You are on page 1of 10

Bab Adab-Adab Bertamu

Allah ta’ala berfirman : “ Dan apakah telah sampai kepadamu – kisah – tamu mulia Nabi Ibrahim
‘alaihis salam. Ketika mereka masuk menjumpai beliau seraya mengucapkan salam. Ibrahim emnjawab
: Salam bagi kalian wahai kaum yang tidak saya kenali . Maka beliaupun bergegas1 menjumpai
keluarganya, kemudian datang dengan hidangan anak sapi yang gemuk. Lalu menyuguhkannya
kepada mereka, dan beliau mengatakan : Tidakkah kalian memakannya ? “ (Adz-Dzariyat : 24 – 27)
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia menyakiti
tetangganya, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia
memuliakan tmaunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaknya dia berkata yang baik atau diam “2

Di antara adab-adab bertamu:


1. Menyambut ajakan/undangan resepsi
Ada sejumlah hadits yang sanad banyak yang menerengkan wajibnya menyambut
undangan resepsi, seperti sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Kewajiban seorang
muslim atas muslim lainnya ada enam: Menjawab salam, mengunjungi yang sakit,
mengantar jenazah, menymbut undangan dan menjawab ucapan bersin “3
Dan sabda beliau : “ Sambutlah undangan ini apabila kalian diundang
untukmenghadirinya. Perawi berkata: Adalah Ibnu Umar mendatangi undangan pengantin
dan resepsi lainnya sementara beliau tengah menjalankan puasa “4
Mayoritas ulama berpendapat bahwa menyambut undangan adalah suatu yang sunnah
kecuali resepsi pernikahan yang menurut mereka hukumnya wajib, berdasarkan hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“ Seburuk-buruk makanan dalah makanan resepsi yang hanya diundang orang-orang kaya
sementara kaum fakir miskin diabaikan. Dan barang siapa yang mengabaikan undangan
pernikahan maka sunnguh dia telah berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya “5.
Dan pada beberapa riwayat yang diriwayatkan oleh Muslim dan selain beliau dengan lafazh :

1
Faraagh : yaitu beranjak pergi dengan bergegas dalam susana hati yang takut, untuk
segera menghidangkan santapan bagi mereka. Lihat Taisir Al-Kariim Ar-Rahman fii Tafsiir
Kalaam Al-Mannaan karya Ibnu Sa’di ( 7 / 169 )
2
HR. Al-Bukhari ( 6018 ), Muslim ( 47 ), Ahmad ( 7571 ), At-Tirmidzi ( 1188 ) dan Ad-
Darimi ( 2222 ).
3
HR. Al-Bukhari ( 1240 ), Musli ( 2162 ), Ahmad ( 27511 ), at-Tirmidzi ( 2737 ), An-Nasaa`I
( 1538 ), Abu Daud ( 5030 ) dan Ibnu Majah ( 1435 )
4
HR. Al-Bukhari ( 5179 ), Muslim ( 1429 ), ahmad ( 4698 ), At-Tirmidzi ( 1098 ), Abu Daud
( 3736 ), Ibnu Majah ( 1914 ), Malik ( 1159 ) dan Ad-Darimi ( 2205 )
5
HR. Al-Bukhari ( 5177 ), Muslim ( 1432 ), Ahmad ( 10040 ) abu Daud ( 3742 ), Ibnu
Majah ( 1913 ), Malik ( 1160 ) dan Ad-Darimi ( 2066 ).
“Menghalau yang mendatangi undangan sementara mengundang ke resepsi tersebut orang
yang enggan menghadirinya “.
Hanya saja sebagian ulama mengutrakan beberapa syarat dalam menghadiri undangan-
undangan seperti ini. Asy-Syaikh muhammad bin Al-‘Utsaimin menyebutkan syarat-syarat
tersebut :
a. Yang mengundang bukanlah seseorang yang mesti diisolasi atau sebaiknya diisolasi
b. Tidak terdapat suatu yang mungkar di tempat undangan. Apabila terdapat
kemungkaran, jikalau memungkinkan untuk menghilangkannya maka wajib untuk
menghadiri undangan tersebut dengan dua alasan : Memenuhi undangan dan untuk
merubah kemungkaran. Apabila kemungkaran tersebut tidak dapat dihilangkanya
maka haram baginya untuk menghadiri undangan tersebut.
c. Yang mengundang mestilah seorang muslim, karena jika bukan seorang muslim,
maka tidak wajib memenuhi undangannya, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “ Kewajiban seoang muslim atas muslim lainnya ada enam … “ dan
diantaranya : Apabila diundang mestilah memenuhi undangannya .
d. Undangan tersebut bukan dari hasil usaha yang haram, karena memenuhi undang
tersebut konsukuensinya adalah memakan makanan yang haram dan hal ini tidak
diperbolehkan. Dan ini merupakan pendapat sebagian ulama. Ulama lainnya
berpendapat: Suatu yang diperoleh dengan cara yang haram maka dosanya adalah
bagi yang mengusahakan harta haram tersebut bukan bagi yang memperolehnya
dengan cara yang diperbolehkan dari orang yang mengusahakan harta haram
tersebut. Berbeda halnya jikalau yangdihidangkan adalah suatu yang memang
diharamkan zatnya seperti khamar, barang curian/rampokan dan lain sebagainya. Ini
adalah pendapat yang sesuai, [ lalu beliau mengemukakan beberapa dalilnya ].
e. Undangan tersebut tidak mengakibatkan pengabaian suatu yang wajib lainnya
ataukah yang lebih wajib. Apabila undangan tersebut mengakibatkan hal itu maka
haram untuk dipenuhi.
f. Tidak mengakibatkan kemudharatan atas diri yang diundang, semisal: Mengharuskan
perjalanan yang jauh atau berpisah dengan keluarganya yang membutuhkan
kehadiran dirinya ditengah-tengah mereka6.
Dan kami tambahkan juga:
g. Yang mengundang tidak menentukan yang diundang dan juga tidak menkhususkan
seseorang dengan undangannya. Apabila dia tidak menentukan yang diundang,
semisal yang mengundang mengatakan disebuah majlis umum, maka tidaklah

6
Al-Qaul Al-Mufid ‘ala Kitab At-Tauhid ( 3 / 111 – 113 ), dengan sedikit perubahan.
menjadi wajib untuk memenuhi undangan tersebut, karena merupakan undangan
yang umum – al-jafalaa7 -

Masalah : Apakah kartu undangan yang disebarkan semisaldenganundangan lisan ?


Jawab : Kartu undangan yang dikerimkan kepada orang banyak dan tidak diketahui kepada
siapa kartu undangan itu tiba, mungkin dapat dikatakan bahwa kartu undangan seperti itu
semisal dengan undangan secara umum, yang tidak wajib untuk dipenuhi. Adapun jika
diketahui atau disangkakan bahwa undangan tersebut dimasuhkan baginya secara khusus,
maka hukumnya termasuk hukum undangan secara langsun melalui lisan. Sebagaiamna
dikatakan oleh Ibnu ‘Utsaimin8
Faedah : Puasa bukanlah halangan untuk menolak menghadiri undangan. Barang siapa yang
diundang namun dia dalam keadaan ebrpuasa, wajib abginya untuk menghadiri undangan
untuk mendoakan ampunan dan berkahbagi pengundang. Baik dia tengah mengerjakan
puasa wajib atau puasa sunnah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Apabila seseorang diantara kalian diundang, wajib baginya untuk menghadiri undangan.
Apabila dia dalam ekadaan berpuasa maka hendaknya dia mendokannya dan apabila dia
dalam keadaan berbuka hendaknya dia mencicipi hidangannya “9
Sabda beliau : “ Hendaknya dia mendoakannya “ yang pada beberapa riwayat lainnya
pada riwayat Ahmad dan selai beliau bahwa yang dimaksud adalah doa: “ apabila dia
berpuasa maka hendaknya dia mengucapkan shalawat yakni mendoakannya “10
Dan pada hadits abu Sa’id Al-Khudri beliau mengatakan : “ Saya membuat maknan bagi
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika makanan tersebut dihidangkan, seseorang berkata :
Saya lagi berpuasa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Saudaramu telah mengundang engkau
dan telah bersusah payah bagimu, berbukalah dan puasalah lain hari penggantinya jika
engkau mau “11

7
Didalam Lisan Al-‘Arab : Mengundang mereka al-jafalaa atau al-ajfalaa, yaitu
mengundang khalayak ramai kepada makanan hidangan anda secara umum. Disebuat
bait syair disebutkan :
Kami yang berada berdiam dimusim dingin diundang secara umum
Dan bukanlah adab menurut kami jika undangan dikhususkan
Al-Akhfasy mengatakan : Undanglah si fulan ketika an-naqraa jangan ketika al-jafalaa.
Maksudnya undanglah dia secara khusus jangan secara umum ( 11 / 114 ) bahasan : ‫ج ف‬
‫ل‬
8
Al-Qaul Al-Mufid ‘ala KitabAt-Tauhid ( 3 / 113 )
9
Muslim ( 1431 ), Ahmad ( 7691 ), At-Tirmidzi ( 780 ) dan AbuDaud ( 2460 )
10
Ahmad ( 9976 )
11
Ibnu Hajar mengatakan : “ Diriwayatkan oleh Al-Isma’ili dari Abu Urais dari bapaknya
dari Muhamman bin Al-Munkadir dari Abu Sa’id, dan sanadnya hasan “ ( Al-Fath 4 / 182 ).
Al-Albani mengatakan : hasan. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi ( 4 / 279 ). Lihat Al-Irwa` ( 7 /
11 ) no. 1952.
An-Nawawi mengatakan : “ adapun seseorang yang berpuasa, tidak ada perbedaan
pendapat bahwa baginya tidak wajib untuk makan. Akan tetapi apabila puasanya puasa
yang wajib tidak boleh baginya untuk memakan hidangan dikarenakan puasa yang wajib
tidak diperbolehkan untuk ditinggalkan. Apabila puasa yang sunnah, maka boleh baginya
untuk berbuka dan juga boleh tidak. Namun apabila puasanya tersebut meresahkan
pengundang yang menyuguhkan makananm maka lebih utama dia berbuka dan jika tidak
maka dia menyempurnakan puasanya. Wallahu ‘alam12.

2. Memuliakan tamu hukumnya wajib


Banyak hadits dalam perkara wajibnya memuliakan tamu dan disenanginya hal itu, dari
Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu dia berkata : “ Kami bertanya : “ Wahai Rasulullah
apabila anda mengutus kami dan dan kamipun singgah / tinggal pada suatu kaum, tidaklah
mereka manjamu kami bagaimana pendapat anda ?”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab : ” Jika kalian singgah pada suatu kaum maka perintahkanlah bagi kalian
dengan apa yang sebaiknya untuk tamu, maka temuilah, jika tidak mereka lakukan maka
ambillah dari mereka haknya tamu yang sepantasnya untuk mereka”.13
Dan Lafazh menurut At-Tirmidzi : “ Jika mereka enggan, kecuali hingga kalian
mengambilnya dengan cara yang kurang disenangi maka ambillah”. Demikian pula sabda
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ” Bertamu itu selama tiga hari, dan jaizahnya14 siang dan
malam, dan tidaklah dihalalkan bagi seorang muslim berdiam disisi saudaranya hingga dia
berbuat dosa kepadanya”. Para sahabat bertanya : “ Wahai Rasulullah bagaimanakah dia
berbuat dosa kepadanya? ”. Beliau berkata : “ Dia berdiam disisinya, dan tidak ada
sesuatupun untuknya yang bisa dia jamu dengannya”.15
An-Nawawi menyebutkan tentang ijma’ atas bertamu dan bahwasanya dia termasuk apa
yang ditekankan oleh Islam16. Kemudian beliau menjelaskan perbedaan pendapat dikalangan
ulama akan wajib dan sunnahnya. Adapun Malik, Asy-Syafi’I dan Abu Hanifah berpendapat
bahwasanya dia adalah sunnah dan bukan wajib dan membawa hadits-hadits yang serupa
dengannya dari hadits-hadits lain semisal hadits tentang mandi Jum’at wajib bagi setiap
orang dewasa dan selainnya. Berkata Al-Laits dan Ahmad akan wajibnya bertamu selama

12
Syarh Muslim, jilid 4 – ( 9 / 197 -198 )
13
HR. Al-Bukhari ( 6137 ), Muslim ( 1727 ), Ahmad ( 168 94 ), At-Tirmidzi
( 1589 ), Abu Daud ( 3752 ) Ibnu Majah ( 3676 )
14
Berkata Ibnu Al-Jauzi : “ Jaizah adalah pemberian, dan hadiah dari penguasa adalah
pemberiannya”. Dan maksud dari jaizah disini adalah apa yang diperbolehkan dengannya
selama jarak siang dan malamnya. ( Kasyful Musykil min Hadist Ash-Shahihain 4 / 86 ) –
Cet.pertama- Daarul Wathan, tahun 1418 H )
15
HR. Al-Bukhari( 6135 ), Muslim ( 48 / Kitab AL-Luqathah ), dan lafazh miliknya. HR.
Ahmad ( 26620 ), At-Tirmidzi ( 1967 ) Abu Daud ( 3748 ) Ibnu Majah ( 3672 ) Malik
( 1728 ), Ad-Darimi ( 2035 )
16
Lihat Syarh Muslim jilid 6 ( 12/ 26 )
jarak siang dan malamnya, dan Ahmad membatasi hal tersebut pada penduduk desa dan
yang berada dipedalaman padang pasir selain penduduk kota.
Faedah : Didalam hadits terdapat larangan tentang tinggalnya seorang tamu lebih dari tiga
hari, agar bertamunya menjerumuskannya kepada persangkaan yang tidak diperbolehkan,
atau mengghibah diriya atau lain sebagainya. Al-Khaththabi mengatakan: “ Tidak halal bagi
tamu berdiam disisinya setelah tiga hari tanpa adanya ajakan, yang akan menjadikan
dadanya sempit dan amalnya menjadi batal17 .
Ibnul Jauzi mengatakan dalam menerangkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“ Hingga menjadikannya berdosa “ : Hal itu apabila tidak ada suatu yang menjadi alasan
jamuannya , maka dengan berdiamnya dia akan menjadikan ketidak senangan. Terkadang
dirinya akan disinggungdenganpenyebutan yang buruk, dan terkadang diapun akan menjadi
berdosa dalam pemberian yang diinfakkannya kepada si tamu “18
Akan tetapi terkecualikan pabila si tamu mengetahui bahwa yang menjamuunya tidak
membenci hal itu, ataukah memintanya untuk lebih lama lagi tinggal ditempat itu. Adapun
juka si tamu merasa ragu akan keadaan yang menjam, maka lebih utama dia tidak berdiam
diri melebihi tiga hari.

3. Disenangi menyambut para tamu


Dari Ibnu Abbbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : “ Ketika rombongan Abdul Qais
telah tiba untuk mengunjungi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : Marhaban19 – yakni selamat datang – kepada rombongan yang datang
tanpa kehinaan dan tanpa penyesalan … al-hadits “20
Dan yang tidak disangsikan lagi, bahwa seseorang menyambut para tamunya dengan
ungkapan-ungkapan selamat datang dan yang serupa dengannya akan menanamkan rasa
sukacita dan kedekatakan terhadap mereka. Dan hal tersebut dibenarkan dengan kenyataan.

4. Ucapan tamu apabila dia diikuti seseorang yang tidak diundang


Dia mengatakannya serupa dengan yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam . Dari Abu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “ Pada kaum Anshar
terdapat seseorang yang dikenal dengan panggilan Abu Syu’aib. Dia mempunyai seorang
anak yang gemuk berisi. Maka dia berkata kepadanya : BUatlah makanan dan undanglah
17
Ghizaa`u Al-Albab karya As-Safariini ( 2 / 159 )
18
Kasyf Al-Musykil min Hadist Ash-Shahihain ( 4 / 88 )
19
Didalam Al-Lisan ( 1 /414 ) . pada bahasan : ‫ رح ب‬, perkataan mereka dalam
menyambut yang datang : Ahlan wa marhaban, maknanya bahwa anda telah berjumpa
dengan ahlan dan marhaban. Dan mereka mengatakan : Semoga Allah melapangkan dan
memudahkan bagiu. Dan perkataan mereka : Marhaban wa ahlan, yaitu saya mentangi
anda dengan kelapangan dan mendatangi anda sebagai keluarga, maka sambutlah dan
janganlah anda merasa kesepian. Al-Laits mengatakan : makna ungkapan Arab :
Marhaban : Turunlah dalam kelapangan dan keluasan.
20
HR. Al-Bukhari ( 6176 ) dan Muslim ( 17 )
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat lainnya – menjadi lima orang, penj –
Maka diapun mengundang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat lainnya.
Dan seorang mengikuti mereka, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “
Sesungguhnya nada mengundang kami berlima, dan orang ini telah mengikuti kami, jikalau
anda berkenan anda dapat mengizinkannya dan jika tidak anda dapat menolaknya. Orang
tersebut berkata : Melainkan saya mengizinkannya “21
Pada hadits ini terdapat beberapa fedah yang akan kami kemukakan sebagian
diantaranya yang berkaitan dengan pembahasan kita disini.
Pada hadits tersebut menunjukkan bahwa seseorang yangmengundang suatu kaum yang
memiliki sifat tertentu, lalu kemudian diantara mereka ada yang tidak seperti sifat mereka,
maka orang tersebut tidak termasuk dalam cakupan keumuman undangan tersebut … Dan
pada hadits tersebut juga menunjukkan bahwa barang siapa yang bertingkah layaknya anak
kecil - ikut-ikutan – bagi yang mengundang dapat memilih berkaitan dengan haknya, apabila
dia masuk tanpa izindia dapat mengusirnya. Dan bagi siapa yang bertingkah laku seperti itu
tidaklah dilarang diawal mulanya22, karena orang yang mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , tidaklah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menolaknya, karena ada kemungkina
yang mengundang akan berbaik hati dan memberinya izin. Demikian yang dikatakan oleh
Ibnu Hajar23.

5. Berlebih-lebihan dalam menjamu tamu


Tidak sepatutnya sangat berlebihan dalam menjamu tamu hingga melampau batasan
yang dapat diterima akal sehat. Dikarenakan berlebhan membebani diris ecara umum adalah
suatu yang terlarang. Dari Anas radhiallahu ‘anhu beliau berkata : “ Kami pernah berada
bersama dengan Umar, lalu beliau berkata : Kami telah dilarang untuk berlebihan
membebani diri “24
Namun tidak ada batasan yang dapat dijadikan acuan untuk perkataan kami ini : apakah
termasuk dalam bentuk membebani diri berlebihan taukah tidak. Namun yang dijadikan
acuan dalam hal itu adalah kebiasaan. Apabila kebiasaan/adat kaum manusia telah
menganggap suatu perkara sebagai hal yangberlebihan dan memandangnya sebagai
pembebanan diri yang berlebihan, maka ini tergolong pembebanan diri yang berlebihan, dan
jika tidak maka juga tidak.

21
HR. Al-Bukhari ( 5434 ), Muslim ( 2036 ) dan At-Tirmidzi ( 1099 )
22
An-Nawawi menyelisihi hal tersebut, beliau berkata : “ Dan bagi yang diundang apabila
seseroang mengikutinya tanpa undangan sepatutnya untuk tidak mengizinkan dan
melarangnya “ ( Syarh Muslim hadits no. 2036 ) . Namun hadits diatas tidak menguatkan
pendapat beliau itu. Dan yang tepat adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar.
23
Fathul Baari ( 9 / 471 – 472 ) ( 5434 )
24
HR. Al-Bukhari ( 7293 ), dan hadits tersebut hukumnyasetara denganhadits marfu’,
karena perkataan sahabat : Kami telah dilarang. Sebagaimana hal tersebut suatu yang
baku dalam disiplin ilmu Ushul.
Dan makanan yang dibuat bagi para tamu, mestilah seukuran yang diinginkan tanpa
berlebih-lebihan dan tidak sampai tidak mencukupi. Dan sebaik-baik perkara yang adalah
yang pertengahan.
Dari hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Saya telah mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Makanan untuk seseorang cukup untuk
berdua,makanan untuk tiga orang cukup untuk berempat dan makanan untuk empat orang
cukup untuk berdelapan “25
Adapun yang terjadi pada hari ini berupa sifat berlebih-lebihan yang dilakukan sebagian
orang dalam acara resepsi mereka, berlebih-lebihan dalam membebani diri untuk resepsi
tersebut, dan telah melampaui batas yang disyarii’atkan, maka ceritakanlah semua tanpa
segan ! Bahkan sebagian diantara mereka berlomba siapakah yang dapat mengalahkan
rekannya, dalam banyaknya ragam makanan yang sihidangkan, berlebihan dalam hal
tersebut hingga dikatakan bahwa fulan bin fulan telah melakukan ini dan ini. Tidaklah
disangsikan lagi bhwa perbuatan ini suatu yang tercela. Dan tidak diperbolehkan memakan
makan seperti ini. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma,
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang memakan makanan dua orang
yang menyajikan makanan untuk menyerupai orang selainnya “26
Al-Khaththabi mengatakan : Al-Mutabariyaini adalah dua orang yang bersaing dengan
perbuatan mereka. Dikatakan dua orang tabaaraa apabila seseorang diantara mereka berdua
melakukan serupadenganyang dilakukan rekannya agar terlihat siapakah yang dapat
mengalahkan rekannya. Dan hal itu dibenci karena terkandung amal riya`, sifat untuk
bersaing menonjolkan diri dan juga karena tergolong dalam kategori larangan Allah dari
memakan harta dengan batil “27

6. Masuk dengan izin dan beranjak pulang setelah selesai


Adab ini telah diterangkan didalam Al-Qur`an. Alah ta’ala berfirman :
“ Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian memasuki rumah Nabi kecuali setelah kalian
dizinkan untuk masuk mencicipi makanan tanpa menunggu-nunggu waktu makan. Akan tetapi
apabila kalian telah diundang maka masuklah dan apabila kalian telah makan maka segeralah kalian
beranjak pergi tanpa berlama-lama berbincang “ (Al-Ahzab : 53 )
Allah subhanahu wata’ala telah melarang kaum mukmini memasuki rumah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali seizin beliau. Dan dmeikian halnya kaum mukminin
tidaklah mereka memasuki rumah sebgian dari mereka kecuali dengan izin. Dan larangan
tersebut emnckup seluruh kaum mukminin.

25
HR. Muslim ( 2059 ), ahmad ( 13810 ), At-Tirmidzi ( 1820 ), Ibnu Majah ( 3254 ) dan Ad-
Darimi ( 2044 )
26
HR. Abu Daud ( 3754 ) al-Albani mengatakan : Shahih.
27
‘Aun al-Ma’bud jilid 5 ( 10 / 161 ), Kitab Al-ath’imah, bab Fii Tha’aam Al-Mutabaariyaini.
Asy-Syaukani berkata : “ Allah melarang kaum mukminin melakukan hal itu dirumah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan larangan tersebut mencakup seluruh kaum mukminin.
Dan keharusan seluruh manusia untuk mengambil adab dari Allah untuk mereka dalam hal
itu. Allah telah melarang mereka masuk kesuatu rumah kecuali setelah diizinkan untuk
makan bukan sebelumnya untuk menunggu makanan dihidangkan28.
Dan telah menjadi kebiasaan mereka dizaman Jahiliyah , mereka mendatangi suatu
resepsi lebih awal, menungu makanan dihidangkan. Maka Allah melarang mereka
melakukan hal itu, didalam firman-Nya : “ Tanpa menunggu-nunggu waktu makan “ ( QS.
Al-Ahzab 53 ). Yakni tanpa menanti makanan dihidangkan kemudian menyambutnya29.
Kemudian Allah subhanahu wata’ala menerangkan bahwa barang siapa
yangkeperluannya telah terpenuhi hendaknya segera beranjak pergi dan tidaklah duduk
menemaninya berbincang-bincang. Dikarenakan hal itu akan mengganggu Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam . Demikian halnya bagi kaum manusia, karena sebagian besar diantara
mereka merasa terganggu apabila orang-orang yang diundang berlama-lama setelah
menyelesaikan makannya. Maka tidak seyogyanya seseorang berdiam lama ditempat
mereka, kecuali jika pemilik rumah mengharapkan mereka tinggal, ataukah jika kebiasaan
kaum tersebut seperti itu. Dan tidak ada rasa keberatan dan tidak juga mengganggu maka
hal tersebut tidaklah mengapa. Dikarenakan alasan larangan tersebut telah tertiadakan.

7. Mendahulukan yang lebih tua dan mendahulukan yang berada pada sisi bagian
kanan, baru yang selanjutnya.
Selayaknya bagi seseorang yang menjamu para tamu,agar mendahulukan yang paling tua
serta memberi perhatian lebih kepadanya. Hal itu dikarenakan anjuran Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadits untuk melakukan hal itu.
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “ Saya diperlihatkan didalam tidurku, bahwa saya
mempergunakan siwak, lalu dua orang menghampiriku , salah satunya lebih tua dari
yanglain, Lalu saya menyodorkan siwka kepada yang lebih muda. Maka dikatakan kepadaku
: Yang lebih tua. Lalu sayapun menyodorkannya kepada yang lebih tua “30
Dan beliau bersabda : “ Sesungguhnya yang termasuk dari keagungan Allah :
menghormati orang muslim yang sudah tua, orang yang menghafal Al-Qur`an, tanpa
berlebih-lebihan dan tanpa bersikap kasar terhadapnya dan menghormati penguasa yang

28
Fathul Qadir ( 4 / 341 )
29
Fathul Qadir ( 4 / 341 ) dengan sedikit perubahan.
30
HR. Muslim ( 3003 ) , Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu’allaq didalam kitab Al-
Wudhu`, beliau berkata: Bab. Daf’u As-Siwak ilaa Al-Akbar. Kemudian beliau
mencantumkan hadits diatas secara mu’allaq. Hadits ini diriwayatkan secara maushul
oleh Abu ‘Awanah. Al-hafidz Ibnu Hajar menyebutkan hal itu didalam Al-Fath ( 1 / 425).
Dan yang mengatakan: yang lebih tua tiada lain adalah Jibril ’alaihis salam.
adil”.31Adapun hadits Sahl bin Sa’ad radhiallahu’anhu : “ Bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam didatangkan kepada beliau minuman maka beliaupun meminumnya, dan
disamping kanan beliau ada seorang anak kecil dan disamping kirinya seorang yang sudah
tua, maka beliau berkata kepada anak kecil tersebut : “ Apakah engkau mengijinkanku kalau
aku memberi mereka ? “. Anak kecil itu menjawab : “ Demi Allah wahai Rasulullah tidak ada
yang berat untukmu jika bagianku diberikan kepada seseorang ”. Sahl berkata : “ Maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkannya diatas tangannya”.32Maka hal inilah
jika akan memberikan faedah mendahulukan yang kanan entah yang kanan tersebut anak
kecil atau orang besar, kecuali dia tidak bertentangan dengan hadits-hadits yang
mendahulukan orang yang lebih tua dari selainnya, dan memungkinkan bagi kita untuk
menggabungkan antara keduanya maka kita katakan :
Sesungguhnya mendahulukan yang kanan diperuntukkan bagi orang yang meminum
sesuatu dan menyisakannya minumannya. Lalu memberikan kepada yang berada dibagian
kanannya, kecuali jika dia mengizinkanya. Dan seputar makna inilah yang dikatakan oleh
Ibnu Abdil Barr: “ Dan pada hadits ini33 terkandung adab menyuguhkan makanan dan
bermajlis. Bahwa seseorang apabila makan atau minum, memberikan sisanya kepada yang
berada dibagian kanannya, siapapun dia, walau dia seorang yang tidak begitu mempunyai
keutamaan, sementara yang berada dibagian kirinya seseorang yang memiliki keutamaan34.
Mendahulukan yang lebih tua, diberikan disaat awal menyuguhkan minum atau
makanan. Kemudian setelah itu dilanjutkan kepada yang berada dibagian kanannya.
Sepertinya pendapat inilah yang dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : “ Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menuangkan minuman, beliau bersabda : Mulailan dengan yang lebih tua “35.
Dan dengan in, dalil-dalil yang ada dapat diselaraskan. Wallahu a’lam

8. Doa yang diucapkan tamu setelah memperoleh jamuan makanan


Termasuk sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila beliau memakan makanan yang
dihidangkan oleh kaum, beliau mendoakan mereka. Dari Anas, beliau berkata : Bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi Sa’ad bin ‘Ubadah, lalu beliau menghidangkan
roti dan minyak. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam makan, lalu mengucapkan :

31
HR. Al-Bukhari dalam Adab Al-Mufrad ( 357 ), Abu Daud ( 4843 ), berkata Al-Albani :
hasan
32
HR. Al-Bukhari ( 5620 ), Muslim ( 2030 ), Ahmad ( 22317 ), Malik ( 1724 )
33
Yaitu hadits Sahl bin Sa’ad
34
At-Tamhid ( 6 / 155 )
35
HR. Abu Ya’la ( 4/ 315 ) ( 2425 ). Al-Hafidz mengatakan : Sanadnya kuat. Fathul Bari
( 10 / 89 ).
“ Orang-orang yang berpuasa telah berbuka ditempat kalian, dan orang-orang yang baik
telah memakan makanan kalian, dan para malaikat mendoakan kalian “36
Sebagian ulama mengkhususkan doa ini ketika berbuka puasa saja, sementara mayoritas
ulama berpendapat doa ini berlaku mutlak baik ketika berbuka puasa atau selainnya37.
Pada hadits Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallhu ‘anhu yang panjang tentang menyuguhkan
susu. Dan pada hadits tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa : “ Ya Allah,
berilah makan kepada yang telah memberiku makan dan berilah minum bagi yang telah
memberiku minum “38
An-Nawawi mengatakan : “ Pada hadits tersebut menunjukkan doa bagi seorang yang
berbiat baik dan juga bagi yang telah melayani, dan bagi yang telah melakukan kebaikan39.
Abdullah bin Busr meriwayatkan bahwa bapaknya pernah membuat makanan bagi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemudian mengundang beliau dan beliaupun menyambutnya.
Ketika beliau telah selesai menyantap hidangannya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Ya Allah ampunilah mereka dan berilah mereka rahmat dan berilah berkah bagi
mereka dari apa yang Engkau rizkikan untuk mereka “40

9. Disenangi keluar bersama tamu hingga ke pintu


Perbuatan ini termasuk dalam bagian kesempurnaan menjamu tamu, dan kebaikan dalam
melayani tamu. Dan menyertainya hingga dia berlalu dari rumah. Dan tidak satupun hadits
yang marfu’ dan shahih yang dapat dijadikan pedoman akan hal itu. Hanya beberapa atsar
dari Salaf umat ini dan para Imam mereka. Dan kami hanya mencukupkan dengan sebuah
atsar saja, yaitu : Abu ‘Ubaid Al-Qasim bin Sallam mengunjungi Ahmad bin Hanbal … Abu
‘Ubaid berkata : “ Dan ketika saya hendak berdiri, beliau berdiri menyertaiku. Saya berkata :
Janganlah anda melakukan hal itu wahai Abu Abdillah. Beliau bekata : Asy-Sa’bi
mengatakan : Termasuk kesempurnaan ziarah seorang tamu, adalah anda menyertainya
hingga kepintu rumah dan anda mengambil berkahnya … “41

36
HR. Abu Daud ( 3854 ) al-Albani menshahihkannya. Ahmad ( 11767 ), ad-dArimi ( 1772
), dan pada riwayat Ahmad dan Ad-Darimi dengan lafazh : “ Dan para malaikat turun
kepada kalian “. Dan juga Ibnu Majah ( 1747 ) dengan riwayat Abdullah bin Az-Zubair
serupa dengan lafazhAbu Daud.
37
Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 3 / 217 )
38
HR. Muslim ( 2055 ), Ahmad ( 23300 ) dan At-Tirmidzi (2719 )
39
Syarh Shahih Muslim jilid 7 ( 14 / 13 )
40
HR. Muslim ( 2042 ),Ahmad ( 17220 ) dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat beliau,
At-Tirmidzi ( 3576 ), Abu Daud ( 3729 ) dna Ad-Darimi ( 2022 )
41
Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 3 / 227 )

You might also like