahan organik pada SPT-2 lebih rendah dibandingkan pada SPT-1 yang selanjutnya berpengaruh terhadap kemampuan agregat. Kandungan bahan organik yang tinggi pada SPT-1 menyebabkan meningkatnya kemantapan agregat tanah dibandingkan pada SPT-2 karena bahan organik berperan sebagai bahan pengikat dalam pembentukan struktur tanah. Karena bahan organik dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah maka berpengaruh juga terhadap kemantapan pori. Hal ini sesuai dengan pendapat Seta (1987) yang menyatakan bahwa bahan organik mampu meningkatkan kemantapan agregat maka dengan demikian akan mempunyai pengaruh juga terhadap kemantapan pori tanah yang dengan demikian berarti meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. Permeabilitas tanah pada SPT-1 lebih tinggi dibandingkan pada SPT-2. Hal ini dipengaruhi oleh SPT-1 yang bertekstur Lempung berliat dimana teksturnya lebih kasar dibandingkan pada SPT-2, struktur tanah pada SPT-2 yang bergranular sedang sampai kasar menyebabkan tanah menyerap air lebih cepat daripada yang bertekstur susunan butir-butir primernya lebih rapat serta kandungan bahan organik yang lebih tinggi mempengaruhi kemantapan pori tanah dan kemantapan agregat. c. Nilai Faktor LS Dari hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan klinometer dan meteran terdapat 6 kelas lereng dengan 96 unit lereng dimana nilai faktor LS (panjang dan kemiringan lereng) di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5.

Satuan Unit Lereng 1. 2. 3.

Tabel 5. Panjang Lereng, Kemiringan Lereng & Nilai LS Panjang Lereng Kemiringan Lereng Segmen (m) (%) 1 48 5 1 37 6 1 57 8

Nilai LS 0.864 0.74 1.254

13 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 25 52 43 46 49 27 39 34 22 28 26 47 36 31 19 51 33 53 43 28 52 42 22 26 51 54 23 47 41 49 35 45 51 35 47 31 25 46 47 49 52 27 43 26 27 43 12 5 6 14 11 13 35 46 13 12 4 3 10 41 37 18 14 16 8 7 8 11 15 21 7 8 5 12 9 16 11 19 7 7 38 13 15 25 17 19 8 13 10 25 8 3 0.8 0.936 0.86 1.748 1.421 0.918 11.595 16.650 0.748 0.896 0.442 0.752 0.936 13.302 8.846 2.754 1.254 2.385 0.946 0.558 1.114 1.218 0.902 3.072 1.071 1.188 0.414 1.504 0.984 2.205 1.105 2.7 1.071 0.375 14.519 1.054 1.025 17.251 2.35 2.94 1.144 0.918 1.118 5.454 0.594 0.688

14 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


47. 48 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 78. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 32 51 23 34 46 36 47 57 49 53 39 42 36 49 51 43 59 34 35 39 38 47 45 25 33 42 41 52 30 48 23 28 32 43 29 32 43 39 25 31 21 26 28 46 41 37 9 15 33 28 30 36 16 8 11 15 12 17 42 25 22 23 5 12 13 10 34 34 35 42 38 35 4 7 6 5 41 43 41 24 32 35 18 36 43 45 43 47 34 40 36 38 0.768 2.091 8.091 7.519 9.791 11.656 2.115 1.254 1.421 2.173 1.248 2.1 14.885 7.486 6.185 6.113 1.062 1.088 0.85 1.014 10.919 12.140 12.453 12.406 12.164 12.027 0.697 1.092 0.6 0.864 11.453 13.618 13.515 6.558 8.644 10.503 2.322 12.134 12.869 15.372 11.795 15.042 9.373 15.577 12.440 12.879

15 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


91 92. 93. 94. 95. 96. 1 1 1 1 1 1 23 26 51 37 38 43 46 46 18 38 47 46 13.688 14.559 2.754 12.879 18.184 18.724

Besarnya nilai LS di lokasi penelitian berkisar antara 0.414 - 18.724. Nilai LS terendah dijumpai pada unit lereng 29 yaitu 0.414 dengan panjang lereng 23 meter dan kemiringan lereng 5% sedang nilai LS yang tertinggi dijumpai pada unit lereng 96 dengan panjang lereng 43 meter dan kemiringan lereng 46% yaitu 18.724. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa kemiringan lereng lebih mempengaruhi besarnya nilai LS dari pada panjang lereng. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada unit 9 dengan kemiringan lereng 35% dan panjang lereng 39 meter mempunyai nilai LS sebesar 11.595 dan unit 17 dengan kemiringan lereng 37% dan panjang lereng 19 meter mempunyai nilai LS sebesar 18.846 dimana besarnya nilai LS unit 9 adalah 1.3 kali nilai LS unit 17. Dalam hal ini unit lereng 9 panjang lerengnya dua kali lebih panjang dari unit 17 sedangkan unit 24 dengan kemiringan lereng 11% dan panjang lereng 42 meter mempunyai nilai LS sebesar 1.218 dan unit 62 dengan kemiringan lereng 23% dan panjang lereng 43 meter mempunyai nilai LS sebesar 6.113 dimana besarnya nilai LS unit 62 adalah 5.01 kali lebih besar dari 24 unit, sedangkan panjang lerengnya tidak jauh berbeda. Dari keadaan ini dapat dilihat bahwa pertambahan nilai LS jauh lebih besar daripada perbandingan kemiringan lereng dua kali lipat dari pada perbandingan panjang lereng dua kali lipat. Arsyad (1989) menyatakan bahwa dengan makin curam/miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih curam maka banyaknya erosi persatuan luas menjadi 2 sampai 2.5 kali lebih banyak. Hal ini disebabkan semakin curamnya suatu lereng maka akan mengakibatkan makin cepatnya laju aliran air di permukaan tanah yang dengan demikian memperbesar energi angkut air untuk mengikis tanah. Daftar kelas kemiringan lereng pada setiap satuan unit lereng di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kelas Kemiringan Lereng pada Satuan Unit Lereng di Lokasi Penelitian No. 1. Kelas Kemiringan 03 (datar) Satuan Unit Lereng 14,46

16 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


2. 3. 4. 5. 6. 38 (berombak) 8 15 (bergelombang) 15-25 (berbukit) 25-45 (curam) > 45 (sangat curam) 1,2,3,4,5,6,13,21,22,27,28,29,34,35,41,45,54,63,73,74,75, 76 4,7,8,11,12,15,19,23,24,25,30,32,37,38,42,43,47,48,55,56, 64, 65,66 18,20,26,31,33,39,40,44,53,58,60,61,62,80,83,93 9,16,17,36,49,50,51,52,59,67,68,69,70,71,72,77,78,79,81, 82,84,85,86,88,89,90,94 10,87,81,92,95,96

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kelas kemiringan lereng di lokasi penelitian didominasi kelas lereng curam yang menyebabkan kondisi lahan peka terhadap erosi. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan tindakan konservasi di lokasi penelitian agar potensi erosi dapat ditekan ke batas erosi yang terbolehkan. d. Nilai Faktor CP Pola penggunaan lahan di lokasi penelitian memiliki berbagai jenis penggunaan lahan. Tanaman yang paling dominan adalah kelapa sawit dengan tanaman penutup tanah (nilai CP=0,01), kemudian rumput penutup alang-alang (Nilai CP= 0.02), kelapa tanpa tindakan konservasi (Nilai CP = 0.80), jagung tanpa tindakan konservasi (nilai (CP = 0.70) dan kebun campuran (nilai CP = 0.07). Besarnya nilai C, P dan CP di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Faktor C, P dan CP dan A di Lokasi Penelitian
Satuan Unit Lereng 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Segmen 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 C 0.80 0.80 0.80 P 1 1 1 CP 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 A (Ton/ha/thn) 2.806 2.403 4.073 4.937 3.040 2.793 454.21 369.24 238.53 71.556 102.75 2.429 2.910 1.435 2.442 3.040 82.091 54.591

17 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.07 0.07 715.61 325.84 619.733 245.814 1.909 3.175 316.492 2.929 18.958 6.609 3.858 107.57 4.885 3.196 1088.62 263.74 701.58 3.478 2.387 47.158 3.423 3.329 24.428 7.632 9.549 297.264 238.53 290.508 2692.68 154.34 2.234 2.494 12.904 49.932 46.402 60.423 71.933 6.869 4.073 32.308 494.065 238.752 477.467 3364.33 1702.05 140.625

18 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 1 1 1 1 1 1 1 1 0.07 0.07 0.02 0.02 0.01 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.092 138.988 24.146 7.067 5.521 3.293 70.931 78.863 76.851 76.561 75.068 74.222 4.301 6.739 3.072 10.664 141.360 168.082 166.811 42.601 3734.16 4537.23 1003.09 5241.82 158.83 189.73 145.582 6498.06 4049.08 192.262 154.543 158.961 168.946 179.697 33.991 5563.65 7855.39 231.104

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada satuan unit lereng yang penggunaan lahannya tidak melakukan tindakan konservasi akan menyebabkan meningkatnya nilai CP yang selanjutnya akan memperbesar nilai erosi. Bila tindakan konservasi dilaksanakan, sebenarnya erosi dapat diturunkan. Misalnya pada tanaman jagung, bila dipilih faktor pengelolaan tanah dengan teras guludan akan memberikan nilai CP = 0.008, yang berarti penurunan nilai CP sebesar 0.692 sehingga mampu menekan erosi ke tingkat erosi terbolehkan. 19 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 Berdasarkan nilai faktor CP maka dapat diramalkan bahwa pada unit-unit lereng di mana pola penggunaan lahannya memiliki tanaman penutup tanah akan menunjkkan tingkat erosi yang lebih kecil. Hal ini disebabkan dengan adanya tanaman penutup tanah maka tanah akan terlindungi dari pukulan langsung butir hujan yang jatuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Seta (1987) yang menyatakan bahwa tiap tanaman yang menutupi tanah adalah penghambat aliran permukaan. Dengan terhambatnya aliran permukaan, maka akan memberikan kesempatan pada air untuk masuk ke dalam tanah (infiltrasi) sehingga jumlah aliran permukaan juga akan berkurang. 2. Besarnya Erosi Terbolehkan Penetapan nilai erosi terbolehkan didasarkan atas Pedoman Penetapan Nilai T Untuk Tanah-tanah di Indonesia oleh Arsyad (1989). Nilai T di lokasi penelitian diperoleh dengan mengamati kedalaman tanah dan menganalisa permeabilitas lapisan bawah tanah. Besanya nilai T untuk lokasi penelitian dapat dilihat padea Tabel 8. Tabel 8. Hasil Analisa Tanah dan Nilai Erosi Terbolehkan (T) di Lokasi Penelitian No. Uraian SPT-1 SPT-2 1. Kelas kedalaman tanah (cm) 150 140 (dalam) (dalam) 2. Permeabilitas lapisan tanah 6.05 0.50 (sedang) (lambat) 3. Nilai T (ton/ha/thn) 24.0 19.2 Dari hasil pengamatan dan analisa tanah dapat diketahui bahwa nilai erosi terbolehkan untuk SPT-1 adalah 24.0 ton/ha/tahun sedangkan pada SPT- 2 adalah 19.2 ton/ha/tahun. Nilai permeabilitas kedua SPT ini menyebabkan berbedanya nilai T di lokasi penelitian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tekstur dari masing-masing SPT. SPT-1 memiliki tekstur Lempung berliat sedangkan SPT-2 memiliki tekstur Liat di mana tekstur halus akan lebih mudah terangkat oleh alira permukaan dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat yang halus sehingga menurunkan laju aliran air di dalam tanah dan kemampuan tanah untuk melewatkan air kecil sehingga mempengaruhi permeabilitas tanah.

Pendugaan Besarnya Erosi yang Terjadi dan Usaha Mengurangi ke Tingkat Erosi yang Terbolehkan Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data, besarnya nilai erosi pada unit-unit lereng dapat dilihat pada Tabel 9. 20 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa potensi erosi terendah terdapat pada unit lereng 13. Hal ini disebabkan pada unit ini nilai erodibilitas tanah rendah yang berarti ketahanan tanah terdapat erosi tinggi dan kemiringan lereng cenderung datar serta melebihi erosi terbolehkan. Sedangkan potensi erosi yang tertinggi dijumpai pada unit lereng 96, hal ini berkaitan dengan erat dengan tingkat kemiringan lereng yang curam yang menyebabkan meningkatnya nilai LS yang selanjutnya mempengaruhi nilai erosi yang terjadi. Hal lain yang juga mempengaruhi potensi erosi pada unit lereng tersebut adalah nilai erodibilitas tanah yang agak rendah dari unit 13, disamping itu pada unit ini ditanami jagung tanpa tanaman penutup tanah yang menyebabkan agregat tanah ini m udah hancur oleh pukulan langsung butir hujan dan terangkut oleh aliran permukaan. Dari keadaan tersebut diketahui bahwa sifat tanah yang peka terhadap erosi, kemiringan tanah yang curam, penggunaan lahan tanpa tanaman penutup tanah dan tindakan konservasi didukung oleh curah hujan yang tinggi akan menyebabkan erosi yang hebat. Arsyad (1989) menjelaskan bahwa pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi kerja antar faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan dan manusia terhadap tanah. Besarnya erosi pada setiap unit lereng dihitung berdasarkan rumus : A=RxKxLxSxCxP Untuk lebih jelasnya diambil contoh perhitungan unit lereng 17. Besar pendugaan erosi yang terjadi adalah 54.59 ton/ha/thn yang merupakan hasil perkalian dari nilai R = 3248.08, K = 0,19, nilai LS = 8.846 dan nilai CP = 0.01. Dari hasil perhitungan besarnya erosi yang terjadi, dapat dilihat bahwa potensi erosi yang terjadi pada sebagian besar unit lereng melebihi batas erosi yang terbolehkan.

21 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797

22 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797

23 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797

24 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797

Unit-unit lereng yang melebihi erosi terbolehkan kemudian dihitung CP maksimumnya. Dengan mengetahui nilai CP maksimumnya maka Faktor C atau P dapat dipilih sehingga besarnya erosi yang terjadi dapat ditekan ke batas erosi 25 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 yang terbolehkan. Besarnya nilai CP maksimum dari setiap unit lereng yang melebihi erosi terbolehkan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai CP dari Setiap Unit Lereng yang Penelitian Unit A T Segmen Lereng (ton/ha/thn) (ton/ha/thn) 7 1 454.21 24.0 2 369.24 24.0 8 1 238.53 24.0 9 1 71.55 19.2 10 1 102.75 19.2 16 1 82.09 19.2 17 1 54.59 19.2 18 1 715.61 24.0 19 1 325.84 24.0 20 1 619.73 24.0 21 1 245.81 24.0 24 1 316.49 24.0 29 1 107.57 24.0 31 1 1088.6 19.2 32 1 263.74 24.0 33 1 701.58 24.0 36 1 47.15 24.0 39 1 24.42 24.0 41 1 297.26 24.0 42 1 238.53 24.0 43 1 290.50 24.0 44 1 2692.6 19.2 45 1 154.34 24.0 49 1 49.91 19.2 50 1 46.40 19.2 51 1 60.24 19.2 52 1 71.93 19.2 55 1 32.30 24.0 56 1 494.06 24.0 57 1 283.75 24.0 58 1 477.46 24.0 59 1 3384.3 24.0 60 1 1702.0 24.0 61 1 140.62 24.0 62 1 138.98 24.0 63 1 24.14 24.0 67 1 70.93 24.0 68 1 78.86 24.0 68 1 76.85 19.2 Melebihi Erosi diperbolehkan di Lokasi C 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 P 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 CP 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.07 0.70 0.70 0.70 0.02 0.02 0.01 CP Maksimum 0.042 0.051 0.080 0.002 0.001 0.002 0.003 0.026 0.058 0.030 0.078 0.060 0.178 0.014 0.072 0.027 0.005 0.010 0.064 0.080 0.066 0.005 0.124 0.003 0.004 0.003 0.002 0.051 0.034 0.059 0.035 0.004 0.009 0.011 0.012 0.069 0.006 0.006 0.002

26 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


70 71 72 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 76.56 75.06 74.22 141.36 168.08 166.81 42.60 3734.1 4537.2 1003.0 5241.8 158.83 189.73 145.58 6498.0 4049.0 192.26 153.54 158.96 168.94 179.69 33.99 5563.6 7855.3 231.10 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 24.0 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 19.2 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 0.70 1 1 1 1 1 1 1 1 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.20 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.011 0.003 0.002 0.013 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.003 0.001 0.002 0.002 0.002 0.002 0.011 0.002 0.001 0.001

Untuk jelasnya dapat dilihat contoh perhitungannya pada unit lereng 7, di mana nilai erosi terbolehkannya adalah 24.0 ton/ha/thn. T 24.0 CP maksimum = ------------- = ------------ = 0.042 RKLS 567.76 Berdasarkan hasil CP maksimum tadi dipilih nilai C atau P yang tidak melebihi nilai CP maksimum yaitu kelapa dengan teras bangku konstruksi baik di mana nilai CP = 0.032 sehingga diperoleh erosi sebesar 18.168 ton/ha/thn. Dari hasil perhitungan, besarnya nilai CP maksimum pada unit-unit lereng yang melebihi nilai erosi terbolehkan berkisar antara 0.001 0.178. Rendahnya nilai CP maksimum tersebut menyebabkan terbatasnya jenis tanaman dan pengelolaannya serta tindakan konservasi yang dapat dipilih untuk memperkecil erosi. Di mana dengan nilai yang demikian maka jenis tanaman dan tindakan pengelolaanyang dipilih untuk dapat menekan laju erosi di lokasi penelitian adalah tanaman jagung dengan teras guludan, kelapa dengan teras bangku konstruksi baik, kelapa sawit dengan tanaman penutup rumput bahia dalam strip serta rumput penutup alang-alang diubah menjadi hutan alami yang penuh dengan serasah. 27 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. KESIMPULAN Dari hasil pengamatan, analisa tanah dan perhitungan data yang diperoleh maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Daerah penelitian seluas 36 ha di Kebun Tambunan A Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat terdiri dari 2 SPT dan 6 kelas kemiringan lereng dengan 96 unit lereng. 2. Nilai Roda Dua, K, LS, C, P dan CP di lokasi penelitian adalah sebagai berikut yaitu : R = 3248.08 ton.m/ha/cm hujan, K = 0.10 ( rendah ) pada SPT-1 dan K= 0.19 ( agak rendah ) pada SPT-2, nilai LS antara 0.414 18.724, C berkisar antara 0.70 0.80, P= 1 dan nilai CP berkisar antara 0.01 0.07. 3. Erosi diperbolehkan pada lokasi penelitian adalah 24.0 ton/ha/tahun pada SPT-1 dan 19.2 ton/ha/tahun pada SPT-2. 4. Besarnya nilai erosi pada SPT-1 berkisar antara 1.435 3384.33 ton/ha/tahun dan nilai erosi pada SPT-2 berkisar 3.072 7855.35 ton/ha/tahun. 5. Erosi yang terjadi pada unit-unit lereng lokasi penelitian umumnya lebih besar dari erosi yang diperbolehkan. 4.2. SARAN Pada lokasi penelitian ini hendaknya diterapkan jenis pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi seperti pembuatan teras guludan, teras bangku dengan konstruksi baik, penanaman rumput bahia dan penghutanan unit-unit lereng yang sangat curam sehingga erosi yang terjadi lebih kecil atau sama dengan erosi yang diperbolehkan. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. Buckman, H. O., and N. C. Brady, 1969. The Nature and Properties of Soils. The Macmillan Company, New York. ( Diterjemahkan menjadi Ilmu Tanah oleh Prof. Dr. Soegiman, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Darmawijaya, M. I., 1990. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Finkel, H. J., 1986. Semiarid Soil and Water Conservation. CRC Press, Inc., Florida. 28 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797 Hammmer, W. I., 1980. Soil Conservation Consultant Report Center for Soil Research, Bogor, Indonesia. Technical Note. Kartasapoetra, A. G., 1988. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya. Penerbit Bina Aksara, Jakarta. Morgan, RPC, 1988. Soil Erotion and Conservation, John Wiley & Sons, Inc., New York. Nurhajati, H., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung, Lampung. Pandia, T., 1969. Pedoman Pengamatan Tanah di Lapang, Balai Penelitian Kelapa Sawit ( RISPA ), Medan. Sarief, E. S., 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka Bandung. Seta, A. K., 1987. Konservasi Sumber Daya dan Air. Kalam Mulia, Jakarta. Simpson, K., 1983. Soil Longman Handbooks in Agriculture. Longman Inc., New York. Utomo, W. H., 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa Rajawali Pers, Jakarta. Wudianto, R., 1992. Mencegah Erosi. Penebar Swadaya, Jakarta.

29 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797

Riwayat Hidup Simbolon, Shanti D., lahir di Medan, 10 Desember 1973. Sarjana Pertanian (S1) dari Universitas Sumatera Utara (USU) tahun 1997. Menyelesaikan studi S2 di Program Studi Ilmu Tanah bidang Konservasi Tanah dan Air pada tahun 2001 dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Pengalaman organisasi profesi yaitu anggota Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) dari tahun 1998 sampai sekarang.

Tabel 9. Nilai Faktor R, K, LS, C, P, A dan T


Satuan Unit Lereng Segmen Panjang Lereng (m) Kemiringan Lereng (%) R K LS C P CP

A (ton/ha/th

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

48 37 57 25 52 43 46 49 27 39 34 22 28 26 47 36 31 19 51

5 6 8 12 5 6 14 11 13 35 46 13 12 4 3 10 41 37 18

3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08

0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10

0,864 0,740 1,254 0,800 0,936 0,860 1,748 1,421 0,918 11,595 16,650 0,748 0,896 0,442 0,752 0,936 13,302 8,846 2,754

0,80 0,80 0,80 0,80

1 1 1 1

0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 -

2,8 2,4 4,0 4,9 3,0 2,7 454 369 238 71,5 102 2,4 2,9 1,4 2,4 3,0 82,0 54,5 715

30 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33 53 43 28 52 42 22 26 51 54 23 47 41 49 35 45 51 35 47 31 25 46 47 49 52 27 43 26 27 43 32 51 23 34 46 36 47 57 49 53 39 42 36 49 51 43 59 34 35 39 38 14 16 8 7 8 11 15 21 7 8 5 12 9 16 11 19 7 7 38 13 15 25 17 19 8 13 10 25 8 3 9 15 33 28 30 36 16 8 11 15 12 17 42 25 22 23 5 12 13 10 34 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3428,08 3248,08 3248,08 3248,08 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,19 0,19 0,10 0,10 0,10 0,10 0,19 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,19 0,10 0,10 0,10 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 1,254 2,385 0,946 0,588 1,144 1,218 0,902 3,072 1,071 1,188 0,414 1,504 0,984 2,205 1,015 2,700 1,071 0,735 14,519 1,054 1,025 7,251 2,350 2,94 1,144 0,918 1,118 5,454 0,594 0,688 0,768 2,091 8,091 7,519 9,791 11,656 2,115 1,254 1,421 2,173 1,248 2,100 14,885 7,486 6,185 6,113 1,062 1,088 0,850 1,014 10,919 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,07 0,07 0,07 0,07 0,02 0,02 0,01 0,02

325 619,7 245,8 1,9 3,7 316,4 2,9 18,9 6,6 3,8 107 4,8 3,1 1088 263 701 3,4 2,3 47,1 3,4 3,3 24,4 7,6 9,5 297,2 238 290,5 2692 154 2,2 2,4 12,9 49,9 46,4 60,4 71,9 6,8 4,0 32,3 494,0 283,7 477,4 3384 1702,0 140,62 138,98 24,146 7,067 5,521 3,293 70,931

31 _____________ ISSN 0853-0203

VISI (2012) 20 (1) 773-797


68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 47 45 25 33 42 41 52 30 48 23 28 32 43 29 32 43 39 25 31 21 26 28 46 41 37 23 26 51 37 38 43 34 35 42 38 35 4 7 6 5 41 43 41 24 32 35 18 36 43 45 43 47 34 40 36 38 46 46 18 38 47 46 3248,08 3248,08 3428,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 3248,08 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,10 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 12,140 12,453 12,406 12,164 12,027 0,697 1,092 0,600 0,864 11,453 13,618 13,515 6,558 8,644 10,503 2,322 12,134 12,869 15,372 11,795 15,042 9,373 15,577 12,440 12,879 13,688 14,559 2,754 12,879 18,184 18,724 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 1 1 1 1 1 1 1 1 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02

78,863 76,851 76,561 75,068 74,222 4,301 6,739 3,702 10,664 141,36 168,08 166,81 42,601 3734,1 4537,2 1003,0 5241,8 158,83 189,73 145,58 6498,0 4049,0 192,26 153,54 158,96 168,94 179,69 33,991 5563,6 7855,3 231,10

32 _____________ ISSN 0853-0203

You might also like