You are on page 1of 44

LAPORAN

DESAIN II
PROPELLER dan SISTEM PERPOROSAN
(ME091318)
SEMESTER GENAP 2011/2012







JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN
FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Surabaya
NAMA MAHASISWA : Miftahuddin Nur
NOMOR POKOK : 4208100071
DOSEN PEMBIMBING : Dr. I Made Ariana, ST.MT.
DOSEN KOORDINATOR : Ir. H. Agoes Santoso M.Sc.Mphil
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

ii
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridho dan
rahmat-Nya laporan ini dapat diselesaikan. Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Desain II : Propeller dan Sistem Perporosan (ME091318) Jurusan Teknik Sistem Perkapalan,
Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Dalam proses
penyusunan tulisan ini penulis telah mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga
penulispun mengucapkan terima kasih khususnya kepada :

1. Ayah dan Ibu yang selalu memberi dukungan dengan mengerti kesibukan penulis.
2. Bapak Ir. H. Agoes Santoso MSc. Mphil selaku koordinator dan Bapak Dr. I Made Ariana,
ST.MT. selaku dosen pembimbing mata kuliah Desain II : Propeller dan Sistem Perporosan
yang telah memberikan pengarahan dalam perkuliahan dan pegerjaan tugas ini.
3. Saudaraku Bireme08 yang telah memberi spirit untuk tetap bertahan dengan segala keadaan
yang ada serta berkenan untuk saling berbagi ilmu dalam perngerjaan tugas ini. Serta,
4. Pihak lain yang tidak dapat sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Surabaya,..... Januari 2012
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

iii
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

DAFTAR ISI

PERNYATAAN .................................................................................... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ iii
BAB I FILOSOFI RANCANGAN ......................................................................................................... 4
BAB II DETAIL LANGKAH dan PERHITUNGAN ............................................................................ 6
II.1. PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA ....................................................................... 6
II.1.1. PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL............................................................................... 6
II.1.2. PERHITUNGAN DAYA MOTOR PENGGERAK UTAMA KAPAL. ............................ 10
II.2. PEMILIHAN PROPELLER dan PEMERIKSAAN KAVITASI .............................................. 13
II.2.1. Pemilihan Propeller. ........................................................................................................... 13
II.2.1. Perhitungan Kavitasi .......................................................................................................... 15
II.3. ENGINE PROPELLER MATCHING ...................................................................................... 16
II.4. GEOMETRI PROPELLER ...................................................................................................... 21
II.5. PERENCANAAN POROS dan PERLENGKAPAN PROPELLER ........................................ 26
II.5.1.Perencanaan Poros .............................................................................................................. 26
II.5.2. Perencanaan Perlengkapan Propeller ................................................................................. 29
II.6. PERENCANAAN STERNTUBE ............................................................................................. 37
II.6.1. Jenis Pelumasan .................................................................................................................. 37
II.6.2. Panjang Tabung Poros Propeller (Ls) ................................................................................. 37
II.6.3. Perencanaan Bantalan ......................................................................................................... 37
II.6.4. Tebal Stern Tube (T) .......................................................................................................... 38
II.6.5. Perlengkapan Packing......................................................................................................... 38
II.6.6. Stern Post ........................................................................................................................... 39
II.6.7. Perencanaan Guard ............................................................................................................. 39
II.6.8. Perencanaan Filling Pipe .................................................................................................... 39
II.6.9. Perencanaan Inlet Pipe........................................................................................................ 39
BAB III KESIMPULAN .................................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 41
LAMPIRAN ......................................................................................................................................... 42

Propeller dan Sistem Perporosan 2012

4
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

BAB I
FILOSOFI RANCANGAN

Mata kuliah Desain II : Propeler dan Sistem Perporosan merupakan mata kuliah wajib
di jurusan teknik sistem perkapalan yang menitik beratkan pada penentuan bentuk dan jenis
dari komponen peggerak kapal berupa propeler dan bentuk sistem transmisi tenaga yang
berupa poros propeler, bantalan dan stern tube.

Perencanaan/ desain propeler dan sistem perporosan adalah hal yang vital. Hal ini
dikarenakan agar kapal dapat mencapai kecepatan sesuai dengan yang diinginkan diperlukan
gaya dorong untuk melawan tahanan kapal. Hal ini berkaitan dengan pemilihan motor
penggerak utama kapal sebagai penghasil gaya dorong yang sesuai dengan kebutuhan kapal.
Tipe propeller serta diameter poros yang sesuai dan memenuhi syarat juga perlu direncanakan
agar daya motor penggerak utama dapat menghasilkan daya dorong yang maksimal untuk
menghasilkan kecepatan kapal sesuai dengan yang diinginkan.

Untuk mendesain propeller ini tentunya kita harus mengetahui ukuran utama kapal
yang akan dirancang propellernya. Kemudian dari data tersebut dapat menghitung/
memperkirakan besarnya tahanan total dari kapal. Setelah mengetahui nilai tahanan total
kapal, langkah berikutnya adalah menghitung daya main engine (BHP) yaitu daya mesin
induk yang nantinya ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan daya dorong. Sekaligus
memilih main engine yang tersedia di pasaran yang tepat untuk menghasilkan BHP seperti
yang diinginkan dan menghasilkan kecepatan kapal yang sesuai dengan rencana yang telah
dibuat.

Apabila kita telah menentukan jenis dan spesifikasi engine hal yang berikutnya
dilakkukan adalah pemilihan propeller yang akan digunakan. Dalam hal ini propeller yang
akan dipilih adalah propeller B-Series Wageningen, dengan spesifikasi yang tertentu sesuai
dengan diagram diagram yang ada. Propeller yang dipilih tersebut harus disesuaikan dengan
perhitungan perhitungan yang ada dan memenuhi nilai efisiensi tertinggi yang dapat dicapai
dan memenuhi syarat kavitasi.

Ketika telah didapatkan jenis main engine dan propeller yang akan digunakan,
langkah berikutnya penentuan kesesuaian engine dengan propeller melalui perhitungan
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

5
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Engine Propeller Matching (EPM). Ketika engine dan propeller telah sesuai maka
perencanaan dapat dilanjutkan ke perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros data
yang diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang disebut dengan
SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut. Karena propeller ini menembus
badan kapal maka diperlukan suatu alat yang berfungsi untuk mengurangi air yang masuk ke
dalam kapal. Alat tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk langkah
selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan stern tube.

Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling,
tebal bantalan, pasak, tebal bantalan, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung
antara poros propeller dan poros intermediate.

Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, maka runtutan pengerjaan Desain II : Propeller
dan Sistem Perporosan ini adalah sebagai berikut :
Pemilihan motor penggerak utama
o Perhitungan tahanan kapal.
o Perhitungan daya motor penggerak utama kapal.
o Pemilihan motor penggerak utama kapal.
Perhitungan dan penentuan type propeler.
o Perhitungan type propeller.
o Perhitungan kavitasi.
o Perhitungan dimensi gambar propeler.
Perhitungan dan penentuan sistem perporosan
o Perhitungan diameter poros propeller.
o Perhitungan perlengkapan propeller.






Propeller dan Sistem Perporosan 2012

6
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

BAB II
DETAIL LANGKAH dan PERHITUNGAN

II.1. PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA
Tujuan dari pemilihan motor penggerak utama kapal adalah menentukan jenis serta
type dari motor penggerak utama kapal yang sesuai dengan kebutuhan kapal. Kebutuhan ini
didasarkan dari besarnya tahanan kapal yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya
dimensi utama kapal serta kecepatan dan rute kapal yang diinginkan.
Langkah langkah dalam pemilihan motor penggerak utama kapal antara lain :
1. Menghitung besarnya tahanan kapal.
2. Menghitung besarnya kebutuhan daya motor penggerak utama kapal dan Menentukan
jenis dan type dari motor penggerak utama kapal.
II.1.1. PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL
Tahanan(resistance) kapal pada suatu kecepatan adalah gaya fluida yang bekerja pada
kapal sedemikian rupa hingga melawan gerakan kapal tersebut. Tahanan tersebut sama
dengan komponen gaya fluida yang bekerja sejajar dengan sumbu gerakan kapal.
Resistance merupakan istilah yang disukai dalam hidrodinamika kapal, sedangkan istilah
drag umumnya dipakai dalam aerodinamika dan untuk benda benam.
Pada perhitungan untuk mencari tahanan kapal dipakai data-data ukuran utama kapal,
rumus-rumus perhitungan,tabel, dan diagram. Metode perhitungan yang digunakan adalah
metode Guldhammer-Harvald.
Data Kapal








Tipe Kapal : Container
Nama Kapal : Djadoel Sipoe
Lpp : 112 m
B : 20 m
H : 8.3 m
T : 6.5m
Kecepatan percobaan (Vt) : 16.5 kn
Pelayaran : Surabaya Manila
Radius Pelayaran : 1487 nautical miles
Koefisien Blok (o) : 0,615

Propeller dan Sistem Perporosan 2012

7
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Pada perhitungan tahanan, ditentukan terlebih dahulu koefisien masing-masing
tahanan yang dapat diperoleh dari diagram-diagram dan tabel-tabel. Pada perhitungan
digunakan pedoman pada buku Tahanan dan Propulsi Kapal (Sv. Harvald). Data-data
ukuran utama kapal diambil dari Tugas Rencana Garis (Lines plan) yang telah dilalui
mahasiswa pada semester sebelumnya.
Algoritma dari perhitungan tahanan kapal adalah sebagai berikut:
1. Volume Displasement V = Lwl x B x T x o
= 9402,12 m
3

(Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)
2. Berat Displasement : A = Lwl x B x T x o x
= 9637,173 ton
(Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)
3. Luas Permukaan Basah S= 1,025.Lpp (o.B+1,7T)
= 2751,182m
2

(Harvald 5.5.31, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 113)
4. menghitung angka froude
Formula : Fn =
gL
v

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 58)
Dimana : v = kecepatan (m/s)
g = Percepatan gravitasi standar ( = 9,8 m / detik
2
)
Sehingga : Fn = 0,25
5. Menghitung Angka Reynold
Formula : Rn =
k
v
Lwl v

(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 58)
Dimana : V
k
= Koefisien Viskositas kinematik ( = 1,188.10
-6
)
Sehingga : Rn = 840032799,5
6. Perhitungan Tahana yang terjadi pada kapal
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

8
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Sebelum melakukan perhitungan tahan suatu kapal yang diketahui terlebih dahulu
yaitu coefisien pada tahan tersebut, berikut ini merupakan penjelasan dari
perhitungan coifisien dari tahanan yang terjadi pada kapal.
6.1.coifisien Tahanan Gesek (C
f
)
Cf =
2
) 2 (log
075 , 0
Rn

= 0,0015643
(Harvald 5.5.31, Tahan dan Propulsi Kapal, hal 118)
Pada perhitungan tahanan gesek tidak ada koreksi anggota badan kapal yang
meliputi daun kemudi, lunas bilga, boss baling-baling, dan poros baling-baling,
karena permukaan basah anggota badan kapal relatif kecil, sehingga dapat
diabaikan.
6.2.Coifisien Menghitung Tahanan Sisa (C
R
)
CR atau tahanan sisa kapal dapat ditentukan melalui diagram Guldhammer-
Harvald yang hasilnya adalah sebagai berikut
1. Interpolasi Diagram
L / ( V
1/3
) = 149.76/ (20639.83813)
1/3
= 5,57
Dari hasil tersebut kita interpolasi pada Diagram Guldhammer dan Harvald
diperoleh:



Sehingga, Harga 10
3
CR untuk L / ( V
1/3
) = 5,57 dapat dicari dengan metode
interpolasi linier dan didapat persamaan = (1b+(2a-1a) x (3b-1b))/(3a-1a)
Sehingga nilai dari 10
3
CR = 1,23E-03
Pada perhitungan tahanan sisa ini ada beberapa koreksi yang harus
diperhitungkan seperti berikut ini :
Koreksi badan kapal
Dalam hal ini tidak ada koreksi karena bentuk badan kapal yang standar
Koreksi B/T
Karena diagram tahanan tersebut dibuat berdasarkan rasio Lebar-Sarat
B/T = 2.5 maka kapal yang mempunyai lebar-sarat lebih besar atau
lebih kecil dari harga tersebut harus dikoreksi. Dan untuk rumus
koreksi di dapat seperti berikut
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

9
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

10CR
B/T
=10CR (B/T) + 0.16 ( B/T - 2.5 )
Dan untuk nilai CR yang digunakan merupakan nilai CR dari hasil
interpolasi. Sehingga dari rumusan di atas di dapat nilai 10CR
B/T

Sebesar 1,320755352
Penyimpangan L
cb

Untuk koreksi ini dilakukan apabila nilai Lcb kapal berada di depan lcb
standar yang di dapat dari diagaram, untuk mengetahuinya dilakukan
perhitungan seperti berikut ini :

= 0.3 % -1.5 %
= -1,20 %
Koreksi LCB dilakukan jika letak dari L
CB
berada di depan L
CBstandar
.
Karena hal ini tidak terpenuhi, maka koreksi L
CB
tidak diperlukan.
Koreksi badan kapal
Dalam hal ini, yang perlu dikoreksi adalah karena adanya boss baling
baling sebesar 3-5% , sehingga CR dinaikkkan sebesar 5% . dan
didapatkan rumusan sebagai berikut
103Cr
BK
=103Cr
B/T
+5%x103Cr
B/T

Dan dari rumusan tersebut di dapat nilai CR untuk badan kapal sebesar
0,001386793
6.3.coefisien tahanan tambahan (C
a
)
koreksi ini dilakukan berdasarkan besar nilai displacement dari kapal. Untuk
mengetahui besar dari koreksi ini dilakukan interpolasi yang berdasarkan dari
tabel buku tahanan,dan besarnya nilai tersebut diuraikan seperti berikut :


6.4.coefisien tahanan udara (C
aa
)
Karena data mengenai kondisi udara pada kapal tidak diketahui, maka
digunakan nilai 0,00007
6.5.coefisien tahanan kemudi (C
as
)
Sesuai dengan buku Tahanan Dan Propulsi halaman 132, nilai koreksi tahanan
kemudi sebesar 0,00004

Dari perhitungan coifisien tahanan di atas bisa dilakukan untuk menentukan
nilai tahana. Dan hasil yang di dapat adalah sebagai berikut :
CT = Cf + Cr + Ca + Caa + Cas
= 0,0034691
LCB = LCB - LCB standard (LCB in %)
Dengan interpolasi, maka diperoleh nilai Ca :
Ca = (1b + (2a-1a)x(3b-1b))/(3a-1a)
= 0,000408063
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

10
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Jadi, tahanan totalnya adalah :
Rt = CT x 0.5 x airlaut x Vs x S
= 352427,53 N
=352,428 KN
Dalam hal ini tahanan total masih dalam pelayaran percobaan, untuk kondisi
rata-rata pelayaran dinas harus diberikan kelonggaran tambahan pada tahanan dan
daya efektif. Kelonggaran rata-rata untuk pelayaran dinas disebut sea
margin/service margin. Untuk rute pelayaran Laut di daerah Asia Timur sea
marginnya adalah sebesar 15-20%,diambil sea margin 15%, maka :
Rt dinas =(1+15%) x Rt
= 405,29 KN
II.1.2. PERHITUNGAN DAYA MOTOR PENGGERAK UTAMA KAPAL.
Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu, maka
akan mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan arah gerak kapal
tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong kapal
(thrust) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal (propulsor). Daya yang disalurkan
(PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan Daya Poros
sendiri bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya luaran motor penggerak
kapa
Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan
estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain :
1. Perhitungan Effective Horse Power (EHP)
Effective horse power adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya
hambat dari badan kapal (hull), agar kapal dapat bergerak dari satu tempat ke tempat
yang lain dengan kecepatan servis sebesar VS. Daya Efektif ini merupakan fungsi dari
besarnya gaya hambat total dan kecepatan kapal.
EHP = RTdinas x Vs
= 3440,22 kW
= 4677,39 HP
(Harvald 5.5.27, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 135)
2. Perhitungan Delivered Horse Power (DHP)
Adalah daya yang diserap oleh propeller dari sistem perporosan atau daya yang
dihantarkan oleh sistem perporosan ke propeller untuk diubah menjadi daya dorong
(thrust ) rumusan yang digunakan sebagai berikut :
DHP = EHP/Pc
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

11
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Dimana, Pc = H x rr x o
Dari rumusan di atas untuk mengetahui nilai DHP harus di cari dahulu nilai dari
Coeffisien Propulsif (Pc) yang terdari dari :
2.1. Effisiensi lambung ( H )
Untuk mengetahui efisiensi lambung digunakan formula : H = (1-t)/(1-w) dan
dalam hal ini harus di cari nilai w dan t seperti berikut ini :
Perhitungan Wake Friction (w)
Adalah perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran air
yang menuju ke baling-baling, perbedaan antara kecepatan kapal
dengan kecepatan aliran air akan menghasilkan harga koefisien arus
ikut.Didalam perencanaan ini menggunakan single screw propeller,
sehingga :
w = 0.5Cb - 0.05
= 0,2575
Perhitungan Thrust Deduction Factor (t)
Gaya dorong T yang diperlukan untuk mendorong kapal harus lebih
besar dari R kapal, selisih antara T dengan R = T R disebut
penambahan tahanan, yang pada prakteknya hal ini dianggap sebagai
pengurangan atau deduksi dalam gaya dorong baling-baling,
kehilangan gaya dorong sebesar (T-R) ini dinyatakan dalam fraksi
deduksi gaya dorong.Nilai t dapat dihitung apabila nilai w diketahui :
t = k x w (nilai k adalah antara 0.7-0.9, diambil k= 0,9)
= 0.9 x 0.2575
= 0,232
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Persamaan 47 Hal
159)
2.2. Efisiensi Relatif Rotatif (rr)
harga rr untuk kapal dengan propeller tipe single screw berkisar 1.0-1.1.
(Principal of Naval Architecture hal 152 ) pada perencanaan propeller dan
tabung poros propeller ini diambil harga 1,02
2.3. Efisiensi Propulsi (o)
adalah open water efficiency yaitu efficiency dari propeller pada saat dilakukan
open water test.nilainya antara 40-70%, dan diambil 54%
dari pertimbangan di atas di dapat nilai Pc Sebesar 0,5699 sehingga nilai dari
DHP dapat dihitung seperti berikut ini :
DHP = EHP/Pc
= 6120,230 KW
= 8207,363 HP
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

12
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

3. Perhitungan Shaft Horse Power (SHP)
Untuk kapal dengan perletakan kamar mesin yang berada di belakang kapal, kerugian
mekanisnya sebesar 2%. Akan tetapi apabila perletakan kamar mesin tersebut berada
di tengah kapal maka kerugian mekanis yang ditimbulkan adalah 3%. Dalam
perencanaan ini, kamar mesin kapal akan diletakkan di belakang kamar mesin,
sehingga menggunakan nilai kerugian mekanis sebesar 2%.
SHP = DHP/sb
= 8374,860 HP
= 6245,133 KW
(Dwi Priyanta Lecturer for PKM 2, Page7-11)
4. Perhitungan Power Main Engine
a. BHP Scr
Karena efek dari Transmition system efficiency(G), kapal ini tidak menggunakan
reducion gears, maka nilai G=1.
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 120)
BHPscr = SHP/G
= 8374,860 HP
= 6245,133 KW
(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller Matching)
b. BHP mcr
BHP-SCR adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi Continues
Service Rating (CSR), yaitu daya motor pada kondisi 80 - 85% dari Maximum
Continues Rating (MCR)-nya. Artinya, daya yang dibutuhkan oleh kapal agar
mampu beroperasi dengan kecepatan servis VS adalah cukup diatasi oleh 80 -
85% daya motor (engine rated power) dan pada kisaran 100% putaran motor
(engine rated speed).
BHPmcr = BHPscr/0.9
= 9305,400 HP
= 6939,037 KW
(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller
Matching)
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

13
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Dari hasil perhitungan tersebut dapat ditentukan bahwa mesin penggerak utama yang
di gunakan adalah mesin MAN & BW dengan type L42 MC untuk lebih detailnya
terlampir.
II.2. PEMILIHAN PROPELLER dan PEMERIKSAAN KAVITASI
II.2.1. Pemilihan Propeller.
Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang
sesuai dengan karakteristik badan kapal dan besarnya daya yang dibutuhkan sesuai
dengan kebutuhan misi kapal. Dengan diperolehnya karakteristik type propeller maka
dapat ditentukan efisiensi daya yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller.
Langkah langkah dalam pemilihan type propeller :
1. putaran propeller (np)
Putaran propeller didapatkan dari putaran main engine.
Np = 176 rpm
2. wake friction
Wake friction adalah perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran air
yang menuju ke baling-baling, dimana perbedaan ini akan menghasilkan harga
koefisien arus ikut.
W = (0.5 x Cb) - 0.05
W = 0.2575
3. Speed of Advance
Va = (1-w).Vs
Va = 12,25 Knot
4. Power Absorbtion (Bp1)
Bp1 =
2 / 5
5 . 0
.

A
V
DHP N

Bp1 = 30,35
Power absorbtion (Bp1) ini akan digunakan untuk menentukan besarnya P/D dan 1/J
0

melalui grafik Bp.

Propeller dan Sistem Perporosan 2012

14
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

5. Pembacaan Grafik
Pembacaan grafik Bp dilakukan untuk memperoleh nilai P/D dan 1/J
0
. sebelum
membaca grafik, terlebih dahulu dihitung nilai dari Bp 1739 . 0 , nilai inilah yang
akan menjadi patokan dalam pembacaan grafik.
Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik garis lurus keatas dari nilai
Bp 1739 . 0 yang sudah dihitung sampai memotong garis lengkung memanjang.
Kemudian dari perpotongan ini ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai
P/D. Untuk mengetahui nilai 1/J
0
maka dari perpotongan tadi dibuat garis melengkung
yang serupa dengan garis melengkung yang terdekat.
Nilai 1/J
0
digunakan untuk menghitung koefisien advance (
0
) yang digunakan untuk
menghitung diameter.
009875 . 0
/ 1
0
0
J
= o

6. Perbandingan Db dan Dmax (terlampir)
Nilai Db harus lebih kecil dari nilai Dmax.
Do = o (Va/N)
Db = 0.95 D
0

Dmax = 0.65T x 3.28084
Setelah syarat Db < Dmax terpenuhi, maka dari Db dapat dicari nilai dari b.
b = Db (N/Va)
Nilai b digunakan untuk menghitung nilai 1/J
b
yang akan menjadi patokan dalam
pembacaan grafik Bp untuk mengetahui nilai dari P/D
b
dan effisiensi.
1/J
b
= b x 0.009875
7. Effisiensi
Setelah nilai dari 1/J
b
diketahui, maka pembacaan grafik Bp dapat dilakukan dengan
berpatokan pada nilai tersebut. Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik garis
lengkung dari 1/J
b
pada grafik menurut garis yang terdekat sampai memotong garis
lengkung. Kemudian dari perpotongan ini ditarik garis lurus horizontal sehingga
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

15
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

diperoleh nilai P/D
b
. Untuk mengetahui nilai dari propeller maka dari perpotongan
tadi ditarik garis lengkung sejajar dengan grafik effisiensi yang terdekat sehingga
didapatkan -nya sebesar 0,574.
II.2.1. Perhitungan Kavitasi
Kavitasi adalah peristiwa munculnya gelembung gelembung uap air pada permukaan
daun propeller yang mana disebabkan oleh perbedaan tekanan yang besar pada tekanan
pada back dan tekanan yang terjadi pada face. Peristiwa kavitasi ini sangat merugikan
bagi propeller karena gelembung gelembung uap air yang muncul dapat bersifat korosif
dan mengikis permukaan daun propeller, sehingga mengakibatkan menurunnya effisiensi
propeller karena kerusakan pada propeller itu sendiri.
Perhitungan kavitasi sangat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa propeller yang
dipakai bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh proses kavitasi yang terjadi pada daun
propeller. Diagram yang digunakan dalam perhitungan kavitasi adalah diagram Burril.
Sebelum membaca diagram Burril.
LANGKAH PERHITUNGAN KAVITASI.
1. Ae dan Ap
(

)
( (

))
2. Vr
2

()

( )


3. Trust Deduction Facto
T =
EHP
(1-t)Vs

4. tC


5. Pembacaan digram buril
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

16
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Untuk membaca diagram Burrils terlebih dahulu dicari nilai dari 0.7R yang
merupakan patokan dalam pembacaan diagram Burril.
0.7R = (188.2+(19.62 x 5.07)) / (Va
2
+(4.836 x (N
2
) x (Db x 0.3048)
2
))
Setelah nilai 0.7R diketahui, maka nilai c dapat diketahui dengan pembacaan
diagram Burril. Cara pembacaan diagram adalah dengan menarik garis vertical
keatas pada nilai 0.7R sampai memotong garis putus putus yang kedua
(Suggested upper limit for merchant ship propellers). Dari perpotongan ini maka
ditarik garis horizontal sehingga didapatkan nilai c. Suatu propeller dikatakan
tidak mengalami kavitasi apabila :
c hitungan < c diagram.
Besarnya clearane propeller dapat diperoleh setelah perhitungan kavitasi
dilakukan. clearance propeller = (Db x 0.3048)+(0.03 x Db x 0.3048)+(0.08x
Db x 0.3048) clearance propeller akan terpenuhi apabila 0.7 T < clearance prop.
Akhirnya, pemilihan propeller dapat dilakukan dengan memilih type propeller
yang clearance propellernya terpenuhi, tidak mengalami kavitasi, diameternya
terpenuhi, dan yang memiliki effisiensi tertinggi.dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan untuk perencanaan ini digunakan propeller seperti berikut :





II.3. ENGINE PROPELLER MATCHING
Langkah kedua setelah pemilihan type propeller adalah proses engine propeller matching.
Setelah dalam langkah sebelumnya didapatkan type propeller yang paling sesuai, maka
kemudian type propeller tersebut akan diperiksa apakah matching dengan mesin yang telah
dipilih ataukan tidak. Langkah-langkah mematchingkannya adalah seperti dibawah ini
Datal Awal
Data awal ini berasal dari perhitungan tahanan kapal.
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

17
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

t = 0.232
w = 0.258
Vs = 16.5 knot 8.49 m/s
air laut = 1025 kg/m
3

Data Propeller
Data propeller ini berasal dari type propeller yang telah dipilih.
Type Propeller = B5 90
propeller = 57.4 %
(P/D) = 0.85
Diameter (m) = 4.2
Rpm Propeller = 176
Menghitung koefisien |

trial = 0,612207353
Membuat kurva KT J
Sebelum membuat kurva Kt - J,dicari nilai KT terlebih dahulu dengan rumusan:

Dimana nilai J untuk B5 90 berkisar antara nilai 0 - 1. Setelah itu dibuat tabel berikut




Lalu dibuat kurva KT- J. Kurva ini merupakan interaksi lambung kapal dengan
propeller.
2 2
) 1 )( 1 (
5 . 0
D w t
S C
T

= |
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

18
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')






Lalu kurva KT - J tersebut diplotkan ke kurva open water propeller untuk
mendapatkan titik operasi propeller.
Pada langkah ini, dibutuhkan grafik open water test untuk propeller yang telah
dipilih, yakni B5 90. Setelah itu dicari nilai masing-masing dari KT, 10KQ, dan
behind the ship. Tentu saja dengan berpatokan pada nilai P/Db yang telah didapat pada
waktu pemilihan propeller.
Sehingga dari kurva open water B5 90 didapatkan data sebagai berikut :




Setelah didapatkan data diatas, maka nilai tersebut diplotkan ke dalam grafik bersama
dengan kurvaKT - J yang telah didapat diawal.





Propeller dan Sistem Perporosan 2012

19
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Berdasarkan pembacaan grafik maka didapatkan hasil :
1. Titik operasi propeller pada kondisi trial :
J = 0.55
KT = 0.18
10KQ = 0.274
Dimana : J = Koefisien advance
KT = Koefisien gaya dorong
10KQ = Koefisien torsi
q = Efisiensi propeller behind the ship
Dari harga J yang di dapat diatas kita dapat mengetahui harga n (putaran) propeller
yang bekerja pada effisiensi tersebut.
n = Va / JxD
n = 2,7 rps
=162 rpm
sehingga dari putaran propeller tersebut dapat diketahui putaran mesin yang akan
diinstal
pada mesin sebagai berikut :
a. Torsi pada Mesin.
Q = (KQ x x Db
5
x n
2
)
b. Daya Pada Tabung Poros Buritan Baling-baling (DHP)
DHP = Q x n x 2
c. Daya Pada Poros Baling-baling (SHP)
Untuk kapal yang kamar mesinnya terletak di bagian belakang akan mengalami
losses sebesar 2%, sedangkan pada kapal yang kamar mesinnya pada daerah
midship kapal mengalami losses sebesar 3%.(Principal of Naval Architecture
hal 131). Pada perencanaan ini, kamar mesin terletak dibagian belakang,
sehingga losses yang terjadi hanya 2%.
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

20
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

SHP = DHP/(sb)
d. Perhitungan daya penggerak utama (BHP)
1. g = 98% untuk single reduction gears
2. g = 99% reversing reduction gears

Karena jenis mesin adalah reversible engine dan dimana putaran Engine adalah
putaran rendah, maka dalam perencanaan tidak memnggunakan Gear Box.
Sehingga nilai BHPscr = SHP
Setelah didapatkan berapa daya mesin yang baru maka kita bisa mengetahui apakah
propeller yang kita pakai sudah sesuai apa tidak dengan mesin yang kita gunakan
Diketahui Spesifikasi Engine sebagai berikut :
1. Max Engine (HP) : 6965
2. Putaran Engine (rpm) : 176
3. Putaran Propeller (rpm) : 176
Dari data-data tersebut kemudian di buat tabel clleanhull dan roughthall yang
kemudian di plotkan dengan grafik engin envelope dan di dapat grafik epm seperti
berikut ini :

Propeller dan Sistem Perporosan 2012

21
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

II.4. GEOMETRI PROPELLER
Didalam melakukan perancangan propeller, pertama-tama yang harus dipahami adalah
mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi langsung terhadap perancangan
tersebut (seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah), meliputi Power, Velocities,
Forces, dan Efficiencies.
Ada 3 (tiga) parameter utama dalam propeller design, antara lain :
a. Delivered Power (Pd)
b. Rate of rotation (N)
c. Speed of Advance (Va)
Adapun definisi dari masing-masing Kondisi Perancangan adalah sebagai berikut :
Delivered Power (Pd), adalah power yang di-absorb oleh propeller dari Shafting System
untuk diubah menjadi Thrust Power (Pt).
Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller.
Speed of Advance (Va), adalah Kecepatan aliran fluida pada disk propeller. Harga Va
adalah lebih rendah dari harga Vs (kecepatan servis kapal), yangmana hal ini secara
umum disebabkan oleh friction effects dan flow displacement effects dari fluida yang
bekerja pada sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.
Penggambaran propeller design serta penentuan parameter dimensinya, termasuk juga
bentuk blade section; thickness; panjang chord dari masingmasing blade section, dsb.
Dapat digunakan tabel Wageningen B-Screw Series.
Penggambaran macam-macam dari bagian propeller dapat dilihat dan akan dijelaskan
dalam tabel wangeningen B-srew series berikut ini :






Propeller dan Sistem Perporosan 2012

22
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Dimana :
Cr adalah chord length dari blade section pada setiap radius r/R
ar adalah jarak antara leading edge ke generator line pada setiap radius r/R
Sr adalah maximum blade thickness pada setiap radius r/R.
Pernyataan diatas dikutip dari Propeller Design By Bapak Suryo W. Adji yang
ditampilkan bahwa Cr adalah Chod lenght dari blade section pada setiap radius r/R; ar
adalah jarak antara leading edge ke generator pada setiap radius r/R; Sr adalah maximum
blade thickness pada setiap radius r/R. Titik-titik koordinat yang dibutuhkan oleh profil
dapat dihitung dengan formulasi yang diberikan oleh Van Gent et al (1973) dan Van
Oossanen (1974) adalah sebagai berikut :

Yang mana pernyataan dibawah ini yang dikutip dari Propeller Design By Bapak Suryo
W. Adji akan menjelaskan maksed dari rumusan yang dijelaskan diatas.
Dimana Yface dan Yback merupakan vertical ordinat dari titik-titik tersebut pada
blade section (bagian face dan bagian back) terhadap pitch line. Tmax merupakan
maximum blade thicknes, tte:tle merupakan ketebalan blade section pada bagian trailing
edge serta leading edge. V1;V2 merupakan angka-angka yang ditabulasikan sebagai
fungsi dari r/R dan P, dimana P sendiri merupakan koordinat non dimensional sepanjang
pitch line dari posisi ketebalan maksimum ke trailing edge (P=-1)






Dari perhitungan untuk mencari Y back dan Y face (terlampir ) dapat diketahui nilainya
sebagai berikut :
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

23
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')


KETERANGAN :
CL = Center Line
LE =Leading Edge
TE = Trailing Edge
Cr =chord lenght dari blade section pada setiap radius r/R
Ar =jarak antara LE ke CL pada setiap radius r/R
Br =jarak antara TE ke CL pada setiap radius r/R
Sr =maximum blade thicness pada setiap radius r/R
1. Berdasarkan formula (Cr.Z)/(D(Ae/Ao) maka kita akan meperoleh nilai Cr. Misalkan
perhitungan pada r/R 0.3 maka Cr = (1.882 D x Ae/Ao)/Z.
Cr = (1.882 x 3860 x 1)/5
= 1422 mm
2. Berdasarkan formula Ar/Cr = 0.613, maka kita akan memperoleh nilai Ar dengan
memasukkan nilai Cr yang telah diperoleh pada perhitungan sebelumnya yaitu :
Ar = 0.613 x Cr
= 0.613 x 1442
= 1113 mm
3. Untuk mencari nilai Br menggunakan formula Br/Cr = 0.35 maka kita akan
memperoleh nilai Br dengan memasukkan nilai Cr yang telah diperoleh pada
perhitungan diatas yaitu
Br = 0.35 x Cr
= 0.35 x 1113
= 872 mm
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

24
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

4. Untuk mencari nilai ketebalan maksimum kita menggunakan formula Sr/D = Ar-BrZ,
dimana dengan nilai-nilai yang telah kita peroleh diatas maka kita akan mendapatkan
nilai Sr dengan algoritma sebagai berikut :
Sr = D(Ar-BrZ)
= 121 mm
Untuk memperoleh panjang bagian trailing edge maka kita mendapatkan nilai tersebut
dengan mengurangkan nilai dari Cr dengan Ar yaitu sbb :
Cr Ar = 1816 1113
= 550 mm
4.1. Perhitungan Trailing Edge.
a. Perhitungan Y face.
Yface = V1(tmax tte).
Maka Y face pada bagian 20% panjang trailing edge adalah Nilai V1 pada
tabel trailing edge yang bernilai negatif dikalikan dengan nilai ketebalan
maksimum pada r/R 0,2 adalah :
Y face = (0.0172 x 0.1412)
= 0.002429
Dengan perhitungan yang sama maka dapat diketahui nilai-nilai panjang Y
face pada Trailing Edge sebagai berikut :




b. Perhitungan Y back.
Yback = (V1 + V2) (tmax tte)
Maka Y face pada bagian 20% panjang trailing edge adalah Nilai V1 ditanbah
V2 pada tabel trailing edge yang bernilai negatif dikalikan dengan nilai
ketebalan maksimum pada r/R 0,2 adalah :
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

25
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Y back = (0.0172 + 0.9446). 0.1412
= 0,0006923
Dengan perhitungan yang sama maka dapat diketahui nilai-nilai panjang Y
back pada Trailing Edge sebagai berikut :




4.2. Perhitungan Leading Edge.
a. Perhitungan Y face
Yface = V1(tmax tle).
Maka Y face pada bagian 20% panjang trailing edge adalah Nilai V1 pada
tabel trailing edge yang bernilai positif dikalikan dengan nilai ketebalan
maksimum pada r/R 0,2 adalah :
Y face = 0,0096 x 0.1412
= 0,0006923
Dengan perhitungan yang sama maka dapat diketahui nilai-nilai panjang Y
face pada Leading Edge sebagai berikut :




b. Perhitungan Y back.
Y back = (V1 + V2) (tmax tle)
Maka Y face pada bagian 20% panjang trailing edge adalah Nilai V1 ditanbah
V2 pada tabel trailing edge yang bernilai positif dikalikan dengan nilai
ketebalan maksimum pada r/R 0,2 adalah :
Y back = (0,0049 + 0,975). 0.1412
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

26
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

= 0,141276
Dengan perhitungan yang sama maka dapat diketahui nilai-nilai panjang Y
face pada Leading Edge sebagai berikut :



4.3. Distribusi Pitch.








II.5. PERENCANAAN POROS dan PERLENGKAPAN PROPELLER
II.5.1.Perencanaan Poros
Poros atau shaft sangat penting dalam konfigurasi penggerak pada kapal. Dengan
perencanaan serta pemilihan poros yang tepat maka tramsisi tenaga dari motor induk
ke propeller akan memiliki efisiensi yang tinggi sehingga akan meningkatkan
performance dari kapal.
Langkah Perhitungan Perencanaan Poros Propeller :
[(

) ]


1. Menghitung daya perencanaan
SHP = 6245 KW
Factor Koreksi Daya :
D : 4290,00 mm
P/D : 0,85
P : 3646,5 mm
P/2 : 580,65287 mm
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

27
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

fc = 1.0 1.5 (Daya normal)
Maka Daya Perencanaan :
Pd = fc x SHP
= 6245 KW
2. Menghitung kebutuhan torsi
dimana N adalah putaran propeller, dalam perencanaan ini putaran propeller
didapatkan sebesar = 162 Rpm
5
9, 74 10
Pd
T
N
| |
=
|
\ .

= 9.74 x 10
5
x ( 6245 / 162 )
= 37608677 kg.mm
3. Menghitung tegangan yang diijinkan
( )
1 2
b
a
sf sf
o
t =


Dimana material poros yang digunakan dalam hal ini adalah S 45 C, dengan
memiliki harga:
o
b
= 60 kg/mm
Sf
1
= 6 (untuk material baja karbon)
Sf
2
= 1,3 3 , dalam perhitungan ini diambil nilai 1,3
Sehingga ;
2
69 . 7
3 . 1 6
60
mm
kg
x
a
= = t
K
T
= untuk beban kejutan/tumbukan, nilainya antara 1,5 3, diambil 1.8
C
b
= diperkirakan adanya beban lentur,nilainya antara 1,2 2,3,diambil 1.2
4. Menghitung diameter poros
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

28
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Diameter Poros [(

) ]



Diambil Ds sebesar 380 mm
(Ir. Sularso, MSME DASAR PEMILIHAN DAN PERENCANAAN ELEMEN MESIN)
5. Pemeriksaan Persyaratan (koreksi)
Persyaratan Diameter poros menurut BKI adalah sebagai berikut :
Berdasarkan BKI vol. III section 4 . C.2 tentang sistem dan diameter poros
adalah ;


{ ( (

))}


Dimana :
Ds = Diameter poros hasil perhitungan
di = diameter of shaft bore. Jika bore pada poros 0,4 Ds,
maka persamaan berikut dapat digunakan;
1 (di/da)4 = 1,0
di = actual shaft diameter
Pw (SHP) = 6245 KW
N = Putaran propeller
= 162 rpm
Rm = Kuat tarik dari material propeller (400 ~ 600 N/mm2)
= 550 N/mm2
Cw =
160 Rm
560
+

Propeller dan Sistem Perporosan 2012

29
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Cw =
160 550
560
+

= 0,79
F = Faktor tipe instalasi penggerak untuk propeller (shaft)
= 100
k = 1
Sehingga dari persyaratan menurut BKI harga Ds berdasarkan perhitungan telah
memenuhi syarat ;
378 mm > 312 mm
Ds > Ds
Pemilihan diameter direncanakan antara range batas minimum dari peraturan BKI
dan batasan maksimum hasil perhitungan , dengan demikian maka diameter poros
berada pada range tersebut. Dengan mempertimbangkan besarnya diameter
propeller sebesar 4.1 m maka diambil besar Ds = 380 mm.
II.5.2. Perencanaan Perlengkapan Propeller


Keterangan Gambar :
Dba = Diameter boss propeller pada bagian belakang ( m )
Dbf = Diameter boss propeller pada bagian depan ( m )
Db = Diameter boss propeller ( m ) = ( Dba + Dbf )/2
Lb = Panjang boss propeller ( m )
L
D
= Panjang bantalan duduk dari propeller ( m )
t
R
= Tebal daun baling baling ( cm )
t
B
= Tebal poros boss propeller ( cm )
r
F
= Jari jari dari blade face ( m )
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

30
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

r
B
= Jari jari dari blade back ( m )
1. Boss Propeller
a) Diameter Boss Propeller
Db = 0,8 x D
prop

Db = 684 mm
tr = 0,045 x Dprop
tr = 183,15 mm
b) Diameter Boss Propeller terkecil (Dba)
Dba/Db = 0,85 s/d 0,9 diambil 0,85
Dba = 0,85 x Db
= 581,4 mm
c) Diameter Boss Propeller terbesar (Dbf)
Dbf/Db = 1,05 ~ 1,1 diambil 1,05
Dbf = 1.05 x Db
= 718,2 mm
d) Panjang Boss Propeller (Lb)
Lb/Ds = 1,8
~
2,4 diambil 1,92
Lb = 1,92 x Ds
Lb = 729,6 mm
e) Panjang Lubang Dalam Boss Propeller
Ln/ Lb = 0,3
Ln = 0,3 x Lb
Ln = 219 mm
tb/tr = 0,75
tb = 0,75 x tr
tb = 137,36 mm
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

31
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

rf/tr = 0,75
rf = 0,75 x tr
rf = 137 mm
rb/tr = 1
rb = 1 x tr
rb = 183,15 mm
2. Selubung poros
Sleeve atau selubung poros merupakan selongsong yang digunakan sebagai
bantalan penumpu bearing untuk mengurangi gesekan bearing dengan poros
juga sebagai seal untuk mencegah kebocoran minyak pelumas (jika
digunakan pelumasan minyak) atau sebagai pencegah korosi akibat air laut
jika digunakan pelumasan air. Ketebalan sleeve ditentukan sebagai berikut :
s > 0,03 Ds + 7,5
s > 12,15
Maka tebal sleeve yang direncanakan adalah sebesar 13 mm.
3. Bentuk ujung poros propeller
a) Panjang Konis
Panjang konis atau Lb berkisar antara 1,8 sampai 2,4 diameter poros.
Diambil Lb = 1,92 x Ds
Lb = 729,6 mm
b) Kemiringan Konis
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga kemiringan konis berkisar
antara 1/10 sampai 1/20. Diambil sebesar 1/15.
1/15 = x / Lb
x = 24,32 mm
c) Diameter Terkecil Ujung Konis
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

32
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Da = Ds - 2x
Da = 331,36 mm
d) Diameter Luar Pengikat Boss
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar pengikat boss
atau Du tidak boleh kurang dari 60 % diameter poros.
dn = 60%. Ds
dn = 228 mm
4. Mur pengikat propeller
a) Diameter Luar Ulir(d)
Menurut BKI Vol. III, diameter luar ulir(d) > diameter konis yang besar :
d > 0,6 x Ds
d > 228 mm
Dalam hal ini d diambil 344 mm
b) Diameter Inti
Dari sularso untuk diameter luar ulir >3 mm maka diameter inti adalah :
di = 0,8 x d
di = 182 mm
c) Diameter luar mur
Do = 2 x d
Do = 456 mm
d) Tebal/Tinggi Mur
Dari sularso untuk ukuran standar tebal mur adalah 0,8~1 diameter luar
ulir, diambil 0,8. sehingga:
H = 0,8 x d
= 182 mm
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

33
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

5. Perencanaan Pasak Propeller
Dasar perancanaan pasak diambil dari buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin Ir. Soelarso Ms.Me. Dalam menentukan dimensi dan
spesifikasi pasak propeller yang diperlukan, berikut ini urutan
perhitungannya:
a) Momen Torsi pada pasak
Momen torsi (Mt) yang terjadi pada pasak yang direncanakan adalah
sebagai berikut :




dimana :
Mt = momen torsi (Kg.m)
DHP = delivery horse power
N = putaran poros atau putaran propeller
Sehingga





Parameter Yang Dibutuhkan
Panjang pasak (L) antara 0,751,5 Ds dari buku DP dan PEM hal. 27
diambil 1.43
L = 1.43 x Ds
L = 543 mm
Lebar pasak (B) antara 25 % - 30 % dari diameter poros menurut
buku DP dan PEM hal 27 (diambil 26 %)
B = 26 % x Ds
B = 100 mm
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

34
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Tebal pasak (t)
t = 1/6 x Ds
t = 63,3 mm
Radius ujung pasak (R)
R = 0,0125 x Ds
R = 47,5 mm
Kedalaman alur pasak pada poros (t
1
)
t1 = 0, 5 x t
t1 = 31,67 mm
6. Kopling
Ukuran Kopling
Kopling yang direncanakan diesesuaikan dengan kopling gear box yang
digunakan. Bahan material yang digunakan adalah SF 55 dengan kekuatan
tarik sebesar 60 kg/mm2. Berikut ini perencanaannya.Jumlah Baut Kopling.
Jumlah Kopling yang direncanakan ada 8 buah baut.
panjang tirus (BKI) untuk kopling
l = (1,25 1,5) x Ds
diambil
l = 1,5 x Ds
= 570 mm
Kemiringan tirus
Untuk konis kopling yang tidak terlalu panjang maka direncanakan nilai
terendahnya untuk menghitung kemiringan :
x =
1
/
30
x l
x = 19

mm
Diameter terkecil ujung tirus
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

35
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Da = Ds 2 x
Da = 264 mm
Diameter Lingkaran Baut yang Direncanakan
Db = 2,6 x Ds
Db = 785,2 mm
Diameter luar kopling
D
out
= (3 5,8) x Ds
Diambil
D
out
= 4,45 x Ds
D
out
= 1344 mm
Ketebalan flange kopling
Berdasarkan BKI Volume III section 4
S
fl
= 370
Pw Cw
n D

.
= 61 mm
Panjang kopling
L = (2,5 s/d 5,5) x Ds x 0,5 diambil 5,5
L = 1045 mm
Baut Pengikat Flens Kopling
Berdasarkan BKI 2005 Volume III section 4D 4.2
Df = 16 x
Rm z D n
Pw


6
10

Dimana :
Pw = 5159.7 kW
N = 117.11 Rpm
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

36
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Z = Jumlah baut = 8 buah
Rm = 550 N/m
2
Sehingga
Df = 16 x \ ( Pw 10
6
/ ( n D z Rm) )
Df = 77 mm
Mur Pengikat Flens Kopling
a. Diameter luar mur
D
0
= 2 xdiameter luar ulir (df)
D
0
= 154 mm
b. Tinggi mur
H = (0,8~1) x df
H = 62 mm
7. Mur Pengikat Kopling
Direncanakan dimensi mur pengikat kopling sama dengan dimensi mur
pengikat propeller yaitu :
a) menurut BKI 78 Vol. III, diameter luar ulir(d) > diameter konis yang
besar:
d > 0,6 x Ds
d > 181,2 mm
b) Diameter inti
Dari sularso untuk diameter luar ulir >3 mm maka diameter inti adalah :
di = 0,8 x d
di = 145 mm
c) Diameter luar mur
Do = 2 x d
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

37
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Do = 362 mm
d) Tebal/tinggi mur
Dari sularso untuk ukuran standar tebal mur adalah (0,8~1) diameter luar
ulir, sehingga:
H = 0,8 x d
H = 145 mm
II.6. PERENCANAAN STERNTUBE
II.6.1. Jenis Pelumasan
Jenis pelumasan poros propeller kapal ini direncanakan menggunakan sistem
pelumasan air laut.
II.6.2. Panjang Tabung Poros Propeller (Ls)
Panjang stern tube disesuaikan dengan jarak antara stern post dengan sekat
belakang kamar mesin dalam hal ini diperoleh berdasarkan jarak gading yaitu
600 mm sehingga diperoleh :
Ls = 4 x jarak gading
= 4 x 600
= 2400 mm
II.6.3. Perencanaan Bantalan
i. Bahan bantalan yang digunakan adalah : Lignum Vitae
ii. Panjang Bantalan Belakang (Lsa) :
Lsa = 2 x Ds
= 760 mm
iii. Panjang Bantalan Depan (Lsf) :
Lsf = 0.8 x Ds
= 304 mm
iv. Tebal Bantalan (B) :
B =
= 40,22 mm
v. Jarak maximum yang diijinkan antara bantalan / bearing (lmax) :
lmax = k1 x (Ds^0.5)
Dimana, k1 =280 - 350 (untuk pelumasan dengan air laut)
= 5458 mm
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
175 , 3
30
Ds
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

38
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

vi. Rumah bantalan (Bearing Bushing )
a. Bahan Bushing Bearing yang digunakan adalah : manganese bronze
b. Tebal Bushing Bearing ( tb )
tb= 0.18 x DS
tb= 68,4 mm
II.6.4. Tebal Stern Tube (T)
T =

= 38,05 mm
II.6.5. Perlengkapan Packing
Dari Marine Engineers Handbook, menghitung besarnya :
d1 = diameter tempat packing
dB = diameter baut penekan packing
l1 = panjang tempat packing
t = tebal dari rumah packing
t1 = tebal flange rumah packing
t2 = tebal flange permukaan packing
Ds = 380 mm
N = Jumlah Baut
i. Diameter baut penekan packing (dB)
Db = 1.6[(0.12 x D) + 12.7] / N
= 1.6[(0.12 x 420) + 12.7] / 8
= 23,32 mm
ii. Diameter Lingkaran Baut :
D1 = 2 x Ds
D1 = 760 mm
iii. Penekan Packing (t) :
ta = (0.1 x Ds + 15)
= 53 mm
Tb = (0.1 x Ds + 3.3)
= 41,3 mm
iv. Clearance (s) :
s = 0.04 x Ds + 0.2
= 15,4 mm
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
+
|
.
|

\
|
4
4 . 25
3
20
Ds
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

39
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

v. Tebal Packing (tpac) :
Tebal Packing yang disyaratkan adalah 1 ~ 2Ds untuk Ds = 380 mm
direncanakan tebal rumah packing adalah 20 sampai dengan 40 mm, diambil
tpac = 40 mm
vi. Panjang Packing (h) :
h = 5 x tpac
= 200 mm
vii. Panjang Tempat Packing (l1) :
l1 = (0.4 x Ds) + 1
= 153 mm
II.6.6. Stern Post
Tinggi buritan berbentuk segi empat untuk panjang kapal L 125 m, maka :
i. Lebar = (1.4 L) + 90 Dimana : L = 112 m
= (1.4 x 112) + 90
= 246,8 mm
ii. Tinggi =(1.6 L) + 15
= (1.6 x112) + 15
= 194,2 mm
II.6.7. Perencanaan Guard
Perencanaan gambar untuk guard adalah sebagai berikut :
i. Panjang Guard = 190 mm
ii. Tebal Guard = 20 mm
II.6.8. Perencanaan Filling Pipe
Perencanaan sistem filling pipe, maka direncanakan untuk system pengunci
menggunakan system pipa dengan diameter 12 x M20 sesuai dengan gambar.
II.6.9. Perencanaan Inlet Pipe
Perencanaan system lubricating inlet pipe menggunakan diameter yang disesuaikan
dengan perencanaan yang ada pada gambar dimana diameternya direncanakan sebagai
berikut :
Diameter ulir luar 30 mm
Diameter ulir dalam 20 mm
Propeller dan Sistem Perporosan 2012

40
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

BAB III
KESIMPULAN

Jenis dan type propeller yang digunakan harus disesuaikan dengan type kapal, konfigurasi
system transmisi dan jenis motor penggeraknya.
Hubungan antara hull ship dengan propeller harus diperhatikan dalam pemilihan
propeller, karena untuk mencapai kecepatan dinas maka thrust yang dibutuhkan oleh kapal
harus sama dengan thrust yang dihasilkan propeller
Terdapat dua jenis system pelumasan poros propeller (stern tube), yaitu pelumasan dengan
minyak dan pelumasan dengan air laut.
pada system pelumasan air laut tidak menggunakan seal tetapi menggunakan packaging
yang dipasang pada sekat belakang kamar mesin. Sedangkan Pada pelumasan minyak,
digunakan seal sebagai penyekat agar tidak terjadi kebocoran
Diperlukan poros antara (intermediate shaft) untuk mempermudah pemasangan/pelepasan
dan perbaikan poros.
Konstruksi stern tube dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menahan stern tube
bearing agar tidak bergeser.
Material dari stern tube disesuaikan dengan pelumasannya. Pada perencanaan kopling,
diameter dan jumlah baut kopling harus sesuai dengan diameter dan jumlah baut dari flens
gearbox.











Propeller dan Sistem Perporosan 2012

41
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

DAFTAR PUSTAKA

1. Harvald, A, Tahanan dan Propulsi Kapal, 1988, Airlangga Press, Surabaya
2. Lapp, AJ, The Design of Marine Screw Propeller, 1972, Hilton Book
3. Lammern, Van, Resistance Propulsion and Steering of Ship.
4. Sularso. Suga, Kiyokatsu. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, 2002, PT.
Pradya Paramita, Jakarta.
5. Widodo Adji, Suryo, Propeller Design, 1999, Teknik Sistem Perkapalan, Surabaya.



Propeller dan Sistem Perporosan 2012

42
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

LAMPIRAN

43
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

Desain II : Propeller dan Sistem Perporosan ME 1318
Propeller dan Sistem Perporosan


44
'=J 'J ,=Jc 'JJ J')

You might also like