You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Syariat Islam yang disampaikan dalam Al-Quran dan al-Sunnah secara komprehensif, memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan. Didalam keduanya terdapat lafat yang am-khash, muthlaq-muqayyad, nasikh-mansukh, dan muhkam-mutasyabih, yang masih memerlukan penjelasan. Sementara itu, nas Al-Quran dan Sunnah telah berhenti, padahal waktu terus berjalan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang silih berganti, (al-wahy qad intaha wal al-waqai la yantahi). Oleh karena itu, diperlukan usaha penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak ditunjukan secara tegas oleh nas itu. Sehingga ijtihad itu menjadi sangat penting dalam memberikan penjelasaannya.

Metodologi Studi Islam IJTIHAD | 1

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IJTIHAD Secara bahasa, ijtihad berasal dati kata jahada. Kata ini beserta seluruh variasinya menujukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilakukan, atau yang tidak disenangi. Kata ini pun berarti kesanggupan (al-wus), kekuatan (al-thaqah), dan berat (almasyaqqah). Para ulama mengajukan redaksi yang bervariasi dalam mengartikan kata ijtihad secara bahasa. Para ulama mengajukan redaksi yang bervariasi dalam mengartikan kata ijtihad secara bahasa. Menurut Ahmad bin Ahmad bin Ali al-Muqri al-Fayumi, menjelaskan ijtihad secara bahasa adalah Pengerahan kesanggupan dan kekuatan (mujtahid) dalam melakukan pencarian sesuatu supaya sampai kepada ujung yang ditujunya. Menurut al-Syaukani, arti ijtihad adalah Pembicaraan mengenai pengerahan kemamampuan dalam pekerjaan apa saja. Secara bahasa, arti ijtihad dalam artian jahada terdapat didalam Al-Quran surat al-Nahl (16) ayat 38, surat al-Nur (24) ayat 53. Semuia kata itu berarti pengerahan segala kemampuan dan kekuatan (badzl al-wusi wa al-thaqah), atau juga berarti berlebihan dalam bersumpah (al-mubalaghat fi al-yamin). Dalam al-Sunnah, kata ijtihad terdapat dalam sabda Nabi yang artinya pada waktu sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa (fajtahidu fi al-dua). Dan hadist lain yang artinya rasul Allah SAW bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan). Menurut Abu Zahra, secara istilah, arti ijtihad ialah Upaya seorang ahli fiqih dengan kemampuannya dalam mewujudkan hukum-hukum amaliah yang diambil dari dalil-dalil yang rinci. Menurut al-Amidi yang dikutip oleh Wahbah al-Zuhaili (1978:480), ijtihad ialah Pengerahan segala kemampuan untuk menentukan sesuatu yang zhanni dari hukumhukum syarak. Definisi ijtihad diatas secara tersirat menunjukan bahwa ijtihad hanya berlaku pada bidang fiqih, bidang hukum yang berkenaan dengan amal, bukan bidang pemikiran. Oleh karena itu, menurut ulama fiqih, ijtihad tidak terdapat pada ilmu kalam dan tasawuf. Dari definisi ijtihad diatas, bisa terlihat beberapa perbedaan dan persamaan. B. DASAR-DASAR IJTIHAD
Metodologi Studi Islam IJTIHAD | 2

Adapun yang menjadi dasar hukum ijtihad ialah Al-Quran dan al-Sunnah. Di antara ayat Al-Quran yang menjadi dasar ijtihad adalah sebagai berikut:


105. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. (Q.S. al-Nisa [4]:105) Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad di antaranya hadist Amr bin al-Ash yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian dia benar maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala. (Muslim, II, t.th: 62)

C. SYARAT-SYARAT MUJTAHID Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid. Sebelum dikemukakan beberapa pendapat ulama mengenai syarat-syarat mujtahid, ada baiknya dijelaskan dulu mengenai rukun ijtihad, yaitu: Al-waqi, yaitu adanya kasus yang terjadi atau diduga akan terjadi yang tidak diterangkan oleh nas.
1. 2. 3. 4.

Mujtahid, ialah orang yang melakukan ijtihad yang mempunyai kemampuan untuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu. Mujtahid fih, ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (taklifi). Dalil syara untuk menetukan suatu hukum bagi mujtahid fih.

Menurut Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, syarat-syarat Mujitahid ada dua, yaitu :
Pertama, mengetahui syariat serta hal-hal yang berkaitan dengannya sehingga dapat

mendahulukan yang seharusnya didahulukan dan mengakhiri sesuatu yang seharusnya diakhiri.
Kedua, adil dan tidak melakukan maksiat yang dapat merusak keadilan. Syarat-syarat

yang diajukan al-ghazali itu masih belum bersifat umum sehingga memerlukan rincian, terutama syarat pertama. Berbeda dengan syarat-syarat terdahulu, Muhammad bin Ali bin Muhammad alSyaukani, menyodorkan syarat-syarat mujtahid, yaitu:
Metodologi Studi Islam IJTIHAD | 3

1. Mengetahui Al-Quran dan al-Sunnah yang bertalian dengan mesalah-masalah hukum. Jumlah ayat-ayat hukum dalam Al-Quran sekitar 500 ayat. 2. Mengetahui ijma sehingga tidak berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijma ulama. 3. Mengetahui bahasa Arab karena Al-Quran dan al-Sunnah disusun dalam bahasa Arab.
4. Mengetahui ilmu ushul fiqih. Ilmu ini merupakan ilmu terpenting bagi mujtahid karena

membahas dasar-dasar serta hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad.


5. Mengetahui nasikh-nasikh sehingga tidak berfatwa atau berpendapat berdasarkan dalil

yang sudah mansukh. Dan masih banyak beberapa pendapat yang menentukan syarat-syarat mujtahid. Diantaranya menurut Fakkhr al-Din Muhammad bin Umar bin al-Husain al- Razi, Abu Ishaq bin Musa al-Syatibi, Muhammad Abu Zahrah, dan Wahbah al-Zuhaili. Dengan demikian, syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid itu cukup banyak. Maka menurut Muhaimin dkk, sesuai dengan syarat-syarat yang dimilikinya, mujtahid itu terbagi menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan-tingkatan itu ialah Mujtahid Muthlaq dan Mujtahid Madzhab. Melihat begitu banyak dan beragamnya syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, tampaknya untuk masa sekarang ini akan sulit terpenuhi. Oleh karena itu, menurut penulis, ijtihad tidak hanya dapat dilakukan secara perorangan (ijtihad fardiah), tetapi juga dapat dilakukan secara kelompok (ijtihad jamai). Artinya, sekelompok ulama dengan disiplin ilmu yang bebeda secara bersama-sama melakukan ijtihad.

D. LAPANGAN IJTIHAD (MAJALAH IJTIHAD)

Lapangan atau wilayah ijtihad atau majal al ijtihad adalah masalah-masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad. Adapun hukum yang diketahui dari agama secara dlarurah dan bidahah (pasti benar berdasarkan pertimbangan akal), tidak termasuk lapangan ijtihad. Secara tegas, Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa lapangan ijtihad ada dua. Diantaranya:
Pertama, sesuatu yang tidak dijelaskan sama sekali oleh Allah dan Nabi Muhammad

SAW dalam Al-Quran dan al-Sunnah.


Kedua, sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil zhanni al-tsubut.

E. HUKUM IJTIHAD Para ulama berpendapat, jika Muslim dihadapkan kepada sesuatu peristiwa, atau ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum syara, maka hukum ijtihad bagi orang
Metodologi Studi Islam IJTIHAD | 4

itu bisa menjadi wajib ain, wajib kifayah, sunat, dan haram, bergantung pada kapasitas irang tersebut.

F. IJTIHAD NABI MUHAMMAD SAW Pembicaraan mengenai ijtihad Rasulullah di kalangan para ulama ternyata sangat pelik dan berbelit-berlit. Secara umum, mereka menyepakati ijtihad Rasul SAW dalam urusanurusan kemaslahatan yang bersifat keduniawian, pengaturan taktik dan strategi peperangan, dan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan persengketaan. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai ijtihad Rasul SAW dalam uruasan hukum-hukum agama. (Wahbah al-Zuhaili, 1978:499; al-Syaukani). Dalam menanggapi boleh-tidaknya Rasul berijtihad dalam urusan hukum-hukum agama, ulama berbeda pendapat.
Pertama, kebanyakan para ahli ushul fiqh membolehkan. Kedua, para pengikut Abu Hanifah berpendapat bahwa Rasulullah SAW diperintahkan

untuk berijtihad setelah beliau menunggu wahyu untuk menyelesaikan suatu peristiwa yang terjadi, dan beliau menghawatirkan peristiwa itu lenyap begitu saja.
Ketiga, kebanyakan pengikut Muktazilah tidak menyetujui ijtihad Rasulullah dalam

urusan hukum-hukum agama.

Dalam surat Ali Imran [3]: 159, Allah SWT berfirman:


159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S Ali Imran [3]: 159)

Metodologi Studi Islam IJTIHAD | 5

Menurut kelompok para ahli ushul fiqh, lafat wa syawirhum fi al-amr dalam ayat diatas mengisyaratkan adanya ijtihad, karena musyawarah hanya berlaku untuk menyelesaikan urusan-urusan yang hukumnya tidak ditunjuk secara jelas oleh nas. Ulama yang menolak adanya ijtihad Rasul SAW, juga menjadi Al-Quran sebagai dalilnya, diantaranya:


3. Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. 4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

G. IJTIHAD: SUMBER DINAMIKA Saat ini umat Islam dihadapkan kepada sejumlah peristiwa kekinian yang menyangkut berbagai aspek kehidupan. Peristiwa-peristiwa itu memerlukan penyelesaian yang seksama, lebih-lebih untuk kasus yang tidak tegas ditunjuk oleh nas. Melihat persoalan itu, umat Islam dituntut untuk keluar dari kemelut itu, yaitu dengan cara melakukan ijtihad. Oleh karena itu, ijtihad menjadi sangat penting meskipun tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. Adapun kepentingannya itu disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Jarak antara kita dengan masa tasyri semakin jauh. Jarak yang jauh ini memungkinkan

terlupakannya beberapa nas, khususnya dalam al-Sunnah, maksudnya hadis-hadis palsu dan perubahan terhadap nas. 2. Syariat disampaikan dalam Al-Quran dan al-Sunnah secara komprehensif. Dilihat dari fungsinya ijtihad sudah sangat jelas perannya. Di samping itu, ijtihad pun memberi tafsiran kembali atas perundangan-perundangan yang sifatnya insidental sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku pada masanya dengan tidak melanggar prinsip-prinsip umum. Ijtihad diperlukan untuk menumbuhkan kembali ruh islam yang dinamis menerobos dan kebekuan, memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari ajaran Islam, mencari pemecahan Islam untuk masalah-masalah kehidupan kontemporer. Ijtihad juga adalah saksi bagi keunggulan islam atas agama-agama lainnya (yalu wa la yula alaih).

Metodologi Studi Islam IJTIHAD | 6

BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Pengertian Ijtihad

Secara bahasa, ijtihad berasal dati kata jahada. Kata ini beserta seluruh variasinya menujukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilakukan, atau yang tidak disenangi.Kata ini pun berarti kesanggupan (al-wus), kekuatan (al-thaqah), dan berat (almasyaqqah). Definisi ijtihad diatas secara tersirat menunjukan bahwa ijtihad hanya berlaku pada bidang fiqih, bidang hukum yang berkenaan dengan amal, bukan bidang pemikiran. Dasar-dasar Ijtihad Terdapat di dalam Al-Quran Surat al-Nisa [4]:105


105. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. Sesuai dengan syarat-syarat yang telah dimiliki, mujtahid dabgai beberapa tingkatan, yaitu: Mujtahid Muthlaq Mujtahid Madzhab Lapangan atau wilayah ijtihad atau majal al ijtihad adalah masalah-masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad. Hukum ijtihad bagi orang itu bisa menjadi wajib ain, wajib kifayah, sunat, dan haram. Ijtihad Rasul SAW dalam urusan-urusan kemaslahatan yang bersifat keduniawian, pengaturan taktik dan strategi peperangan, dan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan persengketaan.
Metodologi Studi Islam IJTIHAD | 7

Daftar Pustaka

Drs. Hakim Abd. Atang, Dr. Mubarok Jaih. 2011. Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Cet ke 13

Metodologi Studi Islam IJTIHAD | 8

You might also like