You are on page 1of 5

PRURITUS

Pruritus, atau gatal, adalah sensasi yang menimbulkan keinginan kuat untuk melakukan penggarukan. Definisi ini bahkan telah diungkapkan oleh Samuel Hafenreffer sekitar 340 tahun yang lalu. Secara umum, pruritus adalah gejala dari pelbagai penyakit kulit, baik lesi priemr maupun lesi sekunder, meskipun ada pruritus yang ditimbulkan akibat faktor sistemik non-lesi kulit. Pruritus yang tidak disertai kelainan kulit disebut pruritus esensial (pruritus sine materia). Penyebab pruritus dapat digolongkan menjadi: (1) pruritoseptif; (2) neuropati; (3) neurogenik; dan (4) psikogenik. Gatal pruritoseptif adalah gatal yang berasal dari kulit dan terjadi akibat adanya pruritogen, seperti kulit yang kering, terjadi inflamasi, serta terjadi kerusakan kulit. Gatal neuropatik adalah gatal yang terjadi akibat terdapat lesi di jaras aferen penghantaran impuls, seperti neuralgia dan gangguan serebrovaskuler. Gatal neurogenik adalah gatal yang berasal dari pusat (sentral) tanpa disertai keadaan patologis. Contohnya adalah sumbatan kantung empedu yang akan meningkatkan kadar senyawa opioid yang akan memicu timbulnya pruritus. Sementara itu, gatal psikogenik adalah gatal yang cenderung ditimbulkan akibat aktivitas psikologis dan kebiasaan berulang. Misalnya, ketakutan terhadap parasit (parasitofobia) dapat menyebabkan sensasi gatal. Patofisiologi Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction

dermoepidermal bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus, terdapat neuron serebri. Lebih dari itu, perkembangan ilmu kedokteran telah menunjukkan bahwa sel-sel keratinosit mengekspresikan mediator neuropeptida dan receptor yang diduga terlibat dalam patofisiologi pruritus, termasuk diantaranya NGF (nerve growth factor) dan reseptor vanilloid TRPV1 (transient receptor potential cation channel subfamily V member 1) ; serta PAR 2 (proteinase activated receptor type 2), juga kanal ATP berbasis voltase. Dengan demikian, ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks

epidermis dan segala percabangan serabut saraf intraepidermal terlebih tipe C-lah yang dianggap sebagai reseptor gatal, bukan hanya persarafan saja. TRPV1 diaktivasi dan didesentisasi oleh senyawa yang terkandung dalam cabe, capsaicin. Reseptor kanabioid (CB1) terletak bersama-sama dengan TRPV1 dan menyebabkan endokanabioid juga dapat merangsang TRPV1 dan memungkinkan kanabioid berperan dalam modulasi pruritus. Melaui jaras asenden, stimulus gatal akan dipersepsi oleh korteks serebri. Saat ini, melalui PET (ositron-emission tomography) dan fMRI (functional MRI), aktivitas kortikal dapat dinilai dan terkuak bahwa girus singuli anterior (anterior singulate) dan korteks insula terlibat dan berperan dalam kesadaran sensasi gatal, menyebabkan efek emosional berpengaruh kepada timbulnya gatal, serta korteks premotor yang diduga terlibat dalam inisasi tindakan menggaruk. Sensasi gatal hanya akan dirasakan apabila serabut-serabut persarafan nosiseptor polimodal tidak terangsang. Rangsangan nosiseptor polimodal terhadap rangsang mekanik akan diinterpretasikan sebagai nyeri, dan akan menginhibisi 5% serabut saraf yang mempersepsi gatal. Namun demikian, setelah rangsang mekanik ini dihilangkan dan pruritogen masih ada, maka sensasi gatal akan muncul lagi. Perlu diingat bahwa tidaklah semua rangsang gatal dicetuskan dari serabut saraf histamin positif ini, melainkan ada pula rangsang gatal yang dicetuskan oleh rangsangan nosiseptor polimodal. Pada hewan, ditemukan refleks garuk (scratch reflexes) yang timbul akibat adanya eksitasi terhadap reseptor pruritus. Fenomena refleks ini kontras dengan fenomena refleks tarik (withdrawal reflex) apabila terjadi rangsang nyeri. Keterlibatan Pemrosesan Sensasi Gatal di Sistem Pusat Melaui jaras asenden, stimulus gatal akan dipersepsi oleh korteks serebri. Saat ini, melalui PET (ositron-emission tomography) dan fMRI (functional MRI), aktivitas kortikal dapat dinilai dan terkuak bahwa girus singuli anterior (anterior singulate) dan korteks insula terlibat dan berperan dalam kesadaran sensasi gatal, menyebabkan efek emosional berpengaruh kepada timbulnya gatal, serta korteks premotor yang diduga terlibat dalam

inisasi tindakan menggaruk. Selain itu, korteks prefrontal, orbitofrontal, serebelum, dan periaqueductal gray diketahui memiliki keterlibatan dalam pruritus. Endovanilloid dan endokanabinoid ditemukan di sistem pusat dan dapat meregulasi TPRV1 secara terpusat. Kontras terhadap kejadian gatal yang muncul di perifer, gatal sentral adalah kopmleks dan belum dimengerti secara mendalam. Gatal jenis ini dipersepsi terjadi di kulit, namun tidak diinisiasi dari kulit melainkan berasal dari sistem saraf pusat. Gatal jenis ini cenderung diakibatkan disfungsi proses dari informasi sensoris di jaras pusat. Terjadi interaksi kompleks antara eksitasi di perifer dengan disinhibisi (dis-, menegatifkan kata inhibisi) pusat. Peptida opioid selain bekerja di perifer, juga berperan penting di pusat. Morfin, sebagai contoh, dapat mengurangi rasa nyeri, namun meningkatkan rangsang gatal. Nalokson (atau peptida-mu opioid lain) justru mengurangi rasa gatal. Peptida ini memodulasi kanal ion kalsium di serabut saraf C yang terletak di sistem saraf pusat. mu-opioid menginhibisi pruritus central, sementara kappa-opioid memiliki efek antirpruritus. Dengan diketahui mekanisme ini, ketidakseimbangan kedua sistem ini di sistem saraf pusat dapat menimbulkan pruritus sentral. Mekanisme ini juga menjadi dasar penggunaan obat-obat antipruritus secara efek farmakologis. Mediator yang Berperan Dalam Gatal Pruritoseptif Senyawa terpenting adalah histamin. Histamin merupakan produk degranulasi sel mast dan basofil, selain dapat dihasilkan oleh makrofag dan limfosit. Jenis histamin H1 ditemukan menyebabkan gatal. Histamin banyak dilepaskan setelah terjadi cidera yang melibatkan dermal. Sementara itu, reseptor H3 terlibat dalam modulasi gatal, dan bekerja antagonis dengan H1. H4 juga dapat menyebabkan gatal. Serotonin terutama terlibat dalam gatal pusat, dan mungkin berperan dalam gatal neurogenik pada pasien uremia (gagal ginjal). Keduanya merupakan golongan amina. Asetilkolin, bekerja melalui reseptor muskarinik, menyebabkan gatal di individu atopik; dan sensasi terbakar di individu non-atopik. Pada penderita dermatitis atopik, ACh yang dihasilkan oleh keratinosit akibat inflamasi dapat mencetuskan rasa gatal. Eikosanoid dilepaskan oleh infiltrat leukosit dan sel mast, dan bekerja dengan mengaktifkan TRPV1 dan TRPV4. Prostaglandin mengurangi ambang letup gatal akibat

eikosanoid (memudahkan timbulnya gatal). Sebagai contoh, endovanniloid mengaktifkan TRPV1 dengan memengaruhi kanal ion kalsium terutama di sel neuron dan non-neuronal (termasuk keratinosit), sehingga meningkatkan kecenderungan untuk gatal. Aktivasi TRPV1 keratinosit menyebabkan pelepasan mediator pruritogenik. Penggunaan vanniloid topikal (seperti capsaicin) mendesensitisasi TRPV1 baik neuronal maupun non-neuronal, sehingga melawan aktivitas pruritogenik dan mencegah timbulnya gatal. Sitokin, seperti IL-2 dan IL-31 terlibat dalam pruritus. IL-2 terutama adalah penginduksi yang poten, sementara IL-31 ditemukan menyebabkan pruritus di individu atopik yang overekspresi IL-31. Neuropeptida yang terpenting adalah substansi P (SP) yang dihasilkan akibat aktivasi serabut saraf C (disebut dengan refleks aksonal), selain juga akan melepaskan mediator eikosanoid inflamasi dan histamin. Substansi P akan meningkat jumlahnya apabila terjadi inflamasi, sehingga zat ini adalah salah satu mediator terpenting yang berperan dalam gatal akibat inflamasi. Substansi P secara selektif menyebabkan pelepasan histamin oleh sel mast. Aktivitasnya menurun akibat stress, serta meningkat akibat penuaan dan keadaan malam. CGRP (Calcitonin Gene Related Peptide) juga neurotransmiter golongan peptida utama, disamping neuropeptida lain seperti VIP (Vasoactive intestinal peptide), endothelin, neurotensin, dan neurotrophin, serta neurokinin A (NKA). Neurotrophin, seperti NGF bekerja dengan menurunkan ambang gatal, meningkatkan regulasi reseptor vanilloid, serta meningkatkan produksi substansi P. Berperan terutama pada gatl akibat dermatitis atopik. Menggaruk Memodulasi dan Meregulasi Gatal Tindakan menggaruk (scratching) merupakan tindakan yang mengaktivasi serabut saraf A- termielinasi yang akan menekan proses rangsang gatal di tingkat substansia gelatinosa korda spinalis dan mengaktivasinya. Mekanisme modulasi gatal pada umumnya menggunakan sistem gerbang (gated mechanism). Selain itu, akar dorsal juga menerima sinyal inhibisi dari daerah periakuaduktus otak tengah. Selain itu, menggaruk akan merangsang serabut saraf C polimodal yang akan menimbulkan impuls nyeri dan menginhibisi timbulnya impuls gatal.

Alloknesis Alloknesis merupakan stimulus yang dalam keadaan normal tidak mencetuskan sensasi gatal (seperti sentuhan ringan, perubahan temperatur), namun dipersepsikan sebagai pruritus. Fenomena ini terjadi akibat sensitisasi central, yang akan ditemukan pada pasien dengan dermatitis atopik sebagai respons terhadap keringat dan perubahan temperatur. Dugaan sementara kejadian ini adalah akibat eksitasi berlebihan pemroses rangsang gatal pusat akibat proses gating (mekanisme inhibisi) yang terganggu. Gatal yang kronis juga timbul akibat sensitisai terhadap jaras pruritus di pusat, sehingga menggaruk justru menambah intens tingkat kegatalan daripada menguranginya.

Disusun oleh : Kautsar Prastudia Eko Binuko (06/194988/KU/11785)

Kepada YTH. : dr. Niken Indrastuti, Sp.KK(K)

You might also like