You are on page 1of 15

I.

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara agraris yang mengedepankan pada sektor pertanian dalam kegiatan pembangunan perekonomiannya. Salah satu kegiatan pertanian yang menjadi komoditi utamanya adalah

perkebunan. Menurut direktorat pangan dan pertanian Indonesia, luas areal pekebunan tanaman tahunan di Indonesia seluas 14.347 ribu hektar dan luas areal perkebunan tanaman semusim seluas 14.919 ribu hektar pada tahun 2000. Salah satu hasil perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit(Elaeis sp.). Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Kelapa sawit termasuk dalam divisi Embryophyta Siphonagama, termasuk dalam kelas Angiospermae, ordo Monocotyledonae, family Arecaceae (dahulu disebut Palmae) serta termasuk dalam genus Elaeis. Macam-macam spesies Kelapa sawit antara lain: Elaeis guineensis, Elaeis oleifera, Elaeis odora. Komoditas kelapa sawit yang memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan, prospek

pengembangannya tidak saja terkait dengan pertumbuhan minyak nabati dalam negeri dan dunia, namun terkait juga dengan perkembangan sumber minyak nabati lainnya, seperti kedelai, rape seed dan bunga matahari. Dari segi daya saing, minyak kelapa sawit mempunyai daya saing yang cukup kompetitif dibanding minyak nabati lainnya, karena produktivitas per hektar cukup tinggi serta merupakan tanaman tahunan yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat dan ditinjau dari aspek gizi minyak kelapa sawit

tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar kolesterol bahkan mengandung beta karoten sebagai pro-vitamin A. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) luas areal lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7.824.623 hektare pada tahun dan pada 2011

mencapai 8.908.000 hektare, sementara di 2012 angka sementara mencapai 9.271.000 hektare dan terus bertambah. Kegiatan pertanian tidak akan lepas dari gangguan baik gangguan biologis maupun non biologis. Gangguan hama dan penyakit tumbuhan pasti ada dalam setiap usaha pertanian. Kelapa sawit memiliki beberapa gangguan dari hama dan penyakit seperti ulat api dan ulat kantong, tikus, rayap, adoretus dan apogonia, babi hutan, dan penyakit lainnya. Untuk memperoleh hasil produksi maksimal gangguan hama dan penyakit wajib dikendalikan agar produksi tidak menurun dan tidak menurunkan kualitas hasil produksi. Maka dari itu pengendalian hama dan penyakit menjadi aspek vital dalam pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan kelapa sawit.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (Dipertanhut 2011) Berdasarkan siklus hidupnya, tumbuhan tahunan (perennial plants) adalah tumbuhan yang dapat meneruskan kehidupannya setelah bereproduksi atau menyelesaikan siklus hidupnya dalam jangka waktu lebih daripada dua tahun. Banyak di antaranya berupa pohon, meskipun terdapat pula terna ataupun semak. Untuk mengatasi tantangan lingkungan, tumbuhan tahunan mengembangkan berbagai strategi untuk bertahan hidup, seperti menggugurkan daun, mengubah morfologi, atau menghasilkan senyawa tertentu yang membuat selselnya mampu bertahan pada perubahan lingkungan yang ekstrem (Wikipedia 2012) Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi (Wikipedia 2012) Daerah yang baik untuk perkebunan kelapa sawit adalah daerah dengan lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-280C. Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan(Prabowo 2011)

Pengendalian hama adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme pengganggu yang disebut hama karena dianggap

mengganggu kesehatan manusia, ekologi, atau ekonomi. Pengendalian hama berumur setidaknya sama dengan pertanian, lantaran petani perlu mempertahankan tanamannya dari serangan hama. Untuk

memaksimalkan hasil produksi, tanaman perlu dilindungi dari tanaman dan hewan pengganggu(Wikipedia 2009) Secara umum, hama atau pest diartikan sebagai jasad pengganggu (jasad renik, tumbuhan, dan hewan). Pada perkembangannya, istilah hama didefinisikan dengan lebih khusus, yaitu hewan yang mengganggu manusia, dan dipersempit lagi menjadi hewan yang mengganggu tanaman (tumbuhan yang diupayakan manusia), maka dikenal istilah Hama Tanaman atau Pests of Crops (Choirun 2011) Ditinjau dari sudut biologi penyakit tumbuhan adalah terjadinya perubahan fungsi sel dan jaringan inang sebagai akibat gangguan yang terus menerus oleh agensi pathogen atau faktor lingkungan dan berkembangnya gejala (Ningsih 2010) Dalam perkebunan kelapa sawit terdapat dua kelompok hama utama pemakan daun yaitu Ulat Api serangan serius hama tersebut dan Ulat Kantong. Akibat diatas dapat menyebabkan

pertumbuhan tanaman muda terhambat sehingga akan memperpanjang masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Defoliasi daun yang serius pada Tanaman Menghasilkan (TM) dapat menyebabkan

penurunan produksi. Serangan yang telah meliputi areal yang luas akan memerlukan biaya pengendalian yang mahal. Terjadinya serangan yang serius tersebut disebabkan kegagalan dalam

melakukan deteksi pada saat serangan awal dan meliputi areal yang sempit serta implementasi pengendalian yang tidak tepat(MMGP 2002)

III.

PEMBAHASAN

A. Ulat Api dan Ulat Kantong Dalam perkebunan kelapa sawit terdapat dua kelompok hama utama pemakan daun yaitu Ulat Api serangan serius hama tersebut dan Ulat Kantong. Akibat diatas dapat menyebabkan

pertumbuhan tanaman muda terhambat sehingga akan memperpanjang masa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Defoliasi daun yang serius pada Tanaman Menghasilkan (TM) dapat menyebabkan

penurunan produksi. Serangan yang telah meliputi areal yang luas akan memerlukan biaya pengendalian yang mahal. Terjadinya serangan yang serius tersebut disebabkan kegagalan dalam

melakukan deteksi pada saat serangan awal dan meliputi areal yang sempit serta implementasi pengendalian yang tidak tepat. Metode Pengendalian hama dan ulat pemakan daun kelapa sawit yang umum dilakukan menurut Pahan dan Gunawan(1997) adalah sebagai berikut: Umur Tanaman Bila Metode Pengendalian rata-rata populasi larva <10

ekor/pelepah dan arealnya terbatas maka < 3 tahun dilakukan Handpicking Bila rata-rata populasi larva >10 ekor maka dilakukan penyemprotan insektisida atau virus dengan knapsack sprayer atau mist blower 3-7 tahun Semprot insektisida atau virus menggunakan mist blower atau pulsfog Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangannya terbatas Semprot insektisida atau virus menggunakan

7-15 tahun

pulsfog Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangannya terbatas Semprot insektisida atau virus menggunakan

B >15 tahun

pulsfog Infus akar/trunk injection dengan insektisida sistemik bila areal serangannya terbatas

B. Tikus Tikus merupakan salah satu hama utama yang dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman kelapa sawit dan tebu di Indonesia. Pada kelapa sawit, bagian yang dirusak adalah pelepah sampai titik tumbuh pada tanaman muda, bunga dan buah pada tanaman yang menghasilkan. Pada kelapa sawit, seekor tikus belukar dapat menghabiskan sekitar 6 sampai 14 gram daging buah per hari dan membawa brondolan (buah lepas matang) ke dalam tumpukan pelepah sebanyak 30 sampai 40 kali lipat dari konsumsinya. Jika populasi tikus dalam 1 hektar berkisar antara 183537 ekor dan berfluktuasi sangat lambat, maka dapat ditaksir menyebabkan kehilangan minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) minimal antara 828962 kg/ha/tahun, tidak termasuk brondolan. Selain itu, tandan buah yang luka akibat keratan tikus dapat memacu peningkatan asam lemak bebas pada minyak sawit. Pada daerah pengembangan baru perkebunan kelapa sawit dapat menimbulkan kematian tanaman muda hingga mencapai 2030% Pada umumnya pengendalian serangan tikus di perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan racun tikus (rodentisida). Namun cara ini banyak memiliki kelemahan yaitu dapat menimbulkan pencemaran bahan kimia beracun terhadap lingkungan (air, tanah dan udara); menimbulkan bau bangkai tikus
6

disekitar kebun; menimbulkan jera

umpan terhadap tikus; dan

membutuhkan pengawasan yang ketat terhadap penyebaran umpan dan pengamatan terhadap umpan yang dimakan oleh tikus pada tiga hari setelah perlakuan. Salah satu strategi pengendalian hama tikus yang mengacu pada prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu pengendalian secara biologis dengan menggunakan predator burung hantu (Tyto alba). Pengendalian ini cukup efektif diterapkan pada tikus di perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan pengendalian tikus di perkebunan tebu. Burung hantu merupakan predator tikus yang sangat potensial pada perkebunan kelapa sawit dan mampu menurunkan serangan tikus pada tanaman muda hingga di bawah 5%. Biaya pengendalian serangan tikus dengan burung hantu hanya berkisar 50% dibandingkan penanggulangan tikus secara kimiawi. C. Rayap Cara pengendalian rayap yang efektif adalah dengan menghancurkan sarangnya danmembunuh semua anggota koloni rayap terutama ratu. Akan tetapi di areal tanaman kelapa sawit yang terserang, terutama di areal gambut, sulit untuk menemukan sarang rayap. Oleh sebab itu, upaya pengendalian saat ini lebih ditekankan untuk membunuh rayap yang menyerang pokok kelapa sawit, serta mengisolasi pokok yang terserang agar hubungan antara pokok dengan sarang rayap dapat diputus. Hal ini dianggap perlu, karena rayap baru akan selalu datang dari sarangnya ke pokok terserang untuk menggantikan rayap yang mati. Pengendalian Rayap secara kimia menggunakan Insektisida yang direkomendasikan untuk pengendalian rayap seperti: 1. Regent 50 SC berbahan aktif Fipronil dengan dosis aplikasi 2,50 ml/l air

2. Termiban 400 EC berbahan aktif Chlorpyriphos dengan dosis aplikasi 6,25 ml/l air D. Kumbang Adoretus sp. dan Apogina sp. Hama ini pada umumnya hanya terdapat di pembibitan. Bagian tanaman yang terserang yaitu tanaman muda baik di pembibitan maupun di lapangan. Stadia hama yang merugikan yaitu dewasa/imago, berupa kumbang. Kumbang Adoretus sp. dewasa menyerang daun dan memakan sebagian kecil dari daun bagian tengah. Sementara kumbang Apogina sp. dewasa mulai menyerang bagian pinggir helaian daun. Tingkat populasi kritis berkisar 5-10 ekor kumbang Adoretus sp. dan 10-20 kumbang Apogina sp.per tanaman. Kerusakan pada tanaman yang telah berumur lebih dari satu tahun bias diabaikan. Pengendalian stadia larva sulit untuk dilakukan sehingga pengendalian dilakukan hanya pada kumbangnya. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan larutan insektisida sebagai berikut : 1. Thiodan 35 EC (bahan aktif Endosulfan) konsentraasi 0,2% 2. Sevidan 70 WP (bahan aktif Endosulfan) konsentrasi 0,2% 3. Temik 10 E (bahan aktif Aldikarb) dosis g/polybag/bulan. Penyemprotan larutan insektisida dilakukan pada sore hari sampai pukul 21.00 dengan rotasi 1-2 kali seminggu. Umumnya kumbang akan berkurang dengan sendirinya bila tanaman kacang-kacangan penutup tanah sudah menutupi semua areal penanaman denga sempurna. E. Babi Hutan 1. Metode Langsung 4

a. Jerat Babi-babi hutan dewasa, kecil kemungkinan untuk terjerat karena biasanya lebih berhati-hati. Peluang besar yang tertangkap yaitu anak babi hutan serta babi hutan baik jantan atau betina yang masih muda. Pemasangan jerat harus lebih giat dilakukan pada saat anak babi hutan sudah berhenti menyusu. Kelahiran anak babi terbesar terjadi sekitar bulan JanuariFebruari, sehingga diperkirakan anak babi hutan akan berhenti menyusu sekitar bulan Juli. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan jerat yaitu: 1) Jerat bisa dipasang sepanjang tahun, tetapi pemasangan jerat lebih digiatkan pada bulan Juli. 2) Jumlah jerat yang dipasang untuk 1 ha sebanyak 2-5 buah dan apabila dipasang pada jalan-jalan babi, setiap 500 m dipasang 1 jerat. 3) Di sekitar lokasi pemasangan jerat dipasang tanda bahaya 4) Untuk menghilangkan bau manusia, jerat dilumuri dengan lumpur 5) Jerat yang lokasinya dekat diperiksa setiap hari dan apabila lokasi pemasangan jauh diperiksa setiap 2 (dua) hari sekali. b. Perangkap Perangkap bermanfaat untuk menangkap babi hutan betina beserta anak-anaknya. Pemasangan perangkap sebaiknya

dilakukan pada bulan Januari - Februari (masa melahirkan), Maret Juni (masa menyusui), dan November Desember (masa bunting). c. Berburu Perburuan bisa dilaksanakan 1 (satu) kali sebulan, yaitu pada bulan yang diperkirakan dapat membunuh sebanyak

mungkin babi hutan betina yang sedang bunting atau sedang menyusui, dan babi hutan muda. Lokasi dapat dipastikan sehari atau 2 (dua) hari sebelum berburu. Gunakan tanda-tanda adanya kegiatan babi hutan misalnya congkelan tanah, jejak, kotoran babi hutan serta sisa-sisa tanaman yang rusak sebagai petunjuk bahwa di sekitar daerah tersebut kemungkinan besar sebagai tempat tinggal babi hutan dan sesuai untuk berburu. d. Pemakaian lapun Lapun adalah sejenis jaring yang terbuat dari kawat baja, yang dapat digunakan untuk menangkap babi hutan secara hidup-hidup, pada waktu berburu. e. Meracun Penggunaan racun disarankan merupakan pilihan terakhir, mengingat efek samping yang ditimbulkan oleh racun yang digunakan.Umpan dipasang pada jalan jalan yang sering dilalui babi hutan, di daerah pinggiran hutan, di pinggir areal yang ditanami dan pada daerah yang termasuk jelajahan babi tetapi sulit dimasuki oleh kelompok berburu. f. Lubang parit Pembuatan lubang parit mengelilingi kebun dengan kedalaman 1 m dan lebar 1 m. 2. Metode tidak langsung a. Pemagaran Pemagaran terhadap individu tanaman, menggunakan seng dengan ketinggian 40 cm, mengelilingi batang tanaman kelapa sawit pada saat mulai tanam sampai 2 tahun.

Keuntungan melakukan pemagaran, yaitu: 1) Bisa dilaksanakan secara berkelompok, sehingga biaya lebih murah

10

2) Apabila pemagaran dengan menggunakan pagar hidup dapat menyumbangkan unsur hara dalam tanah, sehingga dapat membantu mempertahankan kesuburan tanah. Kelemahan melakukan pemagaran yaitu: 1) Tidak semua daerah dapat dipagar, akan tetapi hanya lahan-lahan yang datar yang mudah dipagar. 2) Pagar babi hutan memerlukan perawatan yang cermat. b. Penjagaan malam hari Biasanya disertai dengan membuat tiruan manusia (orangorangan). Cara ini dianggap kurang efektif, karena babi hutan dapat mengetahui dengan cepat tiruan manusia (orang-orangan) tersebut. 3. Melestarikan musuh alami Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan predator babi hutan, antara lain harimau dan ular atau menggunakan pestisida nabati seperti akar dan umbi Gloriosa superba LINN (Kembang Sungsang/Katongkat/Mandalika).Pengendalian babi hutan akan berhasil apabila dilaksanakan secara terpadu, yaitu dengan menggabungkan semua teknik pengendalian yang dianjurkan dengan memperhatikan keseimbangan alam serta lingkungan sekitar. F. Penyakit-penyakit daun di pembibitan Penyakit yang biasa menyerang pembibitan diantaranya penyakit antracnose (early leaf disease), penyakit curvularia (leaf spot disease), dan penyakit pestalotiopsis palmarum. Jamur penyebab penyakit daun di pembibitan kelapa sawit termasuk parasit lemah. Penyakit yang ditimbulkan biasanya bersifat sekunder. Intensitas serangan penyakit daun sangat tergantungpada kondisi bibit.Oleh sebab itu, pengelolaan

pembibitan perlu mendapat perhatian utama. Pembibitan yang dikelola dengan baik umumnya tidak mendapat gangguan serangan

11

penyakit daun yang berarti. Penyemprotan fungisida hanya bersifat korektif, yaitu menyehatkan kembali bibit yang sakit. Fungisida yang biasa digunakan untuk pencegahan yaitu Dithane M-45/80 WP dengan konsentrasi 0,15-0,20%. G. Penyakit Busuk Pangkal Batang Penyakit ini disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense. Patogen ini mempunyai kisaran inang yang luas, terutama dari kelompok Palmae/Cocoidae. Pada tanaman tua, infeksi terjadi melalui kontak akar maupun melalui spora, sedangkan pada tanaman muda infeksi hanya melalui kontak akar. Beberapa cara penganggulangannya adalah sebagai berikut: 1. Membersihkan sumber infeksi sebelum penanaman di bekas areal kelapa dan kelapa sawit, lahan harus benar-benar bersih dari tunggul kelapa dan kelapa sawit 2. Mencegah penularan penyakit dalam kebun a. Pohon yang sudah menunjukkan gejala sakit pada daun umumnya tidak dapat ditolong lagi, maka dianjurkan agar pohon tersebut diracun, kemudian ditebang. Tunggul dan akar-akarnya digali dalam radius 60 cm b. Bila ditemukan pohon dengan gejala serangan awal, dapat dilakukan pembelahan surgery. Bagian yang membusuk diambil kemudian luka tersebut ditutup dengan penutup luka (protectant) misalnya ter, arang. 3. Melakukan pengamatan rutin 1-3 kali setahun oleh orang yang telah berpengalaman. Adanya pembusukan di dalam batang dapat dideteksi dengan memukul-mukul pangkal batang 4. Pengendalian secara Kultur Teknis. Untuk menghindari infeksi (Ganoderma) sp dilakukan pembuatan lubang tanam besar (big hole) berukuran 3 x 3 x 0,8 m. 5. Pengendalian secara Hayati. Dapat dilakukan dengan

melakukan aplikasi Trichoderma spp atau Gliocladium sp.

12

6. Pengendalian secara Kimiawi. Pengendalian kimiawi dengan aplikasi fungisida berbahan aktif triadimenol dan Triademorph 10-20 cc untuk menahan perkembangan penyakit. H. Marasimus Bunch Root (MBR) Penyakit ini disebabkan oleh Saprophytic pathogen, Marasmius palmivoris, umumnya mulai menyerang pada gagang tandan antara pelepah dan batang pohon sawit. Penyakit ini kemudian masuk ke tiap brondolan menghasilkan warna coklat terang. Penyerangan penyakit ini meningkat pada musim hujan yang berkepanjangan, dan terutama pada tanah asam sulphate. Pengendalian penyakit busuk tandan buah dapat dilakukan secara kultur teknis, pengendalian dilakukan dengan cara : 1. Semua bunga dan buah yang busuk dibuang. Penunasan juga perlu dilakukan pada cabang daun sebelumdan sesudah panen secara teratur di sekitar pangkal batang 2. Tandan yang lewat masak jangan dibiarkan tetap berada di pohon, khususnya di daerah pengembangan. Tandan-tandan yang belum mencapai ukuran tertentu dipotong dengan teratur, meskipun pabrik belum siap 3. Tandan yang terserang berat oleh cendawan sebaiknya tidak dikirim ke pabrik karena akan meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak. Pengendalian secara kimiawi dilakukan jika pengendalian cara kultur teknis tidak dapat menekan perkembangan penyakit. Fungisida yang dianjurkan yaitu Difolatan(Kaptafol) dosis 0,7 liter/ha dengan volume semprot 150 liter/ha dilakukan dua minggu sekali.

13

IV.

Kesimpulan 1) Pengendalian hama dan penyakit tanaman pada kelapa sawit adalah aspek penting dalam usaha pencapaian produksi yang maksimal. 2) Hama dan penyakit pada kelapa sawit antara lain seperti : ulat, rayap, tikus, kumbang, babi hutan, jamur dsb. 3) Hama ulat kantong dan ulat api dikendalikan dengan handpicking, knapsack sprayer, mist blower, pulsfog, infuse akar. 4) Pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan predator bologis yaitu burung hantu. 5) Hama rayap dapat atasi dengan insektisida yaitu: Regent 50 SC berbahan aktif Chlorpyriphos. 6) Hama babi hutan dapat ditanggulangi dengan metode langsung dan tak langsung. 7) Jamur dapat dikendalikan dengan kultur teknis maupun dengan fungisida Fipronil dan Termiban 400 EC berbahan aktif

14

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008, Pengembangan Teknologi Kelapa Sawit, www.deptan.co.id, akses 19 November 2012 Anonim, 2008, Kajian Pasar dan Produksi www.deptan.co.id, akses 19 November 2012 Minyak Kelapa Sawit,

Departemen Pertanian, 2005, Prospek dan Arah Pengembangan, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Katalog BPS, 2008, Statistik Indonesia Pahan, Iyung, 2008, Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Penebar Swadaya, Jakarta Setyamidjaja, D, 1991, Budidaya Kelapa Sawit, Kanisius, Yogyakarta Statistik, 2009, Perkebunan Indonesia, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan Susila, W. R., 2004, Peluang Investasi Bisnis Kelapa Sawit di Indonesia, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia

15

You might also like