You are on page 1of 25

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Istilah eklamsia berasal dari bahsa Yunani yang artinya halilintar.

Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala eklamsia muncul tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain. Pada wanita yang menderita eklamsia timbul serangan kejang yang diikuti koma (Saifuddin, A. 2002). Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat muncul tanpa didahului gangguan neurologis (Bobak, 2004). Berbagai tanda dan gejala eklamsia selain kejang meliputi hipertensi yang ekstrim, hiperfleksia, proteinuria +4, edema umum sampai hipertensi ringan tanpa edema. Insiden di Negara berkembang berkisar antara 0,3 %-0,7 % sedangkan di negara maju 0,05 %-0,1 %. Adapun tanda dan gejala eklamsia yaitu timbulnya gejala preeklamsi bertambah, kejang, mual, nyeri epigastrik, dan gangguan penglihatan. B. Tanda dan gejala Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklamsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala didaerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium dan hiperfleksia. Menurut Saifuddin (2002) konvulsi/kejang eklamsia dibagi 4 tingkat yaitu : 1. a. b. c. d. e. 2. Tingkat II Tingkat 1 : Tingkat Awal (AURA)/Premonitary Berlangsung 10 20 detik atau 30 detik Otot otot wajah dan tanga mulai berkedut Mata penderita terbuka, tanpa melihat Kelopak mata dan tangan bergetar Dapat terjadi kehilangan kesadaran : Tingkat Kejang Tonik Gejalanya dapat berupa :

Gejalanya adalah sebagai berikut :

a. b. c. d. e. f. g. h. 3. a. b. c. d. e. f. g. h. 4. a. b. c. membengkak d. Lamanya Tingkat IV Tingkat III

Berlangsung 10 20 detik atau 30 detik Seluruh otot menjadi tegang dan kaku Wajah kaku Diafragma spasme sehingga terjadi henti nafas Tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam Punggung melengkung Muka sianosis( muka mulai menjadi sianosis) Gigi mengatup, Lidah dapat tergigit : Tingkat Kejang Klonik Spasmus tonik menghilang Kontraksi yang keras dan relaksasi otot Peningkatan sekresi mukosa sehingga mulut berbusa Inhalasi mukus atau saliva Wajah kongesti dan lidah tergigit Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dengan cepat Kejang berhenti ditandai dengan penderita menarik nafas

Gejalanya adalah sebagai berikut :Kejang antara 1 2 menit

cepat dan mendengkur Dari mulut keluar ludah yang berbusa,muka menunjukan kongesti dan sianosis : Tingkat Koma Terjadi ketidaksadaran pada tingkat yang dalam Nafas berisik dan cepat Sianosis menghilang tetapi wajah tetap kongesti dan Kejang berikutnya tidak dapat selalu terjadi sebelum pasien Dapat berlangsung selama beberapa menit atau jam.

memperoleh kembali kesadarannya ketidaksadaran sama.secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma. Selama

serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40 derajat celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi komplikasi seperti lidah tergigit : fraktura dan perlukaan, gangguan pernafasan, solusio plasenta dan pendarahan otak. C. Faktor Resiko Walupun eklamsia terjadi mendadak dan tanpa peringatan tatapi kejadian eklamsia lebih beresiko pada: 1. Primigravida (remaja dan wanita > 35 tahun) 1. 2. 3. 4. 5. Wanita gemuk Wanita dengan hipertensi esensial Wanita yang mengalami penyakit ginjal, kehamilan ganda,

polihidramnion, diabetes, mola hidatiform Wanita dengan riwayat pre eklamsia dan eklamsia pada kehamilan Riwayat eklamsia keluarga sebelumnya

D. Komplikasi Eklamsia Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklamsia dan eklamsia. 1. 2. 3. 4. 5. jantung Solusia Placenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih Hemolisis, penderita dengan pre eklamsia berat kadang- kadang menunjukan Pendarahan otak yang merupakan penyebab utama kematian maternal Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung Edema paru-paru, terjadi pada pre eklamsia yang disebabkan karena payah sering terjadi pada pre eklamsia. gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. penderita pre eklamsia sampai seminggu kemungkinan dapat terjadi

6. 7. 8. 9. kejang-

Nekrosis hati, merupakan akibat vasopasmus arteriol umum yang diduga khas Kelainan ginjal, berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet. Komplikasi lain: lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular

untuk eklamsia. sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.

coogulation ) Efek Eklamsi bagi Ibu dan janin 1. a) b) c) d) e) f) g) eklamsia h) i) 2. a) b) c) E. Gangguan penglihatan/kebutaan sementara akibat edema retina Cedera (fraktur, lidah tergigit) Efek bagi janin Hipoksia dapat menyababkann cacat fisik dan retardasi mental Retardasi pertumbuhan intra uterine (Intrauterine Growth Efek bagi Ibu Pernafasan dapat terjadi asphiksia, aspirasi, muntah, edema paru, Gagal jantung Efek pada Otak (trombosis, hemoragi, edema) Gagal ginjal akut Nekrosis hati Sindrom HELLP (Hemolisis, elevated liver enzime, low platelet) Hemoragi karena kelainan koagulasi (DIC) yang dikaitkan dengan bronko pneumonia

Insufisiensi placenta mengakibatkan

Retardation/IUGR) Bayi kemungkinan lahir mati Pemeriksaan diagnostik

Temuan laboratorium bervariasi. Hemokonsentrasi terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit. Asam urat, kreatinin dalam serum,tes fungsi hati, dan klirens kreatinin urine meningkat. F. Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan eklamsia ialah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan membaik. Selain itu tujuan pertama pengobatan eklamsia adalah menghentikan kejangan mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Penatalaksanaan eklamsi berat meliputi 6 langkah: 1. Memastikan bahwa jalan nafas bebas Dilakukan dengan memberikan posisi miring, membersihkan mulut dan lubang hidung dari sekret dan saliva kalau perlu dengan menggunakan suction, memberikan oksigen, dan mengawasi pasien untuk memastikan jalan nafas tetap bersih. 2. a. Mengendalikan kejang Magnesium sulftat Untuk dosis pertama diberikan 4 g (20 ml dari 20%) secara perlahan, dengan kecepatan 1 g setiap 5 menit untuk 20 menit, dan tidak boleh diberikan secara bolus. Jika belum berpengalaman dapat diberikan melalui intramuskular, 5 g disuntikkan pada setiap otot gluteus (10 ml dalam 50% larutan). Dosis dapat diulang setiap 4 jam tetapi sebelumnya diperiksa bahwa: 1). Urine minimal 100 cc/4 jam 2). Ada refleks lutut 3). Frekuensi nafas sedikitnya 16 kali per menit (jika tidak dosis berikutnya harus ditunda) Dosis ulangan dapat berupa Magnesium sulfat 4 g melalui injeksi intravena perlahan atau magnesium sulfat (8 ml dari 50% larutan) melalui injeksi IM dalam. Kelebihan dari magnesium sulfat yaitu lebih efektif dari diazepam atau phenitoin dalam mencegah kejang ulang, sedangkan kekurangannya adalah dapat menyebabkan depresi pernafasan pada ibu dan janin Dapat digunakan Magnesium sulfat atau diazepam.

b.

Diazepam

Diberikan dosisIV 10 mg diazepam kemudian dapat diulang 10 mg setiap 4 6 jam (maksimum 100 mg dalam 24 jam). Kelebihan diazepam adalah lebih banyak tersedia daripada magnesium sulfat sedangkan kekurangannya adalah diazepam dapat menembus placenta dan menyebabkan janin mengalami masalah pernafasab, kesulitan makan, dan masalah dalam mempertahankan suhu tubuh.

3.

Mengendalikan tekanan darah Dapat dilakukan pada eklamsia maupun preeklamsia berat. Dimulai saat

tekanan diastolik mencapai 110 mmHg atau lebih pada dua kali pemeriksaan untuk mencegah hemoragi cerebral. 4. Mengendalikan keseimbangan cairan Untuk memantau urine dapat dilakukan dengan memasang catheter, catat haluaran urine setiap 4 jam dan catat asupan cairan. Kolaborasi untuk pemberian cairan intravena dengan natrium laktat atau 5% dekstrosa dalam air dengan kecepatan 60 125 ml per jam kecuali jika terjadi kehilangan cairan melalui muntah, diare atau perdarahan. Waspadai terjadinya gagal ginjal jika haluaran urine kurang dari 80 ml per 4 jam dan total asupan cairan tidak boleh melebihi 500 ml per 24 jam ditambah dengan jumlah urine yang keluar. Dan hindari penggunaan deuretik. 5. a. dalam fase laten Persalinan akan diinduksi dengan pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin jika: 1). Servik sudah sangat matang (pendataran hampir penuh, dilatasi 2 3 cm) 2). Janin normal atau ukuran kecil 3). Ukuran pelvis terlihat normal melalui pemeriksaan dalam 4). Tidak ada kontraindikasi untuk jalan keluar kelahiran pervaginam Melahirkan bayi Eklamsia sebelum persalinan atau Dilakukan pertimbangan yang seksama untuk menentukan metode kelahiran.

Seksio sesar akan dilakukan jika: 1). Ada satu kontra indikasi untuk induksi 2). Persalinan aktif tidak berlangsung dalam 4 jam induksi b. satu persalinan Lakukan kelahiran pervaginam hanya jika: 1). Persalinan berlangsung dengan cepat (dalam garis waspada pada partograf sebelah kiri) 2). Tidak ada kontra indikasi untuk kelahiran pervaginam Kelahiran yang sulit harus dihindari, jika terdapat penundaan, seksio sesar harus segera dilakukan. c. operatif yang sulit. 6. Memantau dengan seksama untuk mencegah kejang a. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda b. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan mengobatinya segera c. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre eklamsia tidak juga dapat dihilangkan. G. Asuhan Keperawatan a. 1. a) b) c) Sirkulasi Peningkatan tekanan darah menetap yang melebihi normal setelah Riwayat HT yang kronis Nadi yang mungkin menurun lebih kurang 20 minggu kehamlan Pengkajian dasar Usaha- usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia yaitu : Eklamsia pada kala dua persalinan Lahirkan bayi dengan cara yang paling mudah dan cepat, hindari persalinan Eklamsia pada fase aktif dalam kala

d) 2. 3. a) b) c) d) 4. a)

Mungkin dijumpai hematom spontan, pendarahan yang lama, Eliminasi :

epistaksis Fungsi ginjal yang mungkin menurun ( kurang 400 ml / jam ) Makanan dan cairan mual dan muntah berat badan menurun ( malnutrisi ) Masukan protein atau kalori yang menurun Adanya edema ( ringan dan berat Neurosensori Pusing, sakit kepala, b) Diplopia, penglihatan kabur c) Hiperrefleksia d) Penurunan kesadaran e) Adanya edema 5. Nyeri epigastrik 6. a) b) 10. a) b) b. c. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul Hb, Ht SGOT BJ urine Proteinemia USG Asuhan keperawatan Pernafasan Nafas mungkin menurun ( kurang dari 14 x / menit ) Adanya bunyi nafas krekels Primigravida, gestasi multipel, hidromion, molahidatidosa Gerakan bayi mungkin menurun Pemeriksaan Diagnostik Nyeri atau ketidaknyamanan atau tidak ada

Seksualitas

1. 2. 3. darah 4. 5.

Kekurangan volume cairan b/d kehilangan protein plasma, Penurunan curah jantung b/d Hypovolemia atau penurunan aliran Perubahan perfusi jaringan b/d Hipovolemia ibu, interupsi aliran Resti perubahan nutrisi berkurang dari kebutuhan tubuh b/d Berkurangnya pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis,

penurunan takanan osmotik koloid plasma balik vena, peningkatan tahanan vaskular sistemik

masukan yang tidak cukup kebutuhan tindakan b/d dan berkurangnya terpajan informasi.

Intervensi Keperawatan: Diagnosa keperawatan 1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmotik plasma. 1. INTERVENSI RASIONAL Bedakan edema kehamilan yang Adanya edema petting (ringan +1, patologis dengan fisiologis, pantau sedang +2, berat +3-4) pada wajah, lokasi dan derajat petting. tangan, kaki, dinding abdomen, atau edema yang tidak hilang 12 jam tirah baring adalah bermakna 2. tanda Perhatikan eklamsia seperti tanda- Untuk mengetahui keadaan ibu lebih adanya lanjut, konvulsi dan edema merupakan manifestasi klinis dari eklamsia yang harus segera mendapat penanggulangan. Haluaran 3. Pantau masukan dan haluaran, perhatikan warna urine urine adalah indikator sensitif dari sirkulasi volume darah oligouria menandakan hipovolemia

kejang, edema

dan BJ nya

Diagnosa keperawatan 2: Risiko penurunan perfusi jaringan dengan vasospasme vaskuler INTERVENSI Posisikan klien untuk : Tirah baring dengan posisi miring

berhubungan

RASIONAL Rangkaian kegiatan untuk mencegah keadaan yang lebih berat dengan observasi dan pengawasan ketat / konservatif

Observasi tanda-tanda vital

baring posisi mering dapat mengurangi penekanan pada aorta dan vena pada uterus sehingga aliran darah balik meningkat dan cardiac out put meningkat pula

Kolaborasi - Terapi sesuai dengan program * MgSO4 40%

Pengobatan simptomatik mengantisipasi masalah mencegah terjadinya kejang.

untuk klinik,

* Antihipertensi

Untuk menurunkan kerja jantung dan memperbaikai kardiak out put dan menurunkan tahanan pembuluh darah perifer

Diagnosa Keperawatan 3: Risiko terjadi cedera berhubungan dengan vasospasme pada cerebral (kejang) 4. INTERVENSI Anjurkan klien untuk RASIONAL Tirah baring posisi miring dapat mengurangi penekanan pada aorta dan vena uterus sehingaa aliran darah balik meningkat dan spasme pada

tirah baring posisi miring.

cerebral menurun. Observasi dan amati : - TTV - Intake dan out put , oliguria < 400 ml/24 jam - Gangguan serebral (pusing, mata kabur ) Tanda-tanda hemolisis Sindroma HELLP 5. 2gr Kolaborasi Semakin awal onset penyakit pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya.Dan penatalksanaan

yang agresif pada penyakit yang berat dapat memberikan hasil yang baik. Intervesi terapi konservatif adalah

pemberian terapi MgSO4 20% IV ditujukan untuk mencegat terjadinya pelan-pelan, Antihipertensi, kejang dan menjaga oksigenasi yang kardiotonika, AB, adekuat Deuritikum,

Antiperetik dan antiedema otak

Diagnosa Keperawatan 4: Risiko injury janin berhubungan dengan penurunan perfusi jairngan plasenta 1. INTERVENSI posisikan klien Posisi RASIONAL miring dapat mengurangi

tirah baring dengan posisi miring

penekanan pada aorta dan vena uterus sehingga aliran darah balik meningkat dan vaso spasme plasenta menurun

2. Observasi denyut jantung tiap 1 jam

Denyut kali/menit

jantung

janin

120-160 status

menunjukkan dalam

kesehatan dalam uterus normal. 3. Observasi perkembangan persalinan tanda-tanda kegawatan. Keterlambatan dan kegawatan terjadinya mengetahui risiko atau mempunyai eksaserbasi

komplikasi seperti abraptio plasenta, hipoksia janin akibat insufisiensi plasenta Induksi 4. Kolaborasi a. Induksi persdalinan dengan pervaginan,atau SC SC persalinan gagal, maka

pilihan dapat dilakukan dengan cara setelah keadaan hipertensi terkontrol Sebelum induksi persalinan harus diberikan terapi konservatif secara

b.

Program terapi, antihipertensi

dini untuk mengontrol hipertensi sampai menjelang induksi persalinan

BAB III GAMBARAN KASUS A. Pengkajian Ny. D berusia 42 tahun dirawat di ruangan VK IGD sejak tanggal 3 oktober 2012. Klien masuk jam 05.46 WIB rujukan dari Rumah Sakit Bengkalis dengan keluhan eklamsia, klien sudah kejang sebanyak 3 kali. Kejang pertama selama 20 menit, kejang ke 2 selama 5 menit dan kejang ketiga selama 7 menit. Pada saat kejang mata klien mengarah keatas dan mengeluarkan saliva. Pada saat pengkajian kesadaran klien somnolen. Klien masuk didampingi oleh suami (Tn. H) berusia 45 tahun dan anaknya berusia 16 tahun. Dari hasil pengkajian didapatkan BB sekarang 75 kg dan TB klien: 158 cm. Keluarga mengatakan pada kehamilan sebelumnya klien juga menderita hipertensi namun tidak pernah sampai kejang seperti keadaan sekarang. Dari hasil wawancara dengan keluarga diketahui bahwa kehamilan sekarang tidak direncanakan. Status obstetrik klien

G5P4A0H4. Pada saat pengkajian terdengar bunyi ronkhi di saluran pernapasan klien dan klien terpasang gudel untuk mencegah lidah tergigit pada saat kejang terjadi. Pada bagian ekstremitas terdapat bengkak pada tungkai, kaki dan tangan klien. Dari hasil pemeriksaaan urine didapatkan proteinuria + 3. Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya anak pertama berjenis kelamin perempuan lahir secara normal/pervaginam dengan BB 3.000 gram (berusia 16 tahun), anak kedua laki-laki lahir secara normal dengan BB 3.160 gram (berusia 8 tahun), anak ketiga laki- laki lahir secara normal dengan BB 3.500 gram (berusia 5 tahun), dan anak keempat laki- laki secara normal dengan BB 2.900 gram (berusia 3 tahun). Keluarga klien mengatakan tidak menyangka keadaan klien akan seperti ini. Keluarga juga mengatakan bahwa nenek klien juga menderita penyakit hipertensi. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD: 180/110 mmHg, N: 108/i, P: 30/i, S: 36,50C , ditemukan masalah eklamsia. Hasil pemeriksaan Leopold didapatkan TFU: 33 cm, bagian fundus adalah bokong, bagian kiri teraba ekstremitas sedangkan kanan teraba punggung, presentasi kepala, sudah masuk PAP sejajar. Hasil pengkajian pada jam 06.40 WIB DJJ klien tidak terdengar lagi. Kesadaran klien samnolen. Klien diberikan obat MgSo4 drip sebanyak 25 cc dan valium 1 ampul. Pada jam 08.00 klien diberikan monitol 4 x 100 cc dengan jeda 15 menit serta injeksi lasix. Tanda- tanda vital klien pada jam 08.30 didapatkan TD : 140/100, n: 100 x/i, rr : 26 x/i, dan S : 36,5 0C. Keadaam klien masih tetap samnolen dan terdengar bunyi ronkhi dari saluran nafas klien. Pada jam 10.00 WIB klien dibawa keruang ICU. PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN MATERNITAS I. DATA UMUM Inisial Klien Pekerjaan : Ny. D (42 th) : IRT

Pendidikan Terakhir : SD

Agama : Islam Suku Bangsa : Melayu Status Perkawinan : Kawin Alamat : Bengkalis Inisial Suami : Tn. H (45 th) Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SD Agama : Islam II. KELUHAN UTAMA Klien dirujuk dari rumah sakit bengkalis pukul 05.46 WIB. Klien kejang sebanyak 3 kali, kejang pertama 20 menit, kejang kedua selama 5 menit dan kejang ketiga selama 7 menit. Saat kejang mata keatas dan mengeluarkan saliva. Kesadaran klien samnolen.

III.

RIWAYAT KESEHATAN A. KESEHATAN SEBELUMNYA mata kabur, bengkak pada kaki dan tungkai . pada kehamilan sebelumnya yaitu kehamilan keempat klien juga tekanan darahnya tinggi. B. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Anak klien mengatakan bahwa neneknya menderita hipertensi. IV. PEMERIKSAAN FISIK TB / BB : 158 cm / 75 kg Tanda tanda vital : TD : 180/ 110 mmHg Suhu : 36,7 C

N : 108 x/ i Rr : 30 x/ i Kepala : 1. keperawatan 2. 3. 4. 5. kejang, 6. 7. Gigi : tidak dapat dikaji karena terpasang gudel Telinga : tidak ada perdarahan , tidak terpasang alat bantu dengar, tidak ada masalah. Masalah Keperawatan : bersihan jalan nafas tidak efektif Leher : tidak ada pembesaran KGB. Dada : Inspeksi : payudara simetris kiri dan kanan, hiperpigmentas areola, puting susu menonjol Palpasi : tidak teraba massa, teraba hangat, air susu sudah keluar, Perkusi : tidak ada pembesaran jantung dan paru, jantung : dullnes, paru : resonan Auskultasi : terdapat bunyi ronkhi diparu, tidak ada bunyi mur- mur dijantung. Masalah Keperawatan : bersihan jalan nafas tidak efektif Abdomen : Inspeksi : terdapat pembesaran abdomen, terdapat linea nigraa, tidak ada bekas operasi Palpasi : Leopold I : TFU : 33 cm, teraba lunak dan bulat Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, klien mengalami gangguan penglihatan : kabur. Wajah : pucat, tidak ada closmagravidarum. Hidung : terpasang oksigen, tidak ada perdarahan. Terdapat sekret disaluran pernafasan. Mulut : terpasang gudel, bau, kotor, lidah tergigit akibat Rambut : panjang, lepek, tidak ada masalah

Leopold II : teraba sebelah kanan kerasa dan panjang, sebelah kiri bagian kecil- kecil Lepold III : teraba kepala, ada tahanan Leopold IV : sejajar Kontraksi uterus : 2 x 35 dalam 10 menit Perkusi : redup Auskultasi : DJJ : 100 x/i, irreguler, DJJ tidak terdengar lagi pukul 06.40 BU : 8 x/i Genitalia : Inspeksi : terdapat lendr, tidak ada infeksi dan perdarahan Palpasi : tidak teraba massa. Periksa dalam : tidak ada halangan jalan lahir, portio lunak tipis, pembukaan 4, ketuban pecah Anus : tidak ada hemoroid Punggung : tidak ada masalah Ekstremitas :

Tangan : capilarirefil 3 detik, dingin, edema Kaki : dingin, edema pitting 2 V. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN DAHULU Anak I : perempuan ditolong bidan Anak II : laki- laki ditolong bidan Anak III : laki- laki ditolong bidan Anak IV : laki- laki ditong bidan. VI. RIWAYAT OBSTETRIK DAN GINEKOLOGIK Menarche : 14 tahun Menstruasi : teratur, siklus 28 tahun, lama 7 hari, masalah menstruasi : tidak ada Penyakit gnekologik : tidak ada Riwayat kontrasepsi : suntik Masalah : tidak ada.

VII.

DATA PSIKOSOSIAL Keluarga mengatakan cemas terhadap kondisi klien.

B. No 1 Subjektif :

Analisa Data Data Etiologi Masalah Keperawatan Kelebihan volume cairan

Keluarga mengatakan kaki dan tangan klien bengkak sejak hamil besar Objektif : Klien tampak edema pada bagian kaki, tangan dan wajah Pitting edema derajat 3 Proteinuria +3 Oliguria : urine < 30 mL/ jam, pekat, berwarna coklat TD : 140/100 mmHg N: 100 x/ i 2 Rr : 26 x/ i Subjektif : Keluarga mengatakan klien kejang sudah 3 kali Keluarga juga mengatakan sejak 4 hari SMRS klien mengeluh sakit kepala dan mata kabur. Objektif : Klien sudah kejang 3 kali TD : 140/ 100 N : 100 x/ i

Risiko cedera

terjadi

Rr : 26 x /i S: 36,5C 3 Kesadaran : samnolen Subjektif : Keluarga mengatakan klien sudah kejang 3 kali. Objektif : Klien tampak menggunakan gudel Terdengar bunyi ronkhi saat klien bernafas TD : 140/ 100 mmHg N : 100 x /i Rr : 26 x / i Bersihan nafas efektif jalan tidak

Subjektif : Objektif : Klien kejang sudah 3 kali Pukul 05.00 DJJ 124x Pukul 6.40 DJJ tidak terdengar lagi

Risiko pada janin

injury

C. 1. aktifitas kejang 2. 3.

Diagnosa Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Kelebihan volum cairan berhubungan dengan Risiko terjadi cedera berhubungan dengan vasospasme Risiko injury janin berhubungan dengan penurunan

peningkatan reabsorbsi natrium dan retensi cairan pada cerebral (kejang) 4. perfusi jaringan plasenta

D. 1. kejang

Rencana Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

Tujuan : jalan nafas efektif Intervensi Rasional 1. Letakkan klien pada posisi miring, 1. Meningkatkan permukaan datar , miringkan kepala selama kejang 2. Lepaskan pakaian daerah leher, atau dada dan abdomen 3. Lakukan indikasi 4. Berikan oksigen tambahan 2. Kelebihan volume cairan interstisial yang berhubungan penghisapan sesuai jalan nafas 2. Untuk memfasilitasi usaha nafas dan ekspansi paru maksimal 3. Menurunkan risiko aspiksia 4. Dapat menurunkan hipoksia aliran sekret,

mencegah lidah jatuh dan menyumbat

dengan peningkatan reabsorbsi natrium dan retensi cairan. Tujuan : volume cairaan kembali seimbang. Intervensi 1. Pantau dan catat intake dan output. Rasional 5. Dengan memantau intake dan

output diharapkan dapat diketahui adanya keseimbanagan cairan dan dapat 2. Pantau tanda-tanda vital, catat waktu pengisapan kapiler (capilery refill time-CRT). diramalkan keadaan dan kerusakan glomerulus. 6. Dengan memantau anda-tanda vital dan pengisian kapiler dapat dijadikan pedoman untuk penggantian cairan atau 3. Memantau atau menimbang berat badan ibu menilai repon dari kardiovaskuler. 7. Dengan memantau berat badan ibu dapat diketahui berat badan yang merupakan indikator yang tepat untuk

menentukan keseimbangan cairan. 4. Observasi keadaan edema 5. Berikan diet rendah garam sesuai hasil kolaborasi dengan ahli gizi. 6. Kaji distensi vena jugularis dan perifer. 7. Kaji dengan dokter dalam 8. keadaan 9. diet cairan. 10. retensi bisa cairan yang berlebihan pemberian diuretic dimanifestasikan edema rendah merupakan garam akan indikator keadaan cairan dalam tubuh. mengurangi terjadinya kelebihan

dengna pelebaran vena jugularis dan edema perifer. 11. diuretik dapat meningkatkan filtrasi glumerulus dan menghambat penyerapan sodium dan air dalam tubulus ginjal

3. pada cerebral (kejang) Tujuan : cedera tidak terjadi

Risiko terjadi cedera berhubungan dengan vasospasme

INTERVENSI 1. Anjurkan klien untuk tirah baring posisi miring.

RASIONAL Tirah baring posisi miring dapat mengurangi penekanan pada aorta dan vena uterus sehingaa aliran darah balik meningkat dan spasme pada cerebral menurun. Gejala dan tanda klinis yang terjadi dari

2. Jelaskan

pada

klien

tentang

penyakit dan pengobatan serta efeknya dapat diketahui secara dini, sehingga dapat dilakukan tindakan dengan cepat dan tepat Semakin awal onset penyakit pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya.Dan

program terapi dan efek yang mungkin terjadi

3. Observasi dan amati : - TTV - Intake dan out put , oliguria < 400 ml/24 jam

penatalksanaan yang agresif pada penyakit yang berat dapat memberikan hasil yang baik.

- Gangguan serebral (pusing, mata Intervesi terapi konservatif adalah ditujukan kabur ) untuk mencegat terjadinya kejang dan menjaga Tanda-tanda hemolisis oksigenasi yang adekuat Sindroma HELLP 4. Kolaborasi Antihipertensi, antiedema otak pemberian terapi

MgSO4 20% IV 2gr pelan-pelan, Deuritikum, kardiotonika, AB, Antiperetik dan

4. perfusi jairngan plasenta

Risiko injury janin berhubungan dengan penurunan

Tujuan : injury pada janin tidak terjadi INTERVENSI 1. Anjurkan klien untuk baring dengan posisi miring tirah RASIONAL Posisi miring dapat mengurangi penekanan pada aorta dan vena uterus sehingga aliran darah balik meningkat dan vaso spasme plasenta menurun Denyut jantung janin 120-160 kali/menit 2. Observasi denyut jantung tiap 1 jam menunjukkan status kesehatan dalam uterus normal. Keterlambatan dalam mengetahui kegawatan 3. Observasi persalinan kegawatan. perkembangan dan tanda-tanda mempunyai risiko terjadinya eksaserbasi atau komplikasi seperti abraptio plasenta, hipoksia janin akibat insufisiensi plasenta Induksi persalinan gagal, maka pilihan dapat dilakukan dengan cara SC setelah keadaan hipertensi terkontrol 4. Kolaborasi a. Induksi persdalinan Sebelum induksi persalinan harus diberikan

dengan pervaginan,atau SC

terapi

konservatif

secara

dini

untuk

mengontrol

hipertensi

sampai

menjelang

induksi persalinan

b. Program antihiperetensi

terapi,

E. No waktu 1 08. 40 Diagnosa keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kejang

Implementasi Keperawatan Implementasi 1. Evaluasi

Meletakkan klien pada posisi Subjektif : miring. dada dan abdomen Objektif : untuk Rr : 24 x / i N : 70 x / i Klien dilakukan suction oksigen Klien terpasang O2 tambahan Tampak adanya secret. Analisa : Masalah teratasi sebagian Planning : Lanjutkan intervensi 1. Memantau dan catat intake Subjektif : 2. Melepaskan pakaian daerah TD : 130/ 100 mmHg meningkatkan ekspansi paru 3. Melakukan atau suction. 4. Memberikan tambahan

penghisapan Bunyi nafas : ronkhi

09.00

Kelebihan volume cairan interstisial yang

dan output. 2. Memantau

tanda-tanda Objektif :

berhubungan dengan peningkatan reabsorbsi natrium dan retensi cairan.

vital, catat waktu pengisapan CRT = 3 detik kapiler (capilery refill time- TD : 130/ 100 mm Hg CRT). 3. Mengobservasi edema 4. Mengkaji distensi jugularis dan perifer. pemberian diuretic N : 70 x /i keadaan Rr : 24 x/ i Edema pitting 3 vena Klien mendapatkan lasix Analisa : Planning : Lanjutkan intervensi tirah Subjektif : dan Objektif : Klien tirah baring dengan posisi miring Oliguria : urine < 30 mL / jam Klien diberikan MgSO4 TD : 140 / 100 mmHg N: 74 x/ i Rr : 24 x /i

5. Kolaborasi dengan dokter Masalah teratasi sebagian

09.10

5. Risiko terjadi cedera berhubu ngan dengan vasospa sme pada cerebral (kejang) -

1. Memberikan 2. mengobservasi mengamati :

klien

baring posisi miring.

09.30

Risiko injury janin berhubungan dengan penurunan perfusi jairngan plasenta

- TTV - Intake dan out put , oliguria < 400 ml/24 jam - Gangguan serebral (pusing, mata kabur ) Tanda-tanda hemolisis Sindroma HELLP 3. Memberian terapi MgSO4 20% IV 2gr pelan-pelan, Antihipertensi, Deuritikum, kardiotonika, AB, Antiperetik dan antiedema otak 1. Memberikan klien tirah baring dengan posisi miring

S:O:

2. Mengobservasi denyut DJJ melemah jantung tiap 1 jam DJJ tidak terdengat dengan 3. Mengobservasi perkembangan persalinan dan dopler tanda-tanda kegawatan. TD : 140/ 100 N ; 70 x /i Rr : 24 x/i A:

Masalah teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat muncul tanpa didahului gangguan neurologis (Bobak, 2004). Berbagai tanda dan gejala eklamsia selain kejang meliputi

hipertensi yang ekstrim, hiperfleksia, proteinuria +4, edema umum sampai hipertensi ringan tanpa edema. Kejang/ konvulsi dibagi menjadi 4 tingkat yaitu tingkat awal (AURA), tingkat kejang tonik, tingkat kejang klonik dan tingkat koma. Komplikasi eklamsia meliputi solusia placenta, hemolisis, pendarahan otak, kelainan mata, edema paru-paru, nekrosis hati, kelainan ginjal, sindroma HELLP, lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang- kejang pneumonia aspirasi dan DIC. Penatalaksanaan eklamsi berat meliputi 6 langkah: 1. 2. sulfat atau diazepam. 3. 4. 5. 6. Mengendalikan tekanan darah Mengendalikan keseimbangan cairan Melahirkan bayi Memantau dengan seksama untuk mencegah kejang Memastikan bahwa jalan nafas bebas Mengendalikan kejang : dapat digunakan Magnesium

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dimulai dari tahap pengkajian, analisa data, menegakkan diagnosa keperawatan, merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan kemudian mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan. B. Saran Diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan eklamsia secara tepat dan komprehensif sehingga ibu dan janin dapat terselamatkan.

You might also like