You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut, menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada bronkiolus. (1,2,3,4,5,6) Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anak-anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-negara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak sekitar 95%.
(1,3,5,6)

Bronkiolitis sering mengenai anak-anak usia dibawah 2 tahun. Anakanak yang berusia lebih tua dan dewasa bisa dikatakan tidak pernah ditemukan penyakit ini, karena mereka lebih tahan terhadap terjadinya edema pada bronkiolus, sehingga gambaran klinis suatu bronkiolitis tidak dijumpai, walaupun sebenarnya saluran nafas kecil pada paru bagian bawah terkena infeksi. (1,3) Bronkiolitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Penularan penyakit ini terjadi melalui kontak langsung dengan penderita ISPA. Penularan dalam keluarga ditemukan sangat tinggi (45%), umumnya pada keluarga yang mempunyai anak usia sekolah. (1) 1.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi, patologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi dan prognosis bronkiolitis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut, menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada bronkiolus. (1,2,3,4,5,6,9) 2.2. Etiologi Penyebab tersering (50 - 90%) adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Disamping itu dalam jumlah kecil disebabkan oleh virus para influenza, virus influenza, adenovirus, rhinovirus, mycoplasma pneumoniae (Eaton Agent). Infeksi primer bakteri sebagai penyebab bronkiolitis akut jarang dilaporkan. (1,2,3,4,5,6,7) 2.3. Epidemiologi Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anak-anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-negara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak sekitar 95%.
(1,3,5,6)

Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17% dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Rata-rata insidens perawatan setahun pada anak berusia dibawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000, dan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1-2 tahun.(9) 2

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.(9) 2.4. Patologi Gambaran awal abnormalitas saluran pernafasan bagian bawah pada bronkiolitis dijumpai : (1,2,4) a. Nekrosis epitel saluran nafas kecil b. Inflamasi peribronkial c. Edema saluran nafas d. Penimbunan/akumulasi mukus dan eksudat liat di saluran nafas Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mukus dan eksudat liat. Di dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrasi sel radang. Radang juga dijumpai peribronkial dan di jaringan interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan emfisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis. (4) 2.5. Patofisiologi Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris seluler dan edema. Karena tahanan terhadap aliran udara didalam suatu tabung berbanding terbalik dengan pangkat 3 jari-jari tabung tersebut, maka penebalan kecil yang terjadi pada dinding bronkiolus pada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara. Tahanan udara pada lintasanlintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Tetapi karena jari-jari suatu saluran nafas akan mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi katup bulat pernafasan akan mengakibatkan terjadinya pemerangkapan udara serta pergeseran udara yang berlebihan yang disebut mekanisme klep. Mekanisme klep adalah terperangkapnya udara yang

menimbulkan overinflasi dada. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi menjadi lengkap dan udara yang terperangkap habis terserap. (3,5,6) Pertukaran udara yang terganggu menyebabkan ventilasi berkurang pada alveolus-alveolus sehingga terjadi hipoksemia dan peningkatan frekuensi nafas sebagai kompensasi. Retensi karbondioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita-penderita yang terserang hebat. Pada umumnya semakin tinggi kecepatan pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x/menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang terjadi. (3,5,9) 2.6. Manifestasi Klinis Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas disertai dengan batuk, pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai demam atau demam hanya subfebril. Kemudian dalam beberapa hari gejala tersebut makin berkembang dengan didapatkan batuk makin menghebat, frekuensi nafas meningkat (sesak nafas), pernafasan dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, rewel sampai gelisah, sianosis, sulit makan atau minum, mual-muntah jarang sekali didapatkan pada penderita. Pada pemeriksaan didapatkan mengi/wheezing, ekspirium memanjang, jika obstruksi hebat suara nafas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring, kadang-kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi. Pada perkusi didapatkan hipersonor, Ro foto thoraks menunjukkan hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada fotolateral, dapat terlihat bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan atelektasis atau radang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal. (3,4,5,7,8,9) 2.7. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan pertimbangan beberapa faktor yang lebih menitikberatkan pada manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik, karena faktor 4

lainnya hanya ditemukan bukti-bukti yang tidak spesifik, seperti pada pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Manifestasi klinis harus didukung beberapa anamnesis yang memperkuat diagnosis penyakit ini terhadap penyakit lain yang serupa. (1) Beberapa hasil penelitian menyatakan, bahwa diagnosis bronkiolitis virus diperoleh dari : (1) 1. Gambaran/gejala klinis 2. Usia anak 3. Epidemi RSV di masyarakat terutama di RS melalui petugas perawatan sebagai sumber penularan pada bayi. Gejala klinis bronkiolitis harus dibedakan dengan asma yang kadangkadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respons terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai emfisema obstruksi dan gagal jantung. (4) 2.7.1. Anamnesis Gejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertain dengan sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan.(9) 2.7.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu di atas 38,5oC. Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis.(9) Obstruksi saluran nafas bawah akibat respons inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan 5

ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia <6 minggu.(9) 2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya normal, demikian pula dengan elektrolit. Analisis gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan sakit berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik.(9) Pada foto rontgen thoraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat (patchy infiltrates), tapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diagfragma datar, dan peningkatan diameter antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection tests (direct immunofluoresence assay dan ELISA), atau polymerase chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibodi pada fase akut dan konvalenses.(9) 2.8. Diagnosis Banding Beberapa penyakit dapat merupakan diagnosis banding bronkiolitis. Penyakit lain yang sering dikacaukan dengan bronkiolitis yaitu asma bronkhial.
(1)

Beberapa diagnosis yang perlu dipertimbangkan antara lain : (8) 1. Asma Bronkial a. Jarang ditemukan pada tahun pertama kehidupan, tetapi sering terjadi setelah periode tersebut. b. Riwayat keluarga penderita asma bronkial. c. Serangan awal yang mendadak tanpa tanda infeksi sebelumnya. d. Serangan berulang. e. Ekspirasi diperpanjang secara mencolok. f. Eosinofilia pada darah dan usapan hidung. g. Respon terhadap obat anti asma. Pada bronkiolitis akut hanya 5% yang mempunyai klinis yang berulang. 2. Bronkopneumonia a. Jarang dijumpai pada bayi sampai usia 6 bulan. b. Riwayat anamnesis, perjalanan penyakit tidak terlalu mendadak, demam, batuk tidak ngikil, nafsu makan/minum berkurang. c. Didapatkan sumber penularan ISPA disekitarnya. d. Setelah 5-7 hari timbul sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis e. Pemeriksaan fisik ditemukan : Perkusi : Suatu gambaran normal sampai redup relatif Auskultasi : Ada krepitasi atau ronki basah halus. f. Retraksi dinding dada (interkostal dan suprasternal). g. Pemeriksaan laboratorium : lekositosis dan HJL (Hitung Jenis Lekosit) pergeseran ke kiri. h. Pemeriksaan radiologi paru ditemukan sebaran infiltrat diseluruh bagian paru kanan dan kiri. 2.9. Penatalaksanaan Anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tinggi, sebaiknya dengan uap dingin (mist-tent), tujuannya untuk mencairkan sekret bronkus yang liat dan mengatasi hipoksemia.(1)

Prinsip pengobatan di rumah sakit meliputi beberapa hal, yaitu : (1,4,6) 1. Suportif a. Pemberian oksigen untuk mengatasi hipoksemia, apnea, dan kegagalan pernafasan. Diberikan 1 - 2 l/menit. b. Pengaturan suhu tubuh. c. Pencairan lendir yang lengket. d. Ketepatan pemberian cairan intravena, sebagai penghindaran terhadap dehidrasi yang timbul akibat takipnea atau asidosis respiratorik. Diberikan : Neonatus D 10% : NaCl 0,9% = 4 : 1, + KCl 1-2 mEq/kg BB/hari Bayi > 1 bulan : D 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan. e. Posisi nyaman dengan duduk posisi kemiringan 30-40 atau leher pada posisi ekstensi. 2. Pemberian kortikosteroid (masih kontroversial). Penelitian tentang pemakaian kortikosteroid, awalnya memberikan hasil yang baik terhadap angka kesakitan dan angka kematian penderita bronkiolitis. Walaupun akhir-akhir ini didapatkan hasil justru klinis semakin memberat. Sebagai terapi paliatif dan efek anti anflamasinya, kortikosteroid dapat menimbulkan masking effect. 3. Antibiotik diberikan apabila tersangka ada infeksi bakterial dan sebaiknya dipilih yang mempunyai spektrum luas. Bila dicurigai mycoplasma pneumoniae sebagai penyebabnya, obat yang terpilih ialah eritromisin. 4. 5. Sedativa merupakan kontraindikasi pada penyakit bronkiolitis karena dapat menyebabkan depresi pernafasan. Tidak dianjurkan pemberian bronkodilator karena dapat memperberat keadaan anak yaitu dengan peningkatan curah jantung dan kegelisahan anak. 6. Pemberian anti virus seperti ribavirin memperlihatkan hasil yang memuaskan, karena ribavirin menghambat sintesis protein virus. Namun sampai sekarang pemakaian anti virus belum banyak diberikan pada 8

penderita. Indikasi pengobatan ini adalah bayi resiko tinggi, diplasia bronkopulmonar, infeksi paru kronis, defisiensi iminologi, penyakit jantung kongenital 2.10. Prognosis Perjalanan klinis umumnya dapat teratasi setelah 48-72 jam. Angka kematian pada penderita ini ditemukan < 1%. Kegagalan perawatan disebabkan apnea yang terjadi berlangsung lama, asidosis respiratorius yang tidak terkoreksi, atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnea dan kurang makan minum. (1) Prognosis sangat tergantung oleh ketepatan diagnosis, fasilitas yang tersedia, ketepatan tatalaksana, dan kecermatan pemantauan, sehingga sangat mungkin prognosis semakin jelek pada penyakit ini dan akan meningkat di daerah perifer.(1)

BAB III KESIMPULAN 1. Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut ditandai dengan adanya obstruksi pada saluran nafas kecil. 2. Bronkiolitis sering menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun, terbanyak pada usia 6 bulan. 3. Bronkiolitis disebabkan oleh virus, terbanyak oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV). 4. Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris dan edema. 5. Bronkiolitis menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan yang cepat, retraksi dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. 6. Beberapa hasil penelitian menyatakan, diagnosis bronkiolitis didapatkan dari : Gambaran/gejala klinis Usia anak Epidemi RSV di masyarakat 7. Asma bronkial dan bronkopnemonia merupakan penyakit yang sering mengacaukan diagnosis bronkiolitis. 8. Prinsip pengobatan di rumah sakit meliputi beberapa hal yaitu suportif, masih kontroversial pemakaian kortikosteroid, pertimbangan dan pemberian antibiotik bila ada tersangka infeksi bakterial, tidak dianjurkan pemakaian sedativa dan bronkodilator dan pemberian anti virus. 9. Prognosis bronkiolitis tergantung oleh ketepatan diagnosis, fasilitas yang tersedia, ketepatan tatalaksana dan kecermatan pemantauan.

10

DAFTAR PUSTAKA 1. Ismangoen, H, Naning. R, 2004, Bronkiolitis, Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM, Yogyakarta, hal. 1-9. 2. Behrman, R.E, 2010, Bronchiolitis, in the book, Nelson : Essentials of Pediatrics, W.B Sounders Company, Philadelphia, pg. 431-3. 3. Behrman, R.E, 2002, Bronkiolitis, dalam Ilmu Kesehatan Anak, ed. 12 bag. 2, alih bahasa Radja M.M, EGC, Jakarta, hal. 614-7. 4. Anonim, 2005, Bronkiolitis akut, dalam Buku Kuliah Jilid 3 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, 1233-4. 5. Mansjoer, A., dkk, 2007. Bronkiolitis Akut, dalam buku Kapita Selekta Kedokteran. ed. Ketiga jilid pertama Media Aesculapius, FK UI, Jakarta, hal. 468-9. 6. Anonim, 2005. Bonkiolitis Akut, dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Medika, FK UGM, Yogyakarta, hal. 138-9. 7. Schwartz, M.W., 2006, Respiratory Distress in the book Clinical Handbook of Pediatrics, Williams & Wilkins, A Waverly Company, Philadelphia, pg. 576. 8. Anonim, 2007, Respiratory in the book, Paediatric Handbook, Royal Childrens Hospital, Melbourne, Australia, pg. 117. 9. Rahajoe, Nastiti N., dkk, 2010, Bronkiolitis, dalam Buku Ajar Respirologi, Badan Penerbit IDAI, Jakarta, hal. 333-347.

11

You might also like