You are on page 1of 145

Berikut ini merupakan soal dan pembahasan UASBN SD/MI 2010 untuk mata pelajaran Matematika.

Ada 2 paket soal yang dibahas yaitu paket soal P1 dan P2. Soal dan pembahasan ini sangat berguna untuk bahan belajar para siswa menghadapi UASBN SD 2011.

Contoh soal dan pembahasan: Berikut ini merupakan 3 buah contoh soal dari total 80 soal: 1. Hasil 39.788 + 56.895 27.798 adalah A. 68.875 B. 68.885 C. 68.975 D. 69.885 Jawaban: 39.788 + 56.895 27.798 = 96.683 27.798 = 68.885 (B) Pengetahuan prasyarat Aturan Internasional operasi hitung campuran .

urutan operasi hitung campuran: kuadrat, penarikan akar, kali, bagi, tambah, kurang tambah dan kurang sama kuat, mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu kali dan bagi sama kuat kuadrat dan penarikan akar sama kuat kali dan bagi lebih kuat dari tambah dan kurang 1

kuadrat dan penarikan akar lebih kuat dari kali dan bagi

2. Hasil 22.176 : 22 28 = .. A. 36 B. 504 C. 3.024 D. 28.224 Jawaban: 22.176 : 22 28 = 1.008 28 = 28.224 (D) Pengetahuan prasyarat Aturan Internasional operasi hitung campuran .

urutan operasi hitung campuran: kuadrat, penarikan akar, kali, bagi, tambah, kurang tambah dan kurang sama kuat, mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu. kali dan bagi sama kuat. kuadrat dan penarikan akar sama kuat kali dan bagi lebih kuat dari tambah dan kurang kuadrat dan penarikan akar lebih kuat dari kali dan bagi

3. Hasil dari 9 [25 + (23)] = .. A. 432 B. 18 C. 18 D. 432 Jawaban: 9 [25 + (23)] = 9 2 = 18 (C) Pengetahuan prasyarat Aturan Internasional operasi hitung campuran .

urutan operasi hitung campuran: kuadrat, penarikan akar, kali, bagi, tambah, kurang tambah dan kurang sama kuat, mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu kali dan bagi sama kuat kuadrat dan penarikan akar sama kuat kali dan bagi lebih kuat dari tambah dan kurang kuadrat dan penarikan akar lebih kuat dari kali dan bagi

Download Soal dan Pembahasan UASBN Matematika SD 2010:

1. Hewan disamping memiliki ciri khusus berupa . . . a. hidup di tempat yang terang b. bernapas dengan kulitnya c. mempunyai kaki sebanyak 4 pasang d. mempunyai sengatan 2. -Buaya -Komodo -Harimau -Ular hewan - hewan dibawah ini yang dapat dikelompokkan dengan hewanhewan diatas adalah . a. beruang c. elang b. monyet d. anjing

3. Tumbuhan

disamping cara . . . a. geragih b. akar tinggal c. setek batang d. tunas muda

berkembang biak dengan

4. Hwan disamping dengan cara beranak yang a. menetaskan telurnya b. embrio besar di dalam c. bernapas dengan parud. termasuk hewan 5. Buaya banyak diburu oleh diambil. a. Bulunya c. Telurnya b. Dagingnya d. Kulitnya

berkembangbiak mempunyai ciri-ciri . . . diluar tubuh induknya telur paru herbivore manusia untuk

6. Di daerah Papua masih banyak masyarakat yang memanfaatkan bulu


burung Cendrawasih, sehingga populasi burung Cendrawasih makin berkurang. Masyarakat Papua memanfaatkan bulu burung tersebut untuk . . . a. persembahan kepada kepala suku b. perhiasan dalam pernikahan c. perhiasan kepala pada upacara adat d. membuat pakaian adat

7. Tujuan didirikannya Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan adalah untuk. a. Mengamati kehidupan Orang hutan b. Mencegah kepunahan Orang Hutan c. Melestarikan hutan Kalimantan d. Mencegah kerusakan hutan Kalimantan

8. Pada

gambar kerangka samping ini tulang rusuk nomor. a. 1 b. 2 c. 3 d. 4

tubuh manusia di ditunjukkan oleh

9. Bagian telinga yang


nomor 3 berfungsi a. Menangkap bunyi b. Meneruskan c. Menerima suara d. Mengatur tekana 10. Proses yang terjadi pada diberi tanda X adalah . a. Pertukaran Oksigen b. Penyaringan dari c. Meneruskan udara ke d. Penyaringan debu 11. Perhatikan gambar alat berikut, bagian yang menghasilkan anzim ptialin a. Mengubah zat tepung b. Menghancurkan lemak c. Mengubah protein d. Membunuh kuman

ditunjukkan

oleh

atau suara getaran getaran bunyi atau udara di telinga alat pernapasan yang dan Karbondioksida X debu atau kotoran paru-paru dan penyesuaian suhu percernaan makanan diberi tanda Y yang berfungsi menjadi zat gula menjadi asam amino penyakit

12. Sesuai gambar di pada peredaran darah kecil yang benar a. Jantung Paru-paru b. Tubuh Paru-paru c. Tubuh Jantung d. Jantung Tubuh 13. Fungsi utama dari buah a. Menyerap zat-zat hara b. Alat c. Menyimpan cadangan d. Fotosintesis

samping. adalah . Jantung Jantung Paru-paru Jantung adalah . . .

Urutan

perkembangbiakan makanan

14. Susu, daging, putih telur, dan kacang-kacangan terutama kedelai.


Adalah bahan makanan yang mengandung protein, manfaatnya bagi tubuh kita adalah a. Sumber tenaga b. Cadangan makanan c. Zat pengatur d. Zat pembangun tubuh 15. Bibir pecah-pecah, gusi berdarah susah dan buang air besar adalah penyakit kekurangan vitamin. Cara mencegahnya adalah dengan mengkonsumsi vitamin a. A c. C b. B d. D 16. Dibawah ini yang bukan merupakan contoh simbiosis mutualisme adalah . . . a. Ikan badut dengan anemone laut b. Lebah yang hinggap di bunga sepatu c. kupu-kupu yang hinggap di bunga mawar d. burung jalak dengan kerbau 17. Tumbuhan -> Tupai -> . . . . . -> Burung Elang Pada rantai makanan diatas nama binatang yang tepat untuk melengkapi kotak yang kosong adalah a. Kupu-kupu c. belalang b. Ular d. burung pipit 18. Hewan yang sudah mati kemudian akan diuraikan oleh bakteri. Dalam rantai makanan, bakteri berperan sebagai . . . a. produsen c. Konsumen akhir b. konsumen ke-4 d. pengurai

19. Hewan cumi-cumi memiliki alat tubuh berupa tentakel-tentakel yang


berfungsi untuk. a. Melindungi diri b. Menyesuaikan diri 20. Bentuk cakar hewan di oleh gambar berfungsi a. Memanjat pohon b. Mencengkeram c. Berlari di tanah d. Mengais makanan di c. menangkap mangsa d. berkembangbiak atas yang untuk. mangsa tanah ditunjukkan

21. Pada pagi hari di daun-daun tumbuhan banyak terdapat titik-titik air. Hal ini merupakan perubahan wujud benda yaitu. a. Penguapan c. pembekuan b. Pengembunan d. penyubliman 22. Kegiatan di bawah ini yang merupakan pemanfaatan perubahan wujud benda adalah. a. Menjemur pakaian b. Memasang kabel listrik c. Nelayan berlayar malam hari d. Membuat telur asin 23. Pada siang hari kabel listrik terlihat mengendur. menunjukkan bahwa. a. Kabel listrik mengalami penyusutan b. Karena panas kabel listrik memuai c. Ukuran kabel listrik terlalu panjang d. Tiang listrik terlalu berdekatan Peristiwa ini

24. Ketika kita berada di sekitar api unggun, tubuh kita terasa hangat. Peristiwa ini menunjukkan perpindahan panas secara. a. Konveksi c. aliran b. Konduksi d. radiasi 25. Perhatikan gambar di Bahan yang bersifat ditunjukkan oleh samping ini! konduktor nomor.

a. 1 b. 2

c. 3 d. 4 mengeringkan ikan Energi yang digunakan

26. Para nelayan untuk membuat ikan asin. adalah. a. Angin b. Cahaya c. Matahari d. Panas bumi 27. Perhatikan gambar di Pensil yang berada di tampak bengkok. Hal ini peristiwa a. Cahaya merambat lurus b. Cahaya dapat dibiaskan c. Cahaya dipantulkan d. Cahaya dapat

samping! dalam gelas berisi air menunjukkan

dibelokkan

28. Dibawah ini yang merupakan manfaat dari bunyi pantul adalah . . . a. mendeteksi tumor dalam tubuh b. mengukur kadar garam air laut c. mendeteksi keretakan suatu logam d. mengukur volume benda tak beraturan 29. Perhatikan gambar rangkaian listrik dibawah ini. 1 4 5 2

Jika Lampu nomor 2 dilepas, maka . .. . a. lampu 1 dan 3 juga mati, sedangkan 4 dan 5 nyala b. lampu 4 dan 5 mati, lampu 1 dan 3 menyala c. Semua lampu akan mati d. semua lampu akan tetap menyala 30. Energi alternatif yang dapat dijadikan bahan bakar kendaraan adalah a. Biosolar

b. Batubara c. Panas bumi d. Nuklir 31. Perhatikan gambar Karena terpengaruh gaya buah kelapa tersebut a. melayang di udara b. jatuh ke bawah c. menggelinding pada d. tetap diatas sampai 32. Perhatikan gambar di Manakah pasangan berdasarkan gambar a. a adalah letak beban b. b adalah letak kuasa c. c adalah titik tumpu d. b adalah titik tumpu 33. Pesawat sederhana menimba air adalah termasuk jenis . . . a. Pengungkit c. bidang miring b. Katrol d. roda berporos disamping, gravitasi bumi, maka akan . . .

batangnya diambil samping! yang disamping ini

tepat

yang digunakan untuk

34. Penggunaan

minyak bumi sebagai satu-satunya bahan bakar kendaraan dapat mempercepat habisnya cadangan minyak bumi kita. Cara yang tepat dilakukan untuk menghemat minyak bumi adalah a. Sering bepergian naik kendaraan b. Menggalakkan kegiatan bersepeda c. Menggunakan taxi untuk bepergian d. Memanfaatkan bis kota

35. Sumber daya alam yang banyak digunakan untuk membuat kabel listrik adalah. a. Aluminium c. besi b. Tembaga d. emas 36. Kegiatan manusia di bawah ini yang tergolong merusak kelestarian sumber daya alam adalah a. Menangkap ikan dengan kail b. mereboisasi hutan lindung c. Mengambil karang untuk hiasan ukuarium d. Membudidayakan ikan dengan keramba

37. Berikut ini adalah dampak buruk yang ditimbulkan oleh angin puting
beliung, kecuali . . . a. rumah warga porak poranda b. pohon-pohon banyak yang tumbang c. jatuhnya korban jiwa d. air sungai menjadi meluap 38. Planet dalam tata surya yang memiliki ciri-ciri berwarna kemerahmerahan adalah a. Venus c. Merkurius b. Jupiter d. Mars 39. Pergerakan Bulan mengelilingi Bumi dapat menyebabkan terjadinya . a. Pergantian musim b. Pasang surut air laut c. Terjadinya angin darat dan angin laut d. Siang dan malam 40. Jumlah hari pada sistem penanggalan Masehi adalah a. 366 hari b. 365 hari c. 355 hari d. 354 hari

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sebagai sebuah

negara kepulauan, Indonesia kaya dengan potensi

alam yang indah yang pada daerah-daerah tertentu tidak ada tandingannya di dunia ini. Karena itu, amatlah mendasar kalau kita mau mengembangkan apa yang disebut ecotourism atau sekarang lebih dikenal dengan ekowisata. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau peristiwa yang terjadi dimuka bumi yang timbul dari aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu kebutuhan untuk memenuhi kesenangan hati, karena kegiatannya banyak mendatangkan keuntungan pada daerah atau negara yang berusaha mengembangkan kegiatan pariwisata ini. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan kegiatan perekonomian yang berorientasi pada perluasan lapangankerja dan kesempatan kerja. Sejalan dengan usaha pemerintah dalam mencapai sasaran pembangunan. Pengembangan sektor pariwisata saat ini mendapat perhatian serius karena

CITRA PARIWISATA MERAPI PASCA BENCANA MELALUI KOMUNIKASI MASSA

I. LATAR BELAKANG 10

Lereng Merapi mempunyai banyak tempat tujuan wisata yang menarik. Namun, letusan Merapi kali ini membuat sejumlah tempat wisata berhenti beroperasi. Lereng Merapi memang sangat ideal untuk berwisata. Sebut saja soal hawa dinginnya yang segar dan khas pegunungan. Jalannya bagus, lokasinya tidak terlalu jauh dari kota Yogyakarta dan pemandangannya indah. Status Merapi yang disebut-sebut sebagai gunung berapi paling aktif di dunia justru membuatnya kian eksotis. Menantang untuk ditaklukkan. Sejak letusan besar pada 1930, Merapi praktis hanya batuk-batuk kecil. Kadang hanya berdehem. Dalam siklus letusan 4-6 tahunan, ia hanya mengalami erupsi kecil selama satudua minggu lalu kembali tidur. Biasanya, erupsi tersebut tidak terlalu bahaya dan hanya

menimbulkan luncuran awan panas paling jauh 6 kilometer. Hal itu justru membuat tempat wisata di lereng Merapi yang rata-rata berjarak sekitar 10 Km dari puncak Merapi menjadi sangat khas. Namun, situasinya agak berbeda pada tahun ini. Merapi meletus tak seperti pola-pola sebelumnya. Meletus berurutan selama lebih dari tiga minggu dan tiga di antaranya merupakan letusan cukup besar. Lahar panas dan awan panas pun menerjang hingga mencapai jarak lebih dari 15 km. Meski tak terkena langsung, sejumlah tempat wisata pun terkena imbasnya dan akhirnya berhenti beroperasi. Salah satu tempat terkenal yang harus tutup sementara adalah The Tjangkringan. Tempat usaha berkonsep vila dan spa yang didirikan pada 2005 tersebut memang merupakan resor papan atas di lereng

11

Merapi. Tarifnya rata-rata Rp1,985 juta per malam. Paling murah Rp1,3 juta hingga paling mahal Rp14,4 juta per malam. Sementara Kaliurang yang sebelumnya menjadi lokasi wisata terfavorit di Jogja. Suasananya seperti kota mati. Tidak ada orang bahkan hewan sekalipun di sana. Maklum, daerah itu (9 kilometer di barat daya puncak Merapi) jelas merupakan zona terlarang. Vila dan hotel-hotel yang biasa digunakan untuk rapat dan outbound tutup. Masih banyak objek wisata yang ditutup sejak bencana meletus merapi. Termasuk salah satunya Candi Borobudur yang terimbas abu vulkanik. Petugas kepurbakalaan berusaha melindungi cagar budaya internasional tersebut dengan cara menutup mencegah terjadinya korosi. Untuk membangun pariwisata pasca meletusnya merapi,

diperlukan berbagai upaya yang serius dengan melibatkan sektor terkait, baik pembangunan fisik maupun upaya yang terkait dengan citra kepariwisataan merapi.Sedanghkan konsekwensi pembangunan fisik diperlukan biaya yang besar dan memakan waktu yang relatif lama, upaya lain yang segera dan sangan urgen adalah pembangunan citra merapi melaui komunikasi massa.

1.1. Permasalahan Bagaimana uapaya mengembalikan citra pariwisata merapi pasca bencana ? Upaya apa saja untuk mengembalikan citra pariwisata merapi melalui komunikasi massa? 1.2. Tujuan Penelitian

12

Untuk mengetahui upaya pengembalian citra pariwisata merapi pasca bencana Untuk mengetahui langkah-langkah pengembalian citra pariwisata merapi melalui komunikasi massa pasca bencana

1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian berguna untuk membatasi pada lingkup penelitian yang jelas sesuai dengan variabel-variabel penelitian. Pentingnya ruang lingkup adalah untuk membatasi pada bahasan penelitian sehingga lebih fokus dan tidak melebar pada permasalahan diluar daripada penelitian. Sedangkan ruang lingkup pada penelitian ini :

Membatasi pada lingkup tentang upaya pengembalian citra pariwisata merapi pasca bencana Membatasi pada lingkup langkah-langkah pengembalian citra pariwisata merapi melalui komunikasi massa

1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat, untuk:

1. Digunakan Sebagai desiminasi ataupun model bagi daerah dalam mengembangkan parwiwisata terkait dengan pengembalian citra pariwisata merapi pasca bencana 2. Digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan yang terkait dengan penelitian ini 1.5. Metode Penelitian Metode pada penelitian ini dilakukan dengan telaah pustaka, Telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang 13

pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Telaah pustaka semacam ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang kemudian disajikan dengan cara baru dan atau untuk keperluan baru.

Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi dari pengetahuan yang sudah ada, sehingga kerangka teori baru dapat dikembangkan, atau sebagai dasar pemecahan masalah.

Metode kajian pustaka yang diperoleh dari sumber sumber tertulis pada media cetak maupun media elektronik ini, menjelaskan semua langkah yang dikerjakan penulis sejak awal hingga akhir. Pada bagian ini dapat dimuat hal-hal yang berkaitan dengan anggapan-anggapan dasar atau fakta-fakta yang dipandang benar tanpa adanya verifikasi dan keterbatasan, yaitu aspek-aspek tertentu yang dijadikan kerangka berpikir. Analisis masalah pada penelitian ini, akan menghasilkan variabel dan hubungan dan antarvariabel. pertanyaan yang Selanjutnya berkaitan dilakukan dengan analisis variabel dengan mengajukan pertanyaan mengenai masing-masing variabel hubungan antarvariabel. Analisis ini diperlukan untuk menyusun alur berpikir dalam memecahkan masalah.

14

Lebih lanjut, metode ini didasarkan atas kajian teori dan khasanah ilmu, yaitu paradigma, teori, konsep, prinsip,hukum, postulat, dan asumsi keilmuan yang relevan dengan masalah yang dibahas.

II. GAMBARAN UMUM MERAPI

Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman. Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan pernafasan. Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB. Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.

15

Namun demikian, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor. Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5 November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" . 2.1. Vegetasi Gunung Merapi di bagian puncak tidak pernah ditumbuhi vegetasi karena aktivitas yang tinggi. Jenis tumbuhan di bagian teratas bertipe alpina khas pegunungan Jawa, seperti edeweis jawa. Agak ke bawah terdapat hutan bambu dan tetumbuhan pegunungan tropika. Lereng Merapi, khususnya di bawah 1.000 m, merupakan tempat asal dua kultivar salak unggul nasional, yaitu salak 'Pondoh' dan 'Nglumut'. 2.2. Rute pendakian
16

Gunung Merapi merupakan obyek pendakian yang populer. karena gunung ini merupakan gunung yang sangat mempesona. Jalur pendakian yang paling umum dan dekat adalah melalui sisi utara dari Slo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Tlogolele. Desa ini terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melalui Selo memakan waktu sekitar lima jam hingga ke puncak. Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalur ini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak. Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulai dari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisi tenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Taman Nasional Gunung Merapi adalah sebuah taman nasional (sering disingkat TN) yang terletak di Jawa bagian tengah. Secara administrasi kepemerintahan, wilayah taman nasional ini masuk ke dalam wilayah dua propinsi, yakni Jawa Tengah dan Yogyakarta. Penunjukan kawasan TN Gunung Merapi dilakukan dengan SK Menhut 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004. Tujuan pengelolaannya adalah perlindungan bagi sumber-sumber air, sungai dan penyangga sistem kehidupan kabupaten/kota-kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Sementara ini, sebelum terbentuknya balai pengelola taman nasional, TN G Merapi berada di bawah pengelolaan Balai KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Yogyakarta 2.3. Letak dan luas Posisi geografis kawasan TN Gunung Merapi adalah di antara koordinat 0722'33" - 0752'30" LS dan 11015'00" - 11037'30" BT. Sedangkan luas
17

totalnya sekitar 6.410 ha, dengan 5.126,01 ha di wilayah Jawa Tengah dan 1.283,99 ha di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan TN G Merapi tersebut termasuk wilayah kabupaten-kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten di Jawa Tengah, serta Sleman di Yogyakarta. 2.4. Sejarah kawasan Hutan-hutan di Gunung Merapi telah ditetapkan sebagai kawasan lindung sejak tahun 1931 untuk perlindungan sumber air, sungai dan penyangga sistem kehidupan kabupaten/kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Sebelum ditunjuk menjadi TNG Merapi, kawasan hutan di wilayah yang termasuk propinsi DI Yogyakarta terdiri dari fungsi-fungsi hutan lindung seluas 1.041,38 ha, cagar alam (CA) Plawangan Turgo 146,16 ha; dan taman wisata alam (TWA) Plawangan Turgo 96,45 ha. Kawasan hutan di wilayah Jateng yang masuk dalam wilayah TN ini merupakan hutan lindung seluas 5.126 ha. 2.5. Topografi Wilayah TN G Merapi berada pada ketinggian antara 600 - 2.968 m dpl. Topografi kawasan mulai dari landai hingga berbukit dan bergunung-gunung. Di sebelah utara terdapat dataran tinggi yang menyempit di antara dua buah gunung, yakni Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di sekitar Kecamatan Selo, Boyolali. Di bagian selatan, lereng Merapi terus turun dan melandai hingga ke pantai selatan di tepi Samudera Hindia, melintasi wilayah kota Yogyakarta. Pada

18

sebelum kaki gunung, terdapat dua bukit yaitu Bukit Turgo dan Bukit Plawangan yang merupakan bagian kawasan wisata Kaliurang. 2.6. Jenis tanah Jenis-jenis tanah di wilayah ini adalah regosol, andosol, alluvial dan litosol. Tanah regosol yang merupakan jenis tanah muda terutama berada di wilayah Yogyakarta. Bahan induk tanah adalah material vulkanik, yang berkembang pada fisiografi lereng gunung. Jenis tanah andosol ditemukan di wilayahwilayah kecamatan Selo dan Cepogo, Boyolali. 2.7. Hidrologi Wilayah Gunung Merapi merupakan sumber bagi tiga DAS (daerah aliran sungai), yakni DAS Progo di bagian barat; DAS Opak di bagian selatan dan DAS Bengawan Solo di sebelah timur. Keseluruhan, terdapat sekitar 27 sungai di seputar Gunung Merapi yang mengalir ke tiga DAS tersebut.
III. Citra Pariwisata Merapi Melalui Komunikasi Massa ( Tinjauan Pustaka )

Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini
19

sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak sekitar 27 km dari puncaknya, dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m dan hanya 4 km jauhnya dari puncak. Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terletak di zona Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi. Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua. Pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan seterusnya. Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu), yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000 - 8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Karakteristik letusan sejak 1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai dengan keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas (nue ardente) yang dapat meluncur di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara umum tidak mengeluarkan suara ledakan

20

tetapi desisan. Kubah puncak yang ada sampai 2010 adalah hasil proses yang berlangsung sejak letusan gas 1969. Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik. Ahli geologi Belanda, van Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan pada tahun 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi modern mencapai 3 sampai 4. Letusan terbaru, 2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terusmenerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas. Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar selama 100 tahun terakhir, kerusakan memakan korban nyawa lebih daripada 100 orang (angka masih dapat berubah), serta menimbulkan obyek-obyek wisata disekitarnya. Oleh sebab itu penanganan pemulihan pariwisata merapi telah menjadi perhatian serius dari berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk melalui komunikasi massa dengan serangkaian kegiatan peliputan pemberitaan. Dimana ciri komunikasi massa
21

yaitu aktifitas komunikasi dengan menggunakan saluran media massa, para pelaku yang terlibat didalamnya tidak secara langsung berhadapan, atau bertatap muka. Lain dengan komunikasi intra personal memiliki ciri komunikasi langsung antara dua atau lebih pihak-pihak yang berkomuniasi untuk bertemu dan bertatap muka. Namun demkian komunikasi massa memilki keunggulan dapat menyebar kepada khalayak yang lebih besar dibanding komunikasi intra personal ( Rakhmat, 2001 ). Media massa juga memiliki ciri tidak mengenal batas ruang maupun waktu. Dari segi pengaruh, maka komunikasi massa mendapat pengaruh atau efek secara tidak langsung, sebab pihak penyampai pesan pada media massa tidak mengetahui reaksi dari audience seketika itu. Meskipun tidak langsung diketahui oleh penyampai pesan (sumber), maka media massa bisa dikatakan akan mendapat umpan balik positip, apabila isi pesan dapat menarik perhatian ( Depari, 1978 ).
Lebih lanjut citra pariwisata merapi pasca bencana, dapat

dikatakan memiliki perhatian dari kalangan pers. keunikan lokal bernilai universal, dan

Aspek yang memiliki

menjadi daya tarik bagi pers (persuratkabaran), disamping faktual, aktual, kecenderungan manarik bagi pers untuk mensosialisasikan citra pariwisata merapi baik pers lokal, regional maupun pers nasional. Kecenderungan daya tarik pariwisata merapi untuk pers lokal dan regional, karena pasca bencana merapi tersebut telah menjadi topic of the day bagi publik. Faktor inilah yang bisa memiliki kecenderungan Yogyakarta, pemberitaan terkait dengan merapi untuk akan dapat memenuhi aspek pasarnya, yakni pembaca masyarakat di daerah sehingga memiliki kecenderungan menaikan oplah pers yang bersangkutan. Bagi pers nasional,

merapi yang sudah memiliki nilai informasi universal berskala nasional, dan bahkan internasional, memiliki aspek pembaca yang luas dan cukup potensial. Unsur nilai informasi universal memiliki

22

kecenderungan daya tarik bagi pers nasioanal, dan menciptakan peluang pemberitaan yang menarik untuk pers.

Sedangkan bagi institusi radio merupakan yang aplikasi siaran

citra pariwisata merapi dapat bisa menyesuaikan Merapi aspek bisa

yang

kehidupan informasi universal, termasuk didalamnya aspek-aspek menjadi kebutuhan pendengarnya. diterjemahkan dalam program siaran radio yang enak didengar, program acara yang familier, serta program acara radio yang bisa menciptakan imajinasi bagi pendengarnya. Sifat radio yang familier diartikan pesan yang disampaikan radio sangat akrab, intim, dapat menghibur, serta hangat. Misalanya terkait dengan siaran yang memuat citra pariwisata menjadi nilai yang memiliki kandumgan human interst bagi akan menjadi radio, maka informasi terkait denan merapi yang bisa mengundang daya tarik pesan

pendengarnya. Siaran radio hanya mengandalkan suara, namun dengan kelemahannya ini sekaligus memiliki kekuatan, yakni dapat menciptakan imajinasi pendengarnya. Siaran radio akan menciptakan imajinasi-imajinasi yang tidak sama diantara para pendengarnya, hal ini berbeda dengan media visual yang nyata menayangkan gambar, sehingga pemirsa televisi misalnya tidak memiliki imajinasi seperti pendengar radio ( Subagjo, 1988 ). Kekuatan media radio yang bisa menciptakan imajinasi tersebut, akan lebih menarik jika mengudarakan program siaran terkait dengan citra pariwisata merapi pasca bencana.

RANCANGAN (DESAIN ) RISET

23

Citra Pariwisata Merapi Pasca Bencana Melalui Komunikasi Massa

LATAR METODOLOGI PENGATURAN ADMINISTRASI

BELAKANG

Diperlukan pembangunan pariwiata Di Merapi Pasca Bencana Deskripsi -Waktu: Maret-Oktober 2010 - Studi Massa Sifat:

Pengembalian citra pariwisata merapi Pustaka Melalui - Biaya Rp. 10 juta - Personal (satu orang) Komunikasi

MASALAH PENELITIAN

Bagaimana uapaya mengembalikan citra pariwisata merapi pasca bencana ?

Upaya apa saja untuk mengembalikan citra pariwisata merapi melalui komunikasi massa?

TUJUAN

Mengetahui upaya pengembalian citra pariwisata merapi pasca bencana terkait dengan

HASIL YANG DIHARAPKAN Tersusunnya bahan kebijakan

Mengetahui langkah-langkah pariwisata merapi pengembalian citra pariwisata komunikasi massa merapi melalui media televisi pasca bencana

upaya pengembalian citra pasca bencana melalui

24

IV. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui buku-buku, brosur, laeflet, maupun dokumen-dokumen lain yang diperoleh melalui internet.

V. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini di Daerah Istimewa Yogyakarta.

VI.Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk memperoleh keabsahan data dilakukan dengan beberapa cara. dengan melakukan diskusi dengan para pejabat struktural dan pejabat fungsional peneliti di lingkungan Litbang Kepariwisataan.

VII. KELUARAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan out put yang dapat bermanfaat untuk pengembangan kepariwisataan , utamanya terkait dengan upaya yang 25

dilakukan untuk pengembalian citra pariwisata merapi pasca bencana melalui komunikasi massa.

26

JADUAL KEGIATAN PENELITIAN

CITRA PARIWISATA MERAPI PASCA BENCANA MELALUI KOMUNIKASI MASSA TAHUN 2011

Kegiatan

April

Mei

Juni

Juli

Juli

Agust

Sept

Persiapan Penelitian .

27

a. Pengumpulan informasi b. Rancangan TOR a. Seleksi dan evaluasi data dan informasi b. Penyusunan TOR . c. Diskusi dan konfirmasi TOR a. Pengumpulan data sekunder . b. Penafsiran data sekunder c. Evaluasi dan analisis data Penyusunan Laporan Akhir Diskusi Intern Litbang Kepariwisataan Penyempurnaan Laporan Akhir

Penggandaan Laporan Akhir

Penyerahan Laporan Akhir

28

DAFTAR PUSTAKA

Astrid, S. Susanto. 1997. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Penerbit Bina Cipta. Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group. Chamdani, Usman. 2005. Manfaat Model Komunikasi Terhadap Penerbitan Majalah Kebudayaan Dan Pariwisata. Jakarta : Penerbit Puslitbang Kepariwisataan Chamdani, Usman. 2006. Publikasi Pariwisata di Radio. Jakarta: Penerbit Puslitbang Kepariwisataan Coleman dalam Rakhmat. 1985. Sosiologi Komunikasi Massa. Penerbit Remaja Karya Depari, Eduard. 1978. Komunikasi Dalam Pembangunan. Yogyakarta : Penerbit Gajah Mada University Press. Djohan, Rainingsih. 2007. Mengembangkan Media Komunikasi Berbasis Masyarakat. Jakarta.: Penerbit Bappenas-UNDP Bandung:

29

Hamidi. 2007. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang : Penerbit UPT Universitas Muhammadiyah. Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Penerbit Remaja Karya. Ruslan, Rosady. 2006. Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Suparnadi. 1985. Prinsip-Prinsip Komunikasi Media Cetak . Surakarta : Penerbit Universitas Sebelas Maret. Subagjo. 1988. Komunikasi Dalam Media Radio. Surakarta : Penerbit Universitas Sebelas Maret

30

pembangunan

kepariwisataan

mempunyai

dampak

positif

terhadap

pembangunan manusia seutuhnya. Selain untuk menciptakan lapangan kerja, pembangunan pariwisata mampu menggalakkan kegiatan ekonomi. Pengembangan pariwisata nusantara dilaksanakan sejalan dengan upaya memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa, serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, terutama dalam bentuk penggalakkan pariwisata. Dalam mengembangkan suatu daerah tujuan wisata harus

memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan suatu daerah tujuan wisata. Faktor-faktor meliputi obyek dan daya tarik wisata, prasarana wisata, sarana wisata, tata laksana/infrastruktur serta kondisi dari masyarakat/ lingkungan. Ekowisata merupakan sebuah solusi yang terbaik dalam upaya melestarikan habitat biota laut melalui pemberdayaan masyarakat pesisir untuk membudidayakan biota laut tersebut sebagai objek dan daya tarik wisata bagi wisatawan minat khusus. Ekowisata merupakan sebuah konsep pengembangan yang mengetengahkan konservasi, pendidikan, pemberdayaan komunitas, melalui pengembangan lokasi sebuah obyek dan daya tarik wisata yang menarik untuk dikunjungi wisatawan nusantara maupun mancanegara yang bertujuan untuk mengagumi keindahan laut. Kegiatan penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap, pada tahap awal akan dilakukan identifikasi terhadap perangkat hukum 31 berupa

peraturan-peraturan daerah maupun pusat yang terkait dengan upaya konservasi kawasan pesisir, untuk menemukenali sudah adakah peraturan yang mengatur pengembangan tersebut, dan bagaimana implementasinya di lapangan, apa kendalanya dan sebagainya. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah yang dikaji dalam pola pengelolaan ekowisata berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir. 1) 2) 3) Bagaimanakah mekanisme pemberdayaan masyarakat setempat dalam upaya mengajak mereka mendukung proses konservasi biota laut Bagaimanakah mekanisme dan proses Bagaimanakah ekowisata mekanisme pengembangan ekowisata masyarakat laut di setempat kawasan berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir; pemberdayaan habitat dalam mendukung upaya konservasi dalam lingkup pengembangan berbasis pelestarian biota pantai/pesisir.

1.3 1)

Tujuan Penelitian Menemukenali konservasi dan mekanisme pemanfaatan ekowisata berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir sebagai tujuan dan atraksi wisata, serta permasalahan yang timbul selama ini;

2)

Menemukenali permasalahan dalam pelaksanaan pengembangan ekowisata di kawasan pantai/pesisir dan upaya pelestarian,yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat.

3)

Menemukenali mekanisme terkait pemberdayaan masyarakat sekitar, untuk mendukung proses konservasi biota laut dan pengembangan ekowisata berbasis pelestarian habitat biota laut di kawasan pantai/pesisir.

32

1.4 1)

Sasaran Penelitian Terindentifikasinya aspek konservasi dan mekanisme pemanfaatan ekowisata berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir sebagai tujuan wisata dan atraksi wisata serta permasalahan yang timbul;

2) 3)

Teridentifikasnya upaya pemanfaatan dan pelestarian ekowisata terkait pemberdayaan masyarakat di kawasan pantai/pesisir; Teridentifikasinya mekanisme pemberdayaan masyarakat setempat dalam mendukung konservasi untuk mengembangkan ekowisata berbasis pelestarian biota lautkawasan pantai/pesisir.

4)

Tersusunnya bahan untuk merumuskan kebijakan teknis sebagai arah penyelenggaraan pariwisata berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir yang mengacu pada upaya pelestarian, pemberdayaan masyarakat dan sasaran yang efektif.

1.5 1)

Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang didukung wawancara (indepth interview) serta pengamatan lapangan yang

mendalam

berhubungan dengan komponen-komponen mekanisme pengelolaan atraksi wisata, fasilitas wisata, aksesibilitas, promosi, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat. Wawancara mendalam dilakukan dengan informan terpilih yang diharapkan dapat mendukung kedalaman analisis data yang diperoleh dengan metode survai. Sementara untuk pengumpulan data menggunakan metode survei lapangan melalui wawancara mendalam dengan Observasi lapangan dilakukan untuk mengamati kondisi fisik lokasi penelitian dengan melakukan pendataan dan identifikasi untuk memastikan aspek-aspek pengelolaan apa saja yang sudah dilakukan dan apa yang belum dilakukan terkait dengan mekanisme pengelolaan ekowisata berbasis komunitas meliputi atraksi wisata, amenitas (fasilitas), aksesibilitas, kemitraan, promosi serta pemberdayaan masyarakat. secara deskriptif

33

Sedangkan untuk mendapatkan data selain wawancara dan observasi dilakukan penelusuran studi dokementasi terkait dengan deskripsi lokasi di kawasan pantai/pesisir (letak, luas, iklim, topografi), data kependudukan, mata pencarian, pendidikan, kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pengelolaan ekowisata berbasis komunitas, data jumlah pengunjung maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian. 2) Metode Penentuan Informan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik non probabilitas secara purposive sampling, artinya tidak semua populasi memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel yang meliputi kepala pengelola Kawasan, unsur pemerintah, usaha masyarakat, dan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan kepariwisataan. Pengambilan sampel tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka memiliki pemahaman yang luas tentang kondisi perkembangan yang ada di lokasi Penelitian. Sedangkan sampel yang digunakan untuk mengetahui profile, karakteristik dan pendapat wisatawan peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel secara accidental yaitu hanya wisatawan yang ditemui pada saat penelitian berlangsung yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. 3) Metode Pengolahan Data Data yang terkumpul kemudian diklasifikasi, diuraikan, diorganisir secara sistematis kemudian diolah dengan metode deskriptif menggunakan proses analisis data secara kualitatif sehingga diharapkan dapat menghasilkan deskripsi mengenai fenomena yang berhubungan dengan pola pengelolaan ekowisata berbasis komunitas yang lebih mendalam. Data-data yang dianalisis berasal dari unsur-unsur pengamatan hasil observasi dan wawancara yang berhubungan dengan variabel dan indikatorindikator penelitian yaitu:

34

(1) (2)

Mekanisme konservasi biota laut yang sudah berjalan Mekanisme pengelolaan atraksi ekowisata berbasis

selama ini di lokasi penelitian. komunitas meliputi: daya tarik wisata; (3) komunitas, Mekanisme meliputi: pengelolaan Ketersediaan fasilitas jenis ekowisata berbasis dan fasilitas; kondisi Keragaman atraksi wisata; kualitas dan keunikan

kelengkapan fasilitas penunjang untuk kebutuhan wi-satawan; kapasitas yang tersedia. (4) (5) (6) Mekanisme pengelolaan aksesibilitas, meliputi; Sarana Kondisi lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya; Mekanisme promosi ekowisata berbasis komunitas, transportasi; sarana jalan; kemudahan menjangkau.

meliputi; Kemampuan SDM yang memadai; bagaimana bentuk promosi yang digunakan; media yang digunakan dalam melakukan promosi; strategi promosi. (7) Mekanisme kemitraan, bentuk kerja sama yang dibangun oleh semua pihak stakeholders; peranan atau tanggung jawab dari setiap pihak yang terlibat; regulasi kelembagaan. (8) Pemberdayaan masyarakat meliputi: a) program pemberdayaan masyarakat; b) pihak yang menyelenggarakan pelatihan, c) manfaat pelatihan bagi masyarakat, d) pendampingan masyarakat, e) peranan pihak dalam program pemberdayaan masyarakat.

4)

Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di beberapa wilayah pantai/pesisir yang

mempumyai potensi untuk dikembangkan sebagai ekowisata dengan mengupayakan pelestarian sumberdaya laut, wilayah pesisir tersebut hampir terdapat 1. di seluruh pesisir indonesia dan ada 3 wilayah yang dianggap mempunyai potensi pantai/pesisir untuk dijadikan kegiatan penelitian yaitu: Provinsi Bangka Belitung; 35

2. 3.

Provinsi Jawa Tengah; Provinsi Jawa Barat. Tiga provinsi tersebut memiliki potensi pantai/pesisir yang sangat

banyak dan berpotensi untuk dilakukan penelitian, dikembangkan serta perlu dilakukan pelestarian ekosistem sumberdaya lautnya. 1.6 1) Rancangan Riset Konsep Dasar Ekowisata Pantai Ekowisata, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan ecotourism, adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Fandeli dan Mukhlison, 2000). Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan penduduk dunia. Pada mulanya, ekowisata banyak dilakukan oleh pencinta alam yang melakukan wisata dan menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari. Selain itu, budaya masyarakat setempat juga tetap terjaga, dan yang lebih penting lagi adalah bahwa pariwisata itu membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Untuk tercapainya kelestarian alam dan kelestarian budaya masyarakat dapat tetap terjaga, maka diperlukan rancangan pelestarian konservasi alam yang berkelanjutan. Upaya tersebut dapat terlaksana dengan melibatkan dan memberdayakan semua unsur pemerintah, swasta maupun masyarakat, adapun rancangan dan keterlibatan dapat dilihat pada Rancangan Riset Penelitian ini. RANCANGAN RISET

36

P E E M RT I A NH

SS WA A T

MA A S Y RA AT K

LM S

P ET E LI NI

Pn ln g ai n On t n r ia g zi a o A ag c t t i un C rl g oo n ln t i

Pg la eea nl on Ew a k ia os t
(Ak t s r i a A sl a k iit sb s e i l gn n i kg n ua pm r o os i

Fit ai s sa l &

, , e sb kou os d k ia et a m n r

, ) ,

Penyediaan

sarana

wisata

tirta

adalah

usaha

penyediaan

dan

pengelolaan prasarana dan sarana, serta jasa yang berkaitan dengan kegiatan wisata tirta. Hal dapat dilakukan di laut, sungai, danau, rawa, dan waduk, dermaga serta fasilitas olahraga air untuk keperluan olahraga selancar air, selancar angin, berlayar, berperahu, menyelam dan memancing. Dalam pelaksanaan suatu pengembangan wisata tirta, dalam hal ini adalah wisata di laut baik itu di permukaan laut maupun di bawah permukaan laut, perlu diperhatikan upaya untuk pelestarian ekosistem laut. Yang dimaksud dengan ekosistem laut adalah seluruh wilayah laut yang terikat dalam satu sistem, yaitu sistem ekologi, dimana untuk Indonesia meliputi wilayah laut Indonesia seluas 62% dari luas wilayah keseluruhan (Tanjung, 1995). Pada penelitian ini, penekanannya adalah pada wisata laut di tepian daratan, atau lebih dikenal dengan wisata pantai, baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Kegiatan wisata di atas permukaan laut yang berkaitan dengan pantai ini misalnya berselancar (Surfing), ski laut (Skiing), memancing (Fishing), berlayar (Sailing) dan kegiatan yang dilakukan di dasar laut seperti menyelam (Diving atau Snorkling).

37

Penetapan daya dukung lingkungan pantai menjadi sangat penting dalam menentukan jumlah pengunjung wisata pantai. (Muddy sandy atau Rocky beach). faktor aktivitas wisatawan. Secara umum telah terdapat kebijakan secara nasional yang sesuai dengan SK Presiden Nomor 32 Tahun 1989, yang menetapkan lebar jalur sepadan pantai. Dalam keputusan ini areal pantai di atas shoreline yaitu selebar antara 150-200 meter dari Shoreline ke arah darat areal ini ditetapkan sebagai kawasan lindung. Ini berarti bahwa areal 150-200 meter ini menjadi public beach yang melarang siapapun untuk membangun fasilitas wisata. Kementerian Lingkungan Hidup juga telah membuat peraturan tentang baku mutu lingkungan hidup (Kepmen Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004). Pada pasal 5 dijelaskan bahwa: (1) daerah dapat menetapkan Baku Mutu Air Laut sama atau lebih ketat dari Baku Mutu Air Laut yang telah ditetapkan dalam Keputusan ini; (2) dalam hal daerah telah menetapkan Baku Mutu Air Laut lebih longgar sebelum ditetapkannya Keputusan ini, maka Baku Mutu Air Laut tersebut perlu disesuaikan dengan Keputusan ini selambatlambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya Keputusan ini; (3) daerah dapat menetapkan parameter tambahan disesuaikan dengan kondisi ekologis daerah yang bersangkutan; (4) Apabila daerah belum menetapkan Baku Mutu Air Laut, maka yang berlaku adalah Baku Mutu Air laut seperti dimaksud dalam Lampiran Keputusan. Selain itu pula, peraturan ini menjelaskan mengenai kewajiban Gubernur, Bupati/Walikota untuk melaksanakan kegiatan pemantauan sekurangkurangnya 2 (dua) kali dalam setahun. Hal ini dilakukan guna mengetahui kualitas air laut di daerah. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air laut, Gubernur, Bupati/ Walikota menindaklanjuti dengan program pengendalian pencemaran air laut. Daya dukung pantai ini berbeda-beda satu sama lain, sangat tergantung pada macam pantai Bentuk pantai yang berbeda akan berbeda pula kemampuan menerima pengaruh dari wisatawan demikian pula

38

Selain itu, untuk pengusahaan kegiatan wisata di lokasi yang menjadi cagar alam, perlu ijin khusus berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan Ijin Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Laut. 2) Prinsip-prinsip Pengelolaan Ekowisata Pesisir Wilayah pantai terdapat beberapa pembagian zona, ada bagian perairannya dapat ditetapkan zona tide zone yang dipergunakan untuk berbagai aktivitas. Zona yang dibatasi sampai sekitar 250 feet dari batas low water level (Iwl) dapat dimanfaatkan untuk aktivitas berenang, berperahu dan berperahu dengan kecepatan rendah yaitu 5 mil per jam. Apabila akan melakukan kegiatan berwisata dengan perahu kecepatan sedang dapat dilakukan di perairan pantai sekitar 250-500 feet dari pantai. Di tempat yang agak ke tengah ditetapkan zona yang disebut open water zone. Zona ini dipergunakan untuk beraktivitas wisata yang berperahu dengan kecepatan tinggi, area ini ditetapkan di luar 500 feet ke arah tengah laut (Fandeli, 2002). Pada umumnya kegiatan wisata bahari yang dilaksanakan oleh wisatawan maupun oleh pengelola obyek wisata mempunyai potensi besar mempengaruhi biota perairan laut. Beberapa kegiatan wisatawan dalam melakukan aktivitas berwisata terdapat peralatan-peralatan yang dapat mencemari lingkungan pantai, misalnya saja aktivitas ski air, perahu bermotor, dan lain-lain. Limbah yang dihasilkan dari bahan bakar bermotor ini, dikhawatirkan akan mencemari lingkungan di sekitar pantai. Salah satu biota laut, hewan benthic dan tanaman liana biasanya mudah terpengaruh oleh tumpahan minyak. Selain itu, sampah padat yang dibuang sembarangan oleh wisatawan, pengelola obyek wisata maupun warga sekitar pantai juga ikut mencemari lingkungan karena mengeluarkan gas niethan dalam proses pembusukannya (Fandeli, 2002). Berbagai macam kegiatan dapat dilakukan oleh wisatawan di areal pantai. Kegiatan ini dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: (1) Surface activities, aktivitas wisata yang dilaksanakan di permukaan air 39

pantai. Aktivitas ini antara lain berperahu, ski air dan berselancar. (2) Contact activities, aktivitas wisata yang dilaksanakan, dengan wisatawan kontak langsung dengan air, aktivitas yang demikian antara lain berenang, scuba diving, mandi dan snorkling. (3) Littoral activities, aktivitas berwisata di daratan yang dilakukan oleh wisatawan. Aktivitas berwisata alam yang banyak dilakukan adalah berjemur di bawah sinar matahari, piknik dan berjalan-jalan santai (Fandeli, 2002). 3) Ekowisata dan Pelestarian Alam Salah satu bagian laut/pantai yang sering dijadikan objek wisata adalah ekosistem terumbu karang. Wisatawan biasanya senang menikmati keindahan keanekaragaman hayati terumbu karang dengan dua cara. Pertama, pada perairan dangkal dengan menggunakan perahu yang lantainya, atau bagian bawahnya, ada gelas kaca (glass-bottom boat). Di sini wisatawan dapat melihat dari atas kapal apa-apa yang ada di bawah perahu, tanpa perlu bersusah payah berenang dan menyelam. Kedua, dengan menggunakan perlengkapan khusus menyelam, untuk tempattempat yang dalam yang tidak mungkin dapat dilihat dengan perahu berlantai gelas yang tembus pandang. Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan dan masyarakat yang didominasi kepentingan ekonomi semata banyak menimbulkan kerusakan lingkungan ekosistem terumbu karang ini. Penambangan karang dengan Kegiatan pariwisata Wisatawan, terutama atau tanpa menggunakan bahan peledak berdampak pada rusak dan kematian massal habitat hewan terumbu karang. banyak berpengaruh terhadap ekosistem ini. kenangan dari berwisata. Namun demikian, seringkali komersialisasi terumbu karang sebagai obyek wisata bahari juga dapat membantu menyelamatkan ekosistem laut. Hal ini amatlah wajar, karena yang dijual pada industri ini adalah keindahan 40

wisatawan nusantara, banyak yang membawa atau membeli karang sebagai

ekosistem di bawah laut, terutama terumbu karang dan biota laut lainnya yang indah. Sehingga dengan adanya wisata bahari ini, diharapkan dapat lebih terjaga kelestarian alam bawah laut. Kegiatan ekowisata dan adanya pemasukan pendapatan dari wisatawan, diharapkan (nature.org). Namun kegiatan pelestarian alam dan lingkungan ini tidak dapat terlaksana tanpa dukungan dari warga masyarakat sekitar objek ekowisata, sehingga tidak dapat dipisahkan antara ecotourism dan community-based tourism. 4) Permasalahan Pengelolaan Ekowisata Pantai Berbagai bentuk aktivitas, terutama berbagai olah raga air yang dilakukan di tepi pantai sangat disukai oleh wisatawan tetapi dengan begitu banyak kegiatan yang dilakukan di sekitar pantai peralatan yang digunakan masih sangat sederhana. Demikian pula untuk kegiatan penyelamatan apabila terdapat bencana, seringkali kurang perhatian dan kepedulian dari Pemda dalam pemenuhan peralatan untuk penyelamatan para korban kecelakaan laut (laka laut). Sehingga, ketika terjadi musibah laut upaya penyelamatan darurat terhadap para korban dinilai kurang optimal. Selain itu, sampah menjadi masalah paling serius dalam mengembangkan potensi wisata bahari di Indonesia . Sejumlah kawasan wisata bahari yang dahulu terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan karena daya tarik biota dan taman lautnya, kini tercemari sampah dan limbah industri sehingga wisatawan menjadi enggan untuk datang. Degradasi pada ekosistem laut dapat menimbulkan pemandangan di bawah permukaan laut menjadi tidak bagus lagi, degradasi laut dapat disebabkan oleh kerusakan habitat karena bencana alam, pencemaran lingkungan, pengambilan sumber daya laut yang berlebihan, dan kegemaran mengumpulkan benda dan organisme laut. Akibat lainnya adalah adanya kecelakaan tanker dan kecerobohan pengoperasian perahu motor dan kapal, yang menyebabkan terjadinya tumpahan minyak yang mengotori laut, dapat 41 dapat dilakukan pelestarian terhadap lingkungan alam, keindahan alam harus dijaga untuk generasi yang akan datang juga

merusak lingkungan bawah laut sehingga air laut menjadi tidak bersih lagi dan pemandangan bawah laut pun menjadi tidak bagus. Ekowisata merupakan bentuk wisata alam yang nyata-nyata memberikan kontribusi pada upaya pelestarian. Kontribusi tersebut menurut Boo adalah: menghasilkan dana bagi daerah yang diproteksi, menciptakan lapangan kerja bagi komunitas di sekitar area yang diproteksi, memberikan pendidikan tentang lingkungan kepada para pengunjung. Sejumlah hal yang perlu dicermati antara lain: (1) Ekowisata dan Peluang Kerja: potensi ekowisata menciptakan banyak peluang kerja di kawasan-kawasan yang memang sangat membutuhkan, mencegah tragedi peminggiran, penggusuran atau marginalisasi dan migrasi yang terpaksa para orang muda yang masuk dalam pasar kerja. (3) Struktur Pendukung Pembangunan Pariwisata. Komponen-komponen lain yang juga berpengaruh dalam pembangunan kepariwisataan adalah infrastruktur dasar (Gunn 1994), promosi dan pemasaran (Seaton & Bennet 1996) kebijaksanan dan strategi kepariwisataan pemerintah (Jenkins, 1991) dan elemenelemen institusional seperti pendidikan, peraturan, kebijakan investasi dan sumberdaya manusia (Inskeep, 1991). (4) Fasilitas penunjang kepariwisataan digunakan wisatawan selama mereka berwisata meliputi akomodasi, restoran, fasilitas hiburan dan jasa-jasa lainnya (Cooper et al, 1993). (5) Aksesibilitas sangat penting dalam pembangunan kepariwisataan, seperti yang dikemukakan Gunn (1994) bahwa akses merupakan komponen kritikal yang menghubungkan pasar dengan daerah tujuan wisata. Bagian ini bisa menjadi semacam tambahan (extra) baik menaikkan maupun menurunkan total tingkat kepuasaan wisatawan. Semakin lama mereka tinggal semakin penting usaha restoran dan hotel yang membentuk sebagian support system.

42

(6)

Tidak ada tourist system tanpa publisitas.

Promosi tidak hanya

menyajikan informasi umum tentang atraksi kawasan, namun juga menciptakan ekspektasi dan fantasi sebuah atraksi harus dipenuhi. (7) Tourist system ada di dalam realitas politk komunitas. Paraprofesional di bdiang parwisatra akan lebih bijaksana apabila tetap membuka open line dengan pembuata keputusan prinsip dalam komunitas. (8) Penduduk setempat merupakan bagian dari tourist system dalam dua arah (cara). industries. (9) Penduduk lokal akan menjadi constant source of Penduduk lokal dapat sebagai supplemental source of potential year round customers for both attractions and its supporting information about area attractions and services. Pengembangan Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan pada dasarnya adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan guna meningkatkan mutu lingkungan hidup (Soeriatmaja, 1994). Berdasarkan definisi di atas maka tampak adanya unsur perencanaan yang baik ada unsur pengelolaan sumber daya alam yang baik dan tujuan akhirnya dan sangat penting adalah meningkatkan kualitas lingkungan berlangsung. Dalam hal ada suatu daerah yang miskin sumber daya alam, maka kemungkinan pengembangan wisata pantai dapat merupakan salah satu solusi. Sebab pada hakekatnya wisata memang tidak membatasi diri pada ada tidaknya sumber daya alam, namun dengan adanya suatu kekhasan di daerah tersebut, dapat pula diupayakan penghasilan yang layak bagi penduduk setempat. Ekotourism pada dasarnya adalah pola pengembangan kawasan yang berorientasi pada keseimbangan antara alam dan manusia. Manusia bisa memperoleh kepuasan menjelajahi alam, alam pun memperoleh keuntungan dari 43 kepedulian manusia. Proses hidup manusia dimana pembangunan tersebut

konservasi tidak akan berjalan secara baik apabila penduduk di kawasan tersebut masih terus mengandalkan hidupnya pada hasil sumber daya alam yang ada sehingga menjadi bentuk-bentuk eksploitasi alam. Proses konservasi kawasan melalui pembangunan pariwisata akan menjadikan wawasan tersebut mandiri karena memperoleh dukungan dana dari kunjungan wisatawan. Simbiosis antara wisatawan dan alam akan bersifat mutualistis untuk kawasan itu sendiri maupun untuk penduduk setempat, dan akan terus berlanjut. Namun demikian, ekowisata tidak akan mampu namun sendiri apabila menyelamatkan ekosistem, ekowisata juga tidak mampu sendiri memperbaiki kehidupan penduduk setempat, direncanakan dengan baik untuk menikmati hasil ekonomi dan

memaksimalkan keterlibatan penduduk setempat, maka ekotourism adalah salah satu solusi terhadap masalah tersebut (Tensi Whelan, ekotourism and its role in Sustainable development 1992). Dilihat dari perkembangannya, ekowisata merupakan segmen wisata yang relatif masih muda namun pertumbuhannya paling pesat dari berbagai industri yang pernah kita kenal. Pelaku ekowisata banyak yang cenderung menghabiskan lebih banyak waktunya di tempat tujuan (per orang per hari) dibanding jenis wisatawan yang lain (Final Report on the Feasibility Study for the Bloody Nature Project, Tobago, prepared by Eco-engineering-Ecologistics, 1997). Dengan demikian dari aspek lama tinggal (length of stay), mereka mencatat lebih panjang dengan berakibat pengeluarannya jadi makin besar. Dari aspek ini saja, kualitas konsumennya relatif lebih baik Disamping itu, dibanding kualitas wisatawan yang memiliki tujuan lainnya dilihat dari sisi pengeluaran (spending) mereka lebih tinggi. peralatan-peralatan yang digunakan untuk menunjang aktivitas mereka seperti alat selam, perahu-perahu khusus, perlengkapan pendakian juga tidak murah, maka tidak dapat dipungkiri bahwa ekowisata merupakan aktivitas wisata yang tergolong mahal. 44

5)

Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan masyarakat atau membangun potensi yang ada pada masyarakat untuk membentuk individu dan masyarakat yang mandiri. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan mereka. Pada hakekatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang yang didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya. Setiap masyarakat pasti memiliki daya akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut belum dapat diketahui secara eksplisit. Oleh karena itu daya harus digali, dan kemudian dikembangkan sebagai upaya untuk mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga mengantarkan masyarakat pada proses kemandirian. Didalam proses pemberdayaan masyarakat dalam mengelola ekowisata, diperlukan langkah-langkah tertentu yang dapat dijadikan sebagai pedoman yaitu pertama, tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli terhadap pariwisata sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Kedua, tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan pariwisata. Ketiga, tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian mengelola pariwisata.

45

1.7

Hasil Yang Diharapkan: Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan dokumen rekomendasi

pengembangan ekowisata berbasis komunitas dan pelestarian sumberdaya laut, antara lain meliputi: 1. Mengidentifikasi pengembangan objek wisata alam pesisir yang memiliki daya tarik (1) keindahan alam, (2) Keindahan kehidupan bawah air (biota laut), (3) Mengembangkan fasilitas wisata di pantai untuk wisata laut. (3) Mengembangkan aktivitas budaya di kawasan pesisir. 2. Melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar pesisir (nelayan dan warga lainnya) untuk selalu memelihara kesimbangan ekosistem pesisir. 3. Meningkatkan kemampuan nelayan untuk membudidayakan ikan hias, maupun biota laut, serta menangkap ikan yang dikonsumsi wisatawan. Pengembangan ekowisata merupakan kegiatan yang perlu dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan dan ekosistem di wilayah pantai/pesisir di Indonesia.

46

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) merupakan suatu alat pembangunan masyarakat yang memperkuat kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola sumber-sumber daya pariwisata sambil memastikan keterlibatan mereka secara penuh. Dengan demikian karakter pariwisata berbasis masyarakat adalah (1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata; (2) jika masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata namun juga mendapat keuntungan; (3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi serta distribusi keuntungan kepada kommunitas yang kurang beruntung di pesisir (Beeton, 2006 dalam Keliwar, 2008). Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism development) memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi perhatian pengembang pariwisata, yaitu : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata; mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek; mengembangkan kebanggaan komunitas; mengembangkan kualitas hidup komunitas; menjamin keberlanjutan lingkungan; mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal; membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas; menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia; mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas yang berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek yang ada di komunitas. 47

Sepuluh prinsip dasar tersebut harus menjadi tumpuan, arah, dan prinsip dasar dari pembangunan pariwisata agar keberlanjutannya terjamin (Suansri, 2003). Menurut Oka Yoeti (2000) dalam ilmu wisata ekowisata adalah suatu perjalanan untuk memenuhi keingintahuan (curiosity), mengagumi (astonishing), menciptakan saling pengertian (understanding), tentang sistem ecology keindahan alam (natural beauty), warisan budaya (cultural heritage), adat istiadat masyarakat setempat (customs and traditions), serta menghargai dan mengakui keberadaannya (appreciate). Sementara menurut Lascurain, Tourism that involved travelling to relativity undisturbed natural areas with the objective of admiring, studying and enjoying the scenery and its wild plants and animals as well as any cultural features found there. (Caballos Lascurain, 1991). Dari definisi tersebut, ekowisata mempunyai unsurunsur antara lain: adalah: Unsur (1) edukasi, (2) konservasi, (3) appresiasi, (4) understanding, (5) sustainable, (6) enjoying, dan (7) kesejahteraan masyarakat lokal. Menurut Syahril Amil (1988), ada 4 syarat yang harus diperhatikan di dalam pengembangan ekowisata. terutama masyarakat 1) adanya proses belajar (learning process) 2) adanya prinsip konservasi alam 3) pengembangan masyarakat lokal 4) aktivitas yang populer dilakukan oleh seni kebanyakan ekowisata adalah kegiatan seperti : menyaksikan sesuatu yang unik tentang kehidupan suatu etnis tertentu, termasuk budaya dan tradisional masyarakat setempat. Hiking, tracking, bird watching, nature

photography, wildlife safari, camping, mountain climbing, fishing, hunting, rafting, canoing, diving, kayaking, botanical study merupakan sejumlah nama kegiatan ekowisata (Whelan, 1991). Tensie Whelan 1991 menggaris bawahi bahwa ekowisata adalah suatu konsep inovatif yang mengkaitkan konsep konservasi dengan pembangunan ekonomi setempat yang mampu memberikan alternatif selain cara-cara yang bersifat eksploitatif. Konsep ekowisata sendiri pada dasarnya menolak upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam untuk maksud-maksud ekonomi yang bersifat eksploitatif. 48

Konsep ekowisata merupakan salah satu dari sekian banyak cara-cara mengkonservasi yang bersifat mandiri dan rasional. Mandiri artinya mampu menghidupi dirinya sendiri, rasional karena berdasarkan logika. Menurut Keliwar 1, Pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) dan ekowisata berbasis masyarakat (community-based ecotourism) merupakan dua bentuk pendekatan perencanaan pembangunan pariwisata alternatif yang bersifat partisipatif, yang digunakan untuk menggambarkan bentuk pariwisata yang mengenali dampak-dampak penting terhadap lingkungan, sosial budaya dan ekonomi, yang disebabkan oleh kegiatan konsep pariwisata, terutama pariwisata yang bermanfaat bagi masyarakat lokal. Hal ini diperkuat oleh Wood yang menyatakan bahwa ekowisata mengandung unsur edukatif yang membuahkan sikap apresiatif dan menjauhi sikap destruktif. Keterlibatan penduduk dalam perusakan lingkungan hari. Tujuan dasar dari pengembangan ekowisata antara lain adalah (1) Lahirnya kesadaran akan pentingnya upaya konservasi. (2) Penyelamatan sumber daya alam dan lingkungan hidup. (3) Peningkatan tingkat kehidupan secara finansial maupun sosial penduduk setempat. (4) Peningkatan apresiasi pengunjung terhadap suatu daerah tujuan wisata. Australian Tourism Commission (ATC) menyatakan ekowisata adalah salah satu upaya mengajak wistawan pergi ke alam dan meningkatkan pemahaman mereka terhadap warisan alam dan budaya tanpa harus mendegradasi mereka. Ekowisata secara teoritis memberikan dampak positif dari berbagai dimensi : lingkungan, sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu ekowisata dipandang sebagai pedang bermata dua. Eco berasal dari kata Oikos artinya rumah tangga. Kata eko bisa dikaitkan dengan ekonomi bisa dengan ekologi kata ekonomi dan ekologi sudah banyak dikenal orang. dikarenakan penduduk setempat justru sering merusak lingkungan mereka sendiri untuk menunjang kebutuhan hidup mereka sehari-

Said Keliwar, Pola Pengelolaan Ekowisata berbasis Komunitas di TN Gunung Halimun-Salaj

49

Ekowisata menyiratkan ilmu pengetahuan (scientific), keindahan (esthetic) atau pendekatan filosofi, meskipun pelaku ekowisata tidak diharuskan menjadi profesional scientist, artst or philipospher. Dengan demikian, ekowisata pada dasarnya memfokuskan diri pada pengalaman personal wisatawan di kawasan alam yang dikunjungi, yang dapat mengarah pada pemahaman dan penghargaan yang lebih baik terhadap lingkungan tersebut. Dalam ekowisata terintegrasi kesempatan bagi wisatawan untuk memahami kawasan alam yang mereka kunjungi dan sekaligus memperoleh pengalaman darinya. Ekowisata merupakan bentuk wisata alam yang nyata-nyata memberikan kontribusi pada upaya pelestarian. Kontribusi tersebut menurut Boo (1998) adalah: (1) menghasilkan dana bagi daerah yang diproteksi. (2) menciptakan lapangan kerja bagi komunitas di sekitar area yang diproteksi. (3) memberikan pendidikan tentang lingkungan kepada para pengunjung. Ekowisata menciptakan banyak peluang kerja di kawasan-kawasan yang memang sangat membutuhkan, mencegah tragedi peminggiran, penggusuran atau marginalisasi dan migrasi yang terpaksa para orang muda yang masuk dalam pasar kerja. Sedangkan ekowisata berbasis masyarakat (community-based tourism) merupakan salah satu bentuk ekowisata yang lebih spesifik dan sebagai alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, sama seperti pariwisata berbasis masyarakat, dimana masyarakat lokal memiliki kontrol terhadap pengembangan dan pengelolaan sehingga banyak memperoleh manfaat baik secara ekonomi, pendidikan, sosial budaya, kesehatan maupun manfaat terhadap konservasi lingkungan alam dari pengembangan ekowisata berbasis masyarakat ini. Ekowisata berbasis komunitas penting sebagai alat proteksi terhadap dampak lingkungan, sosial, budaya dan keberlanjutan pembangunan ekowisata harus antara lain: a. mampu menekan dampak negatif terhadap sumber daya alam daerah yang dilindungi; 50

b. melibatkan semua stakeholders (institusi pemerintah, indusri pariwisata swasta seperti tour operator, pengelola, wisatawan ekowisata, LSM, masyarakat, konsultan) dalam proses perencanaan, pengembangan, implementasi dan monitoring; c. menghormati kebudayaan dan tradisi lokal; d. meningkatkan pendapatan yang wajar kepada komunitas lokal dan stakeholders lainnya; e. memberikan pendapatan bagi konservasi dan daerah-daerah yang dilindungi; dan f. mendidik semua stakeholder tentang peranan mereka masing-masing dalam konservasi (Drumm & Moore, 2005). Dengan demikian, ekowisata berbasis masyarakat merupakan komponen logis dari pembangunan yang berkelanjutan, memerlukan pendekatan berbagai disiplin, perencanaan yang cermat baik secara fisik maupun manajerial dan arahan serta peraturan yang tegas untuk menjamin pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Hanya melalui keterlibatan lintas sektoral dari semua stakeholder ekowisata berbasis masyarakat akan dapat benar-benar mencapai sasarannya. Untuk mewujudkan pembangunan ekowisata berbasis masyarakat dalam peningkatan perekonomian masyarakat lokal maka upaya yang harus dilakukan adalah melalui program pemberdayaan masyarakat itu sendiri yang dilakukan dengan membangun kemampuan yang dimiliki masyarakat (Community Capacity Building) tetapi belum diberdayakan, menurut World Bank capacity building terdiri dari: (1) Pengembangan sumber daya manusia; training, rekruitmen, manajerial dan teknis yang berbasis kepada masyarakat (CommunityBased Training); (2) (3) Keorganisasian, yaitu pengaturan struktur, proses, sumber daya dan gaya manajemen; Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktifitas organisasi, fungsi network, serta interaksi formal dan informal;

51

(4)

Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-undang (legislation) yang mengatur pelayanan publik, tanggung jawab dan kekuasaan antara lembaga, kebijakan yang menjadi hambatan bagi development tasks, serta dukungan keuangan dan anggaran;

(5)

Lingkungan kegiatan lebih luas lainnya, meliputi faktor-faktor politik, ekonomi dan situasi-kondisi yang mempengaruhi kinerja.

Didalam proses pemberdayaan masyarakat dalam mengelola ekowisata, diperlukan langkah-langkah tertentu yang dapat dijadikan sebagai pedoman yaitu: (1) tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli terhadap pariwisata sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. (2) tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan pariwisata. (3) tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian mengelola pariwisata. Selain itu kehidupan sosial budaya masyarakat yang masih kuat memegang tradisi nenek moyang yang masih kuat diantaranya upacara adat, bentuk arsitektur rumah, pembuatan gula aren, pembuatan produk cinderamata, aktifitas pertanian dan sebagainya. Potensi atraksi wisata tersebut kemudian menjadi modal untuk pendorong pengelolaan ekowisata yang berbasis kepada masyarakat di Lokasi penelitian. Namun sampai saat ini pelaksanaan pengelolaan potensi tersebut belum dilakukan secara maksimal untuk ekowisata. Hal-hal yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan ekowisata berbasis komunitas adalah : (2) kurangnya kerjasama antar pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan ekowisata berbasis komunitas terutama menyangkut atraksi, fasilitas (amenitas), aksesibilitas dan promosi; (3) regulasi yang masih tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah tentang pengelolaan kawasan pantai/pesisir; 52

(4) kurangnya program pemberdayaan masyarakat tentang kepariwisataan; (5) data dan informasi yang belum lengkap untuk pengelolaan kawasan pantai/pesisir. Pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) merupakan suatu alat pembangunan masyarakat yang memperkuat kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola sumber-sumber daya pariwisata sambil memastikan keterlibatan mereka secara penuh. Dengan demikian karakter pariwisata berbasis masyarakat adalah (1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, (2) jika masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata namun juga mendapat keuntungan, (3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi serta distribusi keuntungan kepada kommunitas yang kurang beruntung di pesisir (Beeton, 2006 dalam Keliwar, 2008). Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism development) memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi perhatian pengembang pariwisata, yaitu : (1) mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata; (2) mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek; (3) mengembangkan kebanggaan komunitas; (4) mengembangkan kualitas hidup komunitas; (5) menjamin keberlanjutan lingkungan; (6) mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal; (7) membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas; (8) menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia; (9) mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas dan berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek yang ada di komunitas. Sepuluh prinsip dasar tersebut harus menjadi tumpuan, arah, dan prinsip dasar dari

53

pembangunan pariwisata agar keberlanjutannya terjamin (Suansri, 2003). Wilayah pantai/pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Namun, karakteristik laut tersebut belum sepenuhnya dipahami dan diintegrasikan secara terpadu. Kebijakan pemerintah yang sektoral dan bias daratan, akhirnya menjadikan laut sebagai kolam sampah raksasa. Dari sisi sosialekonomi, pemanfaatan kekayaan laut masih terbatas pada kelompok pengusaha besar dan pengusaha asing. Nelayan sebagai jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin di Indonesia. Kekayaan sumberdaya laut tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi untuk meregulasi pemanfaatannya. Kekayaan sumberdaya pantai/pesisir, meliputi pulau-pulau besar dan kecil sekitar 17.500 pulau, yang dikelilingi ekosistem pesisir tropis, seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, berikut sumberdaya hayati dan non-hayati yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi, kekayaan sumberdaya pesisir tersebut mulai mengalami kerusakan. Sejak awal tahun 1990-an, fenomena degradasi biogeofisik sumberdaya pesisir semakin berkembang dan meluas. Laju kerusakan sumberdaya pesisir telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, terutama pada ekosistem mangrove terumbu karang dan estuari (muara sungai). Rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang, dan estuari

berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat pemijahan dan daerah asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener, dan produktivitas tangkap udang.

54

Semua kerusakan biofisik lingkungan tersebut adalah gejala yang terlihat dengan kasat mata dari hasil interaksi antara manusia dengan sumberdaya pesisir yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan daya dukung lingkungannya. Sehingga persoalan yang mendasar adalah mekanisme pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak efektif untuk memberi kesempatan kepada sumberdaya hayati pesisir yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan sumberdaya non-hayati disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan mengeliminir faktor-faktor yang menyebabkan kerusakannya. Secara normatif, kekayaan sumberdaya pesisir dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian rupa manfaat guna bagi mewujudkan generasi kesejahteraan tanpa masyarakat, memberikan sekarang

mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Ironisnya, sebagian besar tingkat kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir justru menempati strata ekonomi yang paling rendah bila dibandingkan dengan masyarakat darat lainnya. Selama ini, kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah

pantai/pesisir hanya dilakukan berdasarkan pendekatan sektoral yang didukung UU tertentu yang menguntungkan instansi sektor dan dunia usaha terkait. Akibatnya, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil cenderung eksploitatif, tidak efisien, dan sustainable (berkelanjutan). Banyak faktorfaktor yang menyebabkan ketidakefektifan pengelolaan sumberdaya pesisir ini, antara lain ambiguitas pemilikan dan penguasaan sumberdaya, ketidakpastian hukum, serta konflik pengelolaan. Ambiguitas pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir masih sering terjadi di berbagai tempat. Biasanya sumberdaya pesisir dianggap tanpa pemilik (open access property), tetapi berdasarkan pasal 33 UUD 1945, dan UU Pokok Perairan No. 6/1996, dinyatakan sebagai milik pemerintah (state property). Namun, ada indikasi di beberapa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terjadi pemilikan pribadi (quasi private proverty). Di beberapa wilayah pesisir atau

55

pulau masih dipegang teguh sebagai milik kaum atau masyarakat adat (common property). Perbedaan penerapan konsep pemilikan dan penguasaan sumberdaya ini mendorong ambiguitas atau ketidakjelasan siapa yang berhak untuk mengelolanya. Hal ini mendorong berbagai stakeholder untuk mengeksploitasi sumberdaya wilayah pesisir ini secara berlebihan, kalau tidak maka pihak lain yang akan memanfaatkannya, dan tidak ada insentif untuk melestarikannya, sehingga terjadi the tragedy of commons yang baru. Pada dasarnya, hampir di seluruh wilayah pesisir Indonesia terjadi konflik-konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan. Masing-masing mempunyai tujuan, target, dan rencana untuk mengeksploitasi sumberdaya pesisir. Perbedaan tujuan, sasaran, dan rencana tersebut mendorong terjadinya konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan. Ada juga kecenderungan Pemerintah Daerah untuk membuat peraturan daerah berdasarkan kepentingannya dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Pengaturan demikian, telah dan akan melahirkan ketidakpastian hukum bagi semua kalangan yang berkaitan dan berkepentingan dengan wilayah pesisir. Berdasarkan hasil review terhadap perundang-undangan dan konvensi yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pantai/pesisir, maka dijumpai beberapa permasalahan hukum yang krusial, yaitu:

Konflik antar Undang-Undang; Konflik antara UU dengan Hukum Adat; Kekosongan Hukum; dan Konflik antar UU terjadi pada bidang pengaturan tata ruang wilayah pantai/ pesisir dan laut. Di dalam UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ditentukan

bahwa penataan ruang diatur secara terpusat dengan UU (Pasal 9). 56

Sebaliknya, di dalam UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah ditentukan bahwa penataan ruang wilayah laut sejauh 12 mil merupakan kewenangan propinsi dan sepertiganya kewenangan kabupaten/kota. Konflik antara UU dengan hukum adat terjadi pada persoalan status kepemilikan sumberdaya alam di wilayah pesisir. Di dalam UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia Pasal 4, status sumber daya alam perairan pesisir dan laut, secara substansial, merupakan milik negara (state property). Sebaliknya, masyarakat adat mengklaim sumber daya di perairan tersebut dianggap sebagai hak ulayat (common property) berdasarkan hukum adat yang telah ada jauh sebelum berdirinya Negara Indonesia. Ketidak pastian hukum yang terjadi pada bidang penguasaan/pemilikan wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Di dalam UU No. 5/1960 terjadi Ketentuan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) hanya diatur sebatas pemilikan/ penguasaan tanah sampai pada garis pantai. Memang, ada ketentuan tentang Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan di dalam UU ini, tetapi baru sekadar disebutkan saja tanpa ada rincian pengaturannya. Ketiga masalah krusial tersebut, bermuara pada ketidakpastian hukum, konflik kewenangan, dan pemanfaatan, serta kerusakan bio-geofisik sumberdaya pesisir. Ketiga masalah tersebut merupakan suatu kesatuan, sehingga solusi yuridisnya pun harus terpadu melalui undang-undang baru yang mengintegrasi pengelolaan wilayah pesisir. 2.1 Pulau pulau Kecil Pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan tingkat kerentanan yang berbeda dibandingkan dengan pulau besar. Namun, demikian selama ini pengetahuan mengenai karakteristik pulau-pulau kecil sangat minim. Sehingga pengelolaan, pola pembangunan, dan regulasi disusun sama dengan cara pandang kita terhadap pengelolaan pulau besar (mainland). Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang 57

memiliki ekonomi.

kekayaan

sumberdaya

alam

dan

jasa-jasa

lingkungan

(environmental services) yang sangat potensial untuk pembangu-nan

Batasan dan karakteristik pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut: 1. 2. Pulau yang ukuran luasnya kurang atau sama dengan 10.000 km2, dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200.000 orang; Secara ekologis, terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular; 3. 4. 5. Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; Daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil, sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut; Dari segi sosial, ekonomi, dan budaya, masyarakat pulau-pulau bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya. Keragaman hayati, sumberdaya perikanan, dan nilai estetika yang tinggi merupakan nilai lebih ekosistem pulau-pulau kecil. Di sinilah ekosistem dengan produktivitas hayati tinggi, seperti terumbu karang, padang lamun (sea grass), rumput laut (sea weeds) dan hutan bakau (mangrove) ditemukan. Selain itu, pulau-pulau kecil ini juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya dan sekaligus sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan. Pada sisi yang lain, pulau-pulau kecil memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi, khususnya menyangkut ketersediaan air yang rendah dan resiko erosi (penenggelaman). Oleh karena itu, pilihan pembangunan pulau-pulau kecil merupakan gabungan dari 2 sisi ini. Kegiatan yang bersifat ekstraktif (eksploitatif), seperti pertambangan, industri yang rakus konsumsi air, dan sebagainya, merupakan pilihan yang harus dihindari. Aktifitas ekstraktif justru cenderung hanya mengeksploitasi satu jenis sumberdaya lain, dan 58

mengabaikan/merusak sumberdaya lain yang beragam. Negara-negara yang telah maju dalam mengelola pulau-pulau kecilnya, di antaranya Fiji, mengandalkan pariwisata dan budidaya perikanan berbasis masyarakat sebagai strategi pembangunannya.

2.2

Pengelolaan Pesisir dan Laut, Kunci Kedaulatan NKRI Wilayah pesisir dan laut merupakan kawasan tempat berinteraksinya

berbagai kekuatan yang nerasal dari daratan dan lautan. Interaksi yang terjadi menentukan karasteristik suatu wilayah pesisir dan lautan termasuk mencerminkan kedaulatan suatu Negara yang mempunyai kebudayaan bahari. Interaksi wilayah pantai/pesisir dan laut mempengaruhi kondisi sumberdaya dan lingkungan di wilayah tersebut melalui aktifitasnya yang dilakukan baik di daratan, kawasan perairan pesisir maupun kawasan laut. Sebagai agen yang baik dan aktif, peranan manusia sangatlah penting dalam menentukan keseimbangan interaksi antara berbagai kekuatan asal daratan maupun lautan. Peranan manusia tercermin dari pengelolaan wilayah pesisir dan lautan yang dilakukan. Berkenaan dengan hal tersebut diatas maka perlu adanya pendekatan terpadu dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, baik dari segi keterpaduan disiplin ilmu yang multidisiplin, kegiatan kemaritiman yang arahan dan tujuan lebih ditekankan kepada kegiatan sektoral barlandaskan konsep kedaulatan kebaharian. Kedaulatan atau dalam bahasa asing disebut Souvereignity bermakna kekuasaan tertinggi suatu negara yang mana di dalam negara tersebut tidak dihinggapi adanya kekuasaan lain. Asal mula suatu negara ada atau timbul karena adanya kebutuhan keinginan manusia yang beraneka macam. Keserakahan untuk menguasai kawasan kepulauan negara lain seperti halnya kepulauan Indonesia selalu terlintas dalam benak berbagai negara 59

perbatasan bilamana hal itu memungkinkan untuk dilakukan, hal ini didasari akan lemahnya kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengaplikasikan segudang atau bahkan lebih rencana pemberdayaan pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir kepulauan Indonesia yang begitu melimpah. Jika ditinjau dari segi Geografis Indonesia sebagai negara bahari (archipelagic state), mempunyai luas wilayah yang membentang mulai dari 95 sampai dengan 141 BT dan di antara 60 LU dan 110 LS, sedangkan luas wilayah perairan Indonesia tercatat mencapai kurang lebih 7,9 juta km2 (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif/ZEE), dengan panjang garis pantai 95.181 km. Potensi sumberdaya kelautan yang adalah salah satu pilar penopang dari sekian pilar penopang pembangunan adalah potensi sumberdaya pulau-pulau kecil yang berjumlah 17.504, dengan rincian 9.634 pulau belum memiliki nama. Perlu disadari bahwa pulau-pulau kecil yang sebagian besar terletak pada bagian batas luar perairan Indonesia dan yang belum bernama tersebut memiliki sumber kekayaan pesisir dan laut yang teramat sangat melimpah, selain itu sejauh peninjauan saya, keberadaan pulau-pulau kecil pada lintas garis batas kepulauan Indonesia pada bagian terluar masih kurang di perdulikan oleh pemerintah sebagai penguasa pengambil kebijakan. Saya teringat akan kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan yang telah direbut oleh negara tetangga Malaysia. Jika dikaji dari aspek ekonomi, bangsa ini telah mengalami kerugian yang tidak dapat di hitung baik dari segi kerugian akan sumberdaya hayati perairan pesisir dan laut, maupun dari segi luasan wilayah. Perubahan garis pantai yang secara jelas mengandung makna bahwa dengan hilangnya pulau Sipadan dan Ligitan memberikan arti penting dalam perubahan luasan wilayah teritorial kawasan laut Indonesia. Tidak hanya demikian seperti yang telah disebutkan di atas, jika kita mau untuk berkata jujur pada diri kita sendiri dan pada bangsa ini, dengan hilangnya pulau Sipadan dan Ligitan telah memberikan jawaban bagi negara lain yakni betapa lemahnya Kedaulatan Negara Kita, disini sebenarnya letak Lemahnya Kunci Kedaulatan Negara Kita. Kita sebagai bangsa yang besar 60

dan yang memiliki sumber kekayaan alam laut yang begitu melimpah perlu melakukan berbagai tindakan preventif dalam mengatasi tindakan-tindakan negara lain yang sengaja ingin merampas akan kedaulatan negara ini selangkah demi selangkah. Sejalan dengan pernyataan di atas untuk tidak pernah terjadi lagi akan pengalaman pahit oleh bangsa ini, maka pemerintah sudah seharusnya melakukan pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya pulau-pulau kecil yang berada di bagian terluar kepulauan Indonesia. Pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya pulau-pulau kecil perlu dilakukan melalui pendekatan kesejahteraan (prosperity) dan kedaulatan (souvereignity) dengan mempertimbangkan tiga aspek utama yaitu keberadaan secara terus menerus (continuous presence) di pulau tersebut, penguasaan secara efektif (effective occupation) yaitu aspek administrasi, perlindungan dan pelestarian ekologis (maintenance and ecology preservation). Ketiga aspek utama tersebut akan dapat dilaksanakan apabila pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai penguasa tunggal dalam pengambil kebijakan dapat bekerja sama baik dengan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, aparat pengawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, para swasta maupun para lembaga swadaya masyarakat dalam hal ini para nelayan juga dilibatkan serta para institusi baik pemerintah maupun swasta dan para mahasiswa. Sejalan dengan hal tersebut, untuk merealisasikan berbagai aspek seperti yang telah disebutkan diatas, perlu adanya kebijakan dan program kerja yang bersifat operasional dengan kerjasama secara sinergis lintas sektor ke arah peningkatan kualitas lingkungan pesisir dan laut dan pulau-pulau kecil yang meliputi Penataan ruang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil termasuk produk hukumnya (PP, Perda, dll), Meningkatkan kualitas lingkungan dan produktivitas sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, Konservasi meliputi, perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan ekosistem pesisir dan laut serta keanekaragaman hayati laut. Kebijakan ini perlu juga dijabarkan ke 61

dalam implementasi dengan beberapa program kegiatan kebaharian seperti, 1) pengembangan dan perumusan kebijakan umum yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan pesisir dan laut secara berkelanjutan, 2) penataan pantai/pesisir laut dan pulau-pulau kecil yang diarahkan pada sinkronisasi dan integrasi penataan daerah dan nasional, 3) pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi laut dan pengembangan konservasi jenis dan genetik biota laut langka dan ekosistem lainnya. Dengan adanya langkah-langkah kebijakan seperti yang telah disebutkan diatas diharapkan dapat turut membantu dalam perwujudan pengokohan Kedaulatan Negara ini, sehingga permasalahan Pulau Sipadan dan Ligitan tidak terjadi lagi.

2.3

Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem yang sangat unik,

merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Di Indonesia, hutan mangrove yang luasnya sekitar 4.25 juta ha Departemen Kehutanan, 1992), atau kurang lebih 25% luas hutan mangrove di dunia (ISME, 1992), dan terbesar di seluruh wilayah Indonesia, berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia, baik dari segi ekonomis, sosial maupun lingkungan. Disamping mendukung keanekaeagaman flora dan fauna dari komunitas terestis akuatik, dan berfungsi lindung bagi keberlangsungan berbagai proses ekologis, hutan mangrove telah dimanfaatkan dalam skala komersial terutama untuk gelondongan sebagai bahan baku pulp/kertas, rayon dan arang. Saat ini, kerusakan dan degradasi hutan mangrove merupaka fenomena umum di berbagai negara, terutama di negara-negara yang berkembang. Kerusakan hutan ini terutama disebabkan oleh konversi mangrove untuk kegiatan-kegiatan produksi (industri, pertambangan dan lain-lain) yang tidak berlandaskan asas kelestarian serta kegiatan eksploitasi yang tidak terkendali. Adanya konversi hutan mangrove ini menyebabkan semakin menyusutnya luas hutan mangrove Indonesia Indonesia yaitu tinggal sekitar 4.25 juta ha (Departemen Kehutanan, 2002). Bahkan menurut 62

PHPA dan AWB (2004) diperkirakan luas hutan mangrove tinggal 3.24 juta ha. Pembangunan kehutanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestariaanya. Kegiatan pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya, termasuk hutan mangrove diselenggarakan atas dasar pola kebijaksanaan yang tertuang dalam Strategi berikut: (1) perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dan menjamin terpeliharanya proses ekologis bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat; (2) pengawetan keanekaragaman sumber plasma nutfah dengan menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi kepentingan umat manusia; (3) pelestarian pemanfaatan baik jenis maupun ekosistemnya dengan mengatur dan mengendalikan cara-cara pemanfaatan yang lebih bijaksana, sehingga diperoleh manfaat yang optimal dan berkesinambungan. 2.4 Permasalahan Pengelolaan Hutan Mangrove konservasi Alam Indonesia berisi prinsip-prinsip sebagai

Di dalam pengelolaan hutan mangrove tersebut dijumpai berbagai permasalahan: 1) 2) Terbatasnya data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung kemanfaatan yang lestari, perlindungan dan rehabilitasi; Belum jelasnya tata ruang wilayah pesisir dan tata guna mangrove yang mengakibatkan banyak terjadi tumpang tindih kepentingan peruntukan lahan dalam pemanfaatan hutan mangrove; 3) Belum adanya peraturan pelaksanaan yang mantap dari perundangundangan yang telah ada sebagai dasar pengelolaan hutan mangrove secara lestari; 4) Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan mangrove.

63

2.5 1) 2) 3)

Prinsip prinsip Dasar Pengelolaan Save it, mengamankan ekosistem hutan mangrove dengan

melindungi genetik, spesies dan ekosistemnya secara keseluruhan; Study it, mempelajari ekosistem hutan mangrove yang meliputi biologi, komposisi, struktur, distribusi dan kegunaannya; Use it, memanfaatkan ekosistem hutan mangrove secara lestari dan seimbang. 2.6 Kebijaksanaan Umum Pengelolaan Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan 1) merupakan aset nasional, sehingga pengelolaan hutan pelestarian tata karakteristik, dan pemanfaatan kawasan kesesuaian hutan yang mangrove disusun mangrove dilakukan dengan mempertibangkan kepentingan nasional; Perlindungan, didasarkan berdasarkan 2) pada ruang pantai dan

keperwakilan

keanekaragaman genetik, spesies dan kosistemnya; Pengelolaan hutan mangrove dengan fungsi lindung diselenggarakan dengan tujuan utama untuk meningkatkan fungsi pengaturan tata air, pencegahan instrusi air laut, polusi, dan perlindungan terhadap angin,abrasi pantai, banjir dan mempertahankan habitat biota akuatik dan biota terestrial. 3) Pengelolaan hutan mangrove dengan fungsi untuk pelestarian diselenggarakan dengan tujuan utama menjaga kemurnian, kekhasan dan keunikan keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem hutan mangrove; 4) 5) Rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan untuk memulihkan dan meningkatkan fungsi lindung, fungsi pelestarian dan fungsi produksi; Inventarisasi, penelitian dan pengembangan serta evaluasi sumber daya hutan ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu. Penelitian dilakukan dalam rangka menggali dan mengembangkan

64

sumber daya hutan mangrove untuk mendukung peningkatan fungsi lindung, pelestarian dan pemanfaatannya; 6) Pemanfaatan hutan mangrove untuk fungsi produksi diselenggarakan dengan memanfaatkan dan meningkatkan potensi dan produksi secara optimal dengan memperhatikan kelestarian sumber daya dan kelayakan pengusahaanya; 7) Kegiatan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan hutan mangrove diupayakan dapat menampung dan terintegrasi dengan kepentingan dan hak masyarakat sekitar, dengan tujuan agar masyarakat dapat merasakan manfaat keberadaan hutan mangrove sehingga dapat meningkatkan tanggung jawab dan peran serta dalam perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan hutan mangrove secara lestari; 8) Pengelolaan hutan mangrove merupakan bagian dari pengembangan daerah pesisir secara keseluruhan sehingga selalu mempertimbangkan kepentingan dan manfaat yang lebih luas, dengan tetap mengutamakan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjamin kepentingan manusia secara berkelanjutan. 2.7 Program Kegiatan

Program kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) Memantapkan dan menyempurnakan komitmen pemerintah, kebijakan dan peraturan perundangan. Penetapan pedoman pelaksanaan pengelolaan hutan mangrove secara terkoordinasi. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, sarana dan prasarana. Meningkatkan fungsi koordinasi dan kelembagaan. Melakukan pelaksanaan penyusunan struktur tata ruang dan penetapan peruntukan kawasan hutan mangrove sesuai dengan fungsinya. 6) 7) Meningkatkan peranserta masyarakat Meningkatkan pendapatan Negara

65

8)

Meningkatkan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

pemantauan,

pengendalian

dan

Pengawasan

implementasi pengelolaan hutan mangrove dengan melakukan: kajian terhadap pelaksanaan dan peraturan yang ada; penyusunan, penetapan dan penyempurnaan, peraturan; peningkatan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan; secepatnya menyusun pedoman secara terkoordinasi: melakukan pendidikan dan latihan; menyediakan sarana, prasarana dan jenjang karir yang memadai; memantapkan ruang lingkup dan tanggung jawab: secepatnya menyusun secara terkoordinasi struktur tata ruang kawasan hutan mangrove sesuai dengan fungsinya; melakukan inventarisasi dan pemetaan potensi sumberdaya alam hutan mangrove; penataan batas kawasan yang telah ditetapkan dalam struktur tata ruang. menumbuhkan kembangkan kesadaran masyarakat tentang arti penting hutan mangrove. memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha dengan (13) (14) meningkatkan diversifikasi pemanfaatan hutan mangrove; mendorong peningkatan mutu pengelolaan produk hutan mangrove; menyusun kriteria dan/atau menyempurnakan dalam sistem informasi pengelolaan hutan mangrove yang terpadu dan menyiapkan yang diperlukan rangka pemantauan, pengendalian dan pengawasan.

2.8

Perlindungan dan Pelestarian

66

1) 2) 3)

Mengamankan kawasan lindung hutan mangrove dari segala bentuk gangguan dan kerusakan. Mempelajari potensi sumberdaya hutan mangrove. Meningkatkan fungsi dan peran kawasan lindung hutan mangrove secara optimal bagi kepentingan masyarakat: (1) melanjutkan penataan batas; (2) pembinaan tenaga untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan dedikasi, melalui: .pendidikan formal .pendidikan non formal penataran .pembinaan aparat keamanan (3) mengadakan studi analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) (4) meningkatkan sistem konservasi tanah dan air pada satuan-satuan DAS (5) membuatkan pedoman pelaksanaan pengamanan kawasan lindung hutan mangrove melakukan studi evaluasi tipe ekosistem dan kekhasan biota serta manfaatnya untuk menetapkan statusnya dengan memantapkan pembinaan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya; b.meningkatkan fungsinya lindung pada hutan bakau rakyat; c.menyiapkan masyarakat (desa binaan) dalam rangka pengembangan persepsi dan peranserta masyarakat terhadap hutan mangrove.

2.9

Pengembangan Dalam melakukan pengembangan kawasan diperlukan beberapa

upaya penyediaan sarana dan prasarana kegiatan program: 1) Mengamankan, menertibkan dan mengelola data, informasi beserta saran dan prasarana penelitian sehingga menjamin kegiatan program pengembangan hutan mangrove melalui a) pengembangan sumberdaya manusia agar lebih profesional dan berloyalitas tinggi, b) memperbaiki sistem manajemen yang berkaitan dengan tata cara dokumentasi dan penyebaran hasil penelitian dan pengembangan, c) pengembangan sarana dan prasarana fisik dalam rangka pengamanan data dan informasi, d) pengembangan kelembagaan dalam rangka

67

pengamanan data dan informasi, e) membentuk satuan tugas dalam rangka peyebarluasan dan pengamanan data dan informasi. 2) Mempelajari ada. 3) Tindakan pemanfaatan produk-produk penelitian mengacu kepada pengembangan (hasil-hasil penelitian), sehingga semaksimal mungkin dapat member manfaat dan nilai tambah kepada masyarakat sekitar, para peneliti, pembangunan Indonesia, a) mengidentifikasi dan mengungkapkan perikehidupan, lingkungan sumberdaya hutan mangrove dan ekosistemnya, meliputi karakter dan struktur ekosistem, keanekaragaman hayati, persebaran, pertumbuhan, dan zonasi hutan mangrove, dampak negatif berbagai bahan pencemar dan ekploitasi hutan mangrove, silvikultur hutan mangrove serta komponenkomponen yang terkandung di dalam bagian pohon hutan mangrove atau ekosistemnya, serta manfaatnya bagi manusia, b) melakukan studi tentang pemanfaatan bagi masyarakat terhadap hujtan mangrove, c) mengembangkan sarana dan prasarana fisik penunjang kegiatan penelitian pengembangan, d) penetapan kelembagaan penelitian dan pengembangan tentang sumberdaya hutan mangrove : (1) mengikutsertakan masyarakat sekitar dengan tujuan memanfaatkan hasil-hasil pengembangan dan turut melestarikan hutan mangrove yang dapat di dukung oleh pemerintah dan swasta, khususnya LSM; (2) mengoptimalkan pemanfaatan hasil-hasil penelitian sehingga aspek-aspek perlindungan, pelestarian dan pemantapan terjamin kelestariannya. prospek pemanfaatan produk ataupun komponen ekosistem hutan mangrove serta produk-produk penelitian yang telah

2.10 Pemanfaatan dan Rehabilitasi 1) Penetapan kawasan hutan mangrove yang layak untuk dieksploitasi dengan mempertimbangkan; keadaan 68 ekosistem, habitat, jenis

penyusun, potensi dan regenerasi, keadaan lingkungan serta pemetaaan hutan mangrove sesaui dengan skala yang diperlukan; 2) Penetapan batas dan penetapan jalur hijau pada kawasan hutan mangrove 3) yang akan dieksploitasi; kelayakan dan kelestarian pengusahaan; Alokasi pemanfaatan kawasan budidaya mangrove untuk berbagai kepentingan: (1) Memantapkan koordinasi tata cara konversi dan pengelolaan hutan mangrove (2) Pembinaan dan pengembangan peranserta masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove. (3) Mengamankan hutan mangrove dari bahaya kerusakan. (4) Mengembangkan sistem silvikultur hutan mangrove yang paling optimal bagi pengusahaan; (5) Mengembangkan metode pengolahan produk hutan mangrove yang berorientasi pada pemanfaatan yang maksimal dari produk hutan mangrove, efisien dan mempunyai nilai tambah tinggi; (6) Menghimpun data dan informasi tentang kawasan hutan mangrove yang perlu direhabilitasi dan inventarisasi potensi sumberdaya hutan mangrove serta melakukan analisis kelayakan pengusahaan hutan mangrove yang terpadu berdasarkan data yang dikumpulkan, dengan: a) mengembangkan proses dan prosedur konversi dan pengelolaan hutan b) mangrove melalui tim koordinasi tentang pemerintah daerah, menyebarluaskan informasi

kegunaan dan pentingnya hutan mangrove pada masyarakat, c) meningkatkan pendidikan dan keterampilan masyarakat sekitar sehingga mempunyai alternatif pendapatan, d) meningkatkan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang mengalami degradasi, e) mengembangkan pilot percontohan tentang pelaksanaan sistem silvikultur hutan mangrove; f) melakukan evaluasi terhadap sistem silvikultur yang ada, g) menyusun petunjuk teknis yang menunjang sistem silvikultur hutan mangrove, h) mengembangkan diversifikasi 69

pemanfaatan berbagai jenis vegetasi hutan mangrove, i) mengembangkan sistem informasi manfaat non konvensional hutan mangrove, j) mengembangkan sistem informasi geografis (GIS) hutan mangrove untuk keperluan rehabilitasi dan, k) efisien; (7) Menentukan dan mengawasi tata tebangan yang memungkinkan terbentuknya kelestarian potensi dan pengusahaan dengan, a) melakukan pengamatan setiap pertumbuhan dari berbagai jenis pada berbagai perlakuan, b) menyempurnakan metode penentuan potensi tegakan dengan menggunakan tabel volume; (8) Meningkatkan pembinaan dan pengawasan pada bekas areal tebangan dan reboisasi pada kawasan hutan mangrove yang kurang produktif; (9) Meningkatkan pembinaan terhadap industri yang memanfaatkan bahan baku mangrove dengan lebih beragam dan mempunyai nilai tambah dengan menghasilkan jumlah limbah yang dapat ditolerir; (10) Mendorong usaha/kegiatan masyarakat sekitar dalam memanfaatkan anekaragam hutan mangrove agar lebih mampu meningkatkan kehidupannya. Dengan tetap mempertahankan kelestarian hutan mangrove untuk, a) penentuan tata tebangan dan penyempurnaan sistem pengawasannya, b) menyempurnakan sistem insentif bagi aktivitas reboisasi dan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove yang kurang produktif atau mengalami kerusakan, c) meningkatkan peranserta mansyarakat dalam penghijauan hutan mangrove, d) mengembangkan sistem insentif dan meningkatkan pengawasan bagi industri dengan bahan baku dan keluaran yang lebih beragam dan mempunyai nilai tambah. Hal yang sama diberikan pada industri padat karya yang memperhatikan kelestarian lingkungan dengan, a) mendorong dan memasyarakatkan konsep bapak angkat terhadap industri di sekitar hutan mangrove bagi kegiatan/ perusahaan kecil masyarakat 70 setempat, sehingga tidak mengembangkan metode rehabilitasi hutan mangrove yang efektif dan

mengganggu keberadaan dan kelestarian hutan mangrove, b) mengenalkan dan mengembangkan kegiatan usaha yang bisa dan mampu dikelola oleh masyarakat setempat, misalnya konsep agroforestri. 2.11 Aspek Hukum Pengelolaan Jalur Hijau Pantai Daya guna dan batas lebar jalur hijau hutan mangrove telah diatur dalam Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.Pasal 1 butir 6 berbunyi: Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Pasal 14 berbunyi: Kriteria sepadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah barat. Dalam pasal-pasal tertentu terdapat dua istilah, yaitu sempadan pantai dan kawasan pantai. Sempadan pantai berfungsi melindungi kawasan pantai, berarti berfungsi sebagai jalur penyangga (buffer) antara kawasan pantai dan kawasan interland. Lebar sempadan pantai diukur dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Dengan demikian secara tersirat titik pasang tertinggi menjadi batas antara Sempadan Pantai dan Kawasan Pantai. Pasal 26 berbunyi: Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan mangrove dilakukan untuk melestarikan hutan mangrove untuk membentuk ekosistem hutan mangrove dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut disamping sebagai perlindungan pantai dan pengikisan air laut serta pelindungan usaha budidaya di belakangnya. Pasal 27 berbunyi: Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai ratarata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis surut terendah ke arah darat. Pasal 40 ayat (1) berbunyi: Selambat-lambatnya 2 tahun setelah Keppres ini ditetapkan, setiap Pemda Tk. I sudah harus menetapkan Perda penetapan kawasan lindung, dan 71

segera sesudah itu Pemda Tk.II menjabarkan lebih lanjut bagi daerah masing-masing. 1) Langkah Tindak Pengelolaan Jalur Hijau Pantai Penetapan jalur hijau pantai bermangrove sesuai dengan Keppres 32/1990 perlu dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi pantai setempat. Sebab pada kenyataannya terdapat pesisir (pantai) memiliki kondisi tidak memungkinkan untuk kehadiran mangrove atau fungsi mangrove memang sudah tidak diperlukan. Kondisi ini harus tetap dipertahankan tetapi sudah harus siap pula untuk dikembangkan guna kepentingan pencadangannya untuk mengakomodasi aspek konvensi kepentingan pembangunan jangka panjang. Dalam rangka implementasi Keppres tersebut maka langkah-langkah yang dapat dilaksanakan: (1) Pembentukan suatu Tim Teknis interkem (Kemenhut cq. Ditjen PHPA, Ditjen RRL, Ditjen Intag, Perum Perhutani; Kementan cq. Ditjen Perikanan, Kemdagri cq. Ditjen Pembangunan Daerah; LIPI cq. Komisi Ekosistem Mangrove (MAB); Perguruan Tinggi ; Bakorsurtanal; Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam jalur hijau pantai mangrove. Tugas Utama Tim Teknis tersebut yakni : Meningkatkan koordinasi antara instansi di Tingkat Nasional dalam impelementasi Keppres No.32/1990 khususnya dalam penetapan dan pelaksanaan jalur hijau pantai; Membuat petunjuk teknis terhadap tata cara penetapan jalur hijau pantai mangrove sesuai dengan Keppres 32/1990, sekaligus memberikan asistensi kepada setiap pemerintah daerah dalam hal pelaksanaannya; Memberikan asistensi kepada pemerintah daerah dalam pembentukan Tim Teknis Daerah dalam pengelolaan jalur hijau pantai mangrove di daeah masing-masing. Dan secepatnya membuat SK Gubernur atau Perda (Tk.I dan Tk.II) untuk menindaklanjuti pelaksanaan dari Keppres 32/1990;

72

Membantuk memecahkan setiap permasalahan dalam implementasi jalur hijau pantai mangrove, akibat hal tersebut tidak dapat di atasi oleh Tim Teknis di Tingkat Daerah; Menetapkan (2) lokasi "prioritas rehabilitasi/penanganan hutan mangrove" (ke dalam klasifikasi kritis atau super kritis). Pembuatan dengan segera "Peta Khusus tentang Jalur Hijau Pantai Mangrove", sesuai dengan ketetapan (rumus) dalam Keppres 32/1990, dengan skala operasional secara berurutan dengan lokasi prioritas, seperti pesisir (pantai) Utara Jawa, Pantai Timur Sumatera, (Pantai) Kalimantan timur, Kalimantan Selatan dan Pantai di Sulawesi Selatan. Karena hal tersebut merupakan dasar utama dalam implementasi di lapangan oleh pemerintah setempat. Teknis penetapan lebar jalur hijau pesisir (pantai) adalah sebagai berikut. Pesisir (pantai) yang memenuhi syarat untuk jalur hijau ialah areal ekosistem mangrove yang sudah dikonversi untuk keperluan lain, pesisir (pantai) yang berlumpur dan pesisir (pantai) yang tidak digunakan konservasi untuk yang kepentingan telah lain, seperti untuk pelabuhan Menteri pendaratan, pemukiman, pariwisata dan yang berada di luar kawasan ditetapkan berdasarkan SK Pertanian/Menteri Kehutanan (suaka alam, cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional; Lebar jalur hijau pesisir (pantai) ditetapkan dari garis air surut terendah ke arah darat atau dari batas tanggul tambak ke arah laut dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Lebar jalur hijau = 130 X rata-rata tunggang air pasang purnama (tidal range) X 1 meter. Pada jalur hijau pesisir (pantai) yang telah ditetapkan tetapi belum ada tanamannya, maka harus ditanami. Jenis yang ditanam sebaiknya dari jenis yang ada setempat. 2) Tata Guna Hutan Mangrove Penataan ruang berasaskan: pemanfaatan ruang bagi semua

kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, 73

selaras, seimbang, dan berkelanjutan. Sedangkan salah satu tujuan penataan ruang adalah : Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan mengacu kepada asas dan tujuan penataan ruang tersebut, maka penataan ruang kawasan mangrove berdasrkan fungsi kawasan yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dalam perencanaan tata guna ruang mangrove, harus dilakukan dengan mempertimbangkan: keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, dan sosial budaya serta aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumberdaya, fungsi dan estetika lingkungan dan kualitas ruang yang ada. Sesuai Pasal 20 Ayat (2) Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, tersurat bahwa penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya termasuk didalamnya kawasan mangrove adalah merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Nasional dimana penetapannya dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan arahan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya kawasan mangrove dilakukan melalui Rencana Tata Ruang Daerah Tk. I ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dengan demikian tata guna ruang mangrove yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah akan menjadi acuan bagi instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah serta masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan kawasan mangrove. Hal itu berarti bahwa tata guna mangrove perlu adanya kesepakatan pemanfaatan melalui Komisi Tata Ruang Nasional, untuk membagi kawasan tersebut menjadi daerah preservasi, daerah pembangunan dan daerah konservasi. Melalui inventarisasi kebutuhan lahan bagi instansi-instansi terkait yang tertuang dalam bentuk "Peta Kesepakatan Tata Guna Mangrove" (Kemhut, Kemtan, Kemhub, Kemtrans, dll), di kawasan mangrove, guna pemanfaatan sektor, pertambakan, hak

74

pengusahaan hutan, pertanian pasang surut, permukiman transmigrasi, dan lain-lain. 3) Sumberdaya Manusia Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai kelestarian lingkungan hiudp, aspek sumberdaya manusia dalam pengelolaan hutan mangrove di Indonesia merupakan salah satu aspek yang perlu ditingkatkan peranannya secara aktif, hal itu dijabarkan dalam bentuk: (1) Mengikutsertakan masyarakat di sekitar hutan mangrove sebagai mitra sejajar dalam mengelola hutan mangrove, sehingga: Pemanfaatan lahan lebih produktif. Pendapatan masyarakat lebih meningkat. Keamanan hutan meningkat. Keberhasilan reboisasi dan rehabilitasi hutan mangrove. Peningkatan perbaikan kualitas lingkungan. Terdapat hubungan yang harmonis antara aparat pemerintah dengan masyarakat di sekitar hutan mangrove. (2) (3) Peningkatan koordinasi dengan instansi yang terkait baik pemerintah maupun swasta; Mendorong agar masyarakat kelompok tani hutan (KTH) mangrove dapat memanfaatkan KUD yang sudah ada khususnya KUD yang mengurusi hasil pertambakan. (4) Pendidikan dan latihan kelompok tani hutan (KTH)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN


75

3.1

Gambaran Umum Perkembangan paradigma diupayakan pengelolaan tetap lingkungan dalam

pengembangan

wisata

mengutamakan

kelestarian

lingkungan, namun di satu sisi juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Ekowisata atau ecotourism menjadi suatu bentuk wisata berwawasan lingkungan yang dari hari ke hari semakin mendapat perhatian dari masyarakat dunia, terutama oleh negara-negara berkembang (Yoeti, 2000: 24; Lindberg dalam Primack et.al, 1998: 8). Hal ini dikarenakan, ekowisata lebih menekankan pada pemanfaatan sumber-sumber lokal untuk konservasi, pendidikan atau pembelajaran, dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam upaya peningkatan ekonomi lokal (Linderg dan Hawkins dalam Parnwell dan Bryant, 1996: 241; McIntosh, et.al, 1995: 369; Fandeli dan Muklison, 2000: 5; Boo dalam Hadinoto, 1996: 171). Penekanan tersebut menarik perhatian negara-negara berkembang terutama negara yang memiliki daerah alami untuk mengembangkan ekowisata, karena daerah tujuan ekoturis merupakan daerah-daerah yang dapat menghindarkan mereka dari kejenuhan kehidupan rimba beton, kemewahan, dan modernitas, seperti di kota atau negara-negara maju. Berkembangnya ekowisata juga dikarenakan ekowisata tidak hanya mengutamakan keuntungan ekonomi semata tetapi juga ikut menjaga keseimbangan, kelangsungan, dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam untuk masa kini dan mendatang. Sarana dan prasarana yang dibangun untuk mengembangkan ekowisata harus memberikan nilai-nilai berwawasan lingkungan dan menggunakan bahan-bahan di sekitar obyek walau terlihat sederhana. Keaslian dapat dipertahankan, karena masyarakat sekitar kawasan mampu mengelola dan mempertahankan kelestarian alam dengan sendirinya tanpa mengada-ada. Keaslian alam dan lingkungan masyarakat tersebut menjadi nilai jual ekowisata. Bahkan setiap aktivitas yang dilakukan ekoturis senantiasa diupayakan untuk menyadarkan mereka terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, namun dari aktivitas-aktivitas

76

ekowisata tetap akan ada aktivitas yang menimbulkan dampak yang merugikan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan dapat bervariasi sekalipun berada dalam satu obyek, seperti pengembangan ekowisata di Taman Nasional Belize, Afrika. Pengembangan ekowisata ini telah menimbulkan perubahan terhadap lingkungan, seperti perubahan guna lahan milik masyarakat Belize menjadi lebih dimanfaatkan sebagai lahan pertanian khusus habitat monyet hawler hitam, munculnya gangguan habitat flora dan fauna akibat aktivitas ekoturis dan pemandu yang kurang memahami lokasi dan makna ekowisata, serta adanya peningkatan perekonomian masyarakat Belize (Harwich et.al dalam Lindberg dan Hawkins, 1993: 177-183). Studi ini menduga bahwa aktivitas yang dilakukan oleh pelaku ekowisata, produk perencanaan dan sistem pengelolaan ekowisata, serta kondisi sarana dan prasarana dapat memengaruhi terjadinya intensitas dampak lingkungan yang berbeda. Aktivitas pelaku ekowisata yang cenderung bersikap bebas tanpa merasa memiliki alam, seperti ekoturist yang sengaja maupun tidak menginjak terumbu karang, masyarakat lokal yang mengambil mangrove secara berlebihan untuk kebutuhan sehari-hari membuat souvenir, membuang sampah sembarangan, serta tidak adanya pemandu yang dapat memberi pemahaman mengenai kawasan dapat menimbulkan kerusakan ekosistem lingkungan alam. Berkembangnya fasilitas pengunjung, seperti hotel, motel, dan homestay juga berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan apabila bangunan-bangunan tersebut tidak memiliki sistem pembuangan dan pengolahan limbah yang baik, serta pembangunannya tidak memperhatikan fungsi peruntukkan lahan kawasan, seperti merombak hutan bakau menjadi lahan terbangun yang mengakibatkan terganggunya ekosistem perairan laut. Penelitian mengenai pengembangan ekowisata berbasis komunitas di kawasan pesisir/pantai pasti menarik untuk dilakukan, dapat diketahui dengan apa yang bekerja, sehingga memengaruhi kekuatan-kekuatan

77

lingkungan fisik di kawasan ekowisata. Penelitian dilakukan di 3 (tiga) provinsi yang memiliki kawasan pesisir yaitu : 1. Propinsi Bangka Belitung (Pantai Tinggi, Pantai Matras, Tanjung Pesona); 2. 3. Jawa Barat lokasi penelitian pantai Pangandaran; Jawa Tengah lokasi penelitian Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara. 3.2 Provinsi Bangka Belitung Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (kemudian disingkat Babel) secara administratif terbagi dalam 6 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Bangka (2.950,68 km2), Kabupaten Bangka Barat (2.820,61 km2), Kabupaten Bangka Tengah (2.155,77 km2), Kabupaten Bangka Selatan (3.607,08 km2), Kabupaten Belitung (2.293,69 km2), Kabupaten Belitung Timur (2.506,91 km2), dan Kota Pangkalpinang (89,40 km2). Untuk mengefektifkan dan memperlancar penyelenggaraan pemerintahan di kabupaten/kota, secara administratif dibagi ke dalam kecamatan, desa, dan kelurahan. Jumlah kecamatan sebanyak 36, jumlah desa sebanyak 267 dan jumlah kelurahan sebanyak 54. VISI Terwujudnya Provinsi Kepulauan Babel yang aman, damai, sejahtera, adil, demokratis dan berdaya saing global dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia MISI

1. Membangun

komitmen

bersama

pemerintah,

masyarakat

untuk

menciptakan iklim kondusif, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2. Meningkatkan kualitas sumber daya insani masyarakat melalui penguatan sektor pendidikan, kesehatan, olahraga, seni dan budaya daerah/nasional serta pembinaan generasi muda.

3.

Meningkatkan kapasitas pengayoman dan pelayanan publik baik kepada masyarakat pada umumnya maupun pelayanan investasi dalam 78

segala

sektor

dengan

menerapkan dan

sekurang-kurangnya bertahap

standard

pelayanan

minimum

(SPM)

secara

mengupayakan

penguatan kapasitas melalui pengaplikasian E-Government di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Babel termasuk Kabupaten/Kota. 4. Meningkatkan kapabilitas infrastruktur, dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi masyarakat dan penguatan kapasitas infrastruktur yang berkaitan dengan investasi seperti bandara, pelabuhan laut, kawasan industri, pembangkit tenaga listrik, telekomunikasi, instalasi air bersih, rumah sakit, dan perbankan.

5.

Menciptakan lapangan kerja dan lapangan berusaha, dalam rangka meningkatkan income perkapita dan daya beli masyarakat melalui penguatan terhadap 6 (enam) sektor unggulan daerah, yaitu : kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan dan jasa, serta menciptakan tenaga kerja siap pakai dan berdaya saing sebagai salah satu komoditas daerah yang siap dipasarkan ke lingkup domestik, regional dan global.

6.

Memperhatikan masalah lingkungan hidup sebagai salah satu asas dalam mengambil keputusan publik pada semua sektor pembangunan sekaligus melakukan upaya rehabilitasi, reklamasi dan refungsionalisasi terhadap lahan-lahan kritis menjadi lahan produktif dengan melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat secara terpadu dan bersinergi.

7.

Meneruskan

penyusunan

Peraturan-Peraturan

Daerah

(Perda)

sebagai penjabaran dari aturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai dasar penetapan kebijakan publik dari Pemda yang legitimate serta melakukan penegakan hukum secara konsisten dan konsekuen baik di lingkup internal pemerintahan maupun masyarakat.

8.

Melaksanakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui penguatan kapasitas lembaga ekonomi rakyat seperti Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Dan Koperasi untuk menciptakan sentra-sentra pembangunan produk unggulan wilayah pedesaan/kecamatan/kabupaten/ kota sesuai dengan kultur dan potensi wilayah.

79

9.

Meningkatan kapabilitas aparatur pemerintah untuk menciptakan Good governance dan Clean government secara tersistem dan menyeluruh dengan melakukan gerakan bersama dalam pemberantasan KKN berbasis kultur dan agama. melakukan penerapan prinsip reward and punishment dalam rangka meningkatkan rasa tanggung jawab dan kebanggaan profesionalisme dengan tidak mengenyampingkan jiwa pengabdian sebagai abdi negara dan semangat patriotisme sebagai bagian anak bangsa yang senantiasa berupaya melestarikan semangat kejuangan 17 Agustus 1945. Penegakan hukum (Law enforcement) dilakukan secara konsisten dan konsekuen tanpa pandang bulu, menyeluruh tidak tebang pilih berdasarkan kepada peraturan dan per undang-undangan yang berlaku baik di lingkungan pemerintahan maupun masyarakat pada umumnya.

10.

Melakukan upaya pembangunan infrastuktur pada proyek-proyek strategis dalam rangka meningkatkan daya saing regional dan global melalui pengupayaan pembangunan International entry port (pelabuhan samudera) di Belitung yang dilengkapi dengan kawasan Free Trade Zone atau sekurang-kurangnya Bounded Zone sekaligus melakukan penguatan infrastruktur di tingkat Regional entry port (pelabuhan nusantara) di Babel serta meningkatkan status bandara Pangkal Pinang untuk dapat mengakomodasi jalur penerbangan internasional dengan route SingapuraBangka-Bali (Sibaba) sekaligus memperkuat jalur penerbangan regional yang menghubungkan secara rutin Jakarta-Bangka, Jakarta Belitung, Jakarta-Bangka-Belitung, Batam-Bangka-Belitung-Palembang serta mengupayakan percepatan realisasi belitung sebagai etalase kelautan dan merintis konsep pengembangan Zona Karimata (Karimata Growth Zone).

Iklim dan Topografi Kepulauan Babel memiliki iklim tropis yang dipengaruhi angin musim yang mengalami bulan basah selama tujuh bulan sepanjang tahun dan bulan kering selama lima bulan terus menerus. Keadaan alam Provinsi Kepulauan Babel sebagian besar merupakan dataran rendah, lembah dan sebagian 80

kecil pegunungan dan perbukitan. Ketinggian dataran rendah rata-rata 50 mdpl dan ketinggian daerah pegunungan antara lain untuk gunung Maras mencapai 699 meter, Gunung Tajam Kaki ketinggiannya 500 mdpl. Sedangkan daerah perbukitan Bukit Menumbing tingginya 445 mdpl, dan Bukit Mangkol berketinggian 395 mdpl. 3.2.2 Letak Geografis Provinsi Kepulauan Babel terletak pada 10450 - 10930 BT dan 050- 410 LS, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Barat Selat Bangka; Sebelah Timur Selat Karimata; Sebelah Utara Laut Natuna dan; Sebelah Selatan Laut Jawa. Wilayah Provinsi Babel terbagi menjadi wilayah daratan dan wilayah laut,luas total mencapai 81.725,14 km2, luas daratan 16.424,14 km2 (20,10%) dari total wilayah, serta luas laut 65.301 km2 (79,90%) dari total luas wilayah. Wilayah Administrasi dan Geografi Provinsi Bangka Belitung Kab/Kota
Bangka Bangka Barat Bangka Tengah Bangka Selatan Belitung Belitung Timur Pangkalpinang Total

Luas Wilayah (Km2)


2.950,88 2.820,61 2.155,77 3.607,08 2.293,69 2.506,91 89,40 16.424,14

Jumlah Penduduk
256.224 152.296 138.261 153.874 134.819 88.633 150.668 1.074.775

Kecamatan
8 5 4 5 5 4 5 36

Jumlah Desa
60 53 39 45 40 30 0 267

Kelurahan
9 4 1 3 2 0 35 54

81

3.2.3

Wilayah Pembangunan Pembangunan Provinsi Babel berdasarkan pada tujuan Pembangun-

an nasional melalui pendekatan konsep pembangunan daerah. Adapun konsentrasi pembangunan ditinjau menurut kabupaten/kota sebagai berikut. 1) Kabupaten Bangka dengan ibukota Sungailiat, berkonsentrasi pada pembangunan dan pengembangan di bidang perdagangan dan jasa, industri, pariwisata, perkebunan dan pertambangan; 2) Kabupaten Bangka Barat dengan ibukota Muntok, berkonsentrasi pada pembangunan di sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, industri pengolahan dan perdagangan; 3) Kabupaten Bangka Tengah dengan ibukota Koba yang berkonsentrasi pada pembangunan sektor perkebunan dan pertambangan; 4) Kabupaten Bangka Selatan dengan ibukota Toboali berkonsentrasi pada pengembangan di sektor pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan laut serta perdagangan; 5) Kabupaten Belitung dengan ibukota Tanjungpandan merupakan wilayah pengembangan sektor perdagangan dan jasa, pertanian, pariwisata, industri pengolahan dan perikanan laut; 6) Kabupaten Belitung Timur dengan ibukota Manggar merupakan wilayah pengembangan sektor industri pengolahan, pertanian dan perkebunan, perikanan laut serta sektor pertambangan; 7) Kota Pangkalpinang merupakan ibukota provinsi dan merupakan wilayah pengembangan sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa serta pariwisata.

82

3.2.4

Kependudukan Jumlah penduduk Provinsi Babel pada tahun 2006 adalah 1.074.775

jiwa (Hasil Sensus 2006) menunjukkan peningkatan 1,19% dari tahun 2000 sebesar 899.095 jiwa (Hasil Sensus 2000). Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Babel menurut kabupaten/kota pada periode tahun 1990/2000, pertumbuhan tertinggi di Kabupaten Bangka sebesar 1,06%, Kota Pangkalpinang 1,03%, dan Kabupaten Belitung 0,59%. Tingkat kepadatan penduduk Provinsi Babel sebesar 64 orang per km2. Tingkat kepadatan menurut kabupaten/kota, Kota Pangkalpinang memiliki tingkat tertinggi yaitu 1.683 orang per km2, sementara Kabupaten Belitung Timur memiliki tingkat kepadatan terendah yaitu 35 orang per km2.

Jumlah Penduduk di Provinsi Bangka Belitung


Penduduk Kab/Kota Bangka Bangka Barat Bangka Tengah Rumah Tangga Laki-laki 62.832 38.944 33.216 134.081 80.219 71.410 Perempuan 122.143 72.077 66.851 256.224 152.296 138.261 Jumlah

83

Penduduk Kab/Kota Bangka Selatan Belitung Belitung Timur Pangkalpinang Rumah Tangga Laki-laki 36.320 34.832 22.896 35.872 79.902 68.816 45.115 77.226 Perempuan 73.972 66.003 42.518 73.442 153.874 134.819 88.633 150.668 Jumlah

JUMLAH
Sumber

264.912

557.769

517.006

1.074.775

: Bangka Belitung Dalam Angka 2007

3.2.5 Tenaga Kerja Menurut data tahun 2006 jumlah penduduk Kepulauan Babel dengan usia 15 tahun atau yang termasuk Penduduk Usia Kerja (PUK) sebanyak 751.386 jiwa (69.91%). Sebesar 62.37% dari PUK termasuk dalam penduduk angkatan kerja (bekerja dan/atau mencari kerja) dan selebihnya (37.63%) adalah penduduk bukan angkatan kerja (sekolah, mengurus rumah tangga, lainnya). Penduduk usia kerja dilihat dari sektor lapangan pekerjaan, bahwa 28.80% penduduk usia kerja yang bekerja di sektor pertanian, 30.60% di sektor pertambangan dan sektor perdagangan 16.10%. 3.2.6 Sosial Budaya Penduduk Babel pada awalnya merupakan suku laut, namun dalam

perjalanan sejarah panjang telah membentuk proses kulturisasi dan akulturasi. Suku laut sendiri berasal dari berbagai pulau, seperti dari Belitung berlayar dan menghuni pantai-pantai di Malaka. Sementara mereka yang sudah berasimilasi menyebar ke seluruh Tanah Semenanjung dan pulaupulau di Riau. Kemudian kembali dan menghuni Pulau Babel. Sedangkan mereka yang tinggal di Riau Kepulauan berlayar ke Bangka. Kemudian datang kelompok orang Laut dari Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Pada gelombang berikutnya, mulai dikenal adanya Suku Bugis, mereka datang dan menetap di Bangka, Belitung dan Riau. Lalu datang pula orang dari Johor, Siantan yang Melayu, campuran Melayu-Cina, dan juga asli Cina, berbaur dalam proses akulturasi dan kulturisasi. Kemudian masuk pula suku Minang84

kabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh dan suku lain yang sudah lebih dulu melebur. Sehingga menjadi suatu generasi Orang Melayu Bangka Belitung. Bahasa yang dominan digunakan di Provinsi Babel adalah bahasa Melayu yang juga disebut sebagai bahasa daerah. Namun seiring dengan keanekaragaman suku bangsa, bahasa lain yang digunakan antara lain bahasa Mandarin dan bahasa Jawa. Penduduk Kepulauan Babel merupakan masyarakat yang agamis dan menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama. Dilihat dari agama yang dianut, penganut/pemeluk agama Islam menempati persentase tertinggi (86.91%), agama Budha (7.83%), agama Kristen Protestan (2.70%), agama Katolik (2.45%), dan agama Hindu (0.11%). Sementara jumlah peribadatan, yakni Masjid, Mushola dan Langgar 1.258 buah, Gereja Protestan 87 buah, Gereja Katholik 30 buah, Vihara 48 buah, dan Centiya 11 buah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian di suatu wilayah untuk periode tertentu dalam satu tahun. Tahun 2006, PDRB atas dasar harga berlaku di Provinsi Babel, migas sebesar Rp. 15.856.661 juta sementara PDRB tanpa migas Rp. 15.302.737 juta. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya menunjukkan peningkatan dimana pada tahun 2005 PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas adalah Rp. 14.189.082 juta dan PDRB tanpa migas Rp. 13.566.837 juta. Demikian juga, PDRB atas dasar harga konstan 2000 baik dengan migas maupun tanpa migas menunjukkan peningkatan. 3.2.8 Pertumbuhan Ekonomi Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator penting untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Babel dengan migas pada tahun 2006 sebesar 3,48%, dan pertumbuhan ekonomi tanpa migas adalah sekitar 4,54%. Nilai PDRB atas 85

dasar harga konstan 2000 pada tahun 2005 dengan migas adalah Rp. 8.706.800 juta, untuk tahun 2006 meningkat menjadi Rp. 9.009.891 juta, sementara tanpa migas Rp. 8.769.569 juta. Struktur Ekonomi Perekonomian di Provinsi Babel tahun 2006 ditopang oleh sektor primer dan sektor sekunder. Sektor primer meliputi sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian yang mempunyai kontribusi cukup besar masing-masing sebesar 18,69%, dan 21,32%..Sedangkan pada sektor sekunder yaitu sektor industri memberikan kontribusi terbesar pada PDRB Provinsi Kepulauan Babel sebesar 22,37%, dan sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan masing-masing memberikan kontribusi sebesar 0,68% dan 5,45%. Untuk sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, lembaga keuangan dan jasa-jasa mempunyai kontribusi sebesar 31,49%. PDRB per Kapita PDRB per kapita merupakan salah satu ukuran indikator kesejahteraan penduduk dan sering digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu wilayah. Pada tahun 200, PDRB perkapita penduduk berdasarkan harga berlaku di wilayah ini sebesar Rp. 17.895.016,56 sedangkan tahun 2008 naik menjadi Rp. 21.720.598. Infrastruktur dan Fasilitas Jasa Publik Infrastruktur penunjang kegiatan perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara umum cukup memadai antara lain telah tersedianya pasar dan pusat-pusat perbelanjaan/pertokoan. Pasar terbagi atas atas pasar besar dan pasar kecil (tradisional). Sarana telekomunikasi memegang peranan penting dalam mendorong percepatan arus informasi. Pelayanan telekomunikasi di provinsi Babel meliputi pengiriman surat, kargo, telepon, dan facsimile. Ada 3 provider seluler yaitu Telkomsel, Excelcomindo, Indosat. Sistem kelistrikan yang dimiliki terdiri dari dua sistem yaitu sistem dari PT. PLN, PT. Timah, Tbk, dan PT. Koba Tin. Sistem kelistrikan PT. PLN (persero) di wilayah usaha Babel antara lain : sistem Bangka memiliki 6 86

(enam) pusat PLTD milik sendiri dan beberapa pembangkit dengan sistem sewa, sementara Belitung memiliki 2 (dua) pusat PLTD. Transportasi darat merupakan salah satu faktor penting dalam memperlancar kegiatan perekonomian. Dari 3.193,36 km panjang jalan di Kepulauan Babel, 16,62% jalan negara, 16,26% jalan provinsi dan 67,12% jalan kabupaten. Aksesiblitas laut menjadi transportasi yang strategis bagi Babel sebagai provinsi kepulauan untuk berinteraksi dengan provinsi lain. Fasilitas pelabuhan sebanyak 8 (delapan) buah, terdiri atas 3 (tiga) pelabuhan khusus barang dan 5 (lima) pelabuhan penumpang. Enam dari delapan pelabuhan tersebut berada di Pulau Bangka dan sisanya di Pulau Belitung. Transportasi air yang bergerak di Kepulauan Babel, yakni perusahaan PELNI dan perusahaan swasta. Jalur pelayaran dari Provinsi Babel tujuan, Jakarta, Palembang, Tanjung Pinang, Surabaya, dan Pontianak. Transportasi udara merupakan sarana transportasi alternatif selain transportasi darat dan air. Di Babel ada 2 (dua) pelabuhan udara yaitu bandara Depati Amir di Pulau Bangka dan HAS. Hanandjoeddin di Pulau Belitung. Umumnya maskapai penerbangan yang beroperasi seperti, Sriwijaya Air, Batavia Air, Lion Air, Adam Air Kartika Air dan Riau Air Lines. Fasilitas Jasa Publik Pendidikan Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi penyediaan sumber daya manusia, tersedia sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang tersebar di 6 (enam) kabupaten dan 1 (satu) kota baik pendidikan formal maupun non formal terdiri atas: 166 Taman kanak-kanak, 779 Sekolah Dasar, 30 Madrasah Ibtidaiyah, 147 SMP, 42 Madrasah Tsanawiyah, 60 SMU, 39 SMK, 22 Madrasah Aliyah, 49 pesantren dan 11 perguruan tinggi. Tersedia juga balai latihan kerja (BLK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di bidang industri dan tersedia pula sarana pendidikan untuk menunjang tenaga terampil di bidang pelayanan kesehatan. Rumah Sakit

87

Fasilitas dan kualitas pelayanan kesehatan yang baik menjadi tuntutan utama dalam menjaga kesehatan masyarakat. Provinsi Babel memiliki rumah sakit sebanyak 12 unit terbagi menjadi 7 rumah sakit umum pemerintah, 4 rumah sakit umum swasta dan 1 rumah sakit jiwa. Untuk puskesmas sebanyak 192 unit terbagi dalam puskesmas 48 unit dan puskesmas pembantu 163 unit. Dari fasilitas kesehatan tersebut terdapat tenaga medis yang terdiri dari 205 dokter umum, 37 dokter ahli, 46 dokter gigi, 1.172 orang tenaga kesehatan dan 392 orang bidan. Sarana penunjang kesehatan seperti apotek dan pedagang besar farmasi di provinsi ini sebanyak 49 apotek dan 6 pedagang besar. Bank Untuk menunjang pelayanan transaksi keuangan bagi masyarakat dan dunia usaha tersedia fasilitas perbankan baik swasta maupun pemerintah. Selain perbankan juga terdapat kantor penyedia jasa asuransi baik milik pemerintah dan swasta. b. 1) Potensi Investasi Sektor Perikanan & Kelautan Sektor perikanan di Provinsi Babel didominasi oleh perikanan laut

karena lokasi daerah ini secara geografis dikelilingi oleh lautan dan selat. Selain sumber daya laut, daerah ini juga memiliki potensi untuk budidaya air tawar dan payau. Potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kepulauan Babel yang memiliki luas 65.301 km2 sebesar 400ribu ton/ tahun dengan nilai ekonomis Rp. 2.Triliun lebih. Jumlah produksi untuk tahun 2006 adalah 122.841,6 ton (24,59% dari potensi produksi) dengan nilai produksi Rp. 1 triliun lebih (49,47% dari potensi nilai ekonomis). Jenis ikan dominan antara lain: Tenggiri, Tongkol, Kembung, Layang, Selar, Tembang, Kakap, Kerapu, Bawal Hitam, Bawal Putih, Kerisi, Ekor Kuning, Udang Windu, dan Udang Putih. Di samping potensi sumber daya perikanan tangkap tersebut, Kepulauan Babel yang memiliki panjang pantai 1.200 km dan 251 buah pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang sesuai untuk usaha budidaya laut seperti ikan Kerapu, Teripang, Rumput laut dan kerang-kerangan. Luas areal 88

untuk budidaya laut seluas 120.000 Ha dengan potensi produksi 1.200.000 ton. Pada tahun 2006 produksi budidaya laut hanya sebesar 17,78 ton (0.07% dari potensi produksi). Selain sumberdaya perikanan laut Kepulauan Babel memiliki potensi lahan budidaya air payau (tambak) dan air tawar (kolong). Dengan panjang pantai 1.200 km potensi lahan untuk budidaya tambak mencapai 250.000 Ha dengan potensi produksi 100.000 ton. Pada tahun 2006 produksi budidaya air payau hanya sebesar 153.55 ton (0.07% dari potensi produksi). Untuk budaya perikanan air tawar, potensi lahan yang dimiliki mencapai 1.602 Ha yang terdiri dari dari perairan kolong, sungai dan kolam dengan potensi produksi 16.000 ton. Pada tahun 2006 produksi budidaya air tawar hanya sebesar 751.24 ton (0.07% dari potensi produksi). Sektor Pertanian & Kehutanan Potensi lahan Kepulauan Babel masih berpeluang besar pengembangan kawasan pertanian. Sebagai contoh terdapat lahan yang tidak diusahakan sebesar 6% dari potensi yang ada, dan ada lahan lainnya yang juga belum dimanfaatkan sebesar 23%. Artinya upaya pengembangan pembangunan pertanian masih sangat dimungkinkan melalui perluasan areal tanam. Subsektor Tanaman Pangan dan Holtikultura Pengembangan pertanian pada subsektor tanaman pangan dan holtikultura diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Ketersediaan pangan di Kepulauan Babel saat ini hanya bisa mencukupi 9,36% dari kebutuhan pangan yang ada, selebihnya masih dipasok dari luar. Padahal potensi lahan yang ada bisa untuk meningkatkan ketersediaan pangan yang ada. Untuk itu upaya yang dilakukan sebagai tindakan preventif adalah dengan perluasan areal tanam dan intensifikasi lahan, akselerasi terhadap penyediaan pangan di Kepulauan Babel dengan penggunaan paket teknologi dan penanganan pasca panen. Begitu pula dengan subsektor holtikultura pencapaian pembangunannya diarahkan kepada pengembangan kawasan dengan memfokuskan kepada pengelolaan komoditi spesifik lokasi seperti pengembangan kawasan buah Manggis di Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka, pengembangan kawasan buah durian di Kabupaten 89

Bangka Barat, kawasan buah jeruk di Kabupaten Bangka Selatan dan Bangka Tengah. Subsektor Perkebunan Kontribusi PDRB terbesar ketiga Kepulauan Babel disumbangkan Sektor Pertanian dan Kehutanan 18,69% (data 2006) setelah sektor industri pengolahan 22,37% dan sektor pertambangan dan penggalian 21,32%. Hal ini juga diikuti dengan perkembangan volume ekspor Belitung tahun 2005 yang menempatkan sektor pertanian dan kehutanan khususnya komoditi Lada dan Karet pada urutan kedua perkembangan ekspor setelah Timah. Lada Putih (Muntok White Pepper) yang merupakan komoditi unggulan perkebunan sudah terkenal di pasaran dunia dengan cakupan produksi sebanyak 20.00035.000 ton/tahun, begitu pula dengan perkembangan perkebunan Kelapa sawit dengan luas 136.400 Ha memiliki keunggulan komparatif bagi perkembangan pembangunan pertanian di Kepulauan Babel. Dalam perkembangannya, subsektor perkebunan menetapkan fokus pengembangan kepada tiga komoditi utama yaitu Lada, Karet, dan Kelapa Sawit. Subsektor Pertanian Sektor peternakan juga mendapat perhatian khusus karena kebutuhan daging hingga saat ini masih dipasok dari luar daerah. Oleh karena itu, Dinas Pertanian dan Kehutanan melakukan program utama pengembangan subsektor peternakan untuk memenuhi kecukupan daging. Upaya yang dilakukan dengan meningkatkan populasi ternak dan pembibitan sapi melalui pola penggemukan sapi. Pada subsektor peternakan juga memfokuskan pengembangan peternakan pada dua fokus utama ternak yaitu Sapi Potong dan Ayam Buras.

Visit Babel

90

Dasa Bhakti Era EMAS sebagai Misi Daerah Untuk mengoperasionalisasi visi ke 5 substansi tersebut maka disusun misi pembangunan daerah yang hendak dicapai pada periode tahun 2007-2012, terdiri dari 10 tujuan yang disebut Dasa Bhakti Era EMAS, yaitu :
1)

Menciptakan Iklim Kondusif dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Meningkatkan kualitas Pendidikan masyarakat. Meningkatkan kualitas Kesehatan masyarakat. Meningkatkan penciptaan Lapangan Kerja sekaligus mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan, jembatan, dermaga, bandara, Rumah Sakit, Permukiman, Listrik dan Perbankan. Meningkatkan kapasitas Aparatur Pemda untuk menciptakan Good Governance yang berbasis e-government. Meningkatkan produksi dan produktifitas sektor-sektor unggulan daerah: Kelautan, Pertambangan dan Energi, Perindustrian dan Perdagangan, serta Perbankan dan Penanaman Modal.

2) 3) 4)

5) 6)

7)

8)

9)

Menciptakan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (Clean dan Clear Government).

10) Melaksanakan proyek-proyek pembangunan yang strategis baik sebagai

kontinuitas dari proyek-proyek yang telah didesain maupun proyekproyek strategis yang baru seperti :
a) b) c) d) e)

Membangun Bandara Depati Amir sebagai bandara internasional Membangun Route Penerbangan dari LN langsung ke Babel Membangun dermaga laut internasional di Pulau Belitung Membangun kawasan ekonomi khusus (KEK) Membangun Kota Baru Air Anyir yang didesain sebagai sebuah kota modern Membangun rumah sakit umum daerah (RSUD) provinsi Kelas B Melaksanakan event-event Nasional dan Internasional

f) g)

91

h)

Melanjutkan pembangunan jalan lingkar Bangka dan Trans Bangka Selatan Mengalir dari Dasa Bhakti Era EMAS tersebut maka dirancang salah

satu agenda Nasional yang akan dilaksanakan di Kepulauan Babel yaitu : Visit Bangka Belitung Archipelagic yang disingkat Visit Babel Archi 2010 adalah salah satu program unggulan berbasis pada sektor Pariwisata yang didukung oleh kekuatan sektor-sektor pembangunan lainnya secara terpadu, terarah dan berkesinambungan, sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal dalam rangka menerima kunjungan wisatawan baik domestik terlebih mancanegara ke Kepulauan Babel. Diharapkan dengan adanya upaya tersebut akan memicu dan memacu pembangunan sektor pariwisata berkeunggulan kompetitif pada tataran regional dan global. Sebagai out come yang diharapkan adalah sektor Pariwisata dapat memberikan kontribusi yang cukup besar pada percepatan pertumbuhan ekonomi daerah/nasional, terciptanyan lapangan kerja dan lapangan berusaha, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui 3-Pro (Pro-Growth, Pro-Job dan Pro-Poor) Obyek Kunjungan Andalan Objek wisata yang ada di Kepulauan Babel, antara lain : Wisata Bahari Pantai Tanjung Pesona

Pantai ini terletak di Desa Rambak, Kecamatan Sungailiat. Berjarak 9 km dari kota Sungailiat. Pantai ini berada ditengah antara pantai Teluk Uber 92

dan pantai Tikus. Pantai ini memiliki panorama laut lepas, diatas tanjung bebatuan yang besar. Pantai ini telah dilengkapi fasilitas wisata, dengan klasifikasi hotel berbintang tiga.Pantai Tanjung Pesona. Pantai Parai Tenggiri Wisata Bahari Kabupaten Bangka

Pada awalnya, masyarakat sungailiat menyebut pantai ini sebagai pantai Hakok, kemudian sebagai pantai Tenggiri. Pantai Parai Tenggiri merupakan pantai paling indah dideretan pantai timur Pulau Bangka. Sejak masih disebut Hakok, pantai ini merupakan kawasan yang paling digemari untuk dikunjungi oleh masyarakat setempat. Bebatuan yang banyak terdapat di pantai ini, seperti dekorasi alam yang memesona. Pantai ini memiliki sebauh resort dengan hotel bintang 4 yakni Parai beach resort, dan merupakan satusatunya kawasan tujuan wisata pantai bertaraf internasional yang patut dibanggakan dipulau bangka. Hampir semua fasilitas tersedia, mulai dari akomodasi, restauran, bar and grill, caf, kolam renang, bahkan sport and leisure.

93

Di ujung kiri pantai, terdapat sebuah gugusan bebatuan yang di tata dengan apik dan di namakan Rock Island. Pada malam hari, pengunjung dapat bersantai sambil menikmati hidangan lezat dan minuman bar, sambil mendengarkan deburan ombak yang menerpa bebatuan tanpa henti. Akses menuju ke sana melalui sebuah jembatan dengan penerangan lampu di sepanjang tepi kanan dan kirinya. Pengunjung dapat berjalan kaki menuju ke Rock Island sambil menikmati pemandangan laut dan riakan ombak. Pantai Matras Wisata Bahari - Kabupaten Bangka

94

Pantai Matras yang terletak di Desa Sinar Baru dan berjarak tempuh lebih kurang 20 km dari kota Sungailiat ke arah utara, mempunyai akses yang sangat mudah karena terdapat fasilitas jalan aspal yang mulus dan lebar. Semua jenis kendaraan dapat memasuki pantai hingga ke bibir pantai yang berpasir putih dan landai sepanjang 5 km dari ujung selatan hingga semenanjung di ujung utara. Pantai ini dilatar belakangi pepohonan kelapa dan aliran sungai alami, hingga sering disebut sebagai Pantai Surga. Pantai Tikus Wisata Bahari Kabupaten Bangka

Pantai tikus terletak di Desa Rebo Kelurahan Kenanga, Kecamatan Sungailiat. Pantai ini masih alami, cukup menarik untuk dikunjungi. Bentuk pantainya yang cekung, berpasir putih nan halus, yang sangat memikat wisatawan untuk datang berkunjung lagi.

95

Pantai Pasir Padi Wisata Bahari - Kota Pangkalpinang

Pantai Pasir Padi berjarak 7 Km dari Pangkalpinang ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pantai Pasir Padi ini merupakan satu-satunya kawasan wisata paling ramai yang dikunjungi masyarakat kota Pangkalpinang. Pantai Pasir Padi memiliki karakteristik pantai berpasir putih dengan laut biru tenang. di pantai ini sinar pagi sang surya memancar indah setiap hari, sehingga banyak wisatawan baik dari daerah sekitar, dari berbagai daerah diluar pulau Bangka, bahkan dari mancanegara, mengunjungi pantai pasir padi. Keunikan Pantai Pasir Padi yang memiliki garis pantai sepanjang 100 hingga 300 m adalah ombak yang tenang dan kontur pasir yang padat, putih dan halus. Oleh sebab itu, pantai ini nyaman untuk pejalan kaki bahkan dapat di lalui oleh kendaraan bermotor roda empat maupun roda dua. Pantai yang mempunyai pemandangan alam yang sangat indah ini berada tidak jauh dari Pulau Punan, yang dapat dikunjungi dengan berjalan kaki ketika air laut surut. Selain itu, juga terdapat Pulau Semujur dan Pulau Panjang yang berada sekitar 2,5 Km di perairan Pasir Padi. Pantai kunjungan wisata yang paling digemari oleh semua tingkat usia ini sangat nyaman untuk mandi atau berjemur, karena kehangatan air lautnya, dan ketenangan ombaknya. Banyak kelompok pengunjung yang sengaja datang untuk bermain bola kaki di pantai. Bagi pemuda yang mempunyai 96

sifat dinamis pantai ini merupakan surga untuk mengadu ketangkasan dan kecepatan bersepeda motor. Bahkan Ikatan Motor Indonesia (IMI) sering menggelar balapan sepeda motor, sebagai penyaluran jiwa dinamis anakanak muda penggemar kebut-kebutan di jalan raya. Menjelang senja banyak pengunjung datang sekedar untuk menikmati udara sore dan menyaksikan kemeriahan Pantai Pasir Padi. Pantai Pasir Padi sering menjadi tempat penyelenggara acara keagamaan seperti pechun dan acara-acara lainnya. Untuk menunjang sektor pariwisata Pantai Pasir Padi, sejumlah akomodasi yang berupa hotel berbintang, dengan fasilitas lengkap, seperti restoran, dan ruang konferensi, pameran dan lain-lain, tersedia. Selain itu warung-warung tradisional yang menyajikan berbagai hidangan laut menambah variasi akomodasi pantai itu. Pantai Tanjung Pendam

Pantai Tanjung Pendam berada di pusat kota Tanjungpandan. Menjelang senja kita dapat menyaksikan pemandangan yang menakjubkan saat matahari kembali keperaduannya, dimana terlihat sinarnya yang beraneka ragam. dibagian depan pantai ini terdapat pulau Kalamoa. Pantai ini sudah dikemas oleh PEMDA setempat sedemikian rupa sehingga menjadi taman tepi pantai yang nyaman bagi warga kota. Bagi pengunjung dari kota Tanjungpandan, maupun pengunjung dari luar pulau Belitung, tidak ada pantai terdekat yang seindah, karena pantai Tanjung Pendam menyajikan 97

panorama yang spektakuler dengan sunset-nya. Panorama paling indah terjadi ketika sang surya turun berlahan ke dalam laut, dengan latar depan sebuah kapal keruk yang terus beroperasi, tanpa terdengar suara, kecuali hingar bingar musik dari kios di ujung kiri pantai ini. Ditambah lagi dengan adanya bangkai perahu kandas dilaut, dengan latar depan pohon-pohon cemara, semua ini memperindah panorama. Pantai Tanjung Tinggi

Pantai Tanjung Tinggi adalah pantai yang di apit oleh dua semenanjung. Pantai Tanjung Tinggi, yang berjarak lebih kurang 2 Km dari Pantai Tanjung Kelayang, merupakan sebuah pantai yang dapat melahirkan "misteri". Pengunjung seolah-olah berada dikawasan yang penuh dengan khayalan. Pantai ini berbentuk teluk kecil sepanjang lebih kurang 100 m, berpasir putih bersih dengan tebaran bebatuan granit yang tersusun indah. Di ujung bagian timur, terdapat tumpukan bebatuan yang salah satu celahnya membentuk sebuah "lorong" yang dapat dilalui. Udara di lorong batu itu sangat sejuk, serasa diruang berpendingin-udara. Di seberang pantai ini juga telah dibangun "The Villa Lor in Tanjung Tinggi" dengan fasilitas yang lengkap yang merupakan cikal bakal resort terbesar di Kepulauan Bangka Belitung.

98

Terumbu Karang Batu Malang Kabupaten Belitung

Kampung Nelayan Tanjung Binga Desa Nelayan Tanjung Binga terletak di pesisir pantai yang menghadap ke pulau Lengkuas. Masih berada di Kecamatan Sijuk, Desa Nelayan Tanjung Binga berjarak + 20 km dari Tanjungpandan. Pantai Tanjung Binga dengan kehidupan nelayan pesisir yang sangat kental merupakan daya tarik utama, daya tarik pendukung adalah keindahan alam bawah laut dan pantai-pantai lainnya yang ada di kawasan ini seperti Tanjung Tinggi, Tanjung Kelayang, Bukit Berahu dan pulau-pulau kecil disekitarnya, seperti pulau Burung dan pulau Lengkuas. Fasilitas akomodasi penyewaan perahu-perahu nelayan memudahkan wisatawan melakukan kegiatan menyelam atau melancong ke pulau-pulau kecil dilepas pantai. Pengembangan Kawasan Wisata Utama (KWU) Budaya pesisir di pantai Tanjung Binga, sesuai dengan sasaran pasar wisatawan lokal dan regional khususnya untuk kegiatan rekreasi pantai dan wisatawan minat khusus Budaya, baik wisman maupun Wisnus, termasuk wisman kapal pesiar. oleh karena itu pengembangannya perlu dibarengi dengan fasilitas pendukung yang memadai bagi wisatawan. Fasilitas akomodasi yang cukup tersedia di kawasan ini perlu ditingkakan kualitas dan pelayanannya dengan tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

99

Obyek sejarah yang ada di darat seperti tempat pembuangan Soekarno di Gunung Menumbing dan Wisma Ranggam Muntok, Tugu Perjuangan Pahlawan 12, Tugu Perjuangan Tanjung Berikat, Napak Tilas Perjuangan Depati Barin dan Depati Amir, serta di laut seperti kapal-kapal tenggelam yang berada di perairan Bangka Belitung. 1) Wisata Agama : Islam, Khatolik, Konghucu dan Budha Wisata Lingkungan Wisata Budaya/Adat :Perang Ketupat, Rebo Kasan, Mandi Belimau, dll Wisata Alam/Hutan : Air Panas Pemali dan di tempat-tempat lainnya, pendakian Gunung Maras. Wisata Kuliner : Berbagai jenis makanan. Wisata Kebun/Agro Tourism : Kebun sawit, Kebun Lada dan kebunkebun lainnya.

Event-event Kegiatan 1) Pekan Pameran Pembangunan dan Investasi 2) 3) 4) 5) 6) Pengadaan Kegiatan Seminar/Lokakarya Nasional Pasar Malam dan Hiburan Masyarakat Pentas Musik Kaula Muda Pentas Musik Jazz Pertemuan Bisnis dan Investasi

Sarana dan Prasarana yang harus disiapkan (1) Mempersiapkan obyek-obyek wisata andalan yang ada di seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
(2)

Infrastruktur jalan dan jembatan, terutama yang menghubungkan objekobjek wisata. Sistem transportasi dari bandara dan pelabuhan laut yang ada ke objek.objek wisata. Telah siap membangun hotel-hotel berbintang 3/4/5 sebanyak tiga buah dengan kapasitas kamar minimal 500 kamar didukung oleh

(3)

(4)

100

hotel/resort berbintang 1 atau 2 serta melati yang memiliki daya tampung lebih dari 500 kamar.
(5)

Jembatan Baturusa II dan III serta Jalan Lingkar Timur Bangka yang menghubungkan kota Pangkalpinang Sungailiat lewat pantai timur telah selesai.

(6)

Konsentrasi hotel-hotel tidak hanya di wilayah perkotaan tetapi juga di sepanjang pantai timur Bangka tersebut. Jalan Lingkar Kota Pangkalpinang sudah terbangun sehingga

(7)

memperpendek jarak dari Bandara ke objek-objek wisata dan hotelhotel serta menghindari traffic jam.
(8)

Rute pesawat terbang tidak hanya dari Jakarta-Pangkalpinang, Jakarta-Tanjung Pandan dan Palembang-Pangkalpinang-Tanjung Pandan, tetapi telah meluas dari Singapura-Pangkalpinang, SingapuraPangkalpinang-Jakarta, Singapura-Pangkalpinang-Denpasar, atau dari Kuala Lumpur-Pangkalpinang.

(9)

Mengusahakan penerbangan siang/sore hari untuk Jakarta-Tanjung Pandan. Kesenian dan budaya daerah terus digali dan dikembangkan sebagai bagian dari ciri khas atau identitas daerah yang bisa dijual sebagai tontonan menarik.

(10)

(11)

Sanggar-sanggar kesenian terus dibina dan diperkuat serta jadikan sebagai bagian dari profesi para seniman. Budaya daerah/nasional dikembangkan, acara-acara adat digali, dikembangkan dan dikemas sebagai objek-objek tontonan yang menarik dan berkesan.

(12)

(13)

Persiapan gedung-gedung kesenian dan budaya yang representatif perlu dibangun pada lokasi-lokasi yang strategis dan sesuaikan dengan tata ruang kabupaten/kota.

(14)

Promosi pariwisata terus digencarkan sejak dini dengan melibatkan seluruh komponen provinsi pemangku dan kepentingan baik pemerintah, pihak pemerintah pemerintah kabupaten/kota,

investor/swasta maupun masyarakat. 101

(15)

Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai leading sector Agenda Visit Babel Archi 2010 dengan melakukan Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Sinergi (KISS) dengan dinas-dinas lainnya di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sekaligus mengintensifkan KISS dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata di Jakarta secara rutin demikian juga melakukan upaya kemitraan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota secara terus menerus, serta mengikutsertakan lembaga-lembaga independen dan swadaya masyarakat, pelaku-pelaku bisnis, pengamat pariwisata/seni/budaya serta tokoh-tokoh masyarakat termasuk didalamnya tokoh-tokoh pemuda.

Persiapan Infrastruktur (1) Jalan Negara yang menghubungi ibu-ibu kota kabupaten dan kota dalam keadaan baik (beraspal hotmix/beton, lebar cukup atau minimal 7 m, saluran drainase baik, damija bersih dan pohon peneduh yang terpelihara). (2) Jalan-jalan provinsi yang menghubungkan ibu kota kabupaten dan kota serta yang menghubungkan kota-kota kecamatan/objek wisata dalam keadaan baik (beraspal hotmix/beton, lebar cukup atau minimal 6 m, saluran drainase baik, damija bersih dan pohon peneduh yang terpelihara). (3) Jalan-jalan Kabupaten/Kota yang menghubungkan kota kecamatan dan desa/dusun serta jalan yang menuju obyek-obyek wisata dalam keadaan baik (beraspal hotmix/lapen, dengan lebar minimal 4,5 m, saluran drainase baik, damija bersih dan pohon peneduh yang terpelihara). (4) Jembatan-jembatan yang ada di lintas jalan negara, provinsi dan kabupaten/kota harus dibangun dari konstruksi beton atau konstruksi baja dengan lebar menyesuai dengan lebar jalan. (5) Jalan Lingkar Timur Bangka yang menghubungkan kota Pangkalpinang dengan Sungailiat selesai dibangun secara bertahap sampai tahun 102

2010 sepanjang 20 lebih km dengan konstruksi sol semen dan hotmix, lebar 1x7 m (Pangkalpinang-Sungailiat). (6) Jembatan Baturusa II secara simultan di bangun di dekat muara Sungai Baturusa berdekatan dengan TPI yang ada dengan panjang bentangan 700 m dan lebar 7 m dilengkapi dengan jalur pejalan kaki di sebelah kiri dan kanan jembatan masing-masing selebar 1,5 m dengan desain secara khusus yaitu dengan estetika/rangka bangun yang menarik serta ketinggian dari permukaan air sungai sedemikian rupa sehingga keberadaan jembatan ini tidak akan mengganggu lalu lintas kapal laut. (7) Bersamaan dengan itu pula direncanakan Jembatan Baturusa III untuk menghubungkan wilayah Air Anyer dengan Desa Selindung dan kemudian jalan pendekat menuju jalan Lingkar Kota Pangkalpinang. (8) Jalan Lingkar kota Pangkalpinang harus segera diselesaikan sebelum tahun 2010 karena diperkirakan pada saat ini volume dan frekuensi kendaraan yang berada di Pangkalpinang sudah cukup banyak, mengingat pelebaran jalan di dalam kota saat ini sangat sulit dan menghadapi banyak tantangan dari masyarakat yang terkena rencana penggusuran. (9) Jalan-jalan di dalam kota Kabupaten/kota harus sudah cukup baik (dalam arti kata kondisi jalan baik, lebar cukup, saluran drainase baik, damija bersih dan pohon peneduh serta jalur-jalur taman yang terpelihara (10) Saluran-saluran sungai yang melintasi kota-kota Kabupaten/Kota harus bersih dan terawat dengan baik, khusus untuk Sungai Rangkui di kota Pangkalpinang akan direncanakan secara khusus sehingga kondisi airnya mengalir dan bersih (tidak terdapat tumpukan sampah), indah dipandang serta dapat menjadi salah satu objek wisata kota. (11) Sepanjang pinggir Sungai Baturusa terutama disepanjang kawasan Pelabuhan Pangkalbalam sampai ke muara di bangun talud dan pada muara sungai tersebut sudah harus dimulai desain dan pembangunan breakwater.

103

(12) Disepanjang sungai Baturusa mulai dari rencana lokasi jembatan Baturusa III menyusuri bibir sungai di buat jalan setapak dengan lebar minimal 3 m, dilengkapi dengan jalur taman selebar minimal 10 m, dan jalan raya sejajar pantai tersebut sampai ke bagian muara sungai. (13) Memperlebar jalan-jalan Negara menjadi 2 jalur dengan lebar masingmasing 7 m dilengkapi dengan jalur pemisah selebar minimal 1 m, trotoar selebar 1,5 m dan saluran drainase dengan lebar dan dalam yang cukup di setiap ibu-ibu kota kabupaten, sebagaimana yang telah dibangun di Kota Sungailiat dilengkapi dengan jalur taman dan pohon peneduh. (14) Memelihara kebersihan dan lingkungan kota untuk mempertahankan status Kota Adipura Pangkalpinang, Sungailiat dan Tanjung Pandan serta tercipta lagi kota-kota adipura lainnya di 4 ibu kota kabupaten yang lainnya (Muntok, Manggar, Koba dan Toboali). (15) Penanaman pohon peneduh dan lampu-lampu taman didesain sedemikian rupa agar dapat menciptakan suasana yang asri baik pada siang hari maupun malam hari.
(16)

Pada tahun 2010 nanti diharapkan listrik diharapkan tidak menjadi masalah, telah terpasang power plant dengan total daya lebih dari 75 MW dalam keadaan baik.

(17)

Jaringan listrik telah terhubung baik oleh PLN sendiri maupun Pemerintah provinsi/Kabupaten bekerjasama dengan PLN sampai ke pelosok dusun, terutama ke kawasan wisata, hotel-hotel dan sarana pariwisata lainnya.

(18)

Disepanjang jalan di dalam kota, di desa dan di dusun sudah terpasang lampu-lampu jalan serta lampu-lampu hias yang menerangi tamantaman kota yang ada.

(19)

Tidak terjadi lagi pemadaman listrik baik pada siang hari maupun malam hari dengan alasan teknis apapun.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan tipe B sudah mulai dioperasikan dengan

104

kemampuan
(20)

dasar

untuk

memberikan

pelayanan

kepada

masyarakat pada umumnya. RSUD tersebut dilengkapi dengan ruang-ruang Emergency, WIP, dan Special Care (untuk penyakit malaria).
(21)

RSUD tersebut dilengkapi pula dengan ruangan Hyperbaric (pressure chamber) untuk mengakomodasi kemungkinan kecelakaan pada saat menyelam.

(22)

Kerjasama antara RSUD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan rumah-rumah sakit swasta yang ada di Jakarta maupun di Luar Negeri sangat diharapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima sekaligus sebagai daya tarik pariwisata.

(23)

Lokasi RSUD tersebut dicarikan pada suatu lokasi di tepi pantai dengan luas yang cukup dan mudah di capai dari kota Pangkalpinang dan kota-kota lainnya di Pulau Bangka. Lebih disenangi dekat dengan pelabuhan laut dan udara sehingga memudahkan untuk dicapai pasien-pasien yang berasal dari Pulau Belitung dan pulau-pulau sekitarnya.

(24)

Penyediaan air bersih perkotaan dan pedesaan serta di kawasan wisata merupakan persoalan yang urgen untuk dilaksanakan segera. Prioritas penanganan air bersih dengan menerapkan teknologi mutakhir diakomodasikan untuk daerah perkotaan dan kawasan pengembangan industri serta pariwisata. Dengan memanfaatkan sumber-sumber air berasal dari kolong kolong bekas penambangan timah yang ada disekitar kota-kota dan kawasan industri/pariwisata.

(25)

Drinkable water merupakan goal penyiapan air bersih pada masa depan yang secara bertahap diupayakan secara dini.Sedangkan air bersih di daerah pedesaan terus diupayakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan sekaligus untuk menggalakkan wisata desa seperti forest tourism dan agro tourism.

(26)

Pada tahun 2010 runway Bandara Depati Amir sudah selesai diperpanjang mencapai 2.500 m dengan lebar 45 m sehingga telah

105

dapat didarati oleh pesawat-pesawat berbadan lebar seperti Boeing 737-500, Air Bus dan tipe-tipe pesawat yang lainnya.
(27)

Pembangunan apron dan terminal baru yang lebih representatif yang dilengkapi dengan minimal 4 buah karbarata untuk melayani penumpang domestik dan mancanegara segera diselesaikan sebelum agenda Visit Babel Archi 2010 ini, dan terminal tersebut dilengkapi pula dengan mal dan hotel.

(28)

Bandara

Hannandjoedin

Tanjungpandan

juga

diperpanjang

dilebarkan sesuai dengan kebutuhan agar dapat di darati oleh pesawat-pesawat yang lebih besar.
(29)

Bandara-bandara perintis mulai didesain terutama untuk kota Toboali dan Manggar. Persiapan pelabuhan-pelabuhan laut Pangkalbalam, Belinyu, Muntok, Sadai, Tanjungpandan, Manggar. Rute-rute pelayaran kapal-kapal cepat yang melayani penumpang perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya baik dari PalembangMuntok, Pangkalpinang-Tanjungpandan, Manggar-Ketapang,SadaiJakarta, Pangkalbalam-Jakarta dan Tanjungpandan-Jakarta, Pangkalpinang-Batam.

(30)

(31)

(32) (33)

Pelabuhan Belinyu disandari oleh kapal-kapal Pelni, Pelabuhan Jelitik Sungailiat dipersiapkan mampu untuk menampung kapal-kapal niaga sekaligus penumpang dengan kapasitas yang terbatas.

Dukungan Kabupaten/Kota Pemerintah Kabupaten dan Kota menyesuaikan perencanaan pembangunan pariwisatanya menjelang agenda visit BABEL 2008 sesuai dengan potensi dan kemampuan dana masing-masing. Adanya kerja sama yang baik dengan membangun KISS yang harmonis antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan KabupatenKabupaten / Kota serta antar Kabupaten/Kota untuk meningkatkan 106

kemampuan dan kinerja daerah guna menyongsong agenda visit Babel Archi-2010 tersebut. Dukungan Politik Dukungan politik diharapkan dari DPR/DPD RI, Pemerintah Pusat, DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kabupaten/Kota dilingkup Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Para Elite Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat, Para Ulama, Seniman dan Budayawan, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Para Pemerhati Pariwisata/lingkungan, Instansi Vertikal dan Para Investor/Swasta. Dukungan Pendanaan Pendanaan bersumber dari Dana APBN, APBD, BUMN/BUMD dan Swasta. Dana APBN bersumber dari kementerian terkait seperti Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Perhubungan,Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, dan lainnya. Dukungan Lainnya Dukungan penuh dari pemerintah pusat dengan penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) untuk me mendidik semua stakeholder tentang peranan mereka masing-masing dalam konservasi (Drumm & Moore, 2005).

legitimate agenda ini sebagai agenda Nasional tahun 2010. Kehadiran Presiden RI/Wakil Presiden RI dalam upacara

pembukaan /penutupan agenda ini.

Kehadiran menteri-menteri Kabinet Indonesia Bersatu dalam eventevent yang digelar.

Dukungan dari menteri Luar Negeri bersama dengan Kantor-Kantor Perwakilan RI/Kedutaan Besar RI/Konsulat Jendral RI/Konsulat RI dalam kaitannya dengan memberikan bantuan guna mempermudah 107

dan melancarkan administratif serta hubungan kerjasama dengan pihak pemerintah/swasta di negara-negara yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan agenda ini.

Dari pihak swasta dalam dan Luar Negeri yang sifatnya tidak mengikat dan terutama ada bertendensi politik.

3.2

PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Rencana Pemekaran Kabupaten Pangandaran meskipun saat ini

masih dalam proses dan rencananya akan diresmikan pada tahun 2011, tentunya Kabupaten Ciamis yang merupakan induk dari Kabupaten Pangandaran harus mulai mempersiapkan langkah-langkah ke depan untuk melirik alternatif pendapatan daerah yang lain selain dari Pangandaran. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa Pangandaran merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari potensi wisata Kabupaten Ciamis yang terbesar disamping potensi-potensi daerah lainnya yang dimiliki oleh Kabupaten Ciamis. Tiap tahun Pangandaran dikunjungi sekitar 300.000 orang, dua persen di antaranya adalah wisatawan asing dan Pangandaran menyumbangkan sekitar Rp 1 miliar terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Ciamis. Dalam tiga tahun terakhir, PAD Pangandaran mencapai 3 persen per tahun. Tak mengherankan, kawasan ini menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang cukup diperhitungkan. Sumbangan PAD itu terancam hilang bila Kabupaten Pangandaran resmi berdiri. Kabupaten Ciamis selama ini memiliki beberapa obyek wisata unggulan, antara lain Pantai Pangandaran, Batu Hiu, Batu Karas, dan Cukang Taneuh (Green Canyon) di kawasan Pangandaran. Dua lainnya adalah Karangkamulyan, yaitu tempat peninggalan Kerajaan Galuh, dan Situ Lengong di Panjalu. Tentunya apabila Kabupaten Pangandaran nanti resmi berdiri, Kabupaten Ciamis hanya memiliki dua unggulan obyek wisata yaitu Karangkamulyan dan situ Lengkong Panjalu. Oleh karena itu, mau tidak mau pemerintah daerah Kabupaten Ciamis harus mengupayakan

108

obyek wisata alternatif lainnya yang ada di Kabupaten Ciamis pasca Kabupaten Pangandaran terbentuk. Selain dari sektor Pariwisata, Kabupaten Ciamis pasti akan kehilangan potensi hasil lautnya. Mengingat Pangandaran dan daerah di pesisir lainnya seperti Cimerak, Parigi, dan Cijulang merupakan daerah teritorial Kabupaten Ciamis yang berada di wilayah pantai. Otomatis pasca Kabupaten pangandaran terbentuk, Kabupaten Ciamis tidak akan memiliki wilayah pantai lagi. Tiap tahun diperkirakan tak kurang dari 1.560 ton ikan dengan nilai 18 Miliar diperoleh dari para Nelayan di Pangandaran. Wilayah Kab. Pangandaran yang meliputi sembilan puluh desa yang terdiri dari sepuluh kecamatan, yaitu Kecamatan Padaherang, Kecamatan Mangunjaya, Kecamatan. Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Parigi, Kecamatan Cigugur, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Cimerak, dan Kecamatan Langkaplancar merupakan kecamatan-kecamatan yang mempunyai potensi alam yang meyakinkan. Misalnya di Kecamatan Langkap Lancar, potensi hasil hutan yang dimiliki Kecamatan ini sangat melimpah dengan wilayahnya yang rata-rata pegunungan, dan juga kecamatan ini merupakan komoditas pertanian dan perkebunan, selanjutnya di Kecamatan Mangunjaya yang merupakan daerah lumbung padi, dan kecamatan-kecamatan lainnya yang mempunyai potensi hasil alam tersendiri sesuai dengan karakter daerahnya. Tentunya setelah Kabupaten Pangandaran terbentuk Ciamis tidak hanya kehilangan PAD dari sector pariwisata, pertanian, dan perikanan saja, akan tetapi dari sektor peternakan, budaya, dan sebagainya. Oleh karena itu hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis yaitu mempunyai suatu strategi yang jitu untuk mencari alternatif PAD yang lain yang dimiliki oleh Kabupaten Ciamis dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki oleh kabupaten Ciamis dan mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi penduduk. .Kawasan Pantai Pangandaran merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Ciamis dan Provinsi Jawa Barat. Bahkan, kawasan yang berada 109

di Pantai Selatan Jawa ini masuk dalam agenda kunjungan wisata Indonesia tahun 2009 Karena itu, pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata dan Budaya setempat, terus membenahi dan melengkapi berbagai fasilitas penunjang kawasan wisata Pantai Pangandaran. Pengunjung dapat menikmati panorama alam Pantai Pangandaran yang indah dan hamparan landai pasir putih pantainya yang memesona. Dua bukit yang mengapit Pantai Pangandaran membuat angin berhembus pelan dan riak ombak lautnya relatif kecil, sehingga pengunjung nyaman melakukan berbagai aktivitas, seperti berenang menggunakan ban, berperahu mengelilingi semenanjung, memancing, bersantai di pantai, atau sekadar mencerap keindahan alamnya dari pondok-pondok wisata yang banyak terdapat di kawasan tersebut. Selain itu, pengunjung dapat melihat terbit dan terbenamnya matahari dari tempat yang sama. Bagi pengunjung yang ingin menyelam, di kawasan ini terdapat taman laut dengan aneka fauna dan flora lautnya yang indah. Jalan di sekitar pantai ini sudah beraspal mulus, sehingga memudahkan pengunjung yang ingin mengelilingi kawasan tersebut dengan kendaraan bermotor atau sepeda. Bila malam tiba, pengunjung tetap akan merasa nyaman berada di Pantai Pangandaran, karena kawasan tersebut telah dilengkapi dengan lampu penerangan yang memadai. Setiap akhir pekan, biasanya digelar pertunjukan seni tradisional Jawa Barat. Selain itu, pada bulan-bulan tertentu digelar berbagai event, seperti hajat laut nelayan Pangandaran pada bulan Maret, nyiar lumar pada bulan Juni, festival layang-layang internasional (Pangandaran International Kite Festival) pada bulan Juli, karnaval perahu hias pada bulan Agustus, lomba memancing pada bulan September, wisata lintas alam dan off road pada bulan Oktober, dan pesta perayaan tahun baru pada bulan Desember.

Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran merupakan hutan sekunder tua yang berumur antara 50 60 tahun mendominasi kawasan TWA Pangandaran. Selebihnya adalah sisa-sisa hutan primer yang tidak 110

luas dan terpencar letaknya, serta sedikit hutan pantai. Pohon-pohon di hutan sekunder tua di dalam kawasan TWA Pangandaran memiliki ketinggian rata-rata antara 25 35 m, dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya Laban (Vitex pubescens). Ki segel (Dillenia excelsa) dan marong (Cratoxylon formosum), juga terdapat beberapa jenis Kondang pohon (Ficus tersebut jenis peninggalan hutan primer seperti Pohpohan (Buchania variegata), umumnya arborescens), dan ditandai Benda Pohon-pohon oleh (Disoxyllum

caulostachyllum).

tumbuhnya

tumbuhan liana dan epifit. Hutan pantai hanya terdapat di bagian timur dan barat kawasan. Ditumbuhi pohon formasi Barringtonia, seperti Butun (Barringtonia aseatica), Ketapang (Terminalia catappa), Nyamplung (Callophyllum inophyllum) dan Waru Laut (Hibiscus tiliaceus).

Dengan berbagai ragam floranya, kawasan taman wisata alam Pangandaran merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan satwa-satwa liar. Jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada kawasan ini antara lain : Tando ( Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), kalong (Pteropus campyrus), Banteng (Bos sondaicus), Rusa (Cervus timorensis), kancil (Tragulus javanica), dan landak (Hystrix javanica). Sedangkan jenis-jenis 111

burung yang dapat dijumpai antara lain burung Canghegar (gallus varius), Tlungtumpuk (Magalaema javensis), Cipeuw (Aegitina tiphia), Larwo (Copsychus malaharicus) dan jogjog (Pycnonotus plumosus). Jenis Amphibi yang dapat ditemui diantaranya adalah Katak pohon (Rhacopnorus leucomistak), Katak buduk (Bufo melanostictus), dan Bancet (Rana limnocharis). Sedangkan jenis Reptilia yang dapat ditemui diantaranya adalah Biawak (Dracopolon sp), tokek (Gecko gecko) dan beberapa jenis ular, antara lain Ular pucuk (Dryopsis prasinus). 3.2.1 Potensi Wisata Selain obyek wisata berupa hutan alam maupun tanaman, daya tarik yang lain adalah pantai pasir putih, goa alam dan peninggalan sejarah serta Batu Kalde. Berikut uraian dari masing-masing obyek wisata alam tersebut. a. Gua Keramat atau Gua Parat Menurut cerita gua ini dahulunya merupakan untuk bertapa dan bersemedi oleh beberapa Pangeran dari Mesir yaitu Pengeran Kesepuluh (Syech Ahmad), Pangeran Kanoman (Syech Muhammad), Pangeran Maja Agung dan Pangeran Raja Sumenda Pangeran Maja Agung mempunyai istri empat yang salah satu istrinya bernama Dewi Cimilar Putri Jin, mempunyai seorang Putri bernama Dewi Ranggasmara. Pangeran Batara Sumenda adalah kakak dari Pangeran Maja Agung. Pada suatu hari Pangeran Maja Agung memanggil kedua putranya Pangeran Ahmad dan Pangeran Muhammad untuk memberikan tugas untuk mengislamkan daerah Ciamis Selatan. Pangeran Maja Agung percaya bahwa kedua anaknya dapat menjalankan tugasnya karena mereka mempunyai kesaktian dari sepuluh jimat yang disebut Konco Kaliman. Adik tirinya yang bernama Dewi Ranggasmara pernah meracuni kedua kakaknya karena menginginkan jimat, akan tetapi perbuatannya segera diketahui. Sebagai pembalasannya kakaknya hendak memperkosa adiknya 112

tetapi hal itu tidak sempat dilakukan karena sempat diketahui oleh penakawannya. Pada hari yang telah ditentukan Pangeran Ahmad dan Muhammad pergi untuk menjalankan tugasnya akan tetapi Pangeran Maja Agung tidak mendapat berita tentang putranya. Kemudian mengutus kakaknya Pangeran Raja Sumenda untuk mencarinya. Pangeran Raja Sumenda pergi sendirian dari Mesir, beliau mendengar suara yang memberitahukan bahwa kedua keponakannya ada dalam sebuah gua. Setelah ketemu kemudian melapor kepada Raja Maja Agung, tidak lama kemudian beliau menyusul dan bersama-sama bersemedi di gua ini yang sekarang diberi nama Gua Keramat. Didalam gua ini terdapat dua kuburan yang bukan sebenarnya, hanya sebagai tanda saja bahwa ditempat inilah syech Ahmad dan Muhamad menghilang (tilem). b. Gua panggung

Menurut cerita yang berdiam di gua ini adalah Embah Jaga Lautan atau dibesutpula Kiai Pancing Benar. Beliau merupakan anak angkat dari Dewi Loro Kidul dan ibunya menugaskan untuk menjaga lautan di daerah Jawa Barat pada khususnya dan menjaga pantai Indonesia pada umumnya oleh karena itu beliau disebut Embah Jaga Lautan. Sebenarnya Embah Jaga Lautan ini berasal dari Mesir yang ditugaskan untuk menyiarkan agama Islam. Beliau mempunyai isteri 7 orang yang setiap malam beliau bergiliran menengok salah satu ketujuh isterinya. Ketujuh isterinya itu selalu bertengkar satu sama lain. Pada satu hari isterinya yang ketujuh tidak sempat ditengok karena beliau pergi memancing. Pancing yang digunakann tidak berbentuk melingkar akan tetapi lurus dan ikan yang didapatnya disebut ikan Topel karena ikan tersebut menempel pada pancingnya. Setelah beliau mempunyai ikan Topel tersebut ketujuh isterinya kemudian rukun bersama, maka oleh karena itu beliau disebut juga Kiai Pancing Benar dan sampai sekarang masih banyak orang yang menangkap ikan tersebut karena masih percaya akan khasiatnya. 113

Disebut Panggung karena didalam gua ini terdapat tempat seperti panggung yang dipakai untuk sembahyang para wali atau orang-orang yang akan naik haji ke Mekkah. c. Gua Lanang Menurut cerita gua ini dulunya merupakan Keraton yang pertama Kerajaan Galuh, sedangkan Keraton yang kedua terdapat di Karang Kamuyaan Ciamis. Raja Galuh ini laki-laki (Lanang) yang sedang berkelana. d. Batu Kalde atau Sapi Gumarang Ditempat ini menurut cerita tinggal seorang sakti yang dapat menjelma menjadi seekor sapi yang gagah berani dan sakti. Sapi Gumarang adalah nakhoda kapal, pada suatu hari Sapi Gumarang ini diutus untuk membeli padi kedaerah Galuh, akan tetapi tidak berhasil sebab Raja Galuh tidak mengijinkan berhubungan persediaan padi untuk daerah itu sendiri belum mencukupi. Nakhoda kapal sangat marah mendengar hal itu kemudian dia mengutus Sapi Gumarang untuk merusak seluruh Galuh dan sekitarnya. Sapi Gumarang dapat menjalankan tugasnya dengan baik terbukti seluruh padi baik yang berada di lumbung dan disawah terkena hama. Raja Galuh sangat terkejut dengan keadaan ini dan beliau yakinhal ini pasti dilakukan oleh utusan Nakhoda, kemudian beliau menyusun putra angkatnya Sulanjana untuk mencari Sapi Gumarang dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dan akan membantu Kerajaan Galuh apabila terserang hama. e. Rengganis Cerita ini berawal dengan adanya sebuah pemandian berupa sungai kepunyaan seorang Raja bernama Raja Mantri. Pada suatu hari Raja Mantri pergi melihat-lihat pemandiannya, kebetulan waktu itu Dewi Rengganis dan para Inangnya sedang mandi. Dewi Rengganis adalah putri dari kayangan, karena terdorong oleh 114

perasaan hatinya kemudian Raja Matri mengambil pakaian Dewi Rengganis. Alangkah terkejutnya sang Dewi karena pakaiannya sudah tidak ada pada tempatnya, Inangnya disuruh untuk mencarinya akan tetapi tidak berhasil. Karena kesalnya Dewi Rengganis kemudian berkata barang siapa menemukan bajunya maka akan dijadikan saudara bila perempuan dan bila laki-laki akan dijadikan suami. Semua perkataan Dewi terdengan oleh Raden Mantri kemudian dia keluar dari persembunyiannya. Untuk menepati janji, Dewi Rengganis bersedia menjadi istri Raden Raja Mantri. Setelah menikah kemudian pemandian ini diserahkan kepada Dewi Rengganis. Sejak itu pemandian itu dinamakan Cirengganis dan sampai sekarang banyak orang yang masih percaya akan khasiat apabila mandi disana. 3.2.1 Sarana dan prasarana: Sarana dan prasarana telah tersedia di TWA Pangandaran tempat parkir dan pos jaga. 3.2.3 Lokasi Pantai Pangandaran terletak di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. 3.2.4 Aksesibilitas Dari Bandung, pengunjung dapat menggunakan rute Bandung Tasikmalaya Pangandaran. Jaraknya sekitar 236 kilometer. Selain dengan bus, pengunjung dapat naik kereta api sampai stasiun Banjar. Dari Banjar, perjalanan dilanjutkan dengan naik bus sampai Pangandaran. Dari Yogyakarta, pengunjung dapat menggunakan rute Yogyakarta Cilacap Banjar Pangandaran. Jaraknya sekitar 385 kilometer. 115 antara lain berupa pintu gerbang, loket karcis, ruang informasi, shelter, jalan setapak,

Selain dengan bus, pengunjung dapat naik kereta api sampai stasiun Banjar. Dari Banjar, perjalanan dilanjutkan dengan naik bus sampai Pangandaran. 3.2.5 Akomodasi dan Fasilitas Di kawasan wisata Pantai Pangandaran terdapat berbagai fasilitas penunjang, seperti areal parkir yang luas dan aman, hotel dan wisma dengan berbagai tipe, tim SAR, pondok wisata, bumi perkemahan, pramu wisata, dan pusat informasi pariwisata. Di samping itu , di kawasan tersebut terdapat fasilitas lainnya, seperti bank, ATM, money changer, restoran, warung makan, gedung bioskop, diskotik, tempat penyewaan sepeda dan ban, jet ski, kantor pos, wartel, voucher isi ulang pulsa, para sailing, serta sentra oleholeh dan outlet cinderamata. 3.2.6 Obyek Wisata Pantai Objek wisata yang merupakan primadona pantai di Jawa Barat ini terletak di Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran dengan jarak 92 km arah selatan kota Ciamis, memiliki berbagai keistimewaan seperti: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Dapat melihat terbit dan tenggelamnya matahari dari satu tempat yang sama Pantainya landai dengan air yang jernih serta jarak antara pasang dan surut relatiflama sehingga memungkinkan kita untuk berenang dengan aman Terdapat pantai dengan hamparan pasir putih Tersedia tim penyelamat wisata pantai, Jalan lingkungan yang beraspal mulus dengan penerangan jalan yang memadai Terdapat taman laut dengan ikan-ikan dan kehidupan laut yang mempesona. Dengan adanya faktok-faktor penunjang tadi, maka wisatawan yang datang di Pangandaran dapat melakukan kegiatan yang beraneka ragam: berenang, berperahu pesiar, memancing, keliling dengan sepeda, para sailing, jet ski dan 116

lain-lain. Adapun acara tradisional yang terdapat di sini adalah Hajat Laut, yaitu upacara yang dilakukan nelayan di Pangandaran sebagai perwujudan rasa terima kasih mereka terhadap kemurahan Tuhan YME dengan cara melarung sesajen ke laut lepas. Acara ini biasa dilaksanakan pada tiap-tiap bulan Muharam, dengan mengambil tempat di Pantai Timur Pangandaran. Event pariwisata bertaraf internasional yang selalu dilaksanakan di sini adalah Festival Layang-layang Internasional (Pangandaran International Kite Festival) dengan berbagai kegiatan pendukungnya yang bisa kita saksikan pada tiap bulan Juni atau Juli. 3.3 PULAU KARIMUNJAWA, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA Kepulauan Karimunjawa yang terletak di sebelah utara kota Semarang dengan jarak 65 mil adalah merupakan 27 gugusan pulau kecil dengan luas daratan 7.120 ha. Kebijakan nasional telah menetapkan 22 pulau diantaranya yang berfungsi sebagai Taman Nasional Laut dengan luas perairan 111.625 ha (Istanto, 1998) . Dalam skala nasional, regional dan lokal; kawasan Karimunjawa juga berfungsi dan berperan sebagai daerah tujuan wisata andalan, mengingat potensi sumberdaya alam dan lingkungannya yang relatif masih bagus jika dibandingkan dengan tempat serupa di pulau Jawa, Kepulauan Seribu (Dutton et al, 1993). Sumberdaya alam yang ada terdiri dari, ekosistim bahari yang meliputi sumberdaya terumbu karang dengan ikan hiasnya, rumput laut dan padang lamun, hutan mangrove; dan ekosistim daratan yang berupa hutan tropis dataran rendah dan hutan pantai. Keanekaragaman sumberdaya alam yang ada dapat dikembangkan untuk berbagai kegiatan agar dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Sebagian besar kegiatan yang

dilakukan di kepulauan ini masih bersifat tradisional, bahkan tak jarang masih ditemukan kegiatan yang merusak kelestarian sumberdaya alam, misalnya kegiatan penambangan karang, penangkapan ikan dengan 117

sianida dan bom, serta kegiatan pembukaan hutan mangrove untuk tambak (Syarani, 1987 dan Supriharyono, 2000). Pada tahun 1988 Karimunjawa diumumkan sebagai kawasan Taman Nasional Laut dengan tujuan untuk melindungi dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara lestari. Pada tanggal 23 Januari 1998 secara resmi Balai Taman Nasional Karimunjawa mulai beroperasi untuk mengelola kawasan tersebut. Akan tetapi banyak ditemui permasalahan dalam pengelolaannya, internal baik masalah internal maupun dan eksternal. prasarana Permasalahan menyangkut dana, sarana

pengelolaan, jumlah dan kualifikasi petugas lapangan, serta tidak tersedianya data potensi sumberdaya alamnya. Sedangkan permasalahan eksternal, menyangkut kurangnya pemahaman dan dukungan dari instansi teknis terkait serta kurangnya dukungan dan keterlibatan masyarakat setempat terhadap usaha konservasi (Istanto, 1998 dan Rao, 1998). Hal ini disebabkan karena adanya beberapa kendala dan permasalahan yang meliputi kewenangan pengelolaan, fasilitas dan aksesibilitas, kemampuan sumberdaya manusia, penerapan iptek, pendanaan dan keterpaduan dukungan program sektoral. Penetapan kawasan sebagai Taman Nasional Laut (TNL) merupakan aset yang sangat berharga bagi kelestarian sumberdaya alam dan ekosistem alami serta plasma nuftah sehingga dapat digunakan untuk pengembangan iptek, sebagai tempat kegiatan pariwisata dan berfungsi dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Perencanaan pembangunan suatu kepulauan merupakan masalah yang sangat spesifik, karena sebagian besar masyarakat di kepulauan kecil memiliki tingkat pendapatan dan derajat kesejahteraan yang rendah. Kemiskinan dan ketidak-berdayaan tersebut akan merupakan ancaman utama bagi mereka untuk turut serta dalam pengelolaan wilayah kepulauan secara berkelanjutan. Dengan demikian kita harus memberikan perhatian yang lebih besar dalam merumuskan berbagai pendekatan pembangunan kepulauan kecil tersebut demi menjaga kelestarian. 118

Sejak ditetapkannya Kawasan Kepulauan Karimunjawa menjadi Taman Nasional tanggal 29 Pebruari 1988, kawasan daratan dan lautan Kepulauan Karimunjawa difungsikan berdasarkan zonasi dan dimanfaatkan untuk menunjang konservasi alam, pariwisata, penelitian, serta pendidikan. Bahkan menurut Budiharjo (1998: 3), Karimunjawa berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata yang handal di Jawa Tengah. Pengembangan ekowisata di Taman Nasional Karimunjawa adalah suatu upaya positif dalam rangka pengembangan wilayah dan kesejahteraan masyarakat. Taman Nasional Karimunjawa terdiri atas duapuluh tujuh pulau besar maupun kecil, pulau Karimunjawa merupakan pulau terbesar serta menjadi pulau utama di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Berdasarkan Surat keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 79/IV/Set-3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Karimunjawa menetapkan Pulau Karimunjawa seluas 4.301,5 Ha ini, memiliki fungsi di daratan sebagai zona inti perlindungan pada hutan tropis dataran rendah dan hutan mangrove, zona permukiman, zona rehabilitasi di sebelah barat Pulau Karimunjawa, dan zona budidaya. Fungsi perairan di sekitar Pulau Karimunjawa adalah sebagai zona inti pada perairan Tanjung Bomang dan zona pemanfaatan perikanan tradisional. Aktivitas daratan maupun perairan cukup tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Kepulauan Karimunjawa. Perairan Karimunjawa dilalui kapal-kapal penduduk yang pergi dan pulang dari mencari ikan maupun kedatangan kapalkapal penumpang ke Taman Nasional Karimunjawa. Kegiatan ekowisata dan fasilitas penunjang juga banyak disediakan di pulau ini, seperti perdagangan dan jasa, tempat penginapan, transportasi, perkantoran, dan pendidikan, sehingga aktivitas yang dilakukan bukan hanya aktivitas ekowisata melainkan juga aktivitas masyarakat lokal dan pendatang. Aktivitas ekowisata yang dilakukan di Pulau Karimunjawa antara lain penelitian; berenang, berjalan-jalan di Pantai Batu Putih (Nirwana), Pantai Tanjung Gelam, dan di dermaga selatan; ziarah ke Makam Sunan 119

Nyamplungan; tracking dan camping di Legon Lele; tracking, melihat satwa, dan hiking di jalur wisata Bukit Maming, Bukit Bendera, Bukit Gajah, dan Sunan Nyamplungan; diving di sekitar Datuk Reef, Tanjung Gelam, Mymun Reef, Tanjung Benteng; serta mengenal vegetasi di hutan mangrove. Pengembangan ekowisata telah memberikan dampak langsung kepada ekoturis, yaitu berupa hiburan dan pengetahuan, sedangkan dampak langsung bagi alam adalah perolehan dana yang sebagian dapat difungsikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam secara swadaya. Peningkatan kesejahteraan masyarakat juga terjadi seiring meningkatnya jumlah ekoturis yang datang. Apalagi saat ini Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Jepara sedang gencar-gencarnya mempromosikan wisata Karimunjawa yang tidak hanya ditujukan untuk skala nasional melainkan juga internasional. Mata pencaharian masyarakat tidak hanya bergantung dari melaut atau menjadi buruh tani, melainkan juga berpotensi untuk dikembangkan dalam menyediakan tempat penginapan (homestay), menjual souvenir, memandu wisata, serta menyewakan perahu. Beragamnya aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal maupun ekoturis juga memberikan dampak yang merugikan terhadap kelestarian lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan oleh faktor alam maupun manusia terjadi di Pulau Karimunjawa sebelah barat, utara, maupun selatan. Kerusakan terumbu karang terjadi di sekitar Perairan Pulau Karimunjawa sebelah selatan, dan berkurangnya populasi mangrove terjadi di sebelah utara dan barat dari Pulau Karimunjawa. Namun, penurunan kualitas lingkungan tidak terjadi di Pulau Karimunjawa.

120

Perahu nelayan di pelabuhan utama Karimun Jawa

Karimunjawa adalah kepulauan di Laut Jawa yang termasuk dalam Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Dengan luas daratan 1.500 hektar dan perairan 110.000 hektar, Karimunjawa kini dikembangkan menjadi pesona wisata Taman Laut yang mulai banyak digemari wisatawan lokal maupun mancanegara. Berdasarkan legenda yang beredar di kepulauan, Pulau Karimunjawa ditemukan oleh Sunan Muria. Legenda itu berkisah tentang Sunan Muria yang prihatin atas kenakalan putranya, Amir Hasan. Dengan maksud mendidik, Sunan Muria kemudian memerintahkan putranya untuk pergi ke sebuah pulau yang nampak "kremun-kremun" (kabur) dari puncak Gunung Muria agar si anak dapat memperdalam dan mengembangkan ilmu agamanya. Karena tampak "kremun-kremun" maka dinamakanlah pulau tersebut Pulau Karimun.

3.3.1

Ekosistem Sejak tanggal 15 Maret 2001, Karimunjawa ditetapkan oleh

pemerintah Jepara sebagai Taman Nasional. Karimunjawa adalah rumah 121

bagi terumbu karang, hutan bakau, hutan pantai, serta hampir 400 spesies fauna laut, di antaranya 242 jenis ikan hias. Beberapa fauna langka yang berhabitat disini adalah elang laut dada putih, penyu sisik, dan penyu hijau. Tumbuhan yang menjadi ciri khas Taman Nasional Karimunjawa yaitu dewadaru (Crystocalyx macrophyla) yang terdapat pada hutan hujan dataran rendah. Ombak di Karimunjawa tergolong rendah dan jinak, dibatasi oleh pantai yang kebanyakan adalah pantai pasir putih halus. 3.3.2 Geografis

Karimunjawa terletak di Laut Utara, utara Jepara, Jawa Tengah. Kepulauan ini terdiri dari 27 pulau:

Yang berpenghuni:
o o o o o

Karimunjawa Kemujan Nyamuk Parang Genting Menjangan Besar Menjangan Kecil Cemara Besar Cemara Kecil Geleyang (30 ha) Burung Bengkoang (92 ha) Kembar (11,2 ha) Katang (2,8 ha)

Yang tidak berpenghuni:


o o o o o o o o o

122

o o o o o o o o o o o o o

Krakal Besar (2,8 ha) Krakal Kecil (2,8 ha) Sintok Mrican Tengah Pinggir Cilik Gundul Seruni Tambangan Cendekian Kumbang (8,8 ha) Mencawakan (atau Menyawakan).

3.3.3

Penduduk Karimunjawa berpenduduk lebih dari 8.000 jiwa di lima pulau yang

berpenghuni. Tiga suku utama yang menghuni Karimunjawa adalah suku Jawa yang bertani dan memproduksi alat kebutuhan rumah tangga, suku Bugis yang adalah pelaut andal sehingga berprofesi sebagai nelayan, dan suku Madura yang juga berprofesi sebagai nelayan tetapi memiliki kelebihan membuat ikan kering. Pendidikan di Karimunjawa sudah menjangkau sampai tingkat SMU. Selain memiliki sekitar 10 SD (lima di Karimun, tiga di Kemujan dan masing-masing satu di Parang dan Genting), Karimunjawa juga memiliki satu SMP, Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan SMK Negeri jurusan Budidaya Rumput Laut serta Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan yang merupakan sekolah gratis, serta satu Madrasah Aliyah di Kemujan.

3.3.4

Transportasi

123

Transportasi paling umum digunakan untuk ke Karimunjawa adalah kapal dari Semarang dan Jepara. Dari Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, kapal Kartini I berangkat setiap Sabtu pukul 9 pagi ke Karimunjawa dan kembali dari Karimunjawa setiap Minggu siang. Dari Pelabuhan Kartini, Jepara terdapat Kapal Muria yang berangkat setiap Sabtu dan Rabu pukul 9 pagi. Jalur udara dapat ditempuh dari Bandara Ahmad Yani, Semarang menuju Bandar Udara Dewa Daru di Pulau Kemujan dengan pesawat sewa jenis CASSA 212 yang disediakan oleh PT. Wisata Laut Nusa Permai (Kura-Kura Resort). Waktu tempuh kurang lebih 30 menit. 3.3.5 Karimunjawa dan Desa Ekowisata Pantai Selain Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa adalah salah satu gugus kepulauan yang terletak di laut Jawa. Karimunjawa adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Jepara yang merupakan satu-satunya kecamatan di Jawa Tengah yang dipisahkan oleh laut. Dari daratan Jawa, pulau terdekat berjarak 45 mil arah barat laut dari kota Jepara. Karimunjawa merupakan gugusan pulau-pulau kecil dengan total luas daratan dan lautan 111.625 Ha yang berpenduduk lebih dari 8.800 jiwa. Dari semua pulau di sini, sebagian besar penduduk tinggal di 5 pulau utama yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting. Kepulauan Karimun dipengaruhi oleh angin laut yang bertiup sepanjang tahun dengan suhu rata-rata 26-30 derajat Celcius. Menurut legenda yang beredar di masyarakat setempat, Karimunjawa berasal dari Kremun, sebuah kata dalam bahasa Jawa yang berarti samar-samar. Karimunjawa yang memang terlihat samar-samar dari daratan Jawa ini sejak 1986 ini telah ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut. Cagar Alam Karimunjawa diubah statusnya menjadi Taman Nasional Karimunjawa pada 1999. Sebagian besar Taman Nasional ini kemudian ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam Perairan melalui Keputusan Menhut No.74/Kpts-II/2001. Taman Nasional Karimunjawa sering dipakai sebagai sarana penelitian tentang hal-hal yang berhubungan dengan kelautan, misalnya pengelolaan kawasan dan kegiatan rekreasi pantai, 124

ekologi vegetasi hutan hujan tropik daerah pantai, vegetasi mangrove, ekologi terumbu karang serta keanekaragaman biota lautnya.

Pesisir Pulau Menjangan Besar

Terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa terdiri dari beberapa jenis yaitu terumbu karang tepi pantai (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). Kekayaan biota lautnya terdiri lebih dari 90 jenis karang keras dan 242 spesies ikan. Dua jenis biota karang utama yang dilindungi yaitu akar bahar (Antiphates spp.) dan karang merah (Tubipora musica). Biota laut dilindungi yang lain adalah kepala kambing (Cassis cornuta), triton terompet (Charonia tritonis), nautilus berongga (Nautilus pompillius), batu laga (Turbo marmoratus), dan 6 jenis kima. Selain terumbu karang dan hutan mangrove, wilayah pantai Kepulauan Karimun dipercantik pula dengan hamparan padang lamun yang luas. Di daratan, kawasan hutan juga menyimpan kekayaan berupa burung dan mamalia yang dilindungi. Terdapat populasi rusa dan monyet ekor panjang yang mendiami kepulauan ini. Sementara itu, burung elang laut dada putih yang merupakan spesies elang langka mendiami pulau Burung dan pulau Geleang sebagai habitat aslinya. Kedua pulau tersebut juga didiami 2 spesies penyu yang dilindungi, penyu sisik dan penyu hijau. Untuk mendukung usaha pemerintah dalam melestarikan ekosistem kepulauan serta meningkatkan standar perekonomian penduduk setempat, 125

Kecamatan Karimunjawa telah dikembangkan sebagai Desa Wisata dengan konsep ekowisata. Dengan mengandalkan kekayaan alam, Karimunjawa mengajak semua lapisan penduduk untuk melestarikan berbagai potensi yang ada. Selain itu, penduduk juga bisa meningkatkan penghasilan dengan membuka home stay, menjual cinderamata, membuka warung, atau menyediakan berbagai fasilitas bagi wisatawan yang berkunjung ke sana. Berbagai kegiatan rekreasi bisa dilakukan selama berlibur di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki pesona alam bawah lautnya menyediakan tempat untuk petualangan menyelam dan snorkelling. Karena berada di laut jawa yang relatif tenang, banyak titik yang bisa dipakai sebagai tempat penyelaman dan snorkeling, antara lain pantai-pantai di pulau Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Geleang, Bengkoang, Parang, Kembar, Katang, Krakal Kecil, dan pulau Kumbang. Selain itu, kegiatan petualangan laut yang lain adalah menjelajah laut dan melihat akuarium laut. Bagi yang takut menyelam, Karimunjawa menyediakan perahu yang bagian bawahnya terbuat dari kaca tembus pandang (glass bottom boat) yang disewakan pada pengunjung. Adanya bagian tembus pandang memungkinkan penumpang menikmati pemandangan dasar pantai tanpa harus menyelam. Pulau Menjangan Besar menyediakan fasilitas akuarium air laut. Pengunjung dapat menikmati keindahan berbagai spesies ikan hias di akuarium yang dibuat mirip dengan dasar laut yang sesungguhnya. Di daratan pengunjung bisa melakukan hiking menyusuri Gunung Gendero (600m), puncak tertinggi di Pulau Karimun dan di seluruh Kepulauan Karimunjawa. Untuk petualangan melihat satwa liar, pengunjung memerlukan ijin khusus dari pihak-pihak terkait untuk masuk ke Pulau Burung dan Pulau Geleang yang merupakan habitat asli elang laut. Sebagai Desa wisata, Karimunjawa telah dilengkapi oleh berbagai sarana penunjang yang memadai. Pengunjung bisa mendatangi langsung Pusat Kerajinan Al Badri di desa Legon Cikmas dan Labiki di jalan Kapuran, pulau Karimunjawa untuk mendapatkan kerajinan kayu yang menjadi suvenir andalan Karimunjawa. Selain hasil kerajinan kayu, suvenir lain yang 126

ditawarkan umumnya berupa hasil industri rumah tangga seperti kaus, topi, ikan teri, ikan asin, jenang, makanan olahan dari rumput laut, dan minyak kelapa. Kepulauan Karimunjawa telah memiliki sarana akomodasi yang sangat memadai. Sarana akomodasi yang umumnya berupa pondok tinggal (home stay) milik perorangan, wisma, pondok apung, sampai hotel tersebar di pulau Karimunjawa, pulau Menjangan Besar, pulau Tengah, dan pulau Menyawakan. Ada sekitar 40 penginapan dan home stay yang tersebar di pulau-pulau tersebut dan tiap-tiap penginapan tersebut telah dilengkapi dengan telepon. Tarifnya penginapan-penginapan tersebut berkisar antara Rp 60.000,00 sampai Rp 300.000,00 per malam. Kepulauan Karimunjawa dapat dicapai dari Semarang lewat pelabuhan Tanjung Mas, dan dari Jepara lewat pelabuhan Kartini. Dari Tanjung Mas Semarang, Kapal Motor Cepat (KMC) Kartini I, berangkat setiap Sabtu, pukul 9.00 dan Senin, pukul 7.00. Kapal yang sama juga melayani rute pelabuhan Kartini Jepara-Karimunjawa setiap Senin, pukul 10.00. Kapal Motor Muria yang melayani rute Jepara-Karimun berangkat setiap Sabtu dan Rabu, pukul 9.00. Dari Kepulauan Karimun, Kartini I berangkat tiap Minggu, pukul 14.00 dan Selasa, pukul 9.00. KMP Muria berangkat tiap Senin dan Kamis pukul 09.00. Untuk angkutan antar pulau, tersedia sarana berupa kapal motor yang harganya tergantung jarak tempuh atau lama pemakaian. Karimun juga bisa diakses melalui jalur udara dengan pesawat jenis CASSA 212 yang berangkat dari Bandara Ahmad Yani, Semarang menuju lapangan udara Dewadaru di Pulau Karimunjawa. (Roberto J. Setyabudi) 3.3.6 Lestari dengan Konsep Ekowisata

Karimunjawa satu-satunya kecamatan di Jawa Tengah yang dipisahkan oleh laut. total luas daratan dan lautannya 111.625 Ha, dengan populasi sekitar 8.800 jiwa. Sejak 1986 Karimunjawa ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam Laut dan kemudian ditingkatkan lagi statusnya menjadi Taman 127

Nasional Karimunjawa pada 1999. Sebagian besar Taman Nasional ini kemudian ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam Perairan melalui Keputusan Menhut No.74 tahun 2001. Terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa terdiri dari terumbu karang tepi pantai (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). Ada 90 jenis karang keras dan 242 spesies ikan penghuni bawah air. Dua jenis biota karang utama yang dilindungi yaitu akar bahar (Antiphates spp.) dan karang merah (Tubipora musica). Biota laut lain yang dilindungi adalah kepala kambing (Cassis cornuta), triton terompet (Charonia tritonis), nautilus berongga (Nautilus pompillius), batu laga (Turbo marmoratus), dan 6 jenis kima. Wilayah pantai Kepulauan Karimun dipercantik pula dengan hamparan padang lamun yang luas. Terdapat populasi rusa dan monyet ekor panjang yang mendiami kepulauan ini. Burung elang laut dada putih yang merupakan spesies elang langka mendiami pulau Burung dan pulau Geleang. Kedua pulau tersebut juga didiami dua spesies penyu yang dilindungi, penyu sisik dan penyu hijau. Karimunjawa telah dikembangkan dengan konsep ekowisata. Dengan mengandalkan kekayaan alam, penduduk diajak melestarikan alam. Kepulauan ini dihuni oleh suku Jawa, Madura dan Bugis. Sebagian penduduknya selain menjadi nelayan juga mengembangkan beberapa jenis kerajinan hasil dari alam sekitar. Hasil kerajinan tersebut dapat dijadikan cindera mata seperti kerajinan mutiara, kerajinan dari kayu dewandaru dan stigi tongkat, keris, replika kapal, dan lainnya. Di sana juga dapat dijumpai keahlian masyarakat Bugis membuat kapal. N Alfred 3.3.7 Keterkaitan Lingkungan Bahari dan Ekowisata Perusakan terhadap sumber daya alam atau lingkungan alam oleh manusia di Indonesia salah satunya akibatk dari keterbatasan kemampuan dalam mengelola sumber daya alam tersebut secara seimbang.

128

3.3.8 Wisata Bahari Hampir semua pulau di kawasan Karimunjawa memiliki pemandangan darat dan bawah air yang indah dan menakjubkan. Berbagai aktivitas yang bisa dilakukan meliputi scuba diving, snorkeling, trekking, biking dan fishing. Pantai di kepulauan Karimunjawa juga merupakan hamparan pasir putih yang indah. Kegiatan wisata seperti memancing, hiking, berkemah, wisata sepeda air, selancar angin.

Pemandangan Pasir Putih di Pulau Menjangan Besar

Namun demikian, ekosistem Taman Nasional Laut Karimunjawa mengalami kerusakan pada yaitu kerusakan terumbu karang dipicu oleh penggunaan racun (potasium sianida) dalam penangkapan ikan karang dan lobster hidup. Di samping juga penggunaan kompresor, rawai, pukat insang 129

dan pembongkaran karang yang memperparah kerusakan terumbu karang. Kondisi ini juga menyebabkan dampak sosial berupa berkurangnya pendapatan nelayan tradisional yang hanya menggunakan pancing dan alat tangkap yang sederhana lainnya.

Kerusakan Terumbu karang di Pulau Menjangan Kecil

Dengan kerusakan terumbu karang tersebut, jika orang ingin melihat pesona Karimunjawa harus melakukan penyelaman lebih dari 20 meter. Sebelumnya kedalaman penyelaman hanya 5 sampai 10 meter. Menurut Puspa Dewi Liman (mantan Kepala Balai TNL) Karimunjawa sebagaimana dikutip Harian Kompas (14 Maret 2003), bahwa kerusakan terumbu karang telah mencapai separoh dari populasi yang ada. Luas perairan TNL Karimunjawa 110 117,30 hektare, sedang luas tutupan terumbu karang mencapai 20% atau 22.023 hektare. Dari luasan tutupan tersebut sekitar 11.011 hektare dalam kondisi rusak. Perambahan di Cagar Alam sebagaimana dikutip dari Harian Kompas (22 Mei 2003), bahwa patok-patok pembatas kawasan cagar alam di Kepulauan Karimunjawa bergeser kearah dalam sejauh sekitar 60 meter. Pergeseran patok pembatas ini diduga dilakukan oleh penduduk lokal, setelah mereka membabati hutan bakau seluas 10,59 hektare untuk dipergunakan sebagai tambak udang dan bandeng. Luasan kerusakan hutan mangrove mencapai 10 hektare. Budidaya tambak-tambak tersebut ditemukan tidak berhasil, namun demikian tidak dilakukan penanaman 130

kembali. Diberitakan juga bahwa 22 keluarga penduduk setempat mengklaim tanah mereka seluas 12 hektare berada di wilayah cagar alam. Kerusakan hutan bakau menyebabkan hilangnya tempat berkembang biak udang dan ikan. Disamping itu fungsi sebagai penahan abrasi juga hilang. Menurut Puspa Dewi Liman dalam sebuah Loka Karya tentang Kajian Zonasi di TNLK bahwa diantara lima pulau di Kepulauan Karimunjawa yang tidak bisa dikelola yaitu pulau Gundul, Genting, Cendekiyan, Seruni dan Sambangan, tiga di antaranya telah dimiliki oleh pihak swasta. Yang dikawatirkan adalah bahwa setelah dimiliki oleh swasta, pengembangnya lebih ke arah bisnis tanpa memperhatikan pelestarian lingkungan. LSM dan Polda juga menemukan adanya penangkapan kima pasir sebanyak 54 ekor dan penyu sisik 3 ekor. Di samping karena faktor alam, juga akibat ulah manusia yakni pengambilan telur untuk dijualbelikan. Daging penyu dijual dijadikan lauk dan obat-obatan. Saat mengunjungi Pulau Sembangan, Tim menemukan budidaya karang yang rusak sebanyak satu keranjang. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan, budidaya terumbu karang oleh Pura Group Kudus (PGK) di Pulau Sambangan. Budidaya ini dilakukan dengan cara mengambil bibit dari laut terdekat lalu diangkat ke darat dan dibudidayakan di tangki pembibitan. 20% hasil pembibitan dikembalikan ke habitatnya untuk pelestarian dan perbaikan terumbu karang. Sedang sisanya diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. Issu yang muncul datang dari pakar dan LSM. Pertama, rekomendasi Pemerintah Kabupaten Jepara harus jelas peruntukannya dan harus ada mekanisme pengawasannya. Kedua kalangan LSM meragukan perhitungan pembudidayaan terumbu karang yang diprediksikan dapat berjalan dengan cepat. Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa potensi dan keunikan Karimunjawa merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Pihak-pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, Balai Taman Nasional Laut, pengusaha, masyarakat, pelaku wisata, LSM, seyogianya duduk bersama mendiskusikan 131

tentang masa depan Karimunjawa yang merupakan aset dan gantungan hidup bersama. Dalam diskusi, dibedah tentang fakta kerusakan dengan faktor-faktor penyebabnya, kemudian masing-masing sepakat siapa melakukan apa. Forum yang demikian ini merupakan cermin dari desentralisasi yang demokratis. Masing-masing pihak juga sepakat untuk mengawal dan memantau kesepakatan. Dalam forum Karimunjawa, diketengahkan juga berbagai peraturan yagn ada misalnya tentang hutan lindung, sepadan pantai, berbagai Perda tentang lingkungan. Dengan kata lain, diskusi yang demikian ini untuk menyusun secara strategis dan rencana operasional yang kemudian menjadi dokumen acuan dalam pengelolaan Karimunjawa. Melihat potensi Karimunjawa, tipe pariwisata yang agaknya tepat dikembangkan adalah ekowisata atau ecotourism. Ekowisata merupakan kebalikan dari mass tourism (atau wisata massa). Ekowisata menghendaki adanya apresiasi pengunjung terhadap objek wisata yang dikunjungi dan turut memelihara.

BAB IV
132

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Daerah tujuan wisata ditetapkan beberapa Pemerintah, unggulan. dalam baik pendekatan pembangunan yang dalam konteks untuk pembangunan memajukan

kewilayahan maupun sektor kepariwisataan telah metetapkan Bersamaan upaya pariwisata, maka gagasan untuk kesejahteraan masyarakat melalui sektor kelautan, pertanian, dan kepariwistaan harus diikuti upaya serta tindakan optimal. Dominasi kewenangan pemerintah berupa aturan perilaku perpajakan yang normatif dan aparat konvensional ataupun yang lingkungan (terutama pemerintah)

menempatkan masyarakat sebagai "objek pembangunan" akan mengundang permasalahan. Akan lebih baik jika pemerintah memberikan peluang yang sebesar-besarnya, agar dunia usaha dan masyarakat di Pangandaran mampu mengembangkan dirinya dalam kaidah kewirausahaan yang cemerlang dan mendukung kemandirian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana metode ini

menggunakan paradigma alamiah dengan mengumpulkan informasi dan mendalami fenomena untuk mengetahui latar penelitian, sedangkan untuk dapat mendapatkan data informasi sesuai dengan penelitian ini dilakukan wawancara mendalam kepada informan. Instrumen yang disiapkan meliputi pointers pertanyaan, buku catatan, tape recorder, kamera, serta perlengkapan penunjang lain 5.1 Metode Penentuan Informan

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik non probabilitas secara purposive sampling, artinya tidak semua populasi memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel yang meliputi kepala pengelola, tokoh adat, masyarakat.

133

Pengambilan sampel tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka memiliki pemahaman yang luas tentang kondisi perkembangan yang ada di lokasi. Sedangkan sampel yang digunakan untuk mengetahui profile, karakteristik dan pendapat wisatawan maupun masyarakat dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara Accidental yaitu hanya wisatawan dan masyarakat yang ditemui pada saat penelitian berlangsung yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dan diharapkan dapat menjaring sebanyak 15 orang wisatawan dan 15 orang masyarakat yang berdomosili disekitar lokasi penelitian serta beberapa pejabat daerah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Daftar nama-nama Informan kunci adalah sebagai berikut:

Daftar Nama Informan/Respoden


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Nama Informan Pekerjaan/ Jabatan

134

15 dst

3. Metode Pengolahan Data Data yang telah terkumpul kemudian akan diklasifikasi, diuraikan, diorganisir secara sistematis kemudian diolah dengan metode deskriptif menggunakan proses analisis data secara kualitatif sehingga diharapkan dapat menghasilkan deskripsi mengenai fenomena yang berhubungan dengan pola pengelolaan ekowisata berbasis komunitas yang lebih mendalam. Data-data yang dianalisis berasal dari unsur-unsur pengamatan hasil observasi dan wawancara yang berhubungan dengan variabel dan indikator-indikator penelitian yaitu: (1) Mekanisme pengelolaan atraksi ekowisata berbasis komunitas meliputi: a) Keragaman atraksi wisata; b) kualitas dan keunikan daya tarik wisata; c) frekuensi kunjungan wisatawan. (9) Mekanisme pengelolaan fasilitas ekowisata berbasis komunitas, meliputi: 1) Ketersediaan jenis fasilitas; 2) Kondisi dan kelengkapan fasilitas penunjang untuk kebutuhan wisatawan; 3) Kapasitas yang tersedia. (10) Mekanisme pengelolaan aksesibilitas, meliputi; a) Sarana transportasi; b) sarana jalan; c) kemudahan menjangkau. (11) Mekanisme promosi ekowisata, meliputi: a) Kemampuan SDM yang memadai; b) bagaimana bentuk promosi yang digunakan; 135

c) Media yang digunakan dalam melakukan promosi; d) Strategi promosi. (12) Mekanisme kemitraan, dalam pengelolaan ekowisata berbasis komunitas meliputi; a) Bentuk kerja sama yang dibangun oleh semua pihak stakeholders; b) peranan atau tanggung jawab dari setiap pihak yang terlibat; c) regulasi kelembagaan. (13) Pemberdayaan masyarakat melalui ekowisata meliputi; a) Program pemberdayaan masyarakat; b) pihak yang menyelenggarakan pelatihan; c) manfaat pelatihan bagi masyarakat; d) pendampingan masyarakat; e) peranan pihak dalam program pemberdayaan masyarakat;

Sikap dan Persepsi Masyarakat dan Wisatawan Terhadap Pengelolaan Ekowisata


PERTANYAAN Jawaban Jml Respon den % Skala

Bobot

Skor

A. DEMOGRAFI 1. Jenis Kelamin Pria 6 60,0 0

136

Wanita 2. Umur Responden 15 24 25 34 35 44 45 54 55 64 + 65 Kawin Tidak Kawin

4 0 6 0 3 1 0 9 1

40,0 0,0 60,0 0,0 30,0 10,0 0,0 90,0 10,0

0 0 0 0 0 0 0 0 0

4. Status Responden

B. ASPEK PELESTARIAN

Sama sekali tidak


Telah/belum melakukan pelestarian Sudah melakukan Netral Tidak melakukan

0 0 2 5 3 0

Sering melakukan Sama sekali tidak


larangan alat Sudah melakukan Netral Tidak melakukan 1 2 5 2 0 0 2 4 4

Telah/belum melakukan penggunaan ramah lingkungan

Sering
melakukan

Telah/belum
melakukan tegas perusakan

Sama sekali tidak

tindakan Sudah melakukan melakukan Netral Tidak melakukan

Sering melakukan

Keterlibatan masyarakat dalam Ekowisata. pengelolaan/ pengembangan

137

Manfaat ekowisata masyarakat. Kesesuaian ekowisata

ekonomi bagi atraksi dengan

potensi wilayah. Kontribusi ekowisata terhadap kelestarian bagi lingkungan.

Ket : n = 100

138

DAFTAR PUSTAKA: http://www.paketrupiah.com/artikel/karimunjawa,_desa_ekowisata_pantai.php Tags: karimun jawa indah bengedith infrastruktur dasar (Gunn 1994), Promosi dan pemasaran (Seaton & Bennet 1996) Judul .............kebijaksanan dan strategi kepariwisataan pemerintah (Jenkins, 1991) Judul ............Elemen-elemen institusional seperti pendidikan, peraturan, kebijakan investasi dan sumberdaya manusia (Inskeep, 1991). Judul ..mendidik semua stakeholder tentang peranan mereka masingmasing dalam konservasi (Drumm & Moore, 2005). 1.5 Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah yang dikaji dalam pola pengelolaan ekowisata berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir. 4) 5) 6) Bagaimanakah mekanisme pemberdayaan masyarakat setempat dalam upaya mengajak mereka mendukung proses konservasi biota laut Bagaimanakah mekanisme dan proses berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir; Bagaimanakah mekanisme pemberdayaan masyarakat setempat dalam mendukung upaya konservasi dalam lingkup pengembangan ekowisata berbasis pelestarian habitat biota laut di kawasan pantai/pesisir. pengembangan ekowisata

1.6 4)

Tujuan Penelitian Menemukenali konservasi dan mekanisme pemanfaatan ekowisata berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir sebagai tujuan dan atraksi wisata, serta permasalahan yang timbul selama ini;

2 5) Menemukenali permasalahan dalam pelaksanaan pengembangan

ekowisata di kawasan pantai/pesisir dan upaya pelestarian,yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat. 6) Menemukenali mekanisme terkait pemberdayaan masyarakat sekitar, untuk mendukung proses konservasi biota laut dan pengembangan ekowisata berbasis pelestarian habitat biota laut di kawasan pantai/pesisir. 1.7 5) Sasaran Penelitian Terindentifikasinya aspek konservasi dan mekanisme pemanfaatan ekowisata berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir sebagai tujuan wisata dan atraksi wisata serta permasalahan yang timbul; 6) 7) Teridentifikasnya upaya pemanfaatan dan pelestarian ekowisata terkait pemberdayaan masyarakat di kawasan pantai/pesisir; Teridentifikasinya mekanisme pemberdayaan masyarakat setempat dalam 8) mendukung konservasi untuk mengembangkan ekowisata berbasis pelestarian biota lautkawasan pantai/pesisir. Tersusunnya bahan untuk merumuskan kebijakan teknis sebagai arah penyelenggaraan pariwisata berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir yang mengacu pada upaya pelestarian, pemberdayaan masyarakat dan sasaran yang efektif. 1.8 Hasil Yang Diharapkan: Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan dokumen rekomendasi pengembangan ekowisata berbasis komunitas dan pelestarian sumberdaya laut, antara lain meliputi: 4. Mengidentifikasi pengembangan objek wisata alam pesisir yang memiliki daya tarik (1) keindahan alam, (2) Keindahan kehidupan bawah air (biota laut), (3) Mengembangkan fasilitas wisata di pantai untuk wisata laut. (3) Mengembangkan aktivitas budaya di kawasan pesisir. 5. Melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar pesisir (nelayan dan warga lainnya) untuk selalu memelihara kesimbangan ekosistem pesisir. 2

3 6. Meningkatkan kemampuan nelayan untuk membudidayakan ikan hias, maupun biota laut, serta menangkap ikan yang dikonsumsi wisatawan. Pengembangan ekowisata merupakan kegiatan yang perlu dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan dan ekosistem di wilayah pantai/pesisir di Indonesia.

Di dalam pengelolaan hutan mangrove tersebut dijumpai berbagai permasalahan: 2) 3) Terbatasnya data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung kemanfaatan yang lestari, perlindungan dan rehabilitasi; Belum jelasnya tata ruang wilayah pesisir dan tata guna mangrove yang mengakibatkan banyak terjadi tumpang tindih kepentingan peruntukan lahan dalam pemanfaatan hutan mangrove; 4) Belum adanya peraturan pelaksanaan yang mantap dari perundangundangan yang telah ada sebagai dasar pengelolaan hutan mangrove secara lestari; 5) Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan mangrove.

Ekotourism pada dasarnya adalah pola pengembangan kawasan yang berorientasi pada keseimbangan antara alam dan manusia. keuntungan dari kepedulian manusia. Manusia bisa memperoleh kepuasan menjelajahi alam, alam pun memperoleh Proses konservasi tidak akan berjalan secara baik apabila penduduk di kawasan tersebut masih terus mengandalkan hidupnya pada hasil sumber daya alam yang ada sehingga menjadi bentuk-bentuk eksploitasi alam.

4 Pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) merupakan suatu alat pembangunan masyarakat yang memperkuat kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola sumber-sumber daya pariwisata sambil memastikan keterlibatan mereka secara penuh. Dengan demikian karakter pariwisata berbasis masyarakat adalah (1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata; (2) jika masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata namun juga mendapat keuntungan; (3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi serta distribusi keuntungan kepada kommunitas yang kurang beruntung di pesisir (Beeton, 2006 dalam Keliwar, 2008). Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism development) memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi perhatian pengembang pariwisata, yaitu : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata; mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek; mengembangkan kebanggaan komunitas; mengembangkan kualitas hidup komunitas; menjamin keberlanjutan lingkungan; mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal; membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas; menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia; mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas yang berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek yang ada di komunitas. Sepuluh prinsip dasar tersebut harus menjadi tumpuan, arah, dan prinsip dasar dari pembangunan pariwisata agar keberlanjutannya terjamin (Suansri, 2003).

Tensie Whelan 1991 menggaris bawahi bahwa ekowisata adalah suatu konsep inovatif yang mengkaitkan konsep konservasi dengan pembangunan ekonomi setempat yang mampu memberikan alternatif selain cara-cara yang bersifat eksploitatif. Konsep ekowisata sendiri pada dasarnya menolak upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam untuk maksud-maksud ekonomi yang bersifat eksploitatif.

Sedangkan ekowisata berbasis masyarakat (community-based tourism) merupakan salah satu bentuk ekowisata yang lebih spesifik dan sebagai alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, sama seperti pariwisata berbasis masyarakat, dimana masyarakat lokal memiliki kontrol terhadap pengembangan dan pengelolaan sehingga banyak memperoleh manfaat baik secara ekonomi, pendidikan, sosial budaya, kesehatan maupun manfaat terhadap konservasi lingkungan alam dari pengembangan ekowisata berbasis masyarakat ini.

Hal-hal yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan ekowisata berbasis komunitas adalah : (6) kurangnya kerjasama antar pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan ekowisata berbasis komunitas terutama menyangkut atraksi, fasilitas (amenitas), aksesibilitas dan promosi; (7) regulasi yang masih tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah tentang pengelolaan kawasan pantai/pesisir; (8) kurangnya program pemberdayaan masyarakat tentang kepariwisataan; (9) data dan informasi yang belum lengkap untuk pengelolaan kawasan pantai/pesisir. Permasalahan Pengelolaan Hutan Mangrove 5

Di dalam pengelolaan hutan mangrove tersebut dijumpai berbagai permasalahan: 6) 7) Terbatasnya data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung kemanfaatan yang lestari, perlindungan dan rehabilitasi; Belum jelasnya tata ruang wilayah pesisir dan tata guna mangrove yang mengakibatkan banyak terjadi tumpang tindih kepentingan peruntukan lahan dalam pemanfaatan hutan mangrove; 8) Belum adanya peraturan pelaksanaan yang mantap dari perundangundangan yang telah ada sebagai dasar pengelolaan hutan mangrove secara lestari; 9) 2.7 Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan mangrove. Prinsip prinsip Dasar Pengelolaan

Sumber : Wisata Melayu Lokasi : Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis

You might also like