You are on page 1of 9

Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel

(Hadi, 2005). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Gibson (1990) status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya.

Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Menurut Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes, 2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

2) Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya,

perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.

Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan (Akhmadi, 2008).

b. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, 2001): 1) Antropometri Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. 2) Klinis Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata,

rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. 3) Biokimia Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. 4) Biofisik Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, 2001). Adapun uraian dari ketiga hal tersebut adalah: 1) Survey konsumsi makanan Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. 2) Statistik vital Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. 3) Ekologi

Berdasarkan penjelasan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

Dalam penilaian status gizi, terdapat berbagai parameter yang dapat digunakan untuk pengukuran. Ada beberapa jenis parameter yang dilakukan untuk mengukur tubuh manusia yaitu: umur, berat badan, panjang badan, lingkar lengan atas, lengkar kepala, lengkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit (Hadi, 2002, Soetjiningsih, 1998, Supariasa, 2001, dan Nurrahmah, 2001). 1) Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan yang terjadi karena kesalahan ini akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran berat badan dan panjang tidak akan berari kalau penentuan umur yang salah. Berdasarkan Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun penuh dan untuk anak 0-24 bulan digunakan bulan penuh. Contoh: bulan usia penuh adalah umur 4 bulan 5 hari dihitung 4 bulan, umur 3 bulan 27 hari dihitung 3 bulan. 2) Berat Badan Berat badan merupakan pengukuran yang terpenting pada bayi baru lahir. Dan hal ini digunakan untuk menentukan apakah bayi termasuk normal atau tidak (Supariasa, 2001). Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih 1998). Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya

memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, (2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya, (3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, (4) Skalanya mudah dibaca, (5) Aman untuk menimbang balita. 3) Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang cukup penting. Keistemewaannya bahwa ukuran tinggi badan akan meningkat terus pada waktu pertumbuhan sampai mencapai tinggi yang optimal. Di samping itu tinggi badan dapat dihitung dengan dibandingkan berat badan dan dapat mengesampingkan umur. Cara mengukur panjang badan usia 0-24 bulan yaitu: (1) alat pengukur diletakkan di atas meja atau tempat yang datar, (2) bayi ditidrkan lurus di dalam alat pengukur, (3) bagian bawah alat pengukur sebelah kaki digeser sehingga tepat menyinggung telapak kaki bayi dan skala pada sisi alat ukur dapat dibaca. 4) Lingkar Kepala Lingkar kepala dipakai untuk mengetahui volume intrakranial dan dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak. Apabila kepala tumbuh tidak normal maka kepala akan mengecil dan menunjukkan retardasi mental sebaliknya bila kepala membesar kemungkinan ada penyumbatan aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus yang akan meningkatkan volume kepala. 5) Lingkar Lengan Atas Pengukuran ini mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan berat badan. 6) Lipatan Kulit Tebalnya lipatan kulit bagian triseps dan subskapular menggambarkan refleksi tubuh kembang jaringan lemak di bawah kulit, yang mencerminkan kecukupan energi (Soetjiningsih, 1998).

Menurut ahli gizi IPB, Khomsan (2009), standar acuan status gizi balita adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk. Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar berdasar tabel WHO-NCHS (National Center for Health Statistics) (www.medicastore.com). Kategori status gizi (normal/kurang) ditentukan berdasarkan z-skor BB/U, TB/U dan BB/TB. Anak dengan z-skor lebih rendah dari -3sd dikategorikan sebagai gizi buruk, -3sd sampai -2sd dikategorikan sebagai gizi kurang dan >-2sd sampai +2sd dikategorikan normal, sedangkan lebih dari +2sd dikategorikan gizi lebih. Berikut adalah tabel ukuran status gizi anak:

Tabel 1. Status Gizi Anak

Indeks

Status Gizi Gizi Buruk

Ambang Batas < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD

Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih

Sangat Pendek Tinggi Badan Menurut Pendek Umur (TB/U) Normal Tinggi

< -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD

Sangat Kurus Berat Badan Menurut Kurus Tinggi Badan (BB/TB) Normal Gemuk

< -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD

(Sumber : Depkes RI, 2002)

Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare), ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan dan tak boleh dikonsumsi anak balita. Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu (www.medicastore.com).

Para ibu khususnya harus memiliki kesabaran bila anaknya mengalami problema makan, dan lebih memperhatikan asupan makanan sehari-hari bagi anaknya. Anak-anak harus terhindar dari penyakit infeksi seperti diare ataupun ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Semua nutrisi penting bagi anak dalam usia pertumbuhan. Ali (2009) mengemukakan bahwa untuk memperhatikan asupan sayur dan pangan hewani (lauk pauk), konsumsi susu tetap dipertahankan, jangan terlalu banyak makanan cemilan (junk food) yang akan menyebabkan

anak kurang nafsu makan. Perhatikan juga asupan empat sehat lima sempurna dengan kuantitas yang cukup (www.medicastore.com).

Status gizi pada balita dapat diketahui dengan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status gizinya kurang. Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah disediakan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi anak berdasarkan kurva KMS. Dengan memperhatikan umur anak, kemudian mengeplotkan berat badannya dalam kurva KMS. Bila masih dalam batas garis hijau maka status gizi baik, bila di bawah garis merah, maka status gizi buruk. Bedanya dengan balita, status gizi orang dewasa menggunakan acuan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau disebut juga Body Mass Index (BMI). Nilai IMT diperoleh dengan menghitung berat badan (dalam kg) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). IMT normal bila angkanya antara 18,5 dan 25; kurus bila kurang dari 18,5; dan gemuk bila lebih dari 25. Sebagai contoh orang bertinggi 1,6 meter, maka berat badan ideal adalah 48-64 kg (www.medicastore.com).

Parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan perkembangan otak. Sementara itu, parameter status gizi balita yang umum digunakan di Indonesia adalah berat badan menurut umur. Parameter ini dipakai menyeluruh di Posyandu. Menurut Ali (2009), untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi buruk dapat dilakukan dengan cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat badan menurut umur yang dihitung menurut Skor Z nilainya kurang dari -2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3.

Artinya gizi buruk kondisinya lebih parah daripada gizi kurang. Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan (pirang), perut kadang-kadang buncit, wajah moon face karena oedema (bengkak) atau monkey face (keriput), anak cengeng, kurang responsif. Bila kurang gizi berlangsung lama akan berpengaruh pada kecerdasannya (www.medicastore.com).

REFERENSI

Hamam Hadi, 2005. Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Seminar Kesehatan Nasional . Yogyakarta: CSSG

Gibson, R.S. 1990. Principles of Nutritional Assessment. Oxford: Oxford University Press.

I Dewa Nyoman Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Depkes RI. 2000. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Ahmad Khomsan, 2009.Status Gizi Balita. www.medicastore.com. (diakses pada 12 November 2009)

You might also like