You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari kita sudah mengenal tumbuhan maupun hewan. Telah jelas bahwa tumbuhan sangatlah berbeda dengan hewan. Dalam beberapa aspek, fisiologi tumbuhan berbeda dengan fisiologi hewan atau fisiologi sel. Tumbuhan dan hewan pada dasarnya telah berkembang melalui pola atau kebiasaan yang berbeda. Tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang melalui pola atau kebiasaan yang berbeda. Tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang sepanjang hidupnya. Kebanyakan tumbuhan tidak berpindah, memproduksi makanannya sendiri, menggantungkan diri pada apa yang diperolehnya dari lingkungannya sampai batasbatas yang tersedia. Hewan sebagian besar harus bergerak, harus mencari makan, ukuran tubuhnya terbatas pada ukuran tertentu dan harus menjaga integritas mekaniknya untuk hidup dan pertumbuhan. Suatu ciri hidup yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan hijau adalah kemampuan dalam menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasi dalam tubuh tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya tergolong pada organisme autotrof, yaitu makhluk hidup yang dapat mensintesis sendiri senyawa organik yang dibutuhkannya. Senyawa organik yang baku adalah rantai karbon yang dibentuk oleh tumbuhan hijau dari proses fotosintesis. Fotosintesis atau asimilasi karbon adalah proses pengubahan zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan cahaya. Proses fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang mempunyai klorofil. Proses ini hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui perantara pigmen hijau daun yaitu klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Fotosintesis adalah suatu proses penyusunan (anabolisme atau asimilasi) di mana energi diperoleh dari sumber cahaya dan disimpan sebagai zat kimia, maka proses respirasi adalah suatu proses pembongkaran (katabolisme atau disimilasi) dimana energi yang tersimpan dibongkar kembali untuk menyelenggarakan proses proses kehidupan. Respirasi merupakan proses oksidasi bahan organik yang terjadi di dalam sel, berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerobik ini diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam proses respirasi
1

secara anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa lain karbondioksida. Pada tumbuhan tingkat tinggi respirasi terjadi baik pada akar, batang maupun daun dan secara kimiawi pada respirasi aerobik pada karbohidrat (glukosa) adalah kebalikan fotosintesis. Pada respirasi pembakaran glukosa oleh oksigen akan menghasilkan energi. Karena semua bagian tumbuhan tersusun atas jaringan dan jaringan tersusun atas sel, maka respirasi terjadi pada sel yang telah diterangkan. Dalam kegiatan praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu/temperatur terhadap kecepatan/laju respirasi. Harapan kami setelah melakukan praktikum ini, agar dapat meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang proses respirasi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

B. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi pada kecambah kacang hijau?

C. Tujuan Mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah kacang hijau.

BAB II KAJIAN TEORI


Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995). Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997). Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan protein (digunakan pada keadaan & spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + O2 6CO2 + H2O + energi

Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses respirasi. (Danang, 2008). Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor
3

elektron. Tahapan yang pertama adalah glikolisis, yaitu tahapan pengubahan glukosa menjadi dua molekul asam piruvat (beratom C3), peristiwa ini berlangsung di sitosol. Asam Piruvat yang dihasilkan selanjutnya akan diproses dalam tahap dekarboksilasi oksidatif. Selain itu glikolisis juga menghasilkan 2 molekul ATP sebagai energi, dan 2 molekul NADH yang akan di gunakan pada transport electron. Dalam keadaan anaerob, Asam Piruvat hasil glikolisis akan diubah menjadi karbondioksida dan etil alkohol. Proses pengubahan ini dikatalisis oleh enzim dalam sitoplasma. Dalam respirasi anaerob jumlah ATP yang dihasilkan hanya dua molekul untuk setiap satu molekul glukosa, hasil ini berbeda jauh dengan ATP yang dihasilkan dari hasil keseluruhan respirasi aerob yaitu 36 ATP. Tahapan kedua dari respirasi adalah dekarboksilasi oksidatif, yaitu pengubahan asam piruvat (beratom C3) menjadi Asetil KoA (beratom C2) dengan melepaskan CO2, peristiwa ini berlangsung di sitosol. Asetil KoA yang dihasilkan akan diproses dalam siklus krebs. Hasil lainnya yaitu NADH yang akan di gunakan dalam transport electron. Tahapan selanjutnya adalah siklus asam sitrat (daur krebs) yang terjadi di dalam matriks dan membran dalam mitokondria, yaitu tahapan pengolahan asetil KoA dengan senyawa asam sitrat sebagai senyawa yang pertama kali terbentuk. Beberapa senyawa dihasilkan dalam tahapan ini, diantaranya adalah satu molekul ATP sebagai energi, satu molekul FADH dan tiga molekul NADH yang akan digunakan dalam transfer elektron, serta dua molekul CO2. Tahapan terakhir adalah transfer elektron, yaitu serangkaian reaksi yang melibatkan sistem karier elektron (pembawa elektron). Proses ini terjadi di dalam membran dalam mitokondria. Dalam reaksi ini elektron ditransfer dalam serangkaian reaksi redoks dan dibantu oleh enzim sitokrom, quinon, piridoksin, dan flavoprotein. Reaksi transfer elektron ini nantinya akan menghasilkan H2O. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009). Secara sederhana, proses respirasi dapat dijabarkan sebagai berikut : 1.Glikolisis: Glukosa > 2 asam piruvat + 2 NADH + 2 ATP 2.Siklus Krebs: asetil piruvat > 2 asetil KoA + 2 CO2 + 2 NADH + 2 ATP 2 asetil KoA > 4 CO2 + 6 NADH + 2 FADH2

3.Rantai transpor elektron: 10 NADH + 5O2 > 10 NAD+ + 10 H2O + 30 ATP


4

2 FADH2

+ O2

> 2 FAD + 2 H2O + 4 ATP

Jadi, total energi yang dihasilkan dari proses respirasi adalah 38 ATP. (Danang, 2008). Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO2 dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan Respiratory quotient [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2007). Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989). Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005). Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kal per mol glukosa berupa bahang. Bila suhu rendah, bahang ini dapat merangsang metabolisme dan menguntungkan beberapa spesies tertentu, tapi biasanya bahang tersebut dilepas ke atmosfer atau ke tanah, dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang lebih penting dari bahang adalah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini digunakan untuk berbagai proses esensial dalam kehidupan, misalnya pertumbuhan dan penimbunan ion. (Salisbury & Ross, 1995). Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masingmasing dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Respirasi merupakan oksidasi (dengan produk yang sama seperti pembakaran) yang berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral, pada suhu sedang dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar merupakan cara untuk mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut, sejalan dengan berlangsungnya pemecahan, kerangka karbon-antara disediakan untuk menghasilkan berbagai produk esensial lainnya dari tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk protein, nukleotida untuk asam nukleat, dan
5

prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti klorofil dan sitokrom). Tentu saja bila senyawa tersebut terbentuk, pengubahan substrat awal respirasi menjadi CO2 dan H2O tidaklah lengkap. Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O (proses katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam proses sintesis (anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Energi yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan untuk mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh, laju respirasi meningkat sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi beberapa senyawa yang hilang dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul sebagai CO2. (Salisbury & Ross, 1995). Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Ketersediaan substrat Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah. Selain itu, daun yang ternaungi atau daun bagian bawah biasanya berespirasi lebih lambat daripada daun sebelah atas yang terkena cahaya lebih banyak. Bila hal ini tidak terjadi, maka daun sebelah bawah akan lebih cepat mati. Perbedaan kandungan gula akibat tak berimbangnya laju fotosintesis mungkin yang menyebabkan laju respirasi yang lebih rendah pada daun yang ternaungi. (Salisbury & Ross, 1995). 2. Ketersediaann oksigen Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara. (I Komang Jaya Santika Yasa, 2009).

3.

Suhu Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25 menjadi 45C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi.(Salisbury & Ross, 1995).

4.

Jenis dan Umur Tumbuhan Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masingmasing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.(I Komang Jaya Santika Yasa, 2009).

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang kami gunakan adalah eksperimen karena menggunakan beberapa variabel yaitu variabel kontrol, variabel manipulasi dan variabel respon. Selain itu juga menggunakan pembanding dalam penelitian.

B. Variabel Penelitian a). Variabel kontrol: - Ukuran erlenmeyer - Volume larutan NaOH - Jenis kecambah - Berat kecambah - Umur kecambah - Pengikat - Konsentrasi NaOH - Waktu penyimpanan kecambah - Bungkus kecambah (kain kasa) - Volume BaCl2 - Jumlah tetesan PP - Plastik penutup

b). Variabel manipulasi: Suhu yaitu suhu ruang dan suhu di dalam inkubator

c). Variabel respons: Kecepatan respirasi kecambah kacang hiaju

C. Alat dan Bahan Alat 6 buah 1 buah 1 buah 1 buah 2 buah

- Erlenmeyer 250 ml - Neraca - Buret(beserta statif dan klem) - Pipet - Erlenmeyer 100 ml Bahan

- Kecambah kacang hijau umur 2 hari - Larutan NaOH 0,5 M - Larutan HCl 0,5 M

30 gram 180 ml

- Larutan BaCl2 0,5 M - Larutan Phenolftalin (PP) - Kain kasa - Benang - Plastik

15 ml

D. Langkah Kerja 1. 2. Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan. Menyiapkan 6 erlenmeyer lalu mengisi masing-masing dengan 30 ml larutan NaOH 0,5 M. 3. Menimbang 5 gram kecambah yang disediakan kemudian membungkus dengan kain kasa dan diikat dengan seutas tali. Masing-masing 2 sampel untuk suhu ruangan dan 2 sampel untuk suhu dalam inkubator. 4. Memasukkan kedalam Erlenmeyer dan menggantungkan bungkusan

kecambah tersebut di atas larutan NaOH dengan bantuan tali. Kemudian menutup rapat-rapat botol tersebut dengan plastik. 5. Menyimpan 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecambah (kontrol) masing-masing pada suhu ruangan 320C dan yang lain di dalam inkubator dengan suhu 370 C. 6. Setelah 22 jam, melakukan titrasi untuk mengetahui jumlah gas CO2 yang dilepaskan selama respirasi kecambah. 7. Mengambil 5 ml larutan NaOH dalam botol kemudian memasukkan dalam Erlenmeyer. Setelah itu menambahkan 2,5 ml BaCl2 dan menetesi dengan 2 tetes PP sehingga larutan berwarna merah. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,5 M. Titrasi dihentikan setelah warna merah tepat hilang. 8. Mencatat volume HCl yang dibutuhkan untuk membuat warna merah larutan tepat hilang.

E. Rancangan Percobaan

Setelah 24 jam

Diambil NaOH 5 ml
Ditetesi BaOH2 2,5 ml + 2 tetes PP

Erlemenyer + kecambah +NaOH yang diletakkan di suhu kamar

Perubahan warna setelah ditetesi PP

Ditritasi dengan HCl sampai warna merah muda tepat hilang

Larutan jernih 10

Setelah 24 jam

Diambil NaOH 5 ml Erlemenyer + kecambah + NaOH yang diletakkan di inkubator


Ditetesi BaOH2 2,5 ml + 2 tetes PP

Perubahan warna setelah diberi PP

Ditritasi dengan HCl sampai warna merah muda tepat hilang

Larutan jernih

11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A.Hasil Tabel. Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Respirasi CO2 Pada Kecanbah Kacang Hijau Perlakuan No Parameter yang diukur Suhu ruang 32 C Kontrol Kec.1 Kec.2
Rata-rata kec.
0

Suhu inkubator 370C Kontrol 1,5 Kec.1 1,2 Kec.2 1,4


Rata-rata kec.

4 5

Volume 1,0 0,8 0,9 HCl(ml) Volume NaOH 6,0 4,8 5,4 mengikat CO2 (ml) Volume NaOH yang 24,0 25,2 24,6 mengikat CO2 (ml) CO2 hasil 0,9 respirasi Laju respirasi 0,041 (ml/jam) Keterangan tabel. kec: kecambah

0,85

1,25

5,10

9,0

7,2

8,4

7,80

24,90

21,0

22,8

21,6

22,2

1,2 0,055

LAJU RESPIRASI (ml/jam)

0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 32 37

SUHU (0C)
Histogram. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Kecambah Kacang Hijau
12

Analisa Data Pada data tabel. Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Respirasi CO2 Pada Kecambah Kacang Hijau menunjukkan adanya perbedaan hasil respirasi CO2 antara suhu ruang dan suhu inkubator. Pada suhu ruangan yaitu 320C diperoleh pada erlenmenyer kontrol(tanpa kecambah) volume HCl yang dibutuhkan untuk membuat warna merah larutan tepat hilang sebesar 1,0 ml, volume NaOH yang tidak mengikat CO2 sebesar 6,0 ml(diperoleh dengan mengkalikan antara volume HCl yang dihasilkan dengan jumlah erlemenyer yang digunakan). Volume NaOH yang mengikat CO2 sebesar 24,0 ml(diperoleh dari mengurangkan volume total NaOH pada satu erlemenyer dengan volume NaOH yang tidak mengikat CO2). Untuk 2 erlenmeyer yang berisi kecambah setelah 22 jam volume HCl yang dibutuhkan untuk mentritasi larutan hingga warna merah tepat hilang sebanyak 0,8 ml dan 0,9 ml sehingga dirata-rata diperoleh volume total HCl sebesar 0,85 ml. Volume NaOH yang tidak mengikat CO2 sebesar 4,8 ml dan 5,4 ml dengan rata-rata totalnya 5,1 ml. Volume NaOH yang mengikat CO2 sebesar 25,2 ml dan 24,6 ml(berasal dari rumus yang sama dengan Erlenmeyer kontrol) sehingga rata-ratanya 24,9 ml. Dari ketiga Erlenmeyer ini didapatkan CO2 hasil respirasi sebesar 0,9 ml(dari hasil pengurangan rata-rata volume NaOH yang mengikat CO2 pada Erlenmeyer + kecambah dengan Erlenmeyer kontrol). Dari hasil respirasi ini diperoleh kecepatan respirasi sebesar 0,041 ml/jam(diperoleh dengan membagi CO2 hasil respirasi dan waktu perlakuan yaitu 22 jam). Pada suhu inkubator yaitu 370C diperoleh pada Erlenmeyer kontrol(tanpa kecambah) volume HCl yang dibutuhkan untuk membuat warna merah larutan tepat hilang sebesar 1,5 ml, volume NaOH yang tidak mengikat CO2 sebesar 9,0

ml(diperoleh dengan mengkalikan antara volume HCl yang dihasilkan dengan jumlah erlemenyer yang digunakan). Volume NaOH yang mengikat CO2 sebesar 21,0 ml(diperoleh dari mengurangkan volume total NaOH pada satu erlemenyer dengan volume NaOH yang tidak mengikat CO2). Untuk 2 erlenmeyer yang berisi kecambah setelah 22 jam volume HCl yang dibutuhkan untuk mentritasi larutan hingga warna merah tepat hilang sebanyak 1,2 ml dan 1,4 ml sehingga dirata-rata diperoleh volume total HCl sebesar 1,25 ml. Volume NaOH yang tidak mengikat CO2 sebesar 7,2 ml dan 8,4 ml dengan rata-rata totalnya 7,8 ml. Volume NaOH yang mengikat CO2 sebesar 22,8 ml dan 21,6 ml(berasal dari rumus yang sama dengan Erlenmeyer
13

kontrol) sehingga rata-ratanya 22,2 ml. Dari ketiga Erlenmeyer ini didapatkan CO2 hasil respirasi sebesar 1,2 ml(dari hasil pengurangan rata-rata volume NaOH yang mengikat CO2 pada Erlenmeyer + kecambah dengan Erlenmeyer kontrol). Dari hasil respirasi ini diperoleh kecepatan respirasi sebesar 0,055 ml/jam(diperoleh dengan membagi CO2 hasil respirasi dan waktu perlakuan yaitu 22 jam). B. Pembahasan Berdasarkan analisis diatas maka dapat diketahui bahwa besarnya suhu mempengaruhi kadar CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi kecambah, dimana pada suhu inkubator (380C) diperoleh volume CO2 hasil respirasi lebih besar dibandingkan pada suhu ruangan, yakni sebesar 1,2 ml. Hal ini dikarenakan pada suhu inkubator, keadaan suhunya dibuat konstan (stabil), dimana pada suhu yang konstan (stabil) kerja enzim akan lebih optimal tanpa mengalami kerusakan. Seperti yang kita ketahui bahwa proses respirasi melibatkan kerja berbagai enzim. Karena enzim tidak mengalami kerusakan maka enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi karbon dioksida. Oleh karena itu, CO2 yang dilepaskan dari respirasi kecambah lebih besar. Selain itu, pada suhu yang lebih tinggi volume CO2 akan lebih banyak diikat oleh NaOH sehingga kadar CO2 yang dilepaskan makin besar. Pada suhu ruangan (290C) volume CO2 hasil respirasi kecambah lebih rendah daripada suhu inkubasi (380C), yakni sebesar 1,2 ml. Hal ini dikarenakan pada suhu yang lebih rendah, kerja enzim tidak optimal sehingga mengakibatkan reaksi pengubahan glukosa menjadi CO2 lebih lambat sehingga volume CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih sedikit. Selain itu, pada suhu yang lebih rendah, volume CO2 akan lebih sedikit diikat oleh NaOH sehingga CO2 yang dilepaskan dari proses respirasi lebih kecil. Kontrol pada percobaan ini ialah erlenmeyer yang hanya diisi NaOH tanpa kecambah, ternyata menunjukkan nilai respirasi yang lebih rendah. Pada erlenmeyer tanpa kecambah diduga terdapat mikroorganisme yang melakukan respirasi, karena selama melakukan praktikum semua alat yang digunakan tidak disterilkan. Alasan lain mengapa respirasi pada NaOH ada kecambah lebih cepat respirasinya dan CO2 yang dihasilkan lebih banyak dibanding dengan respirsi pada NaOH saja, hal ini dikarenakan respirasi juga dipengaruhi oleh substrat untuk oksidasi dalam metabolisme respiratoris. Dan umumnya substrat untuk respirasi adalah zat yang tertimbun dalam jumlah yang relative banyak dan proses metabolisme melibatkan
14

serangkaian reaksi enzimatis yang juga melibatkan enzim, maka kecepatan respirasi pada Erlenmeyer yang ada kecambahnya juga dipengaruhi oleh enzim-enzim yang terdapat dalam kecambah dan enzim akan meningkat bila suhu juga tinggi namun apabila suhu terlalu tinggi juga akan merusak enzim. Sedangkan tabung erlenmeyer yang hanya berisi NaOH saja respirasinya lambat dan CO2 yang dihasilkan sedikit. Hal ini karena tidak dipengaruhi oleh enzim.

15

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Suhu mempengaruhi kecepatan respirasi kecambah. Respirasi pada kecambah lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Makin banyak CO2 yang dibebaskan, maka proses respirasi makin cepat. B. Saran Untuk praktikum yang sama sebaiknya digunakan kecambah dari tanaman yang lain agar bisa dijadikan pembanding. Kecambah yang digunakan haruslah yang masih pendek radikulanya karena kecambah dengan radikula yang masih pendek memiliki enzim yang masih banyak dan akan melakukan respirasi lebih aktif daripada tumbuhan dewasa. Hal ini dikarenakan pada kecambah yang belum tumbuh daunnya tidak akan melakukan fotosintesis, sumber energi berasal dari kotil yang banyak mengandung amilum yang akan disintesis menjadi glukosa oleh enzim amilase. Jangan terlalu rapat dalam membungkus kecambah dengan kain kasa karena bisa menghambat respirasi kecambah. Usahakan panjang tali untuk mengikat kecambah pada Erlenmeyer sama. Pastikan Erlenmeyer tertutup rapat agar hasil yang didapatkan valid.

16

DAFTAR PUSTAKA
Danang. 2008. Fotosintesis dan Respirasi. (Online), (http://www.indoskripsi.com, diakses tanggal 1 November 2011).

Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.

Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Jakarta: PT Gramedia.

Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB

Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY

Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor. (Online), (http://www.idonbiu.com, diakses tanggal 1 November 2011)

17

LAMPIRAN Perhitungan CO2 hasil respirasi pada suhu ruang

Volume total NaOH yang mengikat CO2= kecambah 1 +kecambah 2 = 25,2+24,6=49,8ml Rata-rata volume total NaOH yang mengikat CO2= = 24,9ml

CO2 hasil respirasi = Rata-rata volume total NaOH yang mengikat CO2-volume kontrol NaOH yang mengikat CO2 = 24,9 24,0 = 0,9 Perhitungan CO2 hasil respirasi pada suhu inkubator

Volume total NaOH yang mengikat CO2 = kecambah 1 +kecambah 2 = 22,8+21,6=44,4ml Rata-rata volume total NaOH yang mengikat CO2= = 22,2 ml

CO2 hasil respirasi = Rata-rata volume total NaOH yang mengikat CO2-volume kontrol NaOH yang mengikat CO2 = 22,2 21,0 = 1,2 ml Perhitungan Kecepatan Reaksi

V1 = CO2 hasil respirasi Waktu = = 0,041 ml/jam

V2 = CO2 hasil respirasi Waktu = = 0,055 ml/jam

18

You might also like