You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan adanya perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. OMSK di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8 % dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. OMSK mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, namun demikian OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi apabila terinfeksi kuman yang virule. Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Berdasarkan data WHO pada tahun 2004, meningitis atau radang selaput otak adalah komplikasi intrakranial OMSK yang paling sering ditemukan di seluruh dunia, biasanya mempunyai gejala demam, sakit kepala serta adanya tanda-tanda perangsangan meningen seperti kejang. Kematian terjadi pada 18,6 % kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial. Beberapa hal tersebut di atas menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini. Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK harus dihindari, dengan demikian perlu ditegakkan diagnosis yang tepat dan dini pada penderita OMSK sehingga penatalaksanaan yang tepat pun dapat segera dilakukan.

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA II. Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam

Gambar 1. Anatomi Telinga II.1. Telinga luar Telinga luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar meliputi daun telinga atau pinna, liang telinga sampai gendang telinga atau membrana timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Daun telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit tipis. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar dan dua pertiga dalam bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Liang telinga memiliki panjang kira-kira 2,5 - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
2

serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga tengah.

Gambar 2. Anatomi Telinga Luar


II. 2. Telinga tengah

Telinga tengah adalah ruangan yang berbentuk kubus. Isinya meliputi gendang telinga, 3 tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes). muara tuba Eustachii juga berada di telinga tengah. Batas-batas telinga tengah adalah : batas luar batas depan batas bawah : membran timpani : tuba eustachius : vena jugularis (bulbus jugularis)

batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis batas atas batas dalam : tegmen timpani (meningen/otak) : kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval

window), tingkap bundar (round window), promontorium. Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke tulang berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan getaran ke koklea.

Gambar 3. Anatomi Telinga Tengah Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell) berlapis dua yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisis oleh sel kubus bersilia seperti epitel mukosa saluran napas. Bagian bawah disebut pars tensa (membran propria) yang mempunyai 1 lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secararadier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya disebabkan oleh dua serabut pada membran timpani yaitu serabut sirkuler dan radier. Membran
4

timpani dibagi 4 kuadran dengan menarik garis searah prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo sehingga didapatkan bagian anterior-superior, anteriorinferior, posterior-superior, dan posterior-inferior yang berguna untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Tulang pendengaran saling berhubungan satu sama lain melalui sendi. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Telinga tengah dan saluran pendengaran akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik yang terdapat aditus ad antrum yaitu tulang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Saluran Eustachius menghubungkan ruangan telinga tengah dengan daerah nasofaring. Dalam keadaan biasa, hubungan saluran Eustachii dan telinga tengah tertutup dan terbuka pada saat mengunyah dan menguap.

Gambar 4. Anatomi Membran Timbpani II. 3. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Puncak koklea disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Labirin osea, yaitu sebuah

rangkaian rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe & labirin membranasea, yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe. Pada irisan melintang dari koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisis perilimfa sedangkan skala media berisis endolimfa. Bagian atas skala media dibatasi oleh membran vestibularis atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organ corti yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan bagian otak dengan N.vestibulokoklearis. Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat indera keseimbangan. Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta tiga saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian ini berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan dengan bagian keseimbangan dari N. vestibulokoklearis.

Gambar 5. Anatomi Telinga Dalam

Gambar 6. Anatomi Koklea

Gambar 7. Badan Korti


7

II. 4. FISIOLOGI PENDENGARAN Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga. Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus dan stapes, ke foramen oval. Getaran Struktur koklea pada tingkap lonjong akan diteruskan ke cairan limfe yang ada di dalam skala vestibuli. Getaran cairan ini akan menggerakkan membrana Reissner dan menggetarkan endolimfa. Sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius. Lalu di lanjutkan ke nukleus auditoris sampai korteks pendengaran di area 39-40 lobus temporalis.

Gambar 8. Fisiologi Pendengaran

BAB III KOMPLIKASI INTRATEMPORAL OMSK MALIGNA

III.1

DEFINISI Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis mempunyai potensi untuk menjadi

serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.biasanya komplikasi didapatkan pada OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapa menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotic komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang jelas. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini. Bebrapa ahli membagi komplikasi OMSK berdasarkan letak nya. Salah satu komplikasi yang cukup berbahaya adalah komplikasi intratemporal. Menurut Shambough (2003), komplikasi intratemporal terdiri dari berberap penyakit, diantaranya mastoiditis akut, paresis n. fasialis, labirinitis, petrositis dan abses subperiosteal. III.2 PENYEBARAN PENYAKIT Komplikasi OMSK terjadi apabila sawar (barrier ) pertahanan telinga tengahyang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa salurannafas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawr ini runtuh, masih ada sawr kedua, yaitudinding tulang kacum timpani dan sel mastoid. Bila sawr ini runtuh, maka struktur lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya absessubperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarahke dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis.Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis,meningitis dan abses otak.

Bil a sawar tul ang ter lampau i, suatu dinding per tahanan ketiga ya i tu jaringangranulasi akan terbentuk. Pada OMSK penyebaran terjadi mellui e r o s i t u l a n g . C a r a penyebaran lainnya adalah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada, misalnya melaluif e n e s t r a r o t u n d u m , m e a t u s a k u s t i k u s i n t e r n u s , d u k t u s p e r i l i m f a t i k , d a n d u k t u s endolimfatik.Dari gejala dan tanda yng ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran suatuinfeksi telinga ke intrakranial. III.2.1 Penyebaran Hematogen Penyeb aran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan a d a n y a ( 1 ) komplikasi terjadi paa awal suatu nfeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari p e r t a m a a t a u k e d u a s a m p a i h a r i k e s e p u l u h . ( 2 ) g e j a l a p r o d o r m a l t i d a k j e l a s s e p e r t i didapatkan pada gejala meningitis lokal. (3) Pada operasi, didapatkan dinding tulangtelinga tegah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradan dan mudah berdarah,sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika. III.2.2 Penyebaran melalui erosi tulang Penyeb aran melalui erosi tulang dapat diketahui bila (1) komplikasi e t r j a d i beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit. (2) gejala prodormal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas, misalnya paresis n.fasiaringan yangh i l a n g t i m b u l m e n d a h u l u i p a r e s i s n . f a s i a l i s ya n g t o t a l , a t a u g e j a l a m e n i n g t i s l o k a l mendahului meningitis purulen. (3) pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yangrusak diantara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yangterbuka biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi III.2.3 Penyebaran melalui jalan yang sudah ada P e n ye b a r a n m e l a l u i j a l a n i n i d a p a t d i k e t a h u i b i l a ( 1 ) k o m p l i k a s i t e r j a d i p a d a beberapa mingggu setelah awal penyakit, (2) ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mugkin dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayatotitis media yang sudah sembuh. Kompliksi intrakranial mengikuti komplikasi labirinitissupuratif. (3) pada operasi ditemukan jalan penjalaran melalui sawr tulang yang bukanoleh karena erosi. III.3 DIAGNOSIS
10

Pengenalan yang baik terhadap perkembangan suatu penyakit telinga merupakan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila pada pengobatan medikamentosa tidak dapat mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otore dari pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada OMSK tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti keluar. Hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung. Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan kerusakan dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT scan. Erosi tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT scan berfaedah untuk menetukan letak anatomi lesi. Untuk melihat lesi di otak, hidrosefalus dan lain-lain dapat dilakukan pemeriksaan CT scan otak tanpa dan dengan kontras. III.4 KOMPLIKASI INTRATEMPORAL III.4.1 Mastoiditis akut III.4.1.1 Definisi

Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya). III.4.1.2 Patofisiologi

Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa keadaankeadaan yang menyebabkan penurunan dari system imunologi dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis. Pada beberapa penelitian terakhir, hampir
11

sebagian dari anak-anak yang menderita mastoiditis, tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah sebelumnya. Bakteri yang berperan pada penderita anak-anak ini adalah S. Pnemonieae. Seperti semua penyakit infeksi, beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit. III.4.1.3 Gejala

Dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga tengah sudah melibatkan organ mastoid. Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar. Rasa nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada pasien-pasien yang masih bayi dan belum dapat berkomunikasi. Hilangnya pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

Kemerahan pada kompleks mastoid Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir (warna bergantung dari bakteri) Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan) Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah) Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lainnya. Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnnya.
12

Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur mikrobiologi, pengukuran sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan adanya infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya penyebaran ke dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah CT-scan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala. III.4.1.4 Tatalaksana

Pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti peradangan dan lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan mastoiditis. Tetapi pemilihan anti bakteri harus tepat sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi. Pengobatan yang lebih invasif adalah pembedahan pada mastoid. Bedah yang dilakukan berupa bedah terbuka, hal ini dilakukan jika dengan pengobatan tidak dapat membantu mengembalikan ke fungsi yang normal. III.4.2 Paresis nervus Fasialis III.4.2.1 Definisi

Parese nervus fasialis perifer merupakan kelemahan jenis lower motor neuron yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis terganggu, yang menyebabkan kelemahan otot wajah. Parese nervus facialis biasanya mengarah pada suatu lesi nervus fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi nukleus fasialis ipsilateral pada pons. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi kedalam kanalis fasialis tersebut. III.4.2.2 Anatomi dan Fisiologi

Nervus Fasialis mengandungi empat macam serabut: 1. Serabut somatomotorik, yang mempersarafi otot-otot wajah (kecuali muskulus levator palpebrae (N.III), otot platisma, sthiloid, digastricus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.

13

2. Serabut visemotorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius

superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal dan glandula submaksiler serata sublingual dan maksilaris. 3. Serabut viserosensorik yang menghantar implus dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.
4. Serabut somatosensorik rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rabadari

bagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi nervus trigeminus. Daerah overlapping disarafi oleh dari satu saraf ini terdapat pada lidah, platum, meatus acusticus eksterna dan bagian luar dari gendang telinga.

Nervus facialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Disamping saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga hidung dan mulut dan juga menghantar berbagai jenis sensasi termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, sensasi viseral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang disarafinya.

14

Inti motorik nervus fasialis terletak dipons. Serabut mengintari inti nervus abdusen, dan kelenjar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons diantara nervus fasialis dan nervus vestibukoklearis. Nervus fasialis bersama dengan nervus intermedius dan nervus vestibulokoklearis kemudian memasuki meatus akusticus internus. Di sini nervus facialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas yang berjalan di dalam kanalis facialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoideum , dan bercabang untuk mempersarafi otot-otot wajah. III.4.2.3 Gejala klinik

Gejala klinik berhubungan dengan lokasi lesi antara lain, 1. Lesi diluar foramen stilomastoideus Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus. 2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis. 3. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan muskulus stapedius) Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis 4. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan didalam liang telinga . Kasus seperti ini dapat terjadi
15

pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpertik terlihat di membrana timpani, kanalis auditorius eksterna dan pinna. 5. Lesi di meatus akustikus internus Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus. 6. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang kadang juga nervus abdusen, nervus aksesorius dan nervus hipoglossus. III.4.2.4 Pentalaksanaan

1. Proteksi mata sebelum tidur 2. Masase otot yang lumpuh. Pasien hendaknya melakukan masase otot wajah selama 5 menit dua kali sehari. Masase ini dimulai dari dagu dan bibir dan diarahkan ke atas 3. Sebuah bidai untuk mencegah kendurnya otot wajah bagian bawah yang dipakai secara umum dalam penanganan beberapa kasus. Sebuah metode sederhana yakni dengan membidai otot yang lumpuh dengan cara menggunakan plaster adhesive yang direkatkan pada dahi yang dibelah pada bagian bawahnya sehingga berbentuk seperti huruf Y terbalik kemudian direkatkan pada bibir atas dan bawah seperti sedemikian rupa sehingga keduanya terangkat. 4. Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanik berenergi lemah dianggap cukup bermanfaat. 5. Pemberian prednison (40-60 mg/hari) selama seminggu pertama hingga 10 hari setelah onset cukup menguntungkan, dan hal tersebut dapat menurunkan

16

kemungkinan

terjadinya

paralisis

yang

permanen

akibat

adanya

pembengkakan dari nervus dalam kanalis fasialis yang sempit. 6. Prosedur operasi biasanya cukup bermanfaat ketika penyembuhan spontan tidak terjadi. Neurolisis atau sambungan end to end dapat diindikasikan untuk lesi di eksrakranial atau pada cabang nervus fasialis. Ketika kerusakan saaf berada diatas foramen stilomastodeus, maka cara tersebut tidak efektif lagi dan perbaikan persarafan otot wajah hanya dapat dicapai dengan menyambungkan bagian distalnya nervus fasialis dengan bagian pusat dari salah satu saraf kranialis liannya, misalnya dengan saraf XII. 7. Tidak ada bukti yang nyata bahwa operasi dekompresi saraf fasialis cukup efektif dan bahkan hal tersebut bisa membahayakan. 8. Ketika fungsi motorik pulih kembali, pasien hendaknya latihan mengerakkan berbagai otot wajahnya ketika sedang bercermin.

III.4.3 Labirintis III.4.3.1 Definisi

Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam atau labirin yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis merupakan komplikasi intratemporal paling sering pada radang telinga tengah. Keadaan ini dapat ditemukan sebagai bagian dari suatu proses sistemik atau merupakan suatu proses tunggal pada labirin saja. Labirintis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intra temporal dari radang telinga tengah. Penderita otitis media kronik yang kemudian tiba-tiba vertigo, muntah dan hilangnya pendengaran harus diwaspadai terhadap timbulnya labirinitis supuratif. III.4.3.2 Klasifikasi

A. Labirinitis Serosa Difus Labirinitis serosa difus seringkali terjadi sekunder dari labirinitis sirkumskripta atau dapat terjadi primer pada otitis media akut. Masuknya toksin atau bakteri melalui tingkap lonjong, atau melalui erosi tulang labirin. Infeksi
17

tersebut mencapai end osteum melalui saluran darah. Diperkirakan penyebab labirinitis serosa yang paling sering adalah absorpsi produk bakteri di telinga dan mastoid ke dalam labirin. Bentuk ringan labirinitis serosa selalu terjadi pada operasi telinga dalam, misalnya pada operasi fenestrasi, terjadi singkat, danbiasanya tidak menyebabkan gangguan pendengaran. Kelainan patologiknya seperti inflamasi non purulen labirin. Pemeriksaan histlogik pada potongan labirin menunjukkan infiltrasi seluler awal dengan eksudat serosa atau serofibrin. Gejala dan tanda serangan akut labirinitis serosa difus adalah vertigo spontan dan nistagmus rotatoar, biasanya ke arah telinga yang sakit. Kadangkadang disertai mual dan muntah, ataksia dan tuli saraf. Labirinitis serosa difus yang terjadi sekunder dan labirinitis sirkumskriota mempunyai gejala yang serupa tetapi lebih ringan, akibat telah terjadi kompensasi. Tes fistula akan positif kecuali bila fistulanya tertutup jaringan. Ada riwayat gejala labirinitis sebelumnya, suhu badab normal atau mendekati normal. Pada labirinitis serosa ketulian bersifat temporer, biasanya tidak berat, sedangkan pada labirinitis supuratif terjadi tuli saraf total yang permanen. Bila pada labirinitis serosa ketulian menjadi berat atau total, maka mungkin telah terjadi perubahan ,menjadi labirinitis supuratif. Bila pendengaran masih tersisa sedikit disisi yang sakit, berarti tidak terjadi labirinitis supuratif difus. Ketulian pada labirinitis serosa difus harus dibedakan dengan ketulian pada penyakit non inflamasi labirin dan saraf ke VIII. Prognosis labirinitis serosa baik, dalam arti menyangkut kehidupan dan kembalinya fungsi labirin secara lengkap. Tetapi tuli saraf tempore yang berat dapat menjad tuli saraf yang permanen bila tidak diobati dengan baik. Pengobatan pada stadium akut yaitu pasien harus tirah baring (bed rest) total, diberikan sedatif ringan. Pemberian antibiotika yang tepat dan dosis yang adekuat. Drainase telinga tengah harus dipertahankan. Pembedahan merupakan indikasi kontra. Pada staium lanjut OMA, mungkin diperlukan mastoidektomi

18

sederhana (simpel) untuk mencegah labirinitis serosa. Timpanomastoidektomi diperlukan bila terdapat kolesteatom dengan fistula. B. Labirinitis supuratif akut difus Labirinitis supuratif akut difus, ditandai dengan tuli total pada telinga yang sakit diikuti dengan vertigo berat, mual, muntah, ataksia dan nistagmus spontan ke arah telinga yang sehat. Labirinitis supuratif akut difus dapat merupakan kelanjutan dari labirinitis serosa yang infeksinya masuk melalui tingkap lonjong atau tingkap bulat. Pada banyak kejadian, labirinitis ini terjadi sekunder dari otits media akut maupun kronik dan mastoiditis. Pada beberapa kasus abses subdural atau meningitis, infeksi dapat menyebar ke dalam labirin dengan atau tanpa terkenanya telinga tengah, sehingga terjadi labirinitis supuratif. Kelainan patologik terdiri dari infiltrasilabirin oleh sel-sel leukosit polimorfonuklear dan destruksi struktur jaringan lunak. Sebagian dari tulang labirin nekrosis, dan terbentuk jaringan granulasi yang dapat menutup bagian tulang yang nekrotik tersebut. Keadaan ini akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum, paresis fasialis, dan penyebab infeksi ke intrakranial. Mual, muntah, vertigo dan ataksia dapat berat sekali bila awal dari perjalana labirinitis supiratif tersebut cepat. Pada bentuk yang perkembangannya lebih lambat, gejala akan lebih ringan oleh karena kompensasi labirin yang sehat. Terdapat nistagmus horizontal rotatoar yang komponen cepatnya mengarah ke telinga yang sehat. Dalam beberapa jam pertama penyakit, sebelum seluruh fungsi labirin rusak, nistagmus dapat mengarah ke telinga yang sakit. Jika fungsi koklea hancur, akan mentebabkan tuli saraf total permanen. Suhu badan normal atau mendekati normal, bila terdapat kenaikan, mungkin disebabkan oleh otitis media atau mastoiditis. Tidak terdapat rasa nyeri. Bila terdapat, mungkin disebabkan oleh lesi lain, bukan oleh labirinitis. Selama fase akut, posisi pasien sangat khas. Pasien akan berbaring pada sisi ynag sehat dan matanya mengarah ke sisi yang sakit, jadi ke arah komponen lambat nistagmu. Posisi ini akan mengurangi perasaan vertigo.

19

Tes kalori maupun tes rotasi tidak boleh dilakukan selama fase akut, sebab vertigo akan diperhebat. Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit, tanda dan gejala labirinitis dengan hilangnya secara total dan permanen fungsi labirin. Pemeriksaan rontgen telinga tengah. Os mastoid dan os petrosus mungkin menggambarakan sejumlah kelianan yang tidak berhubungan dengan labirin. Bila dicurigai terdapat iritasi meningeal, maka harus dilakukan pemeriksaan cairan spinal. Labirinitis supuratif akut difus tanpa komplikasi, prognosis ad vitam baik. Dengan antibiotika mutahir komplikasi meningitis dapat sukses diobati, sehingga harus dicoba terapi medikamentosa dahulu sebelum tindakan operasi. Bila terjadi gejala dan tanda komplikasi intrakranial yang menetap, walaupun telah diberikan terapi adukuat dengan antibiotika, drainase labirin akan memberiprognosis lebih baik daripada bila dilakukan tindakan operasi radikal. C. Labirinitis kronik (laten) difus Labirinits supurati stadium kronik atau laten dimulai, segera sesudah gejala vestibuler akut berkurang. Hal ini mulai dari 2-6 minggu sesudah awal periode akut III.4.3.3 Patologi

Kira-kira akhir minggu ke X setelah serangan akut telinga dalam hampir seluruhnya terisi oleh jaringan granulasi. Beberapa area infeksi tetap ada. Jaringan granulasi secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan kalsifikasi. Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruanganruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa tahun pada 50 % kasus. III.4.3.4 Gejala

Terjadi tuli total di sisi yang sakit. Vertigo ringan dan nistagmus spontan biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang berfungsi dapat mengkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan respon di sisi yang sakit dan tes fistula pun negatif, walaupun terdapat fistula.
20

III.4.3.5

Pengobatan

Terapi lokal harus ditujukan keseiap infeksi yang mungkin ada. Drainase bedah atau eksenterasi labirin tidak di indikasikan, kecuali suatu fokus di labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau dicurigsi menyebar ke struktur intrakaranial dan tidak memberi respons terhadapterapi antibiotika. Bila ada indikasi dapat dilakukan mastoidektomi. Bila dicurigai ada fokus infeksi dilabirin atau di os petrosus, dapat dilakukan drainase labirin dengan salah satu operasi labirin. Setipa sekuestrum yang lepas harus dibuang, harus dihindari terjadinya trauma N VII. Bila saraf fasial lumpuh, maka harus dilakukan dengan kompresi saraf tersebut. Bila dilakukan operasi tulang temporal, maka harus biberikan antibiotika sebelun dan sesuadah operasi III.4.4 Petrositis III.4.4.1 Definisi

Petrositis adalah infeksi dan peradangan dari bagian apikal dari tulang temporal petrosa. Ini biasanya merupakan komplikasi supuratif mastoiditis. III.4.4.2 Anatomi

Tulang temporal petrosa yang berdekatan dengan mastoid dan sel-sel udara. Ini memiliki banyak ruang udara di dalamnya dan ini, dikombinasikan dengan sumsum yang sangat vaskular, berarti bahwa itu adalah rentan terhadap infeksi yang telah menyebar dari telinga tengah ke mastoid tersebut. Tulang temporal petrosa secara langsung berhubungan dengan pembuluh darah dan jaringan saraf penting di fosa kranial tengah, sehingga infeksi di situs ini dapat memiliki konsekuensi parah dan merusak. Relevansi khusus adalah dekat dari ganglion Gasserian (dari saraf kranial VTh), yang abducens (Vith saraf kranial) saraf, arteri karotis dan vena sinus dural. III.4.4.3 Patogenesis

21

Infeksi sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus atau Pseudomonas spp, dan. Mengikuti obstruksi sistem sel udara karena peradangan, atau lesi lain dari tulang temporal petrosa atau mastoid. terutama ketika Kadang-kadang, TBC dapat menjadi penyebab infeksi pasien berada di bawah 20 tahun.

Antibiotik yang efektif berarti bahwa kondisi ini jauh kurang umum daripada sebelumnya. Komplikasinya juga sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi. Namun, masih terjadi petrositis jarang. Sebuah kesadaran keberadaannya dan tingkat yang tepat dari kecurigaan kondisi yang diperlukan untuk mencegah kerusakan parah atau kematian pada mereka yang terkena dampak. III.4.4.4 Gejala klinik

Tiga serangkai yang klasik gejala dan tanda-tanda petrositis, yang dikenal sebagai sindrom Gradenigo, adalah

Otore. Dalam retro-orbital nyeri, nyeri wajah atau sakit kepala (VTh saraf kranial iritasi, sebagai ganglion Gasserian terletak pada hubungan dekat ke puncak petrosa).

Vith (abducens) paresis saraf kranial, yang mengarah ke kelumpuhan rektus lateral, atau ketidakmampuan untuk melihat keluar dengan satu mata (diplopia pengalaman pasien).

Namun, sekarang biasa (karena ketersediaan antibiotik) untuk infeksi menyebar ke dura dan menyebabkan kelumpuhan syaraf abducens , jadi kondisi harus dicurigai pada pasien yang mengeluh dalam, sakit parah wajah / retroorbital / sakit kepala dengan otore. Gejala terkait lainnya / tanda-tanda termasuk (dalam urutan perkiraan frekuensi):

Otalgia. Demam.
22

Kebingungan kesadaran, gangguan atau koma. Lain palsi saraf kranial , terutama trigeminal, wajah dan vestibulokoklearis. Jarang, mungkin ada gejala atau tanda-tanda disfungsi karena palsi saraf kranial dari Xth (pidato hidung dan batuk sapi) atau saraf kranial IXth ( pseudobulbar palsy , tetapi hanya jika ada penyakit bilateral).

III.4.4.5

Penatalaksanaan berbagai pendekatan bedah cerdik dipekerjakan untuk

Historis tengah. Farmakologi

mendapatkan dan tiriskan ini sangat sulit-untuk-mencapai daerah dari fosa kranial

Sekarang terapi konservatif biasanya dalam bentuk antibiotik intravena didikte oleh budaya dan pengujian sensitivitas. Bedah Intervensi bedah mungkin diperlukan bagi pasien yang gejalanya tidak menanggapi antibiotik yang tepat, atau yang mengembangkan komplikasi dari infeksi, misalnya defisit saraf kranial, pembentukan abses atau trombosis vena sinus.

Sejumlah pendekatan bedah telah dikembangkan. dikeringkan melalui tulang temporal. lengkap.

Pada kebanyakan

pasien pendekatan transmastoid akan memungkinkan petrosa harus Ini melibatkan mastoidectomy

Beberapa ahli bedah juga menempatkan menguras dari situs yang terinfeksi ke dalam mastoid atau hypotympanum, untuk mempertahankan patensi dari jalur drainase dan mencegah terulangnya infeksi.

23

Kadang-kadang, intervensi bedah yang lebih kompleks dapat dilakukan di mana respon terhadap terapi tidak memadai atau ada alasan mencurigai penyebab alternatif lesi apeks petrosa.

III.4.5 Abses subperiosteal III.4.5.1 Definisi Abses subperiosteal terjadi di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil menembus korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental. Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. III.4.5.2 Patogenesis Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim
24

ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan. Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus. Sebelum mencapai dunia luar, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah serous disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. III.4.5.3 Penatalaksanaan

Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Lalu bagaimana dengan abses subperiosteal? Yang
25

terjadi didalam tulang? Biasanya abses periapikal memiliki kondisi khas berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.

26

BAB IV KESIMPULAN Telinga dibagi menjadi tiga bagian, di antaranya telinga luar, tengah dan dalam. Telinga liuar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tulang-tulang pendengaran dan muara tuba eustachius. Telinga dalam terdiri dari koklea dan 3 kanalis semisirkularis. Secara garis besar, fisiologi pendengaran dimulai dari gelombang bunyi yang ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga. Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus dan stapes. Getaran diteruskan ke koklea, sehingga menggetarkan endolimfa, yang nanti akan menyebabkan terjadinya depolarisasi yang mengubah getaran menjadi energi listrik. Impuls tadi akan diteruskan ke korteks serebri dan diterjemahkan oleh otak. Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.biasanya komplikasi didapatkan pada OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapa menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotic komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Bebrapa ahli membagi komplikasi OMSK berdasarkan letak nya. Salah satu komplikasi yang cukup berbahaya adalah komplikasi intratemporal. Menurut Shambough (2003), komplikasi intratemporal terdiri dari berberap penyakit, diantaranya mastoiditis akut, paresis n. fasialis, labirinitis, petrositis dan abses subperiosteal. Dalam mendiagnosis komplikasi intratemporal OMSK dibutuhkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang akurat. Setiap penyakit dari komplikasi tersebut memiliki hystori dan pemeriksaan yang berbeda sehingga perlu di cermati termasuk komplikasi yang mana.
27

BAB V DAFTAR PUSTAKA


1. Gambar

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Anatomi Anatomi Anatomi Anatomi Anatomi Anatomi Badan Telinga

telinga. Luar. Tengah. Timpani. Dalam. Koklea. Korti.

Sumber Sumber Sumber Sumber Sumber Sumber Sumber

: : : : : : :

http://www.utdol.com/online/content/images/pedi_pix/Normal _ear_anatomy.jpg.
2. Gambar

http://medicastore.com/images/anatomi_telinga_luar.jpg
3. Gambar

Telinga Mebran Telinga

http://gurungeblog.files.wordpress.com/2008/12/telinga-tengah.jpg?w=297&h=300
4. Gambar

http://doctorsgates.blogspot.com/2010/12/anatomy-of-ear-drum-as-seen-on.html
5. Gambar

http://gurungeblog.files.wordpress.com/2008/12/telinga-dalam.gif?w=299&h=160
6. Gambar

http://www.medscape.com/viewarticle/719262_sidebar1.
7. Gambar

http://www.medscape.com/viewarticle/719262_sidebar1.
8. Gambar 8. Fisiologi Pendengaran. Sumber : http://cache-media.britannica.com/eb-

media/99/14299-004-D2B5BCF9.gif. 9. Snell, Richard S. Anatomi Klinik. Edisi ke Enam. Hal 803 805. 2006. Jakarta : EGC.
10. Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008.
11. Adams, Boies, Higler. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta,1997.
12. Informasi

Mastoiditis

Akut.

Available

at:

http://www.medicastore.com/penyakit/824/Mastoiditis_Akut.html. Accessed on January, 15th, 2012.


28

13. My

Mind:

Parese

Nervus

Fasialis

Perifer.

Available

at:

http://www.drsyahidamd.blogspot.com/2010/09/parese-nervus-fasialis-perifer.html. Accessed on January 15th, 2012.


14. Medical

Blog:

Labirinitis.

Available

at:

http://www.ismirayanti.blogspot.com/2010/10/labirinitis.html.
15. Petrosistis

Doctor

Patien

UK.

Available

at:

http://www.patient.co.uk/doctor/Petrositis.html.
16. Patogenesa, Pola penyebaran dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available at:

http://www.gilangrasuna.wordpress.com/2010/06/01/patogenesa-pola-penyebaran-danprinsip-terapi-abses-rongga-mulut.html.

29

30

You might also like