You are on page 1of 15

Demensia 1.

PENDAHULUAN Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut, makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya. 1,2 Mudah lupa merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam kehidupan seharihari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang ditemukan pada usia setengah baya, bahkan umur belia. Mudah lupa memang bisa dianggap gejala wajar atau alamiah. Tapi, kita tetap harus waspada, sebab mudah lupa (terutama pada usia belia) bisa saja merupakan stadium awal dari demensia (dementia) atau kepikunan, yang merupakan gangguan otak akibat penyakit atau kondisi lainnya. Gangguan fungsi jaringan otak tersebut dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (misalnya meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak, dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (misalnya tifus, endometritis, payah jantung, toxemia, kehamilan, intoksikasi, dan sebagainya). 2 Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen atau reversibel. Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan, walaupun pada kasus yang jarang adalah tidak mungkin untuk menentukan penyebab spesifik. 1 Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15% orang dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang ireversibel. 1 2. DEFINISI

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya bersifat kronis-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi kognitif yang multipel tanpa gangguan kesadara. 1,3 Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, daya ingat, daya pikir, orientasi, persepsi, perhatian, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, daya nilai (judgenent), dan kemampuan sosial. 1,3 3. EPIDEMIOLOGI Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan 15% menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20% menderita demensia berat. 1 Dari semua pasien dengan demensia, 50 60% menderita demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibanding dengan 15 25% dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. 1 Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler, yang berjumlah kira-kira 15 30% dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita. 1 Masing-masing 1 5% kasus adalah demensia yang berhubungan dengan trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan berbagai demensia yang berhubungan dengan pergerakan (misalnya penyakit Huntington dan penyakit parkinson). 1 4. PENYEBAB Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular secara bersama-sama berjumlah sebanyak 75% dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Hutington, penyakit Parkinson, hunam immunodeficiency virus (HIV), dan trauma kepala. 1 Pada tabel di bawah ini adalah gangguan/penyakit yang sering menyebabkan demensia.

Tabel 4.1. Gangguan/Penyakit yang Dapat Menyebabkan Demensia 1,4 Penyakit Parenkima SSP Penyakit Alzheimer (demensia degeneratif primer) Penyakit Pick (demensia degeneratif primer) Korea Huntington Penyakit Parkinson* Sklerosis multipel Gangguan Sistemik Gangguan endokrin dan metabolik Penyakit tiroid* atau paratiroid* Gangguan pituitaria-adrenal* Keadaan hipoglikemik Penyakit hati Ensefalopati hepatik kronik progresif* Penyakit saluran kemih Ensefalopati uremik kronik* atau progresif (demensia dialisis)* Penyakit kardiovaskular Hipoksia atau anoksia serebra* Demensia multi-infark* Aritmia kariak*

Penyakit radang pembuluh darah* Penyakit paru Ensefalopati respiratorik* Keadaan Defisiensi Defisiensi sianokobalamin* Defisiensi asam folat* Obat dan Toksin Tumor Intrakranial* dan Trauma Serebri* Proses Infeksi Penyakit Creutzfeldt-Jakob* Meningitis kriptokok* atau Meningitis bakterial kronik* Neurosifilis* Tuberkulosis dan meningitis fungi* Ensefalitis virus Gangguan terkait dengan HIV atau SIDA (sindrom imunodefisiensi akuistik) Trauma Cidera kepala Demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) Gangguan Aneka Ragam Degenerasi hepatolentikular*

Demensia hidrosefalik* Sarkoidosis* Hidrosefalus bertekanan normal* * Keadaan diperlukan untuk pemberian terapeutik spesifik 5. GAMBARAN KLINIS DAN PEDOMAN DIAGNOSTIK Secara umum gambaran klinis demensia yaitu adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil. Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup. Pada demensia tidak ditemukan gangguan kesadaran (clear consciousness) dan gejala serta disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan. 3 Pasien dengan demensia biasanya dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya, polisi atau pengasuh yang mengeluh bahwa pasien telah berkeliaran, bingung, perilaku yang tidak wajar (misalnya, memegang dan menyentuh dengan maksud seksual yang tak semestinya, pergi ke luar rumah dengan pakaian yang tidak pantas, misalnya memakai baju kaos dan celana dalam saja), agresif, depresif, cemas. Pasien dengan diagnosis demensia biasanya dibawa masuk ke UGD karena perubahan perilaku yang mendadak. 4 Demensia harus dibedakan dari proses menua normal. Pada proses menua biasa, pasien mungkin mengalami gangguan fungsi kognitif, tetapi tidak progresif dan tidak menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan sosial. 4 Sebagai pedoman diagnostik untuk menegakan suatu demensia dan jenisnya adalah tertera di bawah ini. Demensia Tipe Alzheimer Penyakit ini untuk pertama kali diberitakan oleh Alois Alzheimer pada tahun 1906. Penyakit tipe ini biasanya timbul antara umur 50 60 tahun. Terdapat degenerasi korteks yang difus pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal. 2

Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. 1 Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid (gen untuk prekursor amiloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21) yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Kelainan neurotransmiter juga terjadi pada penyakit ini, terutama asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Penyebab potensial lainnya yaitu adanya kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran yang mengakibatkan membran yang kekurangan cairanyaitu, lebih kakudibandingkan normal. 1 Tabel 5.1. Pedoman diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer 3

Terdapatnya gejala demensia. Onset bertahap (insidous onset) dengan deteriorasi lambat. Osnet biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata. Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus, atau hematom subdural). Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dikemudian hari dapat bertumpang tindih). Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol Dengan onset dini: Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun, perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi), adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.

Dengan onset lambat: Sama tersebut di atas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan perjalanan penyakit yang lamban dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran utamanya. Dengan tipe tidak khas atau tipe campuran: Yang tidak cocok dengan kedua tipe di atas. Demensia campuran adalah demensia Alzheimer + vaskular. Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (unspecified). Demensia Vaskular Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya.1 Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukurang kecil dan sedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh. 1 Tabel 5.2. Pedoman diagnostik untuk Demensia Vaskular 3 Terdapatnya gejala demensia. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgement) secara relatif tetap baik. Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai dengan adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan neuropatologis. Kode didasarkan pada tipe onset dan fokus infark:

Demensia vaskular onset akut: Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat trombosis serebrovaskuler, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus-kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat sebagai penyebabnya. Demensia multi-infark: Onsetnya lebih lambat, bisanya stelah serangkaian episode iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak. Demensia vaskular subkortikal: Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisfer serebral, yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis masih mirip dengan demensia pada penyakit Alzheimer. Demensia vaskular campuran kortikal dan subkortikal: Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis, hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya. Demensia vaskular lainnya. Demensia vaskular YTT (yang tidak tergolongkan). Demensia pada Penyakit Pick Pick dari Praha pertama kali mengumumkan hal-hal tentang penyakit yang jarang ini pada tahun 1892. Secara khas penyakit Pick ditandai oleh atropi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal (daerah asosiatif), sebab itu yang terutama terganggu ialah pembicaraan dan proses berpikir. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. 1,2 Penyebab penyakit Pick belum diketahui. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walalaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (misalnya hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit Alzheimer. 1 Tabel 5.3. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick 3

Adanya gejala demensia yang progresif Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang menonjol, disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, dan apatis atau gelisah. Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat. Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-Jakob Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif yang jarang yang disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen inaktif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA. Bukti-bukti menunjukan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai individual dalam usia 50-an. Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi. Tabel 5.4. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick 3 Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini: Demensia yang progresif merusak. Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus. Elektroensefalogram yang khas (trifasik) Demensia pada Penyakit Huntington Demensia pada penyait Huntington ditandai oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bisaca yang lebih sedikit, serta adanya perlambatan psikomotor dan kesulitan

melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Pada saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap, dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik. Tabel 5.5. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick 3 Adanya kaitan antara gerakan koreiform, demensia, dan riwayat keluarga dengan penyakit Huntington. Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan dan bahu, atau cara berjalan yang khas, merupakjan manifestasi dini dari gangguan ini. Gejala ini bisanya mendahului gejala demensia, dan jarang sekali gejala dini tersebut tidak muncul sampai demensia menjadi sangat lanjut. Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada tahap dini, dengan daya ingat relatif masih terpelihara, sampai saat selanjutnya. Demensia pada Penyakit Parkinson Diperkirakan 20 30% pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahkan 30 40% mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada penderita Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut beberapa dokter sebagai bradifenia. 1 Tabel 5.6. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Parkinson 3 Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson yang sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan.. Demensia yang Berhubungan dengan HIV

Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia dan gejala psikotik lainnya. Sekitar 14% pasien dengan HIV mengalami demensia tiap tahunnya. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI. 1 Tabel 5.7. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit HIV 3 Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV, tidak ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain infeksi HIV itu. Demensia pada Penyakit Lain Banyak penyakit-penyakit seperti yang tertera pada Tabel 4.1 yang menyebabkan demensia, dalam PPDGJ III ini digolongkan dalan Demensia pada Penyakit Lain YTD (yang di-tentukan) YDK (yang di-klasifikasikan di tempat lain). Tabel 5.8. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Lain YTD YDK 3 Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi somatik dan sereberal lainnya. Untuk kriteria tarap beratnya demensia dapat di bagi dalam: Taraf Ringan, meskipun kegiatan pekerjaan atau sosial secara menonjol terganggu, kemampuan untuk hidup mandiri tetap utuh, dengan higiene diri yang cukup baik dan daya pertimbangan yang intak. Taraf Sedang, hidup mandiri kacau, dan usaha pengawasan oleh orang lain diperlukan. Taraf Berat, kegiatan hidup sehari-hari amat terganggu sehingga pengawasan yang terus-menerus diperlukan (misalnya tidak dapat mengatur higiene diri secara minimalpun, kebanyakan inkoheren atau mutistik). 4 6. DIAGNOSIS BANDING Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan jika memeriksa pasien dengan demensia, juga dapat dilakukan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single photon emission computed tomography). 1

Delirium. Delirium dibedakan dari demensia, yaitu pada delirium onset penyakit yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif lamanya berhari-hari hingga berminggu-minggu, eksaserbasi nokturnal dari gejala, gangguan jelas pada siklus bangun tidur, gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol, serta atensi dan kesadaran amat terganggu. 1,4 Depresi. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang menonjol, mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien demensia, dan seringkali mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu, osetnya cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal. 1,4 Gangguan buatan. Orang yang berusaha menstimulasi kehilangan ingatan, seperti pada gangguan buatan, melakukan hal tersebut dalam cara yang aneh dan tidak konsisten. Pada demensia yang sesungguhnya, ingatan akan tempat dan waktu hilang sebelum ingatan terhadap orang, dan ingatan yang belum lama hilang sebelum ingatan yang lama. 1 Skizofrenia. Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan suatu derajat gangguan intelektual didapat, gejalanya jauh kurang berat dibanding gejala yang berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia. 1 Penuaan mormal. Mudah lupa sebenarnya fenomena biasa pada orang tua. Sejalan dengan pertambahan usia, otak akan kehilangan puluhan ribu selnya dan beratnya pun berkurang. Penciutan permukaan otak (korteks) akan terjadi di bagian temporal (pelipis) dan frontalis (depan) yang berfungsi sebagai pusat daya ingat. Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti gangguan fungsi faal otak terutama daya ingat. Sehingga orang tua mengalami gejala mudah lupa (forgetfulness). 1,2 Mudah lupa dianggap wajar jika yang bersangkutan masih bisa mengingat lagi nama benda atau orang jika dibantu dengan menyebut suku kata depannya, bisa mengenali jika disebutkan deretan nama atau dijabarkan bentuk dan fungsinya. Atau sekali waktu lupa, lain kali ingat lagi serta masih bisa hidup mandiri secara normal dan tidak mengganggu kehidupan sosial atau pekerjaan pasien. 1,2 7. PROGNOSIS

Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang dengan lambat untuk suatu waktu atau bahkan membaik sesaat. Regresi gejala tersebut jelas merupakan suatu kemungkinan pada demensia yang reversibel (misalnya demensia yang disebabkan oleh hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) jika pengobatan dimulai. 1 Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang tetap (sering pada demensia tipe Alzheimer) sampai pemburukan demensia yang bertambah (sering pada demensia vaskular) sampai suatu demensia yang stabil (misalnya pada demensia yang berhubungan dengan trauma kepala). 1 8. TERAPI Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati bila pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium termasuk pencitraan otak yang tepat harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar. 1 Pendekatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. 1 Pengobatan simtomatik termasuk: pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan auditoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi lauran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus harus diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama. 1 Pengobatan farmakologis yang tersedia saat ini. Beberapa ahli klinis menganjurkan penggunaan benzodiazepin yang berdayakerja pendek untuk mengatasi insomnia dan ansietas pada lansia, tetapi resiko terhadap fungsi kognitif dan ketergantungan harus dipertimbangkan. Penggunaan benzodiazepin yang berkonjugasi (oksazepam [Serax] 7,5 15 mg/hari per oral, lorazepam [Ativan] 0,5 1 mg/hari per oral, temazepam [Resoril] 7,5 15 mg/hari per oral)

dianjurkan karena waktu eleminasi tengah dari semua zat itu tidak meningkat pada lansia oleh sebab fungsi hati yang terganggu.1,4,5 Anti depresan (seperti litium, amitriptylin, dan trazodon) dan anti konvulsan dapat digunakan juga, tetapi harus dimulai dengan dosis rendah, dinaikan lambat laun, dan dipantau dengan pemeriksaan darah yang sering. Penghambatan oksidase monoamin (MAOI) seperti moclobemide (Aurorix) 300 600 mg/hari dapat berguna pada depresi yang berhubungan dengan demensia.4,5 Antipsikoti seperti klorpromazine (Largaktil 10 600 mg/hari), haloperidol (Serenace 5 15 mg/hari), atau clozapine (Clozaril 25 100 mg/hari) dapat diberikan pada pasien dengan waham dan halusinasi. 1,5 Antihistaminika dapat digunakan juga dalam dosis rendah untuk ansietas atau imsonia, tetapi dapat menyebabkan efek samping antikolinergik yang justru para lansia amat rentan terhadap masalah ini.4 Dari segi psikoterapi dan edukasional, pasien sering kali mendapatkan manfaat karena perjalanan penyakitnya diterangkan secara jelas kepada mereka. Mereka juga mendapatkan manfaat dari bantuan dalam kesedihan dan dalam menerima beratnya ketidakmampuan mereka. 9. KESIMPULAN Demensia atau kepikunan bukan penyakit, melainkan gejala yang ditandai dengan penurunan daya ingat, penurunan fungsi kognitif serta perubahan perilaku/kepribadian. Kepikunan sering dianggap normal pada orang lanjut usia seiring proses menuanya otak. Tetapi jika gejala ini timbul pada orang setengah baya dan menyebabkan ketergantungan pada orang lain, perlu dicurigai sesuatu telah terjadi pada otak. Pada penderita demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat, terutama ingatan jangka pendek. Penderita demensia juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya.

Penyebabnya adalah berubahnya struktur otak karena beberapa kondisi. Ada demensia akibat penurunan kualitas sel otak, rusaknya sistem pembuluh darah, racun, benturan, dan infeksi. Tapi yang paling sering menyerang adalah alzheimer, vascular dementia, pick's dementia. Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan jika memeriksa pasien dengan demensia, juga dapat dilakukan CT-Scan, MRI, dan SPECT (single photon emission computed tomography), sehingga kita bisa mengetahui jenisnya, rencana pengobatan dan mencegah kemungkinan efek samping yang akan timbul dari farmakoterapi yang dilakukan. Pada farmakoterapi dapat diberikan benzodiazepin untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk depresi, dan obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Tetapi kita harus waspada akan efek idiosinkrasi dari obat pada pasien usia lanjut. DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 515-533. 2. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994: 181-206. 3. Muslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2001: 22-26. 4. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi I, Widia Medika, Jakarta, 1998: 218-24. 5. Muslim R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Edisi III, Jakarta, 2001: 10-46

You might also like