You are on page 1of 12

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Penelitian

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA

Rr. Tri Sumi Hapsari*)

Abstrak PA adalah salah satu mata pelajaran yang digemari oleh para siswa, namun selama ini hasil belajar mata pelajaran IPA kurang memuaskan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui manfaat model pembelajaran konstruktivisme dalam memperbaiki hasil belajar IPA di SDK 6 BPK PENABUR Bandung. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dengan menggunakan metode diskusi, kerja kelompok, dan percobaan. Pada model ini guru akan menggali pengetahuan awal siswa dan berlanjut kepada siswa untuk mencari pengetahuannya sendiri. Pengetahuan tersebut dapat dikonstruksikan menjadi satu pengetahuan yang utuh untuk siswa tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan dalam bulan November 2010 ini menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar ranah kognitif, psikomotor dan ranah afektif. Simpulan yang diperoleh bahwa model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar IPA di SDK 6 BPK PENABUR Bandung

Kata-kata kunci : model pembelajaran konstruktivisme, hasil belajar, IPA Abstract Natural Science is one of students most favorite subjects, but so far the learning result of this subject is not always satisfactory. Many students still find some difficulties in certain topics. The aim of this research isto overcome the students difficulties and improve their learning achiement by implementing constructivisme learning model. This classroom action research was conducted for natural science subject at SDK 6 BPK PENABUR in Banadung in November 2010. The research was done in two cycles. The methods used were discussion, group working, and experiment. The result showed the improvement in the cognitive, psychomotoric, and affective domains of the studentslearning achievement. The conclusion is that the construcitisme improves the learning result of natural science subject at SDK 6 BPK BPK PENABUR Bandung. Key words : constructivisme learning model, learning achievment, natural science bangkan prinsip dasar tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum ini dikembangkan atas dasar bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan

Pendahuluan
Meningkatnya kemajuan teknologi membuat pemerintah Indonesia berulang kali merombak kurikulum yang ada untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengem-

*) Guru SDK 6 BPK PENABUR Bandung

34

Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. (Karli: 2009). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu muatan yang harus dikembangkan dalam kurikulum KTSP. Harapan dalam KTSP untuk mata pelajaran IPA adalah siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya, harapan tersebut tidak dapat diraih. Siswa sulit untuk memperoleh pemahaman konsep yang kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, belum tercapainya hasil yang optimal dari siswa-siswi di kelas 6D adalah 80% model pembelajaran masih bersifat ceramah dan 20% pemberian tugas. Merujuk pada pengalaman menerapkan berbagai model pembelajaran sebelumnya, untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa tersebut perlu diterapkan model pembelajaran alternatif lain. Model Konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri (self-regulation). Pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya (Bell, 1993:24, Driver & Leach, 1993:104 dalam Karli, 2009). Materi Energi dan Perubahannya sudah didapat siswa sejak kelas 1 akan tetapi guru harus berulang kali mengajarkan kembali apa yang dimaksud dengan energi dan perubahannya pada jenjang yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya konfik kognitif yang membuat siswa belum dapat menghayati materi energi dengan baik. Siswa hanya ingat pada saat mereka belajar dan setelah ulangan mereka lupa. Oleh karena itu tim PTK akan melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA di Kelas 6D SDK 6 BPK PENABUR Bandung. Mengacu pada latar belakang yang diuraikan sebelumnya, ternyata terdapat sejumlah masalah dalam pembelajaran IPA yang antara lain ialah (a) apakah metode pembel-

ajaran yang diterapkan dalam pembelajaran IPA sudah tepat; (b) apakah pembelajaran yang diterapkan membosankan; (c) mengapa hasil belajar siswa kurang optimal; dan (d) bagaimana mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran? Akan tetapi dalam penelitian ini masalah yang dikaji dibatasi pada pokok bahasan Energi dan Perubahannya. Pokok bahsan ini dipelajari di kelas 6. Sedangkan tempat penelitian dibatasi di SDK BPK PENABUR Bandung dengan memilih kelas 6 D. Atas dasar pembatasan masalah yang telah disebutkan, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. Bagaimana meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 6D SDK 6 BPK PENABUR Bandung pada topik Energi dan Perubahannya dengan menggunakan model konstruktivisme? Dengan melakukan PTK, penelitian ini secara umum bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA . Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pokok bahasan Energi dan Perubahannya di kelas 6D SDK 6 BPK PENABUR Bandung dengan menggunakan model konstruktivisme. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk guru dalam memperluas wawasan pengetahuan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dalam IPA. Dengan demikian, hasil penelitian ini juga secara langsung bermanfaat bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya. Sehingga pada gilirannya hasil penelitian ini dapat meningkatkan citra sekolah menjadi lebih baik. Di lain pihak hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dalam melakukan penelitian sejenis.

Kajian Pustaka
1. Model Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Berdasarkan paham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Di sini peserta didik harus membangun suatu
Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

35

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

pengetahuan berdasarkan pengalamannya masing-masing. Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Piaget menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1998 : 133). Pengertian lain tentang akomodasi adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996 : 7). Konflik kognitif terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintergrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/

modifikasi struktur kognitif (skema) untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru. Terjadinya proses modifikasi struktur kognitif dapat dilihat pada gambar 1. Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Kemudian hal baru tersebut dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya. Melalui proses akomodasi dalam kegiatan pembelajaran, siswa dapat memodifikasi struktur kognisinya menuju keseimbangan sehingga terjadi asimilasi. Namun tidak menutup kemungkinan siswa mengalami jalan buntu (tidak mengerti)

Hal Baru (Hasil Interaksi dengan Lingkungan)

Skema

Dibandingkan dengan Konsep Awal

Tidak Ketidakseimbangan

Cocok

Akomodasi

Jalan buntu (tidak mengerti)

Cocok

Keseimbangan Alternatif Strategi

Mengerti

Asimilasi

Gambar 1: Skema Perolehan Pengetahuan- Stanobridge dalam Saida (1996)

36

Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

karena ketidakmampuan berakomodasi. Pada kondisi ini, diperlukan alternatif strategi lain untuk mengatasinya. Implikasi model pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi empat tahapan, yaitu: a. Apersepsi Dalam tahap ini, siswa didorong untuk mengungkapkan pengetahuan awal tentang konsep yang akan dibahas. Di sini guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengkaitkan konsep yang akan dibahas dan siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep itu. b. Eksplorasi Di tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang pendidik serta secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. c. Diskusi dan penjelasan konsep Saat siswa memberi penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan pendidik, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. d. Pengembangan dan aplikasi Guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungannya. Widodo (2004) menyimpulkan bahwa ada lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu: a. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa Kegiatan belajar ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi

pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang dimilikinya. b. Pengalaman belajar yang otentik dan bermakna Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu dalam melakukan pembelajaran hendaklah yang dapat menimbulkan minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa. c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif. Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial. d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu, siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya. e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah IPA bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran IPA harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang kehidupan ilmuwan. 2. Pembelajaran IPA di SD a. Pembelajaran IPA SD Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA sebaiknya secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

37

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalu penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. b. Hasil Belajar Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Untuk menilai sejauh mana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja (performance), penugasan (proyek), hasil kerja (produk), kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasikan ke dalam 3 ranah (domain). Pertama, domain kognitif : pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika-matematika). Kedua, domain afektif : sikap atau nilai atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan interpribadi). Ketiga, domain psikomotor: keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal) c. Gaya dan Gerak 1. Pengaruh Gaya terhadap Gerak Pengaruh gaya terhadap benda dimanfaatkan dalam berbagai peralatan, misalnya alat panah dan ketapel. Tali busur dapat menggerakkan anak panah hingga mencapai tempat yang jauh. Ketapel dapat menggerakkan batu kerikil ke atas atau ke tempat yang jauh. Batu kerikil diletakkan pada kulit bekas,

kemudian karet ditarik dan dilepaskan sehingga batu terlempar ke depan. Dua orang anak bermain jungkatjungkit. Seorang anak duduk di salah satu ujung papan, anak lain duduk di ujung yang berlawanan. Anak pertama menjejakkan kaki ke tanah sehingga papan terangkat ke atas. Kemudian anak di ujung yang lain ganti menjejakkan kakinya hingga terangkat. Adanya gaya dorongan dari kedua anak secara bergantian menyebabkan jungkatjungkit bergerak naik turun. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Gerak Benda Jika kita menarik kerikil pada ketapel dengan kuat maka gaya yang dikeluarkan semakin besar. Akibatnya, batu meluncur dengan cepat ke tempat yang jauh. Makin lemah kita menarik katapel, makin dekat kerikil akan terlontar. Dengan gaya yang kecil, maka batu meluncur dengan pelan ke tempat yang dekat. Jadi dapat disimpulkan bahwa besarnya gaya mempengaruhi gerak benda. Makin besar gaya yang diberikan, makin cepat benda bergerak. Semakin kecil gaya yang diberikan, makin pelan benda bergerak. 3. Energi Listrik (a) Rangkaian Listrik Apabila kutub positif dan negatif dihubungkan dengan sepotong kabel, maka timbul arus listrik. Arus listrik mengalir dari kutub positif menuju kutub negatif. Arus listrik akan mengalir dalam rangkaian tertutup, yaitu rangkaian yang tidak memiliki ujung dan pangkal. Arus listrik tidak akan mengalir dalam rangkaian terbuka, yaitu rangkaian yang memiliki ujung dan pangkal. Baterai dapat disusun dengan berbagai cara untuk menghasilkan rangkaian listrik. Jika baterai atau sumber listrik disusun berderet, maka rangkaian

38

Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

disebut rangkaian seri. Sebaliknya, jika baterai atau sumber energi listrik yang disusun sejajar, maka rangkaian disebut rangkaian paralel.

diperlukan lagi. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi, dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuankemampuan untuk melakukan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami kosep promosi. Karekteristik dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran hipotek-deduktif, yaitu kemampaun untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya (child, 1977:127) b. Perkembangan Psikososial Masa anak-anak akhir merupakan suatu masa perkembangan dimana masa anakanak mengalami sejumlah perubahanperubahan yang cepat dan menyiapkan diri untuk memasuki masa remaja serta bergerak memasuki masa dewasa. Pada masa ini mereka mulai sekolah dan kebanyakan anak-anak sudah mempelajari mengenai sesuatu yang berhubungan dengan manusia, serta mulai mempelajari berbagai keterampilan praktis. Dunia psikososial anak menjadi semakin kompleks dan berbeda dengan masa anak-anak awal. Relasi dengan keluarga dan teman sebaya terus memainkan peranan penting. Sekolah dan relasi dengan para guru menjadi aspek kehidupan anak yang semakin terstruktur. c. Perkembangan Emosi Menginjak usia sekolah anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol emosinya. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan. Hipotesis Tindakan dan Indikator Keberhasilan Jika model pembelajaran konstruktivisme diterapkan maka hasil belajar IPA topik Energi dan Perubahannya di kelas 6D SDK 6 BPK PENABUR Bandung akan meningkat.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

Gambar 2: Rangkaian Paralel Lampu dan Baterai Bentuk rangkaian listrik mempengaruhi nyala lampu. Rangkaian seri pada baterai menghasilkan lampu yang lebih terang tetapi baterainya lebih cepat habis. Sebaliknya rangkaian pararel pada baterai menghasilkan nyala lampu yang kurang terang, tetapi baterai lebih tahan lama.

Gambar 3: Rangkaian Seri Lampu dan Baterai

3. Karakteristik Anak Perkembangan anak meliputi perkembangan kognitif, psikososial, dan emosi. a. Perkembangan Kognitif Isitlah cognitive berasal dari kata cognition artinya pengertian, mengerti. Dalam arti luas, cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Menurut John Piaget, tahap perkembangan kognitif anak usia 11 tahun ke atas berada pada tahap operasi formal. Tahap operasi formal adalah tahap terakhir dari perkembangan kognitif secara kualitatif. Pada tahap ini anak sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak

39

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan PTK yang dilakukan oleh tim yang terdiri atas ketua:1) Sari Mulyana, guru SDK THI BPK PENABUR Bandung; sekretaris dan dokumentasi: Winardi Iebawa, guru SDK 6 BPK PENABUR Bandung; 3) observer: Lovina Cereti, Lioe Fey San, guru SDK THI BPK PENABUR Bandung, Hariyani, Rika Oktaviani, Magdalena Yolanda, guru SDK 5 BPK PENABUR Bandung; dan 4) guru pengajar di kelas Rr. Tri Sumi Hapsari, guru SDK 6 BPK PENABUR Bandung. Dilihat dari masalah dan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model Kemmis dalam 2 (dua) siklus. Masing-masing siklus melalui langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan/tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi.

PTK dilakukan pada tangal 11 18 November 2010 di kelas VI D SDK 6 BPK PENABUR Bandung dengan jumlah siswa laki-laki 14 orang dan siswa perempuan 14 orang. Kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Data yang dikumpulkan pada setiap siklus penelitian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik skor untuk melihat keberhasilan siswa dalam memahami materi dan bekerjasama dalam kelompok. 1. Hasil belajar siswa diambil melalui post-test, lembar kerja siswa, lembar penilaian afeksi, dan lembar penilaian psikomotor. Jumlah soal post-test pada siklus 1 adalah 10 soal, dengan total skor 15. Jumlah soal tes pada siklus 2 adalah 12 soal, dengan total skor 20. Hasil dari post-test dihitung dengan rumus: jumlah skor yang diperoleh X 100 total skor

Tabel 1: Rencana Kegiatan Penelitian Siklus 1 Fokus Tindakan Perencanaan: Penyusunan RPP dengan materi pengaruh gaya terhadap gerak benda Pembuatan alat peraga Penyusunan LKS Penyusunan soal tertulis Angket Rubrik penilaian angket Pelaksanaan Siklus 1 Observasi Refleksi Waktu Pelaksanaan Sabtu, 29 Oktober 2010

Kamis, 11 November 2010 Kamis, 11 November 2010 Kamis, 11 November 2010

Perencanaan: Penyusunan RPP tentang energi listrik Pembuatan alat peraga Penyusunan LKS Penyusunan soal tertulis Pelaksanaan Siklus 2 Observasi Refleksi

Kamis, 11 November 2010

Kamis, 18 November 2010 Kamis, 18 November 2010 Kamis, 18 November 2010

40

Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

2.

konstruktivisme dengan materi Gaya dan Gerak, (3) menyiapkan alat peraga: bola, koin, penggaris, dan penghapus, (4) menyusun lembar kerja siswa, (5) menyusun soal tertulis dan angket, dan (5) membuat (skor yang didapat - skor terendah) nilai terendah + rentang nilai X rubrik penilaian afektif skor terendah dan psikomotorik. Lembar kerja siswa dan lembar penilaian psikomotor digunakan untuk mengukur keterampilan ilmiah siswa dalam mengerjakan tugas. Penilaian psikomotor dihitung dengan rumus: Penilaian afektif digunakan untuk mengukur keterampilan sosial siswa dalam bekerja kelompok. Cara penilaian afektif dilakukan dengan kriteria sebagai berikut. 10 : mau bekerja sama secara kooperatif 8 : mau bekerjasama dengan kelompok yang ditentukan guru dengan sukacita 6 : mau bekerjasama tetapi hanya dengan orang tertentu 4: mau bekerja sama bila diminta guru dengan paksa 2 : tidak mau bekerjasama dengan siapapun Cara menghitung nilai: rata-rata skor yang didapat X 100 b. Tahap Pelaksanaan Pada siklus pertama pelaksanaan belum sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan, siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar model konstruktivisme dan siswa tidak ada yang bertanya saat akan melakukan percobaan. Untuk mengatasi masalah di atas guru berinisiatif memberikan penjelasan kembali langkah-langkah dalam mengerjakan lembar kerja siswa dalam kelompok. c. Tahap Observasi dan Evaluasi Secara umum, model konstruktivismenya sudah terlihat. Pada kegiatan awal, guru bisa memotivasi siswa dengan simulasi permainan bola dengan mengajak beberapa siswa ikut berpartisipasi. Dalam simulasi tersebut guru juga mengajak siswa untuk mengingat kembali materi yang pernah mereka pelajari di kelas sebelumnya. Pada kegiatan inti, metode mengajar, alat peraga, langkah kegiatan, pengelolaan kelas, pengelolaan waktu, diskusi kelompok dan pembahasan LKS juga sudah terlihat kemunculan model konstruktivisme. Sebagai penutup, guru memberikan penguatan dan rangkuman dengan melibatkan siswa. Beberapa hal yang sudah cukup baik sehingga harus dipertahankan adalah intonasi suara dan lafal yang jelas, teknik bertanya yang sudah cukup baik, penguasaan materi bahasan, gerakan tubuh dan kontak mata, dan penekanan pada 3 ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor). Walau sudah direncanakan dengan seksama, dalam pelaksanaannya tetap saja ada beberapa kekurangan yang harus diperbaiki. Beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki adalah mengenai manajemen waktu, interaksi dengan siswa terutaJurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

3.

4.

Untuk menghindari subjektifitas dalam menilai setiap individu maka penilaian psikomotor dan afeksi dinilai oleh dua orang guru kemudian hasil perolehan dari penilaian tersebut di rata-rata.

Hasil Penelitian
Deskripsi Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dalam dua siklus sebagaimana pemaparan berikut. 1. Siklus 1 a. Tahap Perencanaan Yang dilakukan dalam perencanaan ialah (1) Tim PTK melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme , (2) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran model

41

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

ma kaitannya dengan bimbingan selama kerja kelompok, pemberian pujian kepada siswa yang sudah melaksanakan tugas dengan baik, dan pemilihan kalimat yang kurang tepat dalam lembar kerja siswa (LKS). Manajemen waktu harus diperhatikan lagi karena ternyata dalam pelaksanaannya waktu untuk eksplorasi terlalu lama sementara waktu untuk diskusi kurang, sehingga dalam diskusi belum ada presentasi dari tiap kelompok mengenai hasil kerjanya. Ada kesan tergesa-gesa dalam menyampaikan materi sehingga yang terlihat dominan adalah gurunya (teacher centered education). Guru langsung menyimpulkan pelajaran, padahal seharusnya siswalah yang harus menyimpulkan pelajaran berdasarkan hasil eksplorasinya. Selama kerja kelompok seharusnya guru aktif untuk memberikan bimbingan. Apalagi LKS yang diberikan ternyata belum dapat dimengerti secara langsung oleh siswa. LKS pada siklus pertama memang dirancang sedemikian rupa agar jelas tahap pertahap yang harus dilakukan. Akan tetapi pada kenyataannya karena terlalu banyak bacaannya, siswa menjadi malas untuk membacanya. Sehingga apabila tanpa penjelasan dari guru terlebih dahulu, siswa tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Walaupun sudah memberikan pujian kepada siswa yang bisa menjawab dengan tepat, pemberian pujian kepada siswa belum terlihat dengan jelas. Untuk meningkatkan rasa percaya diri pada siswa, maka guru harus lebih sering memberikan pujian untuk perilaku-perilaku positif yang ditunjukkan oleh siswa-siswinya. Belajar dari kesalahan yang sudah dibuat, pada siklus kedua, LKS dibuat lebih mudah dimengerti dan dijelaskan terlebih dahulu, waktu untuk diskusi dirancang lebih lama dibandingkan waktu eksplorasi, dan guru akan berusaha untuk memberikan bimbingan kepada siswa selama kerja kelompok serta memberikan pujian kepada siswa. d. Tahap Refleksi Untuk memperbaiki kelemahan dan memperhatikan keberhasilan yang telah dicapai pada siklus pertama, maka pada 42
Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

pelaksanan siklus kedua dapat dibuat perencanaan sebagai berikut: (a) materi dipersempit supaya siswa lebih dapat memahami secara keseluruhan, (b) guru lebih banyak melibatkan siswa dalam menarik kesimpulan dari materi yang diberikan, (c) pedoman pelaksanaan lembar kerja siswa dipersingkat dan diperjelas dengan gambar-gambar, (d) lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan, dan (e) memperjelas sikap pada waktu memberikan pengakuan atau penghargaan. 2. Siklus 2 Seperti pada siklus pertama, siklus kedua ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. a. Perencanaan (Planing) Planing pada siklus kedua berdasarkan replaning siklus pertama, yaitu (a) materi dipersempit supaya siswa lebih dapat memahami secara keseluruhan, (b) guru lebih banyak melibatkan siswa dalam menarik kesimpulan dari materi yang diberikan, (c) pedoman pelaksanaan lembar kerja siswa dipersingkat dan diperjelas dengan gambar-gambar, (d) lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan, (e) memperjelas sikap pada waktu memberikan pengakuan atau penghargaan, (f) membuat rencana pembelajaran model konstruktivisme yang lebih sempit dan mudah dipahami siswa. b. Pelaksanaan (Action) Pada awal siklus kedua pelaksanan sudah sesuai dengan rencana. Hal ini dapat dilihat dari (a) hasil lembar penilaian psikomotor dan lembar penilaian afektif, (b)guru mulai terbiasa dengan model pembelajaran konstruktivisme, sehingga siswa dapat menjalankan kegiatan belajar mengajar dengan baik. c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation) Siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 18 November 2010. Pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas model konstruktivimenya sudah terlihat dan siswa terlibat lebih aktif

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

lagi dari pada siklus pertama. Pada kegiatan awal, guru dapat memotivasi siswa dengan bertanya jawab tentang listrik dalam kehidupan sehari-hari Pada kegiatan inti, metode mengajar, alat peraga, langkah kegiatan, pengelolaan kelas, pengelolaan waktu, diskusi kelompok dan pembahasan LKS juga sudah terlihat lebih terkonstruktif. Sebagai penutup, guru memberikan penguatan dengan mempersilahkan setiap kelompok mempresentasikan hasil temuan siswa selama melakukan percobaan. d. Refleksi (Reflection) Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus kedua ini adalah sebagai berikut.

oleh meningkatnya aktivitas guru dan kemauan guru untuk memperbaiki apa yang menjadi kekurangan dalam diri. Guru dengan intensif membimbing siswa, terutama siswa yang mengalami kesulitan dalam proses kegaitan belajar mengajar. Ketiga, meningkatnya aktivitas siswa dalam melaksanakan evaluasi terhadap kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi pemahaman konsep pada siklus pertama 67,41 menjadi 69,44 pada siklus kedua. Post test tidak dilaksanakan di hari Kamis 18 Nopember 2010, tetapi di hari Senin 22 November 2010, dikarenakan waktu yang tidak cukup untuk menjalankan post test.

Pemahaman Konsep Siklus 1 dan 2 10 Jumlah Siswa 8 6 4 2 0 0 21-30


2

8 6 3 1 1 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80


4 3

4 4

81-90 91-100 Siklus ke-2

Rentang Nilai

Siklus ke-1

Grafik 1: Perbandingan Hasil Belajar Siswa pada Siklus 1 dan Siklus 2

Pertama, aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar sudah mengarah ke pembelajaran model konstruktivisme secara lebih baik. Siswa mampu bekerjasama dengan teman kelompoknya untuk memahami tugas yang diberikan guru. Siswa mulai mampu berpartisipasi dalam kegiatan dan tepat waktu dalam melaksanakannya. Siswa mulai mampu mempresentasikan hasil kerja. Hal ini dapat dilihat dari data lembar penilaian afektif. Kedua, meningkatnya aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar didukung

Pembahasan
Pada siklus 1 rata-rata hasil belajar siswa adalah 67,41 dengan jumlah siswa yang mendapat nilai di bawah 65 ada 12 siswa. Persebaran nilai dapat dilihat pada grafik di atas. Bila dibandingkan dengan hasil belajar pada siklus 2, ada peningkatan rata-rata belajar siswa sebesar 2,03 menjadi 69,41 dan siswa yang mendapat nilai di bawah 65 berkurang 2 menjadi 10 siswa. Hal tersebut dimungkinkan karena sebagian besar siswa sudah terbiasa dengan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

43

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

Perbandingan Penilaian Afektif Siklus 1 dan 2 sistem pembelajaran yang baru sehingga 25 lebih dapat memahami 21 20 tentang materi yang 20 diberikan, walaupun apabila dilihat lebih 15 cermat lagi materi pada Siklus 1 siklus 2 lebih sulit 10 dibandingkan materi Siklus 2 pada siklus 1. 4 5 3 3 Pada grafik terlihat 1 1 1 secara jelas, ada penu0 runan jumlah siswa 7 8 9 10 yang mendapat nilai Skor yang Diperoleh antara 51 60 dan peningkatan jumlah Grafik 2: Perbandingan Nilai Psikomotor siswa yang mendapat Siklus 1 dan Siklus 2 nilai antara 91 100. Sementara itu, pada siklus 2 ternyata ada Metode konstruktivisme yang dijelaskan siswa yang mendapat nilai antara 21 30. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam 1 kelas dalam Hilda (2009) telah diuji pengaruhnya ada beberapa siswa yang lebih menyukai model terhadap nilai ranah kognitif, afektif, dan pembelajaran lama, yaitu guru menerangkan psikomotor. Penelitian ini membuktikan, bahwa dan siswa mencatat atau guru bertanya dan metode konstruktivisme mampu meningkatkan siswa menjawab (dapat dilihat dari angket). nilai pada ketiga ranah tersebut. Nilai ranah Sehingga apabila dalam suatu pembelajaran, kognitif meningkat dari 67,41 menjadi 69,44 siswa yang harus aktif mencari pengetahuannya (2.03 poin), nilai ranah afektif dari 9,56 menjadi sendiri melalui kerja kelompok, siswa belum bisa 9,67 (0,11 poin), dan nilai ranah psikomotor dari 74,26 menjadi 84,44 (10,18 poin). Nilai-nilai membangun pema-hamannya sendiri. Pada siklus 1 ratarata nilai psikomotor siswa adalah 74,26 dan meningkat menjadi 84,44 Penilaian Psikomotorik Siklus 1 dan 2 di siklus 2. Di siklus 1 ada 15 anak yang mendapat 22 25 nilai di bawah 81 sedang20 kan di siklus 2 tidak ada 14 15 siswa yang mendapat 8 nilai di bawah 81. 10 5 4 Pada siklus ke 2, 79% 5 1 siswa mendapat nilai di 0 atas 91, hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah mulai tertib dalam kerja kelompok, dapat mengerjakan LKS sesuai dengan kriteria, dan menyelesaikan tepat waktu.
Jumlah Siswa
Jum;ah Siswa

61 - 70

71 - 80 Rentang Nilai

81 - 90

91 -100 siklus 1 siklus 2

Grafik 3: Perbandingan Nilai Psikomotor Siklus 1 dan Siklus 2

44

Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme

tersebut tidak hanya didapatkan dari hasil yang dicapai, tapi juga dari penilaian proses yang berlangsung.

secara berkesinambungan dalam pembelajaran IPA maupun pelajaran lain.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kostruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Dari hasil obsevasi memperlihatkan bahwa siswa sangat antusias dalam bekerja sama dengan teman-temannya serta dapat membantu teman yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran tersebut. Kemampuan dalam diskusi kelompok juga meningkat sangat berarti. Hal ini dapat dilihat dari sudah mulai terbiasa dengan belajar dalam kelompok. Di samping itu pembelajaran model konstruktivisme sangat relevan dalam pembelajaran IPA. Melalui pembelajaran model konstruktivisme, siswa membangun sendiri pengetahuan, menemukan langkah-langkah dalam mencari penyelesaian dari suatu materi yang harus dikuasai oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok. Model pembelajaran konstruktivisme membuat pembelajaran IPA lebih menyenangkan

Daftar Pustaka
Hamzah. http : // akhmadsudrajat.wordpress. com/2008/08/20/teori-belajarkostruktivisme (diunduh, 13 Oktober 2010) http://valmband.multiply.com/journal/item/ 12/ teori_perkembagan_kognisi_Jean_ Piaget (diunduh,l 18 Oktober 2010) http://www.damandiri.or.id/file/iputuekaikip singbab2.pdf Karli, Hilda. (2009). Implementasi KTSP dalam model-model pembelajaran. Bandung : Generasi Info Media Kusnandar. (2008). Langkah mudah penelitian tindakan kelas sebagai sarana pengembangan profesi guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Santrock, John W. (1983). Life-span development : Perkembangan masa hidup Edisi 5 Jilid 1. Terjemahan: Achmad Chusiri, S.Psi. Jakarta: PT. Erlangga Sudrajat, Akhmad, http://zaifbio.wordpress. com/2010/04/29/pengertian-tujuanasas-jenis-evaluasi-belajar/ (diunduh, 19 Oktober 2010) Waliman, Iim, dkk. (2001). Pengajaran demokratis (Modul manajemen berbasis sekolah). Bandung : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. http:// akhmadsudrajat. wordpress.com/2008/03/01/ciri-ciriguru-konstruktivis/ (diunduh, 13 Oktober 2010) Widodo, Ari. Konstruktivisme dan pembelajaran sains (Makalah) http: // akhmad sudrajat.wordpress.com/2008/08/18/ 5-unsur-penting-dalam-lingkunganpembelajaran-konstruktivis/ (diunduh, 13 Oktober 2010)

Saran
Penelitian tindakan kelas ini telah membuktikan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajarn IPA, maka kami sarankan hal-hal sebagai berikut. Pertama, dalam kegiatan belajar mengajar guru diharapkan menjadikan model konstruktivisme sebagai suatu alternatif dalam mata pelajaran IPA untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Kedua, karena kegiatan ini sangat bermanfaat khususnya bagi guru dan siswa, maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan

Jurnal Pendidikan Penabur - No.16/Tahun ke-10/Juni 2011

45

You might also like