You are on page 1of 8

Metode penanganan fraktur ada 2 macam, yaitu metode konservatif dan metode operatif dengan pemasangan internal fiksasi.

Penanganan dengan metode konservatif maksudnya penanganan fraktur tanpa dilakukan tindakan operasi, misalnya dengan reduksi tertutup. Reduksi tertutup juga disebut reposisi, dimana prinsip dari reposisi adalah berlawanan dengan arah fraktur. Setelah dilakukan reposisi kemudian dilakukan pemasangan eksternal fiksasi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pergeseran kembali pada tulang yang mengalami fraktur. Salah satu contoh eksternal fiksasi adalah pemasangan gips. Umumnya, reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur dengan pergeseran minimal. Penanganan fraktur dengan metode operatif merupakan suatu bentuk operasi dengan pemasangan open reduction internal fixatie (ORIF) maupun dengan pemasangan open reduction external fixatie (OREF). Metode operatif yang digunakan pada kasus ini yaitu dengan pemasangan internal fiksasi dengan menggunakan plate and screw. Hal ini dilakukan karena fragmen fraktur sulli untuk menyambung dengan baik karena penyambungan kontak fragmen langsung lebih baik daripada tanpa tindakan operasi (Apley, 1995).

a. Ekternal / OREF- Gips ( plester cast) Traksi Indikasi : Pemendekan (shortening) Fraktur unstabel : oblique, spiral Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar Jenis traksi :1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus2. Skin traksiTujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas.3. Sekeletal traksiDipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibiaatau kalkaneus ( fraktur kruris) Komplikasi Traksi : 1. Gangguan sirkulasi darah beban > 12 kg 2. Trauma saraf peroneus 3. Sindroma kompartemen 4. Infeksi pada tempat masuknya pin

Indikasi OREF : Fraktur terbuka derajat III Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas fraktur dengan gangguan neurovaskuler Fraktur Kominutif Fraktur Pelvis Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF Non Union Trauma multiple

b. Internal / ORIF ORIF ini dapat menggunakan wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi ORIF : a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnyafraktur talus dan fraktur collum femur. b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi. c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki. d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik denganoperasi, misalnya : fraktur femur.

Teknologi Intervensi Fisioterapi Teknologi Fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan. Terapi latihan adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun pasif (Priatna,1985).

1. Static Contraction Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan pada sendi (Kisner,1996). Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang

2. Passive Movement Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari luar sementara itu otot pasien lemas (Priatna,1985). Passive movement ada 2, yaitu : a. Relaxed Passive Movement Gerakan pasif hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu, maka gerakan dihentikan (Priatna,1985). b. Forced Passive Movement Forced Passive Movement bertujuan untuk menambah lingkup gerak sendi. Tekniknya hampir sama dengan relaxed passive movement, namun di sini pada akhir gerakan diberikan penekanan sampai pasien mampu menahan rasa nyeri (Priatna,1985).

3. Active Movement Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot anggota gerak tubuh pasien itu sendiri (Kisner,1996). Pada kondisi oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan pumping action yang akan mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan untuk tujuan mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement terdiri dari : a. Free Active Movement

Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan otot. b. Assisted Active Movement Gerakan ini berasal dari pasien sendiri, sedangkan terapis memfasilitasi gerakan dengan alat bantu, seperti sling, papan licin ataupun tangan terapis sendiri. Latihan ini dapat mengurangi nyeri karena merangsang relaksasi propioseptif. c. Ressisted Active Movement Ressisted Active Movement merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien sendiri, namun ada penahanan saat otot berkontraksi. Tahanan yang diberikan bertahap mulai dari minimal sampai maksimal. Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot.

4. Hold Relax Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot kelompok antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut. Kemudian dilakukan penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi ( Kisner,1996).

5. Latihan Jalan Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat kembali ke aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini yang penting untuk pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan dilakukan dengan menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai dari non weight bearing atau tidak menumpu berat badan sampai full weight bearing atau menumpu berat badan. Metode jalan yang digunakan adalah swing, baik swing to ataupun swing through dan dengan titik tumpu, baik two point gait, three point gait ataupun four point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar dapat mandiri walaupun masih menggunakan alat bantu.

Rencana Pelaksanaan Terapi Sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, pasien dalam posisi mengelevasikan tungkai atas yang sakit dengan diganjal bantal pada tungkai bawah sisi yang sakit sehingga membentuk sudut 30o. Adapun pelaksanaan terapi latihan berturut-turut :

1. Static Contraction Latihan ini dilakukan segera setelah pasien berada di bangsal atau hari pertama setelah operasi. Posisi pasien berbaring terlentang, ditujukan untuk otot quadriceps femoris. Tangan terapis berada di bawah fossa poplitea sisi yang sakit, lalu pasien diminta menekan tangan terapis selama 6 kali hitungan. Latihan ini dilakukan sekali sehari dengan pengulangan 10-12 kali dan dilakukan setiap hari. Latihan ini diharapkan dapat mengurangi oedem dan nyeri.

2. Passive Movement a. Relaxed Passive Movement Posisi pasien berbaring terlentang, terapis berada di sebelah lateral tungkai pasien yang sakit dan menghadap ke sisi kranial pasien. Terapis menggerakkan tungkai ke arah fleksi lutut secara perlahan sampai batas timbul rasa nyeri, kemudian dikembalikan lagi ke arah ekstensi lutut. Gerakan lain yang dapat dilakukan adalah abduksi-adduksi sendi panggul, dorsal-plantar fleksi serta inversi-eversi sendi pergelangan kaki. Gerakan ini dilakukan sekali sehari dengan 10-12 kali pengulangan dan dilakukan setiap hari. b. Forced Passive Movement Posisi pasien berbaring terlentang, terapis berada di sebelah lateral tungkai pasien yang sakit dan menghadap ke sisi kranial pasien. Gerakan sama seperti relaxed passive movement, namun diakhir gerakan diberi penekanan sampai pasien mampu menahan rasa nyeri. Gerakan ini dilakukan sekali sehari dengan 10-12 kali pengulangan dan dilakukan setiap hari.

3. Active Movement a. Free Active Movement

Gerakan ini diberikan untuk tungkai yang sakit. Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berada di sebelah lateral tungkai pasien yang sakit dan menghadap ke sisi kranial pasien. Tangan terapis yang satu memfiksasi di proksimal lutut dan yang lain di distal tungkai bawah. Pasien menggerakkan sendiri anggota gerak yang sakit. Gerakan yang dilakukan adalah fleksi-ekstensi sendi lutut, abduksi-adduksi sendi panggul dan dorsal-plantar serta inversi-eversi sendi pergelangan kaki. Gerakan dilakukan 1 kali dalam sehari dengan 10-12 kali pengulangan dan dilakukan setiap hari. b. Assisted Active Movement Gerakan ini dapat dilakukan pada hari pertama setelah operasi. Posisi pasien berbaring terlentang, dengan satu tangan terapis menyangga di bawah proksimal lutut dan tangan yang lain berada pada distal tungkai bawah pasien. Gerakan yang dilakukan adalah fleksi-ekstensi lutut, abduksi-adduksi sendi panggul dan dorsalplantar fleksi serta inversi-eversi sendi pergelangan kaki. Gerakan dilakukan 1 kali dalam sehari dengan 10-12 kali pengulangan dan dilakukan setiap hari. c. Ressisted Active Movement Gerakan ini dapat dilakukan sekalipun pada hari pertama setelah operasi. Gerakan berupa fleksi-ekstensi lutut, abduksi-adduksi sendi panggul, dorsal-plantar fleksi serta inversi-eversi sendi pergelangan kaki. Terapis memberikan penahanan untuk setiap gerakan yang dilakukan. Tahanan yang diberikan bertahap dari mulai minimal sampai maksimal dan penahanan yang dilakukan sampai pasien mampu menahan rasa nyeri. Tahanan yang diberikan terapis berlawanan dari arah gerakan yang dilakukan pasien. Gerakan dilakukan 1 kali dalam sehari dengan 10-12 kali pengulangan dan dilakukan setiap hari.

4. Hold Relax Posisi pasien berbaring terlentang, lalu pasien diminta untuk menggerakkan ke arah fleksi lutut sampai batas timbul rasa nyeri, terapis memberikan penahanan ke arah ekstensi lutut. Pasien diminta untuk mempertahankan agar tidak terjadi gerakan pada sendi. Setelah itu pasien rileks dan terapis menggerakkan ke arah fleksi lutut untuk penguluran otot-otot ekstensor.

5. Latihan Jalan

Latihan berjalan dilakukan pada hari kedua namun juga harus melihat kondisi pasien. Sebelum dilakukan latihan berjalan, pasien duduk ongkang-ongkang di tepi bed. Tungkai yang sehat diturunkan dari bed terlebih dahulu, tungkai yang sakit diturunkan dengan bantuan dari terapis. Terapis menyangga dengan cara meletakkan satu tangan di bawah bagian distal tungkai atas dan yang lainnya di distal tungkai bawah. Setelah itu pasien diberdirikan dengan menggunakan dua axilla kruk, kemudian latihan berjalan di mulai non weight bearing dengan metode three point gait dan swing to.

Rencana Evaluasi Hasil Terapi Rencana evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efek samping yang mungkin timbul dari program terapi yang diberikan. Rencana evaluasi yaitu pada tempat bekas operasi adalah : (1) oedema dengan antropometri yaitu menggunakan pita ukur, (2) nyeri dengan menggunakan Verbal Descriptive Scale (VDS), (3) lingkup gerak sendi dengan menggunakan goniometer, (4) nilai kekuatan otot dengan manual muscle testing (MMT), (5) kemampuan aktifitas fungsional dengan mengamati kemampuan transfer ambulasi pasien yaitu kemampuan berjalan serta melihat perkembangan jarak tempuh yang dapat dicapai pasien saat berjalan.

Daftar pustaka
kurniawan.agung.penatalaksanaan fraktur.diakses pada tanggal 28 februari 2012 di http://www.scribd.com/doc/53994477/Penatalaksanaan

khayati.dwi nur. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA.diakses pada tanggal 28 februari di http://etd.eprints.ums.ac.id/10199/1/J100070005.pdf purwanti.PENATALAKSANAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI OPEN FRACTUR CRURIS 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN INTERNAL FIXASI DI BANGSAL CEMPAKA RS. ORTHOPEDI SURAKARTA. Diakses pada tanggal 27 februari 2012 di http://etd.eprints.ums.ac.id/2802/1/J100050041.pdf Budiyanto.aris. PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PASCA OPERASI PEMASANGAN OREF PADA FRAKTUR CRURIS SEPERTIGA DISTAL DEKSTRA. diakses pada tanggal 1 maret 2012 di http://etd.eprints.ums.ac.id/6603/1/J100060016.pdf

You might also like