You are on page 1of 49

Soekarno Muda : Bandung 1921 1934

( Episode 1 )

Babak I
Narasi 1 - Tiba di Parijs van Java Pada bulan Juni 1921, Soekarno memasuki kota Bandung, kota seperti Princenton atau kota-pelajar lainnya. Technische Hoogeschool adalah perguruan tinggi pertama di Hindia Belanda. Ketika Soekarno pindah dari Surabaya ke Bandung, Tjokroaminto, mertua Soekarno telah mengusahakan dulu tanpa Siti Oetari untuk mengatur tempat dan melihat-lihat kota, rumah mana yang akan menjadi tempat tinggal mereka berdua selama empat tahun. Haji Saunusi datang sendiri menjemput Soekarno di stasiun dan membawa Soekarno ke rumahnya tak jauh di sebelah selatan stasiun. Haji Sanusi adalah pemilik toko bangunan yang berhasil di Jalan Kebon Jati di pusat kota Bandung. Di sekitar tahun 1920-an itu Bandung cepat berkembang menjadi pusat pemikiran dan gerakan nasionalis. Gagasan-gagasan yang lahir di kota ini berwatak radikal, tetapi kurang bersifat ideologis dari yang disajikan Sarekat Islam maupun PKI. Gagasan-gagasan itu menekankan kemerdekaan dan penempaan suatu bangsa Indonesia, tetapi kurang memberi perhatian bentuk masyarakat atau sifat negara merdeka yang akhirnya akan muncul itu. Suasana intelektual Bandung dengan demikian berbeda secara menyolok dari suasana Surabaya yang ditinggalkan Soekarno. Sesungguhnya sangat menarik untuk diketahui, sampai berapa jauh kegiatan politik Indonesia sepanjang seluruh periode ini bergeser menjadi persaingan antara pusatpusat kota utamanya. Dari tahun 1916 sampai 1921 persaingan itu terjadi antara Surabaya, markas besar Sarekat Islam, dan Semarang sebagai pusat alam pemikiran Marxis. Dari tahun 1921 sampai 1923 sayap moderat Sarekat Islam di Yogyakarta semakin bertambah penting dan suatu perimbangan hubungan segitiga telah tercipta antara Yogyakarta, Surabaya dan Semarang. Tetapi Bandung pun mulai memantapkan peranannya menjadi suatu pusat alam pemikiran nasionalisme sekuler, dan di tengahtengah inilah Soekarno bergerak, di lingkungan suatu kelompok kecil yang

aktif mengambil bagian dalam pelbagai diskusi tentang hakekat situasi kolonial, landasan kekuasaan Belanda dan pilihan cara yang dapat digunakan untuk mengerahkan tantangan terhadap kekuasaan itu. Narasi 2 -- Peter Kasenda naik delman dari stasiun ke Kebon Jati Narasi 3 -- Tiba di rumah Haji Sanusi dan bertemu Inggit Ganarsih Di sini Soekarno bertemu dengan istri Haji Sanusi, Inggit Ganarsih. Soekarno yang berusia dua-puluh tahun dan masih hijau tak berpengalaman terpesona melihat seorang perempuan dalam umur tigapuluhan yang sudah matang dan berpengalaman. Perawakannya kecil, sekuntum bunga merah yang cantik melekat di sanggulnya dan senyuman yang menyilaukan mata, begitu pengakuan Soekarno 40 tahun kemudian. Inggit Ganarsih ingat ketika itu, Soekarno mengenakan peci beludru hitam kebanggannya, pakaian putih-putih. Tidak terlalu tinggi badannya. Ganteng. Anak muda yang bersolek, parlente. Inggit Ganarsih bagaimana pada mulanya Soekarno itu sampai di rumah Haji Sanusi dan Inggit Ganarsih. Haji Sanusi menerima sepucuk surat dari Tjokroaminto yang menceritakan, bahwa menantunya. akan bersekolah di Bandung dan meminta agar Haji Sanusi mencarikan sebuah pemondokan baginya. Kemudian Haji Sanusi bertukar pikiran dengan Inggit Ganarsih mengenai pemondokan Soekarno. Pada akhirnya Haji Sanusi mengusulkan agar Soekarno tinggal di kamar depan rumah Haji Sanusi. Tetapi Inggit Ganarsih berkeberatan karena harus melayani Soekarno dengan istimewa sebab ia menantu Tjokroaminoto dan terlebih Soekarno seorang student, tentu bakal banyak temannya. Berbeda dengan Inggit Ganarsih, Haji Sanusi malah beranggapan kehadiran student bakal menjadi kebanggaan. Namun akhirnya suami-istri mendapatkan kesepakatan, bahwa untuk sementara bisalah mereka berdua tempatkan Soekarno di kamar depan, sambil mencari tempat yang lebih pantas, rumah yang lebih memadai dan yang lebih disukainya. Tetapi ketika Soekarno memasuki kamar yang disediakan baginya, Tampaknya Soekarno merasa cocok dengan tempat tinggalnya yang baru untuk sementara waktu, Soekarno memutuskan untuk di tinggal di rumah Haji Sanusi untuk selama bersekolah di THS.

Narasi 4 -- Melakukan orientasi di kota Bandung Tahun 1921 Soekarno menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik Bandung. Beberapa minggu sebelum dimulainya kuliah pada 1 Juli, Soekarno pergi meninjau kota Bandung waktu itu masih tanpa Siti Oetari. Bandung dan Soekarno langsung jatuh cinta, demikian Soekarno berkisah. Bandung, yang dijuluki sebagai Parijs van Java, adalah suatu kota yang indah dan menyenangkan. Dengan ketinggian tujuh ratus meter di atas permukaan laut ia mempunyai iklim yang nyaman. Bandung tidak bising seperti kota pelabuhan Surabaya, tempat Soekarno berasal. Di Bandung orang tidak tergesa-gesa melainkan santai, terutama di jalan pertokoan Braga. Calon mahasiswa Soekarno dengan mudah sekali bergabung dengan para pelancong di situ. Narasi 5 -- Kuliah di Technische Hoogeschool Pada bulan Juli 1920, Van Limburg Stirum meresmikan pembukaan THS di dua gedung paling timur yang belum selesai. Menghadapi kenyataan bahwa pada tahun kuliah pertama 1920 1921 tak dapat dilakukan di kedua gedung yang belum selesai itu, maka dua bangunan yang lebih kecil di persiapkan di bagian selatan untuk administrasi dan di bagian utara untuk kuliah sementara. Tahun Soekarno masuk baru ada 37 orang mahasiswa, diantaranya enam bumiputera, Oleh karena jumlah mahasiswanya yang terbatas, sedangkan koprs dosen hanya terdiri dari lima belas orang maka tercipta suasana intim. Sekolah Tinggi Teknik terdiri dari satu fakultas, yaitu teknik sipil. Gelar insinyur dari Bandung yang mempunyai nilai yang sama dengan gelar dari universitas Delf di Negeri Belanda. Program studinya terbagi dalam empat tahun. Seleksinya ketat. Sesudah tahun pertama dan kedua si mahasiswa harus menempuh ujian tingkat persiapan I dan II, sesudah tahun ketiga ujian kandidat, dan tahun keempat ujian insinyur. Kuliah dan pratikum diberikan mulai pukul tujuh pagi sampai pukul satu siang, enam hari seminggu. Narasi 6 --- Kembali ke Surabaya dan menanggung beban mertua Hanya beberapa bulan Soekarno berada di Bandung, yang kemudian disusul istrinya Siti Oetari, tiba-tiba mereka mendapat kabar buruk. Pada 30 Agustus

1921 Tjokroaminoto ditangkap oleh penguasa kolonial. Ia ditahan di penjara Weltervreden, untuk sementara penahanannya akan diperpanjang sampai secara hukum menjadi jelas. Dalam pemeriksaan pendahuluan ia didakwa terlibat dalam apa yang disebut sebagai SI afdeling B, terutama tentang peran yang dimainkan oleh Sosrokardono. Penahanan Tjokroaminoto dan akibatnya buat keluarganya telah menjadi bahan perdebatan di rumah Haji Sanusi di Bandung, terutama di antara Soekarno dan Inggit. Inggit Ganarsih yang jelas telah terpikat pada Soekarno yang mondok di rumahnya itu, menasehatinya agar ia tidak memutuskan secara buru-buru meninggalkan Bandung dan pergi ke Surabaya untuk membantu rumah tangga Plampitan. Ia mengingatkan Soekarno tentang kepergian yang tidak pasti jangka waktunya itu akan dapat mengganggu studinya di THS. Ia juga menekankan bahwa istru baru Tjokroaminoto Roestinah pun tidak memintannya untuk datang ke Surabaya membantu keluarganya. Rektor THS Prof Ir J Klopper memperingatkan Soekarno bahwa kepulangannya ke Surabaya mungkin sekali akan merusak studi untuk selamanya. Soekarno menyadari bahwa ia selalu mendapatkan bantuan dari dari keluarga Tjokroaminto, kini tiba gilirannya untuk membalas budi itu dengan membantu para iparnya yang kini memerlukan dirinya. Dengan meletakkan kesetiaan kepada Tjokroaminoto serta rumah tangga di Plampitan Surabaya di atas kepentingan ambisi studinya maka Soekarno bersama Siti Oetari datang ke Surabaya pada 2 September 1921. Kemudian Soekarno mendapat pekerjaan sebagai pegawai kereta api dan menunjang keluarga Tjokroaminoto dengan penghasilannya yang kecil. Narasi 7 --- Melanjutkan sekolah di THS

Beruntung bagi Soekarno bahwa Tjokroaminoto dibebaskan pada 5 April 1922 oleh pengadilan tinggi dan membatalkan semua tuduhan yang masih menggantung oleh pengadilan bawahnya pada 16 Agustus 1922. Ketika itu Soekarno dan Siti Oetari sudah berada kembali di rumah Haji Sanusi di Bandung, Soekarno sudah kembali ke THS. Sudah tiba waktunya bagi Soekarno untuk menyelesaikan persoalan pribadinya yang cukup mengganggu. Setelah berpisah selama tujuh bulan, kini ketika bertemu kembali dengan Inggit ia masih mempunyai perasaan menggebu yang sama. Ia pun merasakan bahwa hal yang sama terjadi dengannya. Perpisahan lama dengan Tjokroaminto juga kian merengggangkan pengaruh mertuanya itu terhadap dirinya. Narasi 8 Ganarsih --- Berpisah dengan Siti Oetari dan menikah dengan Inggit

Untuk membenahi studinya yang tercecer kurang lebih setahun, Soekarno menyadari bahwa pertama-tama ia harus menyelesaikan dilemma pribadinya. Selama kawin gantung dengan Siti Oetari dirasakannya bahwa istrinya itu masih cukup jauh berjarak dari hubungan fisik yang wajar dan sempurna yang mengikat sebagaimana semestinya. Ketika itu Sanusi sering pergi dalam rangka kegiatannya dalam perdagangan. Pada malam hari Sanusi sering juga pergi main biliar dan main judi. Sementara itu Siti Oetari berada dalam dunia sendiri yang senang bermain-main bersama salah satu dari kemenakan Inggit. Ia sama sekali tidak punya rasa peduli terhadap kisah romantis di antara Soekarno yang tampan itu dengan induk semangnya yang meningkat sampai ke puncaknya. Soekarno memberitahukan kepada Inggit bahwa ia akan segera mengantarkan pulang Siti Oetari ke rumah orangtuanya, sesuatu yang telah disetujui Siti Oetari sendiri. Dengan persetujuan mertuanya ia memberikan talak tiga kepada Siti Oetari. Sebenarnyalah Tjokroaminoto sangat terluka, namun bersamaan dengan itu ia tersentuh akan kebesaran hati Soekarno yang selama tujuh bulan telah mendukung sepenuhnya rumah tangganya di Plampitan ketika ia dipenjara, Soekarno segera maju lagi dengan maksud hendak mengawini Inggit Ganarsih jika ia sudah diceraikan oleh suaminya. Keduanya membicarakannya baik-baik dengan Sanusi. Mula-mula dilakukan oleh Soekarno kemudian oleh Inggit, Sanusi tidak terkejut dengan berita itu. Menurutnya Inggit orang yang tepat bagi Soekarno yang pasti bisa
5

mendorongnya sampai ia menjadi orang penting. Segera setelah itu maka Sanusi menceraikan istrinya Inggit Ganarsih, dan Soekarno melaksanakan pernikahannya di rumah ibu Asmi dari pihak perempuan di Jl Javaveem pada 24 Maret 1923, sedang ayahnya Pak Djipan telah meninggal 20 tahun sebelumnya. Pak Soemosoewo, keluarga dekat Soekemi menjadi saksi pernikahan itu. Tjokroaminoto menerima kenyatan perceraian Soekarno dengan Siti Oetari dan keputusan itu tidak mengizinkan mengubah hubungan antara pelindung dan yang dilindungi, secara formal. Tetapi ini adalah pertanda Soekarno menjauhkan diri dari durunya. Tidak diragukan nasib politik Tjokroaminoto sendiri. Bukan saja ia kehilangan pengaruhnya atas Sarekat Islam ketika memuncaknya perpecahan antara sayap kanan dan sayap kiri partai, dan karena pusat gravitasi partai pindah dari Surabaya ke Yogyakarta, tetapi kekuatan gerakan itu sendiri dengan tajam telah merosot sesudah Afdeling B Affair. Perpecahan dengan PKI mempercepat keruntuhan ini dan dalam tahun-tahun berikutnya terjadi persaingan yang keras antara kedua partai itu untuk menguasai cabangcabang setempat. Menjelang tahun 1923 untuk selama-lamanya Sarekat Islam kehilangan kepemimpinan dalam gerakan nasionalisme Indonesia dan Tjokroaminoto sendiri sendiri bukan lagi tokoh sentral gerakan itu. Tjokroaminoto sudah tidak lagi dan tidak mungkin lagi menjadi tokoh sentral dalam dunia pemikiran Soekarno, baik politis maupun pengaruh pribadinya. Soekarno berada dalam suatu lingkungan baru dan dikelilingi aktivitas-aktivitas baru. Perceraian dan pernikahannya kembali, perubahan dalam situasi politik dan peluang-peluang yang terbuka badinya dalam kehidupan di Bandung, semuanya menumpuk untuk memudahkannya langkah lebih maju di sepanjang jalan kebebasan kepribadiannya sendiri. Narasi 9 --- Perjumpaan dengan Sang Marhaen Penjelasan Soekarno sendiri mengenai bagaimana ia menemukan istilah Marhaen merupakan suatu cerita yang menarik dan juga hasil imaginatif dari romantisme revolusionernya. Menurut Soekarno, ketika dia bersepeda melewati kampung di selatan Bandung, ia terlibat dalam suatu percakapan dengan seorang petani Sunda yang sedang membajak sawahnya. Petani itu menyatakan bahwa ia memiliki sepetak tanah kecil yang digarapnya sendiri, sebuah rumah sederhana, sebuah cangkul, sebuah sekop, dan sebuah bajak,

dan dengan kerja keras ia berusaha memberi sandang dan pangan bagi keluargannya. Ketika ditanya namanya, petani yang dipandang Soekarno sebagai contoh tipikal rakyatnya itu menjawab : Marhaen. Tidaklah penting apakah Soekarno sendiri percaya atau tidak percaya akan kebenaran ceritanya, dan karena cerita itu diulang-ulangnya selama bertahun-tahun maka ia barangkali telah benar-benar mengalaminya. Yang penting ialah bahwa cerita itu menunjukkan bagaimana dalam pikiran Soekarno arti dan kepentingan konsep itu terletak dalam indentifikasi dengan rakyat jelata, yang membentuk sebagian besar penduduk Indonesia, dan yang membentuk sebagian besar penduduk Indonesia, dan yang dengan mereka itulah ia, seperti juga banyak elite pemimpin gerakan nasionalis yang urban dan berpendidikan barat, merasa sangat perlu untuk mengindentifikasikan dirinya. Narasi 10 --- Mendapat teguran dari Prof Klopper Pada hari Minggu 20 Januari 1923 di laun-alun Bandung diadakan rapat umum oleh Radicale Concentratie. Pada saat itu Soekarno yang dipenuhi oleh semangat kebangsaan menyala melakukan tindakan dramatis. Ia tidak dapat menahan diri, menerobos naik ke mimbar dan dengan lantang mencapaikan kecamannya terhadap sistem kolonial, sesuatu yang berada di luar acara. Ia pun segera dipaksa turun dari podium, rapat dibubarkan atas perintah kepala polisi Bandung Heyne. Karena ulahnya itu keesokan harinya ia mendapat teguran dari Prof Klopper agar dia tidak lagi terlibat dalam politik nasionalis dan memusatkan dirinya hanya pada studi. Soekarno tidak menghiraukan Prof Klopper ia hadir lagi dalam rapat hari Minggu 4 Maret 1923 yang diselenggarakan oleh PKI dan SI Merah di sekolah SI Merah di Gang Sekolah. Rapat itu dihadiri sekitar 2000 orang Dalam sambutannya Soekarno melakukan pembelaan terhadap Tjokroaminoto atas serangan yang dilakukan oleh Haji Misbach. Haji Misbach mengeritik tentang disiplin partai yang diabaikan Tjokroaminoto, ia pun mengulangi kritik Darsono tentang masalah keuangan. Dalam menjawab hujatan terhadap Tjokroaminoto, Soekarno menunjukkan pada sifat seorang ksatria, ia mengatakan bahwa Haji Misbach tidak ksatria karena menyerang seorang yang tidak hadir, sehingga tidak dapat membela diri. Kemdian Haji Misbach menyadari keleliruan dan minta maaf .

Narasi 11 --- Berdirinya Kelompok Studi Umum Sebelum lulus, Soekarno bersama pengacara lulusan Leiden Mr Iskaq Tjokrohadisoerjo, Tjipto Mangunkusumo, Abdoel Moeis dan Anwari mendirikan Algemeene Studie Club pada 29 November 1925. Tjipto memberikan catatan pada 16 September 1931 bahwa studi klub itu mempunyai cara kerja seperti Indische Partij yang didirikan bersama Soewardi dan Douwes Dekker pada 1913. Dalam kenangannya. Inggit Ganarsih menyinggung tentang peran krusial yang dimainkan oleh Tjipto Mangunkusumo dalam perundingan tentang didirikannya klub tersebut yang menyebabkan suaminya menyatakan bahwa organisasi yang akan mereka dirikan di Bandung harus lebih meluas, lebih progresif dan lebih meluas jangkauannya Klub studi semacam itu dimaksudkan pertama-tama menyambut kedatangan para pemuda yang telah lulus dari Negeri Belanda dan bekerja di Surabaya, Bandung dan Batavia. Di kota-kota itu mungkin tersedia lapangan kerja yang sesuai dengan tingkat ilmu pendidikan Barat yang telah mereka peroleh. Sebagian besar dari lulusan itu telah mendapatkan dorongan politik yang mereka timba selama belajar di antara mereka yang sangat sadar politik. Kebanyakan lulusan hukum, teknik, dan ekonomi. Dari perkumpulan mahasiswa mereka diantarkan masuk ke dalam dunia pergerakan. Di antara lulusan yang telah kembali ke Indonesia adalah dokter Soetomo yang mendirikan Indonesiche Studie Club pada 11 Juli 1924. Apa yang dilakukan Soetomo di Surabaya segera diikuti oleh yang lain-lain, di antaranya yang penting adalah Algemeene Studie Club di Bandung. Seperti halnya di Surabaya, maka di Bandung para anggota penting PI bergabung dalam klub ini. Di Bandung terdapat anggota nasionalis radikal seperti Tjipto Mangunkusumo, karena itu anggota organisasi tersebut berbeda dengan klub yang lain seperti yang ada di Surabaya, Sala, Yogya, Semarang, Bogor, dan Batavia, mengambil posisi sangat nonkooperatif terhadap kekuasaan. Dengan 70 orang anggota maka menurut Soekarno organisasi itu menuju kepada pembentukan suatu partai yyang akan mengisi kekosongan yang dirasa oleh pemuda-pemuda intelek yang tidak berpaham Marxisme dan juga tidak berideologi Islam. Dalam bulan Oktober 1926 Kelompok Studi Umum meningkatkan propagandanya dengan nomor pertama majalah bulanan Indonesia Moeda dan rupanya segera menarik banyak pembaca di kota-kota Jawa dan

Sumatera. Majalah tersebut dipimpin oleh Soekarno yang menyumbangkan artikel yang paling besar jumlahnya. Penerbitan Indonesia Moeda yang pertama, kedua dan ketiga memuat artikel panjang yang ditulis oleh Soekarno berjudul Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, Artikel ini merupakan uraian yang paling jelas tentang pokok-pokok pikiran politik Soekarno pada akhir 1926. Pokok pikiran Soekarno bahwa gerakan-gerakan Islam, marxis dan nasionalis di Indonesia berasal dari suatu dasar yang sama yaitu hasrat kebangsaan untuk melawan kapitalisme dan imperialisme Barat dan bahwasanya ketiga aliran gerakan politik tersebut harus bersatu dalam perjuangan melawan musuh bersama. Dalam membantu melancarkan pekerjaan kelompok studi itu, Soekarno berusaha untuk memimpinnya dari suatu titik tolak baru dalam perlawanan Indonesia melawan kekuasaan kolonial. Ia melihat gerakan kemerdekaan terpecah-pecah di sekitarnya. Bentrokan antara PKI dan Sarekat Islam adalah salah satu contoh dari sifat perpecahan itu. Di luar Sarekat Islam masih ada kelompok-kelompok yang lebih kecil dan didasarkan pada kesatuan suku Jong Java, Pasundan, Jong Sumatra, dan terbelah-belahnya organisasi-organisasi keagamaan seperti Muhamadiyah. Soekarno menyesali perpecahan-perpecahan ini. Ia melihat keharusan untuk bersatu dan mulai merintis jalan ke arah pembentukan suatu organisasi massa yang mencakup keseluruhannya sebagai sarana untuk mengembangkan kekuatan yang mampu menantang kekuatan rezim kolonial. Cara yang tepat melakukan hal ini masih harus digarap secara terperinci, tetapi menjelang tahun 1926, Soekarno sudah dapat menanggapi gagasan sentral bahwa suatu konsep nasionalisme yang diolah kembali dan dipertajam mungkin dapat digunakan untuk menarik semua lapisan masyarakat Indonesia yang sadar politik.

Narasi 12 -- Lulus dari Technische Hoogeschool Bandung Ia menyelesaikannya dengan sebuah karya tulis tentang rencana pelabuhan, dan dinyatakan lulus pada tahun 1926 sebagai seorang insinyur. Sekarang ia bebas untuk menceburkan diri dalam karir politik, kalau ia mau, Tetapi rupanya keputusan itu tidak begitu saja diambilnya. Soekarno mengambil waktu untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terbuka baginya. Akibat yang wajar dari pendidikannya tentulah ia bekerja sebagai ahli teknik dalam lingkungan kantor pemerintah, tetapi tentu ini akan menutup pintu bagi kegiatan politik. Pilihan lain, ia dapat mencari nafkahnya sebagai arsitek dalam perusahaan swasta, sambil meneruskan
9

kegiatan politik sebagai kerja sampingan. Atau langsung terjun ke dalam politik sebagai profesi penuh. Ia ditawari bekerja pada Departemen Pekerajaan Umum setempat dan jabatan yang sama dari kotapraja Bandung. Kedua tawaran ini ditolaknya. Untuk sementara ia bekerja sebagai guru pada Sekolah Ksatria yang dipimpin mentor politiknya, Douwes Dekker.Tetapi menurut versinya sendiri, gayanya mengajarkan sejarah yang bersifat menghasut menyebabkannya bertentangan dengan seorang Inspektur Belanda dari Departemen Pendidikan yang datang berkunjung pada akhirnya membawa ia keluar dari pekerjaan itu. Akhirnya bersama Anwari, salah satu rekannya lulusan THS, ia mendirikan suatu kantor pelaksana dan perencana bangunan. Namun panggilan hati nuraninya yang membuatnya gelisah selama ini mulai mekar mencapai bentuknya yang mantap. Dalam waktu satu tahun, dengan penuh kepastian Soekarno meninggalkan profesinya sebagai arsitek untuk menduduki tempat sebagai seorang pemimpin yang diakui dari salah satu aliran pokok nasionalisme Indonesia. Tahun-tahun berikutnya merupakan periode besar pertama dalam kreativitas politiknya. Ini adalah tahun-tahun ketika ia melihat tujuannya dengan penuh kejernihan, dan dalam mengejar tujuannya itu ia merombak dunia di seputarnya.

Babak II
Narasi 1 --- Peristiwa Pemberontakan 1926/1927

10

Bulan November 1926 komite revolusioner PKI melancarkan suatu pemberontakan di Jawa Barat dan dalam bulan Januari 1927 di pantai barat Sumatera. Pemberontakanpemberontakan tersebut yang direncanakan dengan tidak seksama oleh pemimpin partai yang tidak sepakat antara mereka sendiri tentang hikmah aksi tersebut ternyata memperoleh pendukung yang hanya sedikit. Pemberontakan-pemberontakan tersebut mengakibatkan bencana bagi PKI. PKI dinyatakan sebagai partai terlarang, pemimpin-pemimpinnya yang belum dibuang, ditangkap dan ribuan dari mereka itu dipenjarakan atau dikirim ke Digul, suatu tempat di sebuah hulu sungai yang penuh dengan nyamuk malaria di Papua. Pemberontakan itu lebih merupakan suatu tindakan putus-asa daripada suatu percobaan yang dapat dianggap untuk merebut kekuasaan. Kami menganggap adalah lebih baik mati berjuang daripada mati tanpa berjuang, demikian dikatakan oleh salah seorang pemimpin PKI kemudian kepada komunis Internasional. Pemberontakan itu dengan mudah ditumpas oleh pemerintah, oleh karena organisasi Komunis pada waktu itu sudah begitu dilemahkan oleh tindakan polisi dan tekanan-tekanan anarkis sehingga pemberontakan itu tidak terkoordinasi dan hanya lokal sifatnya. Namun demikian, ia merupakan bukti betapa meluas dan mendalamnya rasa tidak puas orang Indonesia. Narasi 2 --- Kekosongan gerakan nasionalis sekuler Pemberontakan-pemberontakan yang gagal tersebut telah menimbulkan sejumlah akibat bagi gerakan nasionalis. Pertama, kelihatan bahwa pemberontakan dengan kekerasan semacam itu tak ada gunanya, karena dengan mudah dapat ditekan oleh kekuatan Belanda yang lebih unggul. Kedua, pembubaran PKI dan pembuangan sejumlah besar pemimpinpemimpin dan pendukung-pendukungnya yang dicurigai ke Boven Digul, menyingkirkan kaum komunis dari arena politik sampai berakhirnya masa penjajahan Belanda. Ketiga, setelah kegagalan PKI untuk menyusun suatu revolusi yang meluas dan berhasil, kaum nasionalis menjadi sadar akan kelemahan-kelemahan organisatoris tidak hanya dari PKI, tetapi juga dari semua organisasi nasionalis dan juga akan perlunya menciptakan suatu organisasi yang rapi dan berdisiplin. Dan yang terakhir dan yang paling penting, dengan disingkirkannya PKI timbul suatu kekosongan dalam gerakan nasionalis gerakan ini memerlukan pengarahan dan pemimpin baik dari sisa-sisa organisasi-organisasi politik yang ada maupun dari
11

pembentukan partai-partai yang baru. Pemberontakan-pemberontakan tersebut menggerakan Sudjadi, wakil resmi PI di Indonesia, untuk berbuat sesuatu. Pada tanggal 20 Desember 1926 ia memberitahukan kepada Hatta bahwa ia, Iskaq dan Budhyarto akan bergerak untuk membentuk suatu partai baru, sesuai dengan rencana-rencana PI, sesegera mungkin. Pada awal tahun 1927, segera setelah mereka menerima rencana-rencana Hatta tentang gerakan baru, mereka mengumumkan maksudnya untuk mendirikan Sarekat Rajat Nasional Indonesia (SRNI) dan menyelenggarakan suatu Kongres Nasional dalam bulan Juli untuk meresmikan partai baru tersebut. Sejauh ini persiapan-persiapan bagi suatu partai baru yang tidak didasarkan kepada Islam ataupun Komunisme, telah diadakan atas inisiatif Perhimnpunan Indonesia, dan praktis sebahagian besarnya sesuai dengan gagasan dan rencana-rencana Hatta. Keyakinan Mohammad Hatta bahwa partai yang baru tersebut akan diorganisir oleh bekas anggota-anggota Perhimpunan Indonesia, berdasarkan ideologi PI dan tepat sesuai dengan rencana-rencananya, dan bahwa ia akan dapat mengendalikan kegiatan partai tersebut dari negeri Belanda, menunjukan keterbatasan pengetahuannya secara terperinci tentang situasi politik di Indonesia. Ia terlambat memahami bahwa pada waktu persiapan-persiapan PI untuk membentuk suatu partai yang baru hampir terwujud, di Indonesia sendiri muncul gerakan menuju persatuan nasional dan menuju pencarian arah baru bagi gerakan nasionalis yang berpusat pada kelompok-kelompok studi di Surabaya dan Bandung segera memperoleh momentumnya. Pada awal tahun 1927, setelah pengumuman tentang rencana pembentukan Serikat Rakyat Nasional Indonesia dalam bulan Juli, maka inisiatif pembentukan partai yang baru tersebut berpindah dari tangan Hatta di negeri Belanda ke suatu kelompok nasionalis dalam Kelompok Studi Umum di Bandung. Para pemimpin Kelompok Studi Umum yakin bahwa mereka lebih paham tentang situasi di Indonesia daripada pengurus PI di negeri Belanda. Setelah menerima usul program aksi dari PI untuk partai baru yakinlah mereka bahwa mereka harus melepaskan dukungan kepada SRNI dan mengambil inisiatif sendiri. Sujadi segera menyampaikan kepada Hatta tentang penerimaan yang dingin terhadap rencana-rencananya di Bandung dan di Batavia. Para Pemimpin Kelompok Studi Umum percaya bahwa rencana rencana
12

Hatta terlalu moderat bulan karena tujuan-tujuannya meskipun ia telah menjelaskan keyakinannya bahwa keberatan tersebut ditujukan kepada tuntutannya akan hak pilih universal. tetapi karena tekanan pada peranan pendidikan partai dianggap sebagai taktik yang tidak tepat yang tidak akan cukup cepat membawa rakyat ke arah sutu Indonesia yang merdeka. Narasi 3 --- Berdirinya Perserikatan Nasional Indonesia Pimpinan Kelompok Studi Umum kini mulai merencanakan organisasi baru tersebut menurut garis-garis yang lebih mudah diterima. Kedua orang organisator terpenting ialah Sartono, seorang ahli hukum didikan Leiden, dan Soekarno, yang baru saja tamat sebagai seorang insinyur pada Sekolah Tinggi Tinggi di Bandung. Dalam bulan Februari 1927, Bendera Islam, surat kabar yang dipimpin oleh Tjokroaminoto dan Salim dari PSI, menambahkan sebuah seksi nasional tersendiri di bawah asuhan Sartono dan Sukarno sebagai bagian dari sumbangan para pemimpin PSI terhadap usaha menemukan suatu dasar baru bagi gerakan nasional. Tetapi pada tanggal 28 Maret Soekarno dan Sartono minta maaf karena tidak punya waktu untuk mengasuh seksi tersebut. Selama 5 minggu, antara tanggal 17 Maret dan 21 April, seksi ini tidak muncul, barangkali karena Sartono sepenuhnya terikat dengan diskusi-diskusi di Bandung dan Batavia mengenai organisasi partai yang baru tersebut. Suatu pertemuan diselenggarakan di rumah Soekarno dalam bulan April untuk memperbincangkan perkembangan-perkembangan. Hadir dalam pertemuan tersebut, Iskaq, Sunarjo, Budhyarto, Tjipto Mangunkusumo, J Tilaar dan Sudjadi; Sartono dan Anwari minta maaf karena tidak bisa hadir. Mereka yang hadir tersebut, ditambah dengan Sartono dan Anwari, menjadi anggota panitia yang harus menyiapkan suatu Kongres Nasional. Sebagaimana ternyata dari surat-menyurat antara Indonesia dan negeri Belanda yang ditahan oleh polisi Belanda, rupanya pada pertengahan bulan Mei telah diputuskan untuk meninggalkan SRNI yang diusulkan dan memilih suatu partai baru dan menyelenggarakan suatu kongres di bulan Juli atau Agustus tersebut. Pada 4 Juli 1927 Soekarno dan Inggit bersama Tjipto Mangunkusumo, Anwari, Iskaq Tjokrohadisoerjo, Sartono, Soendoro, Boediarto, Soenarjo, Samsi Sastrowidagdo, Soejadi alias Soegito, dan J.W. Tilaar, berkumpul di Regentsraat no 22 Bandung. Soekarno menyatakan bahwa kini saatnya telah
13

tiba untuk mendirikan suatu partai nasionalis baru. Dalam hal ini Tjipto Mangunkusumo memperingatkan bahwa langkah semacam itu akan dianggap oleh penguasa kolonial sebagai pengganti PKI saja dan akan mengundang bahaya. Setelah terjadi perdebatan, bahwa kita sama sekali berlainan dengan PKI, maka Soekarno dan Anwari menyatakan bahwa resiko semacam itu haruslah ditempuh, Semuanya setuju kecuali Tjipto Mangunkusumo yang menyatakan tidak akan bergabung. Namanya pun disetujui yakni Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Dewan pengurus dibentuk dengan Soekarno sebagai ketua, Iskaq menjadi sekretaris merangkap bendahara, Anwari, Samsi, Sartono, dan Soenarjo sebagai anggota pengurus. Narasi 4 --- Masa kejayaan PNI Dalam waktu dua setengah tahun setelah itu PNI merupakan partai nasionalis yang paling aktif di Hindia Belanda. Pada puncak kepopulerannya di bulan Desember 1929 partai tersebut mempunyai lebih kurang 10.000 orang anggota dan pengaruhnya meluas ke seluruh kota di Jawa dan malahan juga sampai ke Sumatra dan bagian timur Indonesia. Pada tahun 1928 dan 1929 para pemimpin PNI berusaha keras untuk menciptakan sebuah organisasi yang kuat dan membangun sebuah partai massa. Beratus-ratus pertemuan yang teratur baik diadakan dan terdapat perhatian besar di mana saja para pemimpin PNI berpidato. Suasana emosional timbul di ruangan-ruangan pertemuan: bendera PNI merah putih dengan gambar kepala banteng di tengah-tengahnya terlihat di mana- mana dan warna-warna merah dan putih sampai digunakan untuk menghias podium. Sering mereka yang hadir menyanyikan lagu-lagu patriotik sebelum para pembicara utama datang.

14

Soekarno adalah tokoh dengan daya tarik yang utama bagi PNI. Ia adalah seorang ahli pidato yang hebat. Pidato-pidatonya penuh dengan dasar-dasar pokok pikiran nasionalis yang disampaikan dalam bahasa yang sederhana yang dengan mudah dapat dimengerti oleh para pendengarnya. Ia menggunakan dongeng-dongeng dan cerita-cerita rakyat setempat yang popular, terutama cerita-cerita wayang, untuk mewujudkan pikiran-pikiran PNI yang nasionalis. Salah satu dari pesannya yang pokok ialah bahwa sebelum Kemerdekaan dapat dicapai rakyat Indonesia perlu terlebih dulu mencapai kebebasan rohani. Kebebasan rohani, menurut pendapatnya, akan diperoleh apabila rakyat Indonesia mengatasi rasa rendahhati dan ketergantungan mereka secara kejiwaan pada Belanda. Dalam pidato-pidato serta tulisan-tulisannya Soekarno mendorong rakyatnya agar merasa bangga atas kebudayaan serta prestasi mereka di masa lampau dan agar bekerja sama untuk menciptakan suatu bangsa Indonesia yang merdeka. Keterlibatan di dalam berbagai macam kegiatan ini membawa kesulitan bagi kehidupan, tetapi sekaligus juga mengandung kegairahan dan kegembiraan. Hal lain yang menimbulkan kesulitan adalah soal nafkah penghidupan dana partai terang tidak mencukupi. Soekarno tergantung pada penghasilan istrinya Inggit yang menjual jamu-jamuan yang dibuat sendiri untuk memenuhi keperluan rumah tangga di samping penghasilannya berupa honor tulisan-tulisan. Tetapi juga ada bantuan dari beberapa orang yang mampu. Gatot Mangkupradja, sekretaris partai setelah kongres PNI pertama, umpamanya, adalah orang yang cukup mampu dengan penghasilan dari sawah-sawahnya, usaha bangunan dan perusahan taksi warisan orang tuanya. Dan kelihatannya ia banyak memberi sumbangan untuk kepentingan cita-cita nasional itu, sehingga ia akhirnya memiskin dirinya sendiri. Tokohtokoh seperti Ali Sastroamidjojo, Sartono, Iskaq dan Sujadi yang mendapatkan penghasilan dari praktek pengacara mengumpulkan uang sebanyak 75 gulden, dana tunjangan bagi Soekarno setiap bulan. (Ternyata ini cuma teori. Sesungguhnya tunjangan itu tidak selamanya datang). Mengumpulkan uang dengan cara demikian bukanlah sesuatu yang di luar kebisanaan, karena pergerakan nasional itu telah menciptakan suatu rasa kesetiakawanan di kalangan anggota-anggotanya, yang kemudian hari menjadi suatu kenangan indah bagi mereka. Narasi 5 --- Kekuatiran pemerintah atas aksi-aksi PNI

15

Tetapi di balik suasana optimisme PNI pada bulan-bulan itu, timbul kekhawatiran yang mengancam kemajuan partai ini. Pembesar-pembesar Belanda mulai gelisah melihat kebangkitan nasionalisme ini dan semakin populernya lawan utamanya di kalangan masyarakat Indonesia. Selama dua tahun terakhir itu pemerintah Hindia Belanda mengikuti dengan seksama kegiatan-kegiatan PNI, tetapi secara diam-diam membiarkannya. Gubernur Jendral A.C.D. de Graeff adalah seorang penyabar yang memiliki rasa kemanusiaan; ia adalah teman Indenburg dan tokoh-tokoh eksponen Politik Etis lainnya. Berbeda dengan Fock, pendahulunya yang bersikap keras, ia menjadi contoh seorang pembaru, dan pengangkatannya pada tahun 1926 nampaknya melopori kembali cita-cita pemerintahan etis Gubernur Jendral Van Limburg Stirum, ketika beberapa tahun sebelumnya ia menjadi anggotanya. Pada masa awal tugasnya, ia dihadapkan pada pemberontakan PKI, yang diselesaikannya dengan tindakan-tindakan kekerasan. Tetapi didorong oleh harapannya untuk memajukan hubungan antara masyarakat Indonesia dengan pemerintah Hindia Belanda ia tidak ingin menjalankan sikap keras terhadap nasionalisme baru yang lahir setelah peristiwa pemberontakan itu. Namun, kesabaran seorang pejabat penguasa bukannya tidak terbatas dan di luar kemauannya, de Graeef mendapat tekanan keras dari unsur-unsur masyarakat kolonial. Belanda, baik, baik dari dalam maupun dari luar pemerintahnya, untuk membatasi kebebasan bergerak PNI. Mereka bertanya mengapa pemimpin-pemimpinnya dibiarkan bebas berkeliaran dari satu ujung ke ujung lain Pulau Jawa untuk mempropagandakan pemberontakan? Dan ketika pidato-pidato Soekarno semakin berkobar membakar kesadaran massa, semakin sulit bagi De Graeff menetang mereka yang mendesaknya untuk bertindak. Pertanda pertama kalinya masa longgar bagi kaum pergerakan itu terlihat pada bulan Juli Mr Iwa Kusumasumantri ditangkap karena kegiatan politiknya di kalangan buruh perkebunan di Kresidenan Sumatra Timur. Reaksi pertama PNI atas peristiwa ini ialah menjadikannya titik tolak untuk mencapai tujuannya sendiri seperti yang pernah mereka lakukan dua tahun yang lalu setelah ditangkapnya Hatta dan kawan-kawannya di Negeri Belanda. Rapat-rapat protes diadakan PNI di Batavia, Bandung dan Surabaya dengan melibatkan juga perhimpunan-perhimpunan lainnya yang bergabung dalam PPPKI. Sementara itu Soekarno, seperti sebelumnya, terus melanjutkan kegiatan-kegiatan politiknya. Dan keberanian yang sekian lama telah menggugah para pendengarnya sekarang semakin mengandung resiko.

16

Babab III Narasi 1 --- Penangkapan Soekarno di Yogyakarta Pada bulan Desember Soekarno direncanakan berbicara di depan kongres PPPKI kedua pada tanggal 25 sampai dengan 27 di Solo. Setelah pamit dengan Inggit, Soekarno berangkat bersama Gatot Mangkupradja, menggunakan mobil. Dari kongres ini ia berangkat ke Yogyakarta untuk berbicara di depan suatu rapat pada 28 Desember. Rapat ini selesai tengah malam dan bersama dengan Gatot kemudian berangkat ke rumah Mr Sujudi, seorang pengacara untuk menginap. Di sinilah, pada pagi buta itu, terdengar ketukan pintu. Seorang perwira polisi Belanda mendesak pintu dibuka dan dengan diiringi polisi-polisi bumiputera ia masuk memeriksa. Ia mengenali korban yang dicarinya. Soekarno dan Gatot Mangkupraja ditangkap. Tawanan-tawanan ini digiring tanpa pamit ke kantor polisi dan langsung mereka dijebloskan ke dalam sel selama 24 jam. Pada subuh pagi lusanya, mereka dimasukan ke kereta api menuju Bandung, keduanya langsung dimasukkan ke penjara Bancey. Keesokan harinya dua tokoh PNI lainnya, Maskun dan Supriadinata, juga dimasukkan ke penjara yang sama. Narasi 2 --- Mendekam di penjara Banceuy Penjara Banceuy adalah sebuah lembaga tua. Di kemudian hari Soekarno mengenang ulang ketidaknyamannya sel tahanannya yang kecil, tempat buang air yang primitif, dan rasa sengsara akibat terisolasi. Hal-hal yang disebutnya itu merupakan hal-hal yang terjadi beberapa lama sebelum ia diizinkan menerima kunjungan seorang pun, bahkan juga Inggit Ganarsih. Dan oleh karenanya hubungan-hubungan manusiawinya terbatas dengan para penjaga penjara dan polisi-polisi yang menginterogasi dirinya. Selnya, Nomor 5 di Blok F, begitu sempit. Lebarnya hanya satu setengah meter, dan separuhnya sudah dipakai untuk tempat tidur pelbet. Panjangnya betul-betul hanya sepanjang peti mayat. Tak ada jendela tempat menjenguk dan tak ada jerajak supaya bisa mengintip ke luar.Pintu terbuat dari besi hitam padat dengan sebuah logam kecil yang ditutup dari luar. Lebih para keadaanya karena tempat itu gelap, lembab dan melemaskan. Sebenarnya sel Soekarno itu masih terhitung lumayan dibandingkan dengan sel-sel untuk

17

tahanan-tahanan wong cilik yang disekap di sana. Narasi 3 ---Penangkapan pemimpin-pemimpin PNI lainnya Instruksi-instruksi jaksa agung Vonk kepada kepala pemerintahan daerah menyatakan bahwa pemimpin PNI dicurigai telah melanggar pasal-pasal 169 dan 108 Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 169 melarang organisasiorganisasi yang bertujuan melakukan atau mengajak anggotanya untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran; tetapi pasal 108 mengandung pokok yang lebih serius yaitu penggunaan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasaan melawan pemerintah Hindia Belanda. Sementara jaksa agung yakin bahwa penggeledaan rumah-rumah akan menghasilkan bukti-bukti cukup untuk menghancurkan PNI, maka semua yang ditemukan tidak memenuhi harapannya. Ia terpaksa mengakui bahwa dokumendokumen yang dirampas tidak memberikan bukti bahwa PNI sedang mengorganisir kerusuhan. Semua pemimpin-pemimpin PNI yang ditahan, kecuali tujuh orang, dilepaskan 2 atau 3 hari kemudian, dan dari ke 7 orang tersebut, yang semuanya anggota pengurus cabang Bandung maka Sukarni, Inu Perbatasari dan Iskaq juga harus dibebaskan dalam bulan Januari karena tidak cukup bukti-bukti menentang mereka. Tinggal Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupradja dan Supriadinata, yang tak seorang pun dari antaranya dapat dituduh berdasarkan pasal 108, namun jaksa agung Vonk mengusulkan agar diterapkan pasal 160 dan pasal 153 bis yang demikian luas artinya, yang melarang penyebaran propaganda yang mungkin akan mengganggu ketertiban umum. Yang ironis ialah Vonk terpaksa memerlukan bantuan pasal 153 ini padahal mereka toh telah menyebarkan propaganda yang mungkin mengganggu ketertiban tersebut selama bertahuntahun dan tidak perlu sama sekali melakukan penggeledahan rumah-rumah untuk memperoleh bukti-buktinya. Kegagalan penggeledahan rumah-rumah dan kelemahan kasus jaksa agung menentang PNI terbukti sangat jelas oleh usulnya sendiri agar De Graeff tidak memberlakukan pengadilan kriminal untuk ke 4 tahanan tetapi agar ia menggunakan wewenang istimewanya untuk memenjarakan mereka tanpa pengadilan, Meskipun ia tetap bertahan pada pendapat bahwa PNI merupakan penerus PKI dan dianggap demikian di daerah pedesaan, namun ia ragu apakah pemerintah akan dapat mengajukan bukti di pengadilan. Ia yakin, kini prestise pemerintah ikut terlibat, oleh karena itu sebaiknya ia jangan mengambil resiko. Akibatnya, jaksa agung mendesak agar
18

pemerintah memanfaatkan kesempatan emas untuk memukul sayap nonkooperasi dari gerakan nasionalis kendati penggeledahan rumah-rumah nyatanya tak memberikan hasil, dan bahkan barangkali merupakan kekeliruan. Narasi 4 --- Pendapat pers atas tindakan pemerintah terhadap PNI Pers nasionalis menyatakan rasa kaget dan kecewa terhadap tindakantindakan pemerintah. Sungguh keterlaluan bahwa PNI diperlakukan tidak beda dengan PKI, padahal PNI selalu konsisten menolak kekerasaan. Para pembaca diminta dengan sangat supaya tetap tenang dan yakin bahwa partai itu bersih dari tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepadanya. Pers Eropa juga turut mendapat kecaman, sebagian karena pers itu selalu menghendaki adanya campur tangan pemerintah selama tahun 1929, dan sebagian lagi karena pers itu juga menyatakan kegembiraan secara terang-terangan atas terjadinya penangkapan tersebut. Dengan nada menantang diterangkan bahwa bahkan disingkirkannya pemimpin-pemimpin partai tidak akan mematahkan gerakan nasionalis malahan justru hanya akan mendorongnya melakukan aktivitas yang lebih hebat. RP Singgih dari Budi Utomo, dalam surat kabarnya Timboel, menyimpulkan Perasaan kaum kooperator dan non-kooperator sebagai sama saja, dengan mengatakan bahwa campurtangan itu merupakan akhir suatu era di mana harapan besar golongan nasionalis yang semula ditujukan terhadap de Graeff itu ternyata tidaklah pada tempatnya. Menurut Singgih, penangkapanpenangkapan itu merupakan kekeliruan besar yang dilaksanakan atas desakan para penasehat yang memperoleh informasi salah. Apabila pemerintah tidak ingin membiarkan kekeliruan, maka hendaknya para pemimpin PNI dibebaskan dan para penasehat itu dipecat, dan pemerintah paling tidak mempunyai kewajiban moral untuk menyelenggarakan proses pengadilan bukannya mengambil tindakan administratif terhadap mereka yang ditangkap. Pendapat ini diulang-ulang melalui koran-koran golongan nasionalis sampai beberapa bulan berikutnya dan disokong oleh anggotaanggota Indonesia di Volksraad. Akibatnya bagi seorang gubernur jendral yang peka terhadap pandangan orang-orang Indonesia, ialah bahwa pendapat tersebut hanya tambah memperkuat pendapat Gobee, Kiewt de Jonge dan Schrieke bahwa keadilan dan kebijaksanaan politik memerlukan pengadilan terbuka untuk para pemimpin PNI.

19

Narasi 5 --- Penghentian sementara waktu kegiatan PNI Pada awal Januari 1930 ketika sudah jelas bahwa mereka yang ditangkap itu akan ditahan untuk beberapa waktu, Sartono dan Anwari mengambil alih pimpinan Pengurus Pusat PNI. Pada tanggal 9 Januari yaitu hanya sehari sebelum Kiewiet de Jonge menjelaskan kepada Volksraad tentang alasanalasan campur tangan pemerintah, Sartono dan Anwari mengeluarkan suatu perintah kepada pengurus-pengurus cabang dan para anggotanya agar menghentikan semua kegiatan politik atas nama partai sampai ada ketentuan lebih lanjut. Tidak disebutkan apa alasannya, namun para anggota diyakinkan lagi bahwa partainya tidak bersalah dari semua tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh pemerintah. Sampai ada anjuran lain dari pengurus pusat, cabang-cabang harus membatasi diri hanya pada kegiatan-kegiatan sosial dan ekonomi. Sartono mengulang instruksinya itu dalam sebuah pernyataan berikutnya kepada cabang-cabang PNI pada permulaan Juni, sambil menyuruh mereka untuk tidak usah mengadakan pertemuanpertemuan untuk merayakan HUT partai yang ketiga.

20

Pada tingkat cabang reaksi anggota biasa terhadap campur tangan pemerintah itu tentunya sangat mengecewakan pimpinan partai. Selama dua setengah tahun para pemimpin partai sudah berusaha keras menciptakan keanggotaan yang sadar politik yang akan memungkinkan partai itu mampu bertahan terhadap setiap tindakan pemerintah. Tetapi reaksi langsung dari kebanyakan anggota PNI adalah rasa takut dan khawatir kalau-kalau mereka juga menjadi sasaran tindakan pejabat-pejabat setempat. Dalam minggu pertama atau kedua setelah penangkapan, ratusan orang menyerahkan kembali kartu anggotanya kepada pejabat setempat. Karena secara pribadi tidak ingin terlibat dan pasti karena takut pada kasak-kusuk yang berlebihan tentang maksud pemerintah, maka di beberapa daerah lebih dari separuh jumlah anggita yang terdaftar, secara terbuka mencuci-tangan dari keterlibatannya dalam partai. Sebagaimana halnya pada Sarekat Islam dan PKI sebelumnya, maka kartu anggota PNI oleh oleh banyak orang dipandang sebagai jimat, yang memberikan harapan bagi pemiliknya untuk memperoleh hidup yang baik bila PNI mengalahkan Belanda. Segera setelah partai itu goyah pada Januari 1930 disertai desas-desus yang tersiar mengenai nasib Soekarno, maka kartu anggota yang sama tersebut kehilangan nilai magisnya dan bahkan menjadi barang yang hanya menjadi beban.

21

Narasi 6 ---- Inggit Ganarsih menjenguk Soekarno di penjara Banceuy Inggit Ganarsih, mula-mula tidak diperkenakan sama sekali menjenguk suaminya di Banceuy. Baru kemudian ia diperkenankan menjenguknya bersama anak angkat Omi dan istri Mr Gatot Mangkupradja. Selama dalam interogasi mereka tidak diperkenakan saling bertemu. Baru setelah sebulan ditahan mereka dapat bertemu di ruang tamu penjara dengan bawaan makanan kesukaan Soekarno. Hari-hari berikutnya Omi tidak dapat ikut serta menjenguknya karena sakit tifus. Ketika sudah sembuh ia nampak kurus dan hal itu membuat Soekarno menjadi sedih. Ia pun tidak dapat membayangkan bagaimana istrinya dapat mengatasi masalah itu semua. Inggit memenangkan suasana dan meredam kekhawatirannya. Kata Inggit Garnarsih, ia menambah dagangannya dengan barang kelontong seperti sabun, rokok, parang, bahkan ia menerima pekerjaan menambal baju. Inggit Ganarsih mencatat adanya seorang Belanda pegawai penjara yang bernama Bos yang kawin dengan orang Sunda dan anaknya bersekolah di Taman Siswa. Ia sering berbincang-bincang dengan Soekarno, memasoknya dengan berkala koran nasionalis seperti Sipatahoenan dan Sin Po.

Soekarno Muda : Bandung 1921 - 1934


( Episode 2 )

22

Babak 1
Narasi 1 --- Menyampingkan bantuan hukum Para tahanan tersebut dianjurkan untuk secara resmi diwakili Sujudi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Cabang PNI Jawa Tengah yang merupakan tuan rumah Soekarno di saat penahanannya - Sartono seorang bekas anggota PI dan saat itu adalah Wakil Ketua PNI, Sastromuljono dan Idi Prawiradiputra Tetapi Soekarno, yang dalam pertimbangannya sendiri merasa pasti bahwa ia akan dihukum, menyampingkan semua bantuan professional dan nasehat yag bersikap moderat. Dengan contoh kasus Hatta yang terjadi sebelumnya, ia memutuskan untuk menangani sendiri kasusnya dan bermaksud untuk menjadikannya sebuah peristiwa politik. Hal ini memberikan suatu titiktolak, tempat kasus nasionalis dapat ditampilkan secara lugas dan dramatis. Narasi 2 --- Mempersiapkan pidato pembelaan Setelah delapan bulan penahanan mereka berlalu, akhirnya keempat orang tersebut diajukan ke pengadilan. Sementara itu dari hari ke hari, Soekarno menfaatkan sebagian besar waktunya untuk menyusun pembelaannya dengan kertas dan tinta yang dikirimkan dari luar penjara serta kotak kakusnya sebagai meja. Apa yang kemudian lahir darinya bukanlah sekedar pembelaan, tetapi sebuah tantangan sebuah penolakan, bukan sekedar keabsahan badan peradilannya, melainkan pada seluruh situasi kolonial yang kebasahan badan peradilan tersebut menjadi sebuah bagiannya. Ketika akhirnya kasus itu disidangkan, Soekarno telah siap dengan pidato pembelaan yang panjang lebar, longgar strukturnya, dibumbui banyak katakata ulangan, serta penuh dengan gairah semangat dan retorika yang khas Soekarno. Narasi 3 --- Sidang pemeriksaan atas Soekarno

23

Sidang pemeriksaaan dibuka di Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 18 Agustus 1930 jam 08.15 pagi di bawah pimpinan Hakim Ketua Mr R Siegenbeek van Heukelom. Sidang memeriksa bukti-bukti selama 27 hari, sampai 29 September. Keempat terdakwa dituduh telah bersalah melanggar pasal-pasal 153 bis, 169 dan 171 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 153 KUHP Hindia Belanda mengkategorikan perbuatan-perbuatan berbicara atau menulis, baik seacara langsung maupun tidak langsung sebagai tindak pidana yang mengakibatkan kekacauan masyarakat. Pasal 169 melarang organisasi-organisasi, yang menganjurkan para anggotanya menyerang pemerintahan kolonial; dan pasal 171 berkaitan dengan laporanlaporan palsu yang dirancang dengan tujuan mengacaukan ketenangan publik. Sedangkan pasal 153 itu sendiri, ruang lingkupnya mencakup segala macam aksi kegiatan apa pun dari pihak kaum nasionalis, dan sesungguhnya boleh jadi telah memadai untuk menyatakan kegiatan-kegiatan Soekarno sebagai melawan hukum, tanpa perlu mendakwanya lagi sebagai telah menyusun komplotan. Sidang peradilan dibuka dengan kata pembukaan yang bersifat umum. Pada hari-hari pertama persidangan, Hakim Ketua mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada Soekarno tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pembentukan PNI dan sifat-sifat nasionalismenya. Apakah makna revolusi sebagai yang telah diramalkan oleh Soekarno? Bagaimanakah wujud revolusi itu? Apakah sifat hakiki organisasi partai ini? Apakah makna revolusi sebagai yang telah diramalkan oleh Soekarno? Apakah sifat hakiki organisasi partai ini? Bagaimana pembiayaan kegiatannya? Pesanpesan apa saja yang (telah) diberikan kepada pengikutnya? Bagaimanakah para pemimpinnya dilatih? Berhari-hari Siegenbeek mengejar ke arah pertanyaan demikian ini, namun sedemikian jauh pemeriksaan persidangan berlangsung, arahnya beralih kepada hal-hal yang lebih khusus. Karena mulanya pasal 153 ditujukan khusus kepada PKI, maka dakwaan diarahkan pada upaya mengukuhkan adanya hubungan antara PNI dengan PKI. Siegenbeek tanpa banyak hasil menjajagi pertanyaan-pertanyaannya apakah PNI mengambil banyak anggota senior PKI dan apakah ajaran-ajaran PNI tidak sama dengan ajaran ajaran PKI? Pada hari kesembilan persidangan, pengadilan menggali hal tersebut lebih jauh dengan melakukan pemeriksaan atas diri saksi utama yaitu Komisaris Polisi H.H. Albreghs dari Bandung. Namun Alberghts juga tidak mampu menunjukkan sesuatu bukti meyakinkan yang mendukung pandangan tentang adanya suatu kaitan antara kedua partai politik tersebut. Lalu berkaitan dengan pasal 171, tuntutan sebagian besar berkisar ramalan Soekarno, dan PNI umumnya bahwa
24

kemerdekaan Indonesia akhirnya akan tiba sebagai hasil dari suatu Perang Pasifik, yang akan mengguncangkan dasar-dasar Empirisme Eropa, dan memberikan peluang bagi nasionalisme. Berbagai usaha dilakukan, untuk menjelaskan bahwa PNI telah melihat perang tersebut bakal pecah pada 1930, dan bahwa dalam membuat ramalan demikian, PNI telah memberikan harapan-harapan yang bersifat mistik kepada para penduduk Hindia Belanda bahwa tahun 1930 akan menjadi suatu tahun bagi terjadinya peristiwaperistiwa besar. Sebagian besar upaya pembuktian dalam beberapa terakhir persidangan, dipusatkan pada hal-hal tersebut. Berbagai saksi telah dipanggil dan ditampilkan, banyak di antara mereka adalah warga desa yang sederhana, beberapa anggota partai yang mencerminkan berbagai derajat ragam pemahaman dan kesadaran politik. Mereka ditanyai tentang macam indoktrinasi yang telah mereka terima dan bagaimana pandangan mereka terhadap partai itu. Kesaksian mereka ternyata mereka ternyata menunjukkan bahwa hal tersebut telah merupakan unsur-unsur propaganda PNI yang lebih bersifat mistis daripada telaah analistis yang koheren terhadap kapitalisme dan imperialisme. Hal ini telah memberi jawaban yang menyentuh hati sanubari rakyat banyak.

Babak II Narasi 1 --- Pidato pembelaan Indonesia Menggugat Bagi Soekarno, keasyikan pengadilan memperhatikan pidato-pidatonya selama tiga tahun terakhir, nampaknya tidak mengenai sasaran dan tidak berarti. Ketika pada 1 Desember ia tampil untuk mengucapkan pembelaan yang disusunnya sendiri, menjelang akhir pembelaannya ia memberikan perhatian khusus terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun sebagian besar pembelaannya itu dalam tingkat yang cukup berbeda. Ia menyoroti dalam arti seluyas-luasnya, hakikat imperialisme, menekankan karakternya yang sistimatis, menelusuri pengaruhnya terhadap Indonesia, dan berusaha menempatkan PNI dalam konteks sejarah tersebut. Soekarno mengawali pembelannya dengan menyoroti pengadilan itu sendiri. Dengan dalih, bahwa tujuan pidato pembelaan adalah untuk menunjukkan
25

pada persidangan tentang tujuan dan sifat-sifat PNI, ia menunjukkan pada sifat-sifat elastis dari dasar-dasar yuridis tuduhan terhadapnya. Ia juga memperingatkan para hakim yang memeriksanya, agar menentang penggunaan hukum sebagai senjata politik. Dari sini ia mengupas secara terperinci hakikat kapitalisme dan imperialisme. Pidato pembelaan itu berakhir dalam dua hari; sekaligus hal itu juga merupakan suatu penampilan maraton. Pembelaan Soekarno tersusun dari uraian-uraian yang padat teori hingga kepada pengajuan argumentasi yuridis yang terperinci. Ia tergelincir dari pidato berapi-api kepada pembacaan yang membutuhkan kecermatan dari pendapat-pendapat yang dikutipnya. Dalam seluruh peyajian tersebut, ia berbicara dalam kerangka rangkaian kaitan penlaran sudut pandangan dan sumbangan pemikiran yang logis; dan sebagai hasilnya, sebuah pernyataan menyeluruh tentang posisi intelektual PNI. Ia pun tidak tergoyahkan dalam satu hal yakni bahwa kemerdekaan adalah tujuan dan sarana bagi hal-hal lainnya. Tepatnya, bagaimana mencapai kemerdekaan tersebut adalah (masih) jauh dari jelas, dan juga masyarakat apa sebagai hasilnya yang akan dicapai masih jauh dari jelas, dan juga masyarakat apa sebagai hasilnya yang akan dicapai masih jauh dari jelas, dan terselubung dalam imajinasi puitis Soekarno sendiri. Ia melihat hari depan Indonesia semata-mata dengan ungkapan: Sebuah pertanda hari depan yang gemilang. Narasi 2 --- Soekarno dijatuhi pidana empat tahun penjara Sebagai sebuah kesempatan berpropaganda, pembelaan Soekarno mengabdi pada tujuannya itu. Tetapi, bagaimanapun juga ia gagal meyakinkan para hakimnya. Hatta dalam situasi yang lebih liberal di Negeri Belanda, berhasil mengukuhkan pembebasan dirinya; tetapi suasana kolonial di Bandung merupakan persoalan yang berbeda. Pada 22 Desember para tahanan dinyatakan bersalah. Soekarno dijatuhi pidana empat tahun penjara. Kawankawannya dijatuhi pidana yang lebih ringan - Gatot dua tahun penjara, Maskun 15 bulan, Supriadinata 15 bulan penjara . Narasi 3 --- Mendekam di penjara Sukamiskin Para tahanan dikirim ke penjara Sukamiskin di dekat Bandung. (Konon, dalam masa singkat prakteknya sebagai seorang arsitek, Soekarno juga terlibat dalam pekerjaan membuat rancangan penjara Sukamiskin). Sekali
26

lagi ia merasakan kengeriankengerian suasana terisolasi. Ditempa hanya oleh kontak-kontaknya dengan para tahanan lain di saat-saat makan dan latihan. Inggit diizinkan untuk mengunjunginya dua kali dalam sebulan. Dalam sebuah suratnya dari penjara, Soekarno menceritakan, bahwa ia diperkerjakan pada bagian pembuatan buku catatan di percetakan penjara; dan diberi waktu di setiap akhir kerja, hanya enam menit waktu mandi untuk membersihkan badanya yang berlumuran minyak. Narasi 4 --- Kecaman atas kerasnya hukuman terhadap Soekarno Kerasnya hukuman, terutama yang dijatuhkan pada Soekarno mengejutkan baik para pemimpin yang dinyatakan bersalah itu sendiri maupun kelompok yang lebih luas dari kaum nasionalis. Penangkapan-penangkapan itu telah mencengangkan kebanyakan kaum nasionalis dan pada bulan-bulan sebelum sidang pengadilan banyak orang merasa yakin bahwa keempat orang pemimpin itu mungkin akan dibebaskan sama sekali atau paling-paling mendapat hukuman ringan. Meskipun ada gangguan yang terus-menerus, intervensi serta penggunaan ancaman pidana terhadap kaum nasionalis dalam sejarah keterlibatan politik mereka yang pendek, dalam barisan mereka ini masih tetap ada sedikit kepercayaan terhadap keadilan sistim hukum Belanda. Hukuman-hukuman yang dijatuhkan itu mengarah kepada penghancuran terhadap kepercayaan ini. Bukan cuma kaum nasionalis saja yang merasa tertekan oleh kerasnya hukuman itu. Professor JMJ Schepper dari Sekolah Tinggi Hukum di Batavia dengan keras mengutuk dasar hukum keputusan berdasarkan pasal 169, dengan alasan bahwa bukti-bukti yang diajukan merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip luhur dan tradisi lama hukum Belanda. Narasi 5 --- Usaha naik banding ditolak penguasa Hindia Belanda Pada awal tahun 1931 para penasehat hukumnya mengajukan upaya naik banding bagi pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya. Pemeriksaan banding dilakukan oleh Mahkamah Agung Hindia Belanda di Jakarta, yang kemudian pada 17 April menjatuhkan putusan yang mengukuhkan keputusan Pengadilan Negeri Bandung itu. Namun oleh pihak penguasa Hindia Belanda sebagaian dilihat sebagai sutu isyarat politik dan sebagaian lainnya oleh keyakinannya bahwa pengadilan dan keputusan-keputusannya yang telah berhasil mencapai tujuannya yakni memperingatkan kaum
27

nasionalis Indonesia terhadap konsekuensi yang dapat menimpa mereka dengan agitasi-agitasinya; pada akhirnya memutuskan untuk mengurangi pidananya. Kemudian diumumkan bahwa para tahanan akan dibebaskan dalam bulan Desember 1931.

Babak III
Narasi 1 --- Soekarno lebih mengenal Islam Pada saat-saat berada dalam penjara kali inilah, Soekarno menempatkan diri lebih dekat pada studi tentang Islam dibandingkan pada waktu-waktu sebelumnya. Soekarno meneruskan apa yang pernah ia alami sewaktu masih berusia 15 tahun, waktu menemui keluarga Tjokroaminoto, mengikuti organisasi Muhammadiyah. Ia sekarang memperdalamnya. Buku-buku dapat dikirimkan kepadanya hanya sesudah diperiksa dengan teliti. Buku-buku politik tetap tidak dizinkan, meskipun bahan-bahan dari perpustakaan penjara terdapat amat sedikit. Tetapi untuk Al-Quran, Alkitab dan karyakarya bersifat komentar tentang agama masih mungkin diperolehnya. Soekarno menggambarkan dirinya sebagai telah menemukan Islam pertama kalinya, Tetapi apa yang terjadi sesungguhnya hampir merupakan kebalikannya Soekarno tidak pernah memeluk Islam dengan sepenuh hati, secara doktriner utuh, sebagaimana diinginkan oleh para pimpinan organisasi-organisasi muslim. Lebih tepat apabila dikatakan bahwa ia memperdalam apresiasinya tentang Islam, dan kemudian menambahkannya pada pengaruh ideologi lain yang telah meresap ke dalam model sinkretis priyayi Jawa.
Sekarang aku benar-benar mulai membaca Al-Quran. Kalau aku

terbangun, maka aku membacanya. Lalu aku memahami Tuhan itu. Narasi 2 --- PNI berinisiatif membubarkan diri Dewan Hakim mengumumkan penolakannya terhadap permohonan naik banding para pemimpin PNI pada tanggal 17 April 1931, Sartono segera mulai mengorganisir suatu Kongres Luar Biasa yang lain di Batavia pada
28

tanggal 25 April. Dalam waktu seminggu tersebut ia membahas keputusan hukuman tersebut dengan sejumlah pemimpin yang lain, terutama dengan Ali Sastroamidjojo, seorang teman dekatnya dan juga rekan ahli hukum. Tak syak lagi Sartono telah mengadakan banyak sekali pembicaraan demikian selama 18 bulan berselang, tetapi kini pada saat apa yang paling ditakutinya mulai menjadi kenyataan, ia dan Ali menyimpulkan bahwa dalam kenyataannya PNI adalah suatu partai terlarang, yang anggota-anggotanya biasa ditangkap bila mereka kembali melakukan kegiatan politik. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari 14 cabang di mana keputusan untuk membubarkan partai disetujui oleh semua utusan, kecuali dua cabang. Narasi 3 --- Berdirinya Partai Indonesia alias Partindo Tindakan yang dipikirkan selama lebih dari setahun, kini dilaksanakan. Sehari setelah kongres sebuah panitia mulai merencanakan berdirinya sebuah partai sekuler baru yang non kooperatif. Keanggotaan panitia terdiri dari Sartono, Manadi, Sukemi, Suwirjo dan Angronsudirdja. Dari pengurus pusat yang lama hanya Anwari saja yang tidak masuk panitia. Pada tanggal 1 Mei panitia ini mengumumkan terbentuknya Partai Indonesia (segera disingkat menjadi Partindo) di bawah pimpinan sementara dari Sartono. Tujuan partai baru itu dinyatakan dalam pengertian-pengertian yang sangat luas tetapi cukup untuk menunjukkan bahwa partai itu menganggap dirinya sebagai ahli waris PNI dan berhak menuntut kesetiaan dari anggota-anggota PNI. Pada hakekatnya Partindo adalah PNI dengan nama lain. Para pemimpinnya yakin bahwa cara ini akan mencegah tindakan pemerintah menentang Partindo berdasarkan keputusan hukuman terhadap para pemimpin PNI. Namun demikian kepada mereka sungguh diberi kesempatan untuk mengorganisir partai dengan memanfatkan pengalaman-pengalaman sebelumnya dalam PNI. Partindo menyelenggarakan rapat umum pertama pada tanggal 12 Juli di Batavia di mana serombongan besar sekitar 1500 orang dengan antusias menyambut kedatangan pengurus pusat. Narasi 4 --- Berdirinya Pendidikan Nasional Indonesia Baru ( PNI Baru) Di bawah pengaruh pandangan-pandangan Hatta, sejumlah organisasi menjadi bersikap kritis terhadap Partindo. Organisasiorganisasi yang bermunculan di berbagai pelosok negeri ini dalam pertengahan tahun 1931
29

berusaha mencari suatu kepemimpinan yang radikal. Beberapa di antara golongan itu kemudian bergabung untuk membentuk Golongan Merdeka, yang kemudian mendirikan surat kabar yang menjadi juru bicaranya sendiri, yakni Daulat Rakyat. Dalam sebuah rapat di Yogyakarta, golongangolongan yang berpandangan serupa memutuskan untuk bergabung ke dalam sebuah organisasi baru, Perkumpulan Pendidikan Nasional Indonesia, yang kemudian menjadi terkenal sebagai Perkumpulan PNI, atau PNI Baru. Dengan sadar nama organisasi baru itu dipakai dengan tujuan membawa gema PNI lama. Tetapi salah satu tujuan utamanya adalah latihan-latihan pembentukan pemimpin-pemimpin sebagai yang dianjurkan Hatta, sehingga selalu ditindak oleh oleh pemerintah. Baik Hatta maupun Sjahrir telah berketetapan untuk menggabungkan diri dalam perkumpulan ini setelah mereka kembali ke Hindia Belanda dari Negeri Belanda. Sjahrir pulang ke Hindia Belanda pada akhir tahun 1930 atau awal 1931 dan segera bertindak sebagai ketua PNI Baru itu. Hatta menggantikan Sjahrir ketika ia kembali pada tanggal 24 Agustus 1932. Narasi 5 --- Menyaksikan gerakan nasional terpecah dari balik penjara Dengan jalan itu keutuhan gerakan nasionalisme Soekarno dipatahkan. Front Persatuan yang diwakili oleh PPPKI telah lenyap. PNI dibubarkan. Para anggotanya yang berhati-hati, mendapatkan sebuah rumah baru yakni Partindo yang mencari anggota secara massal; tetapi Partindo berpandangan bahwa aksi-aksi partai haruslah dijalankan di dalam kerangka perundangaundangan Hindia Belanda dan tidak di luarnya. Pandangan golongan radikal menentukan arah tujuan PNI Baru. Demikianlah garis besar situasi yang mengental dengan sendirinya sampai akhir tahun 1931. Suatu situasi yang menunggu pembebasan Soekarno yang akan dibebaskan dalam bulan Desember tahun itu. Soekarno telah mengamati keadaan darurat baru sejak ia masih berada dalam penjara. Ia sedih oleh keruntuhan PNI. Ia menyimpan bagi dirinya sendiri, pandangan-pandangannya tentang kelebihan-kelebihan partaipartai baru, yang lahir dan berbentuk sesudah dibubarkannya PNI, dan yang menggantikan tempatnya. Manakah di antara partai-partai baru tersebut yang harus didukungnya? Pertanyaan ini sungguh mencekamnya selama menunggu pembebasannya dari penjara. Tetapi baginya adalah alamiah bahwa ia harus memutuskan sikap untuk tetap berusaha menyatuhkan semua pecahan-pecahan partai pada masa kegelapan tersebut.
30

Narasi 6 --- Menolak penyambutan pembebasan yang berlebihan Kendati demikian pembebasan Soekarno dari tahanan merupakan sebuah kejadian yang sungguh-sungguh dramatis. Dalam penjara, dari kunjungan Husni Thamrin, ia telah mendengar adanya rencana untuk menyambut pembebasannya dengan besar-besaran begitu ia menjejakan kaki keluar gerbang penjara sejak pagi hari saat pembebasannya; kemudian akan mengeluh-eluhkannya dalam suasana kemenangan kembali ke Bandung. Bagaikan tergerak oleh berita itu, Soekarno merasakan bahwa sambutan massal seperti itu tidaklah tepat. Pada 14 Desember ia menulis kepada Sartono agar membatalkan rencana tersebut. Akan terdapat banyak kesempatan bagi kawan-kawannya di Bandung untuk menemuinya di rumah sepanjang hari. Sedangkan bagi kawan-kawannya yang lain, hasratnya untuk menghadiri Kongres Indonesia Raya atas undangan Sutomo, akan memungkinkan kesempatan bagi reuni-reuni lebih lanjut. Narasi 7 --- Penyambutan atas pembebasan Soekarno Di luar permohonannya, dan di luar tindakantindakan politik untuk menghentikan iring-iringan penyambut sebelum sampai gerbang penjara, saat-saat pembebasan Soekarno telah berkembang menjadi sebuah kemenangan tersendiri. Sanak keluarga dan kawan-kawannya menyambutnya di Sukamiskin dalam suatu arak-arakan yang terdiri dari delapan mobil di bawah pengawasan polisi, menjemputnya pulang ke rumah. Di Bandung terdapat kerumunan penyambut yang mengeluelukannya. Sepanjang hari itu, tetap di bawah pengawasan polisi, ia sibuk menerima arus penunjung yang bermaksud untuk menunjukkan penghargaan kepadanya. Bagi seorang seperti halnya Soekarno yang demikian tergantung pada pengakuan rakyat banyak hal itu merupakan pengalaman yang berkembang baginya.

31

Soekarno Muda : Bandung 1921 1934


( Episode 3 )

Babak I

32

Narasi 1 --- Sambutan masyarakat sepanjang perjalanan menuju Surabaya


Tidak tersedia sesuatu tenggang waktu istirahat bagi Soekarno. Keesokan

harinya ia pergi ke Surabaya dengan kereta api, untuk hadir dalam suatu upacara penyambutan yang direncakan oleh Soetomo baginya. Ia diantar dan dilepas oleh banyak orang di saat keberangkatannya ke Surabaya itu, dan di setiap stasiun perhentian, ia dielu-elukan di Cibatu, Kroya, Yogya, Solo, Madiun, Kertosono. Serambi-serambi stasiun itu dipadati orang kalau tidak ribuan, ratusan banyaknya. Kejadian yang mengharukan. Begitu kereta yang ditumpangi Soekarno berhenti, begitu banyak yang tangan yang berebutan jendela di samping orang-orang yang berdesakan masuk pintu, maksudnya untuk bisa bersalaman dengan Soekarno atau cukuplah sudah dengan hanya menyeuh tangannya pun. Ada yang sampai menangis bisa bersalaman dengan Soekarno. Dan yang paling mrepotkan di samping mengharukan ialah banyaknya juga orang yang rupanya datang dari desa di balik setasiunstasiun itu menyambut Soekarno dengan memberi buah-buahan sehingga ruangan di dalam gerbong menjadi penuh dengan pisang, jeruk, kelapa muda, ketela, ubi dan hasil tani lainnya. Narasi 2 --- Tiba di kota Surabaya Situasi di stasiun Surabaya beberapa jam sebelum kedatangannya merupakan bukti betapa mendalamnya perasaan yang telah dibangkitkannya secara pribadi maupun dalam kedudukannya sebagai simbol perjuangan Indonesia. Massa yang melimpah di perkirakan sebanyak 5000 orang; di mana-mana dijual kembang merah-putih yang kemudian dipersunting juga oleh banyak orang dan taksi-taksi mengibarkan bendera :nasional merahputih. Kegembiraan dan perasaan penuh harapan memuncak ketika kereta api yang membawa Soekarno muncul di stasiun. Sewaktu ia terlihat di pintu gerbong, pekikan gembira hidup Soekarnoditeriakkan oleh massa disusul nyanyian Indonesia Raya dan Mars Soekarno. Bila itu semua belum cukup sebagai bukti tentang mistik yang sudah bertumbuh di sekitar dirinya, maka suasana serupa di luar hotel dapat memperkuat bukti tersebut. Narasi 3 ---- Sambutan peserta Kongres Indonesia Raya

33

Setelah beristirahat di hotel dan sesudah menemui pemimpinpemimpin nasional dan pemimpin-pemimpin setempat yang terus mengunjunginya di kamarnya, pemunculan Soekarno yang pertama secara resmi di depan umum setelah dua tahun, terjadi pada malam harinya di Gedung Nasional di Surabaya. Menurut rencana, ia akan tiba jam 8.30 malam, tetapi sejak jam 6 gedung tersebut telah penuh sesak; biasanya gedung tersebut hanya menampung 1.600 orang, tetapi saat itu dipenuhi oleh 3.000 orang, di samping beratus-ratus orang yang tak bisa masuk dan hanya berkerumuman di luar pintu masuk. Sewaktu jam kedatangannya semakin dekat, kegairahan pengunjung terus ditiup-tiup dengan nyanyian lagu-lagu patriotik. Begitu datang, Soekarno terus dipanggil dan dibawa ke podium melewati massa yang bersorak-sorak, yang sempat dibuat hening sebentar, untuk kemudian melepaskan pekikan-pekikan yang menggemuruh Hidup Soekarno. Dalam pidato penyambutannya, Sutomo, ketua PPPKI dan ketua Kongres Indonesia Raya, menggemakan kembali perasaan beribu-ribu orang Indonesia yang kesadaran politiknya telah ditumbuhkan oleh pidato-pidato Soekarno. Bahkan mereka yang tidak sependapat dengannya dalam masalah masalah ideologi dan taktik, terpesona oleh kepribadiannya dan sangat mengagumi penampilannya di depan publik. Saat itu semua perbedaan pribadi dan politik dikesampingkan ketika Sutomo menyalami Soekarno sebagai seorang martir nasional. Dalam jawaban yang singkat Soekarno mengatakan kepeda pendengarnya bahwa ia akan mernyampaikan sebuah pidato penting mengenai gerakan kebangsaan pada malam berikutnya bila mereka ingin mendengarkan amanat yang telah dibawanya bagi mereka dari Sukamiskin. Narasi 4 --- Pidato Soekarno di depan peserta Kongres Indonesia Raya Pada malam berikutnya hadir kembali massa yang meluap dan tatkala Sutomo mempersilahkan Soekarno untuk menyampaikan pidatonya, maka sorak-sorai dan pekikan : Hidup Bung Karno menggemuruh di seluruh ruangan. Pemain orkes memainkan lagu Mars Ir Soekarno dan Soekarno berjalan menuju ke podium diiringi tepuktangan yang memekakkan telinga, tetapi, sebagaimana sering terjadi sebelumnya, begitu ia mulai berbicara, maka sekonyong-konyong ada keheningan yang memukau seluruh ruangan. Pidato tersebut bukanlah salah satu pidatonya yang terbagus, meskipun bagi pendengarnya yang demikian bergairah untuk hanya melihat dan

34

mendengarkan Soekarno, pidato itu dengan sendirinya sudah mencukupi. Pidato terasa kekurangan drama emosional dan retorik yang mewarnai pidato-pidatonya sebelum ia dipenjarakan. Hiruk-pikuk selama dua hari yang baru lalu, setelah ia dua tahun terpisah dari rakyat banyak, yang memberinya makan rohani, barangkali karena terjadi seketika, dirasakannya terlalu melelahkan. Bagaimanapun juga ia tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendapat kembali api oratorisnya meskipun dalam tahun 1932 dan 1933 ia nampaknya tidak pernah sepenuhnya mampu mencapai kembali puncak-puncak keagungannya yang konsisten yang pernah diperlihatkannya pada tahun 1928 1929. Tema yang dikemukakannya, sebagaimana yang telah seringkali dikemukakan sebelumnya, adalah perlunya persatuan dalam gerakan nasionalis untuk dapat melawan Belanda. Dia menekankan bahwa ia, Gatot, Maskun dan Supriadinata telah menderita bukan sebagai orang-orang pribadi, tetapi sebagai bagian dari rakyat dan ia mengulangi tekadnya untuk terus memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya selama hayat masih dikandung badan. Kepada pendengarnyta dinyatakannya bahwa ia merasa sedih karena rakyat dalam tahun 1929 bersatu dalam pikiran dan prinsip kini terpecah dalam dua golongan. Ia berjanji bahwa ia tidak akan masuk baik ke dalam Partindo maupun PNI Baru, tetapi akan berusaha menyatukan keduanya kembali ke dalam satu partai yang bersatu. Ia menegaskan bahwa perbedaan pendapat antara Partindo dan PNI Baru, hanyalah karena salah paham. Ia yakin bahwa ia mampu membuat kedua pihak melihat salah paham tersebut dan menyatukan lagi keduanya ke dalam satu partai. Untuk itu ia meminta para pemuda Indonesia untuk membantunya, Seperti kebanyakan kaum nasionalis ia menyadari kekuatan laten dari para pemuda idealis yang tidak terikat oleh pikiran-pikiran tradisional :
Berilah saya seribu orang tua, saya bersama mereka kiranya dapat memindahkan gunung Semeru, tetapi apabila saya diberi sepuluh pemuda yang bersemangat dan berapiapi kecintaannya terhadap bangsa dan tanah air tanah tumpah darahnya saya akan dapat menggemparkan dunia.

Babak II

35

Narasi 1 --- Mengambil alih tugas-tugas politik Dengan dukungan segenap emosi sambutan selamat datang itu, Soekarno kembali ke Bandung untuk mengambil alih tugas-tugas aksi politik, Masalah utama yang mencekam perhatiannya tentu pergerakan nasional yang ada dalam keadaan terpecah-pecah itu, dan salah satu tugasnya adalah pertama adalah merancang lagi Anggaran Dasar PPPKI sebagai langkah kerah menghidupkan kembali koalisi yang kini berada dalam keadaan sekarat itu. Sesungguhnya diperlukan tindakan-tindakan yang lebih jauh dari sekedar koalisi itu. Dalam menegaskan perlunya persatuan dalam pidato di Surabaya pada 2 Januari, ia telah menarik hubungan persoalan secara spesifik, yakni adanya persaingan antara Partindo dan PNI Baru ; dan kini ia bagaikan dipaksa untuk datang tepat pada waktunya untuk menggumuli persoalan itu. Ke dalam organisasi mana antara Partindo dan PNI Baru -, ia harus menggabungkan dirinya? Partindo menampung banyak kawan-kawan lamanya, sedangkan pendekatannya terhadap permasalahan perjuangan kemerdekaan politik setidak-tidaknya sebagaimana nampak dalam permukaaan - nampak seperti pandangannya sendiri. Adalah tidak mungkin PNI Baru dibubarkan begitu saja, PNI Baru mempunyai pemimpinpemimpin yang bertanggung jawab dan dihormati. Partindo dapat, dengan beberapa dasar pembenaran, menyatakan dirinya lebih radikal daripada saingannya; dan Soekarno secara naluriah lebih berpihak kepada yang radikal daripada pihak yang berpikir amat berhati-hati. Ia percaya, bahwa kedua golongan tersebut merupakan organisasi-organisasi nasionalis tulen dengan hasrat akan akan kemerdekaan Indonesia dalam hatinya. Dengan demikian perbedaan di antara keduanya dalam prinsip dan taktik, sebenarnya tidak prinsipil untuk dijadikan alasan perpecahan. Narasi 2 --- Soekarno membenahi PPPKI Soekarno secara terbuka telah melibatkan dirinya dengan Kongres Indonesia Raya sebagai usaha untuk menghidupkan kembali PPPKI. Ia menggunakan sebagian besar waktunya pada permulaan 1932 untuk berbicara dengan pemimpin-pemimpin baik dari partai-partai anggota PPPKI, maupun dari organisasi-organisasi yang kooperatif dan non-kooperatif yang berada di luar federasi. Usaha-usahanya ini bukan tanpa hasil. Dewan Penasehat PPPKI mengundangnya untuk mengikuti konperensi kwartalan pada bulan April agar ia menyusun garis-garis besar rencananya untuk mengadakan reorganisasi federasi. Meskipun mereka belum yakin bahwa PPPKI

36

memerlukan reorganisasi secara radikal, namun semua utusan menyatakan bahwa mereka menginginkan agar paling tidak Partindo dan PNI Baru diyakinkan untuk menjadi anggota. Harapan samar-samar ini telah menambah semangat Soekarno untuk memberikan argumen-argumen yang lebih kuat tentang gagasan-gagasannya harus diterima. Masa depan federasi tergantung seluruhnya dari kemampuan Soekarno untuk menyusun anggaran dasar dan peraturan-peraturan yang dapat diterima sekurang-kurangnya oleh salah satu dari kedua partai sekuler non-kooperatif. Narasi 3 --- Usaha sia-sia mempersatukan kedua kelompok Optimisme Soekarno bisa dimengerti. Selama itu belum pernah ada pemimpin pergerakan Indonesia yang mendapat sambutan yang begitu antusias seperti yang dialami Soekarno setelah ia dibebaskan dari penjara. Perpecahan yang terjadi di kalangan nasionalis pada saat Indonesia pada saat Soekarno sedang dibui, dan desintegrasi di dalam tubuh PPKI, hanya menambah kepopulerannya. Di bawah pimpinan Soekarno, demikian terdengar di kalangan rakyat, hal itu tidak akan terjadi. Upayanya yang tak kenal lelah untuk mencapai kompromi telah menyebabkan ia di mana-mana sebagai simbol persatuan Indonesia. Soekarno, yang secara teoritis telah berhasil mempersatukan orang-orang Islamis, Marxis, dan nasionalis, dan yang percaya bahwa ia tidak akan mengalami kesulitan untuk mempersatukan sesama nasionalis. Soekarno akan menggunakan senjata (ajaib) Nanggala untuk mempersatukan kembali mereka yang salah mengerti satu sama lain, sehingga mereka akan kembali bersatu. Tetapi senjata Nanggala yang ampuh itu tidak mempan lagi jika rakyat sudah tidak percaya lagi padanya, apabila persatuan sudah tidak punya makna lagi bagi mereka, dan apabila mereka tidak lagi berusaha mencapai mufakat melainkan manjauhinya, karena menganggap sebagai penyebab kegagalanseperti yang dilakukan oleh, umpamanya partai pengikut-pengikut Hatta, PNI-Baru, yang bertanggung jawab atas perpecahan itu. Ketuanya yang masih muda, Sutan Sjahrir, sekembalinya di Hindia Belanda dari Negeri Belanda dalam kuartal ketiga 1931 untuk menjadi orang kepercayaan Hatta, tidak berbicara tentang salah paham, melainkan mengenai perbedaan di dalam hakekat dan di dalam tujuan pekerjaan antara kedua partai. Dari sudut pandang Sjahrir, perbedaan di dalam hakekat antara kedua
37

partai nasionalis menjadi jelas. Bagi PNI Baru, gagasan yang didasarkan atas teori perjuangan kelas menduduki tempat utama, yakni bahwa hanya di kalangan unsur-unsur rakyat yang revolusioner saja yakni massa uamh dintindas perjuangan kemerdekaan punya peluang untuk berhasil. Sebaliknya, di dalam Partindo, seperti di dalam Partai Nasional yang lama, jelas harapan lebih tertuju kepada gagasan mengenai konflik rasial, gagasan tentang Barisan Kulit Berwarna yang telah diusulkan oleh Soekarno dan, sampai toingkat tertentu telah terwujud dengan segala kekurangannya dalam PPPKI. Narasi 4 --- Soekarno masuk ke dalam barisan Partindo Pada akhir bulan Juni mulai beredar desas-desus dalam pers Indonesia bahwa pada akhirnya Soekarno telah memutuskan mengakui kekelahannya dalam rencana fusinya itu. Bagi semua orangpun jelas bahwa jika memang demikian sikapnya maka ia tentu akan masuk Partindo. Partindo lebih sesuai dengan ideologi pribadinya dan, lebih penting lagi, Partindo sendiri menawarkan kebebasan bertindak yang cukup besar kepada Soekarno untuk bertindak meneruskan gaya agitasi dalam kegiatan politiknya yang merupakan sumber kekuatan dirinya itu. Karenanya tidaklah mengharuskan ketika pada tanggal 1 Agustus secara terbuka Soekarno mengumumkan keputusannya untuk mulai hari itu masuk Partindo. Pernyataan Soekarno itu dimuat dalam hampir semua surat kabar Indonesia, tetapi tak satu pun yang mengungkapkan alasan Soekarno yang sebenarnya sehingga ia ia sampai kepada keputusannya itu selain bahwa sudah tiba waktunya bagi Soekarno untuk memasuki salah satu dari kedua partai tersebut. Dalam penjelasannya tentang kegagalan usahanya untuk mempersatukan Partindo dan PNI Baru, tak terdapat nada kecewa kecuali rasa sedihnya bahwa orang-orang lain telah tak bisa melihat situasi dengan jelas seperti dia. Karena paling tidak secara keluar ia masih tetap yakin bahwa perbedaan antara kedua partai itu hanyalah karena salah-paham dan karena rusaknya hubungan-hubungan pribadi. Sementara itu tidak menolak adanya beberapa perbedaan kecil dalam prinsip dan taktik, ditegaskannya kembali bahwa perbedaan-perbedaan itu tidak cukup besar untuk menjadi perbedaan yang fundamental. Seperti halnya dalam kasus-kasus lain, dalam kasus inipun jelas terasa perasaan yang kuat tentang peranan pribadinya dalam sejarah. Dengan bangga ia menyatakan bahwa catatan sejarah nasional tak akan pernah bisa menyangkal bahwa selama delapan bulan
38

terakhir ia telah melaksanakan tanggung jawabnya dengan sekuat tenaganya. Perpecahan yang terus berlanjut dengan gerakan nasionalis bukanlah kesalahannya.

Babak II Narasi 1 --- Partindo dibawah kepemimpinan Soekarno Sebagai ketua Partindo, dengan cepat Soekarno tampil dalam gaya kepemimpinannya pada tahun 1928-1929. Hidupnya kembali sarat dengan rangkaian pidato-pidato, di samping sejumlah kegiatan jurnalistik politik dan sedikit praktek keahlian arsiteknya bersama dengan Ir Rooseno, sekedar mendapat sedikit nafkah. Halaman-halaman majalah Fikiran Rajat memuat karangan-karanganya diskusi dalam gaya Marxist tentang khayalan demokrasi politik borjuis tanpa adanya demokrasi ekonomi, pelajaranpelajaran tentang non-kooperasi dan aksi-massa, pertukaran pikiran yang bersifat polemik dengan Hatta, pendapatnya yang klasik tentang perbedaan antara Marhaen dan proletar dan tulisan-tulisan lain yang bersifat mendidik. Dalam majalah itu ia mengasuh rubrik tetap tanya-jawab tempat ia dapat mengembangkan pemikiran-pemikirannya secara popular. Sebagian besar karangan dan jawabanjawabannya menunjukkan tidak adanya perubahan besar dalam pemikiran yang dikembangkannya sebelum ia masuk penjara. Tema-tema yang sama tetap berulang: aliran-aliran yang berbeda dalam nasionalisme pada hakekatnya mempunyai kepentingan yang sama dan oleh sebab itu diperlukan persatuan; konsep Marhaenisme, gagasan machtsvorming dan aksi massa; prinsip nonkooperasi dan keyakinan akan tajamnya antitesis antara yang memerintah dan yang diperintah. Narasi 2 --- Risalah Mencapai Indonesia Merdeka Karya tulis terpenting Soekarno dalam periode ini adalah tulisan Mencapai Indonesia Merdeka, hasil istirahat beberapa hari di Pengalengan, tempat libur di pegunungan selatan Bandung, pada bulan Maret 1933. Karangan ini banyak kesamaannya dengan Indonesia Menggugat; lembaran-lembaran

39

pertama memparkan perbedaan antara imperialisme tua dan baru dan pandangan yang sama bahwa surplus modal menyebabkan penjajahan dan penghisapan kekayaan tanah jajahan. Macam-macam uraian serupa itu kembali dikemukakan untuk membuktikan pandangannya, dan mobilisasi tenaga rakyat dikemukakan lagi sebagai alat untuk melawan imperialisme. Tetapi kemudian karangan ini terus berkembang mengungkapkan suatu persepsi baru tentang tujuan lebih lanjut gerakan nasionalisme setelah mencapai kemerdekaan politik. Indonesia dulu pernah merdeka, katanya sambil menolak pendapat bahwa zaman pengaruh Hindu-India adalah zaman imperialisme India. Sebelum mereka ditundukan oleh feodalisme kerajaankerajaan Hindu. Dari Keterangan ini Soekarno bergerak ke arah pandangan bahwa kemerdekaan tidak dengan sendirinya membawa kebebasan dan keadilan bagi rakyat jelata. Kemerdekaan hanya merupakan : jembatan emas : menuju masyarakat yang adil kemerdekaan alah suatu syarat, bukan tujuan akhir. Narasi 3 --- Usaha sia-sia mengubah nama Partindo menjadi PNI Kegandrungan Soekarno mengenai jumlah anggota ini nampaknya menjadi faktor penting dalam meningkatnya ketegangannya dengan PNI Baru pada tahun 1933. Oleh karena PNI Baru mempunyai jumlah cabang yang lebih banyak, meskipun Partindo mempunyai jauh lebih banyak anggota, karena tiap cabang PNI Baru umumnya sangat kecil, maka Soekarno mengusulkan kepada Badan Pengurus Partindo pada bulan Maret 1933 agar partai itu mengubah namanya menjadi Partai Nasional Indonesia. Alasan lain atas usul itu adalah nostalgia dan kekhawatiran terhadap desas-desus yang mengatakan bahwa PNI Baru juga bermaksud untuk memakai nama tersebut. Jika ada partai yang berhak menggunakan nama partai yang asli, maka Soekarno dengan tegas berpendapat bahwa itu adalah partainya. Ia berpendapat bahwa pemakaian nama itu oleh Partindo tidak akan mengundang tindakan pemerintah untuk menentangnya tetapi akan menolong mengurangi pengaruh PNI Baru. Usulan Soekarno tidak mendapat dukungan, bahkan Sartono dan Ali Sastroamidjo dengan keras menentangnya. Narasi 4 --- Konsep marhaenisme Soekarno diterima Partindo Meskipun Soekarno gagal mengubah nama Partindo, tetapi atas andil

40

Soekarnolah konsep marhaenisme diterima oleh partai. Secara resmi konsep marhaenisme itu dimasukkan ke dalam dasar-dasar politik partai dalam kongres bulan Juli 1933. Konsep ini tidaklah menunjuk perubahan penting dalam pemikiran politik Soekarno melainkan hanya sekedar penghalusan ide-idenya tentang politik, sosial dan ekonomi yang dikemukakannya sejak tahun 1927 sejalan dengan arus utama gerakan nasionalis sekuler. Tetapi dalam menyaring ide-idenya itu hanya menjadi konsep marhaenisme Soekarno sebenarnya memberikan reaksi dan sekaligus juga mencoba menjawab tantangan ideologis yang diajukan oleh PNI Baru yang mulai memperkenalkan konsep kedaulatan rakyat dan kolektivisme. Pada pokoknya marhaenisme menolak analisa kelas dari PNI Baru dan lebih menyukai perjuangan ras dan menggantikan cita-cita ekonomi sosialis berdasarkan kolektivisme dengan konsep tentang kebahagian dan keadilan sosial untuk marhaen, rakyat kecil yang membentuk 95 persen dari rakyat Indonesia. Kongres Partindo pada bulan Juli 1933 menerima sembilan tesis tentang marhaenisme. 1. Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosiodemokrasi;; 2. Marhaen, adalah kaum proletar Indonesia, petani Indonesia yang miskin dan orang Indonesia lainnya yang miskin; 3. Partindo menggunakan kata marhaen dan bukan proletar karena pengertian proletar telah tercakup di dalam kata marhaen, sedangkan kata proletar bisa juga tidak mencakup para petani dan orang-orang lainnya yang miskin; 4. Karena Partindo yakin bahwa orang-orang miskin Indonesia yang lainnya juga harus ambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan, maka digunakan kata marhaen; 5. Di dalam perjuangan kaum marhaen dan ini adalah keyakinan Partindo kaum proletar akan merebut bagian yang terpenting ; 6. Marhaenisme adalah prinsip yang menghendaki suatu struktur dan tertib sosial yang melayani kaum Marhaen dalam segala hal; 7. Marhaenisme adalah juga cara perjuangan untuk mencapai struktur sosial dan tertib sosial ini dan karenanya haruslah bersifat revolusioner; 8. Jadi marhaenisme adalah suatu cara perjuangan dan sekaligus juga prinsipnya yang bertujuan mengusir setiap bentuk kapitalisme dan imperialisme dan 9. Setiap orang Indonesia yang mempraktekan marhaenisme adalah marhaen. Narasi 5 --- Partindo dan PNI Baru : Sebuah Perbandingan Seringkali dikemukakan bahwa sesudah tahun 1932 arus utama dalam pergerakan kebangsaan terbagi dua : partai orang Indonesia dan partai orang Eropa, yakni Partindo dan PNI Baru. Dasar pembagian itu buat
41

sebagian tergantung dari pandangan yang melihat Partindo sebagai alat Soekarno dan PNI Baru sebagai alat Hatta/Sjahrir, kemudian juga dengan melihat perbedaan ideologis dan taktik antara kedua partai tersebut yang diakibatkan Hatta/Sjahrir tinggal di negeri Belanda dengan proses eropanisasi sebagai akibatnya. Bahwa Hatta dan Sjahrir lebih dipengaruhi oleh ide-ide sosialis Eropa dari pada Soekarno yang tidak pernah mengalami langsung kebudayaan Barat di luar lingkungan negeri jajahan ini tidaklah dapat disangkal lagi. Tetapi Soekarno sebenarnya berpendidikan Barat juga. Bahkan, sementara Soekarno merupakan makelar politik dari gerakan nasionalis dan simbol perjuangannya, dia sama sekali bukanlah satu-satunya orang yang mempengaruhi PNI, apalagi Partindo. Pemimpin-pemimpin PNI dan Partindo yang lainnya pada tingkat pusat dan cabang seperti Sartono, Ali Sastroamidjojo, Iskaq dan Sujudi juga memiliki latarbelakang pendidikan yang sama dengan Hatta dan Sjahrir. Mereka memang tidak begitu dipengaruhi oleh ide-ide sosial demokrat seperti halnya Hatta dan Sjahrir, tetapi mereka tidak kurang mengalami pengaruh Eropa. Jika diadakan perbandingan antara Pengurus Pusat Partindo dan PNI Baru maka jelas bahwa Partindo sebagian besar dipimpin oleh sarjana-sarjana hukum berpendidikan Belanda, sedangkan PNI Baru banyak dikuasai oleh orang-orang berpendidikan Indonesia, biasanya hanya sampai tingkat sekolah menengah, (meskipun dalam sekolah berbahasa Belanda), pegawai pemerintah tingkat rendah, juru tulis atau guru. Kenyataan ini belum dapat membuat kita mengambil suatu kesimpulan tetapi secara umum nampaknya mereka yang dididik di negeri Belanda dan memimpin Partindo adalah anakanak kaum elite tradisional yang di Jawa disebut priyayi, sementara mereka yang memimpin PNI Baru adalah anak-anak pejabat-pejabat desa atau pegawai negeri rendahan.

Babak III Narasi 1 --- Menjelang penangkapan Soekarno Berkembangnya Partindo dibawah kepemimpinnya sesungguhnya merupakan bukti kemahiran Soekarno. Kurang dari setahun jumlah anggotanya telah berlipat ganda. Cabang-cabangnya yang pada bulan Oktober 1932 berjumlah dua lusinan dengan sekitar 7000 anggota telah
42

melonjak menjadi 71 cabang dengan jumlah anggota kira-kira 20.000 orang pada saat ia ditangkap. Tetapi daya tahan partai ini tidaklah lebih besar dari PNI lama. Meskipun Soekarno banyak berbicara tentang peranan suatu partai pelopor dan kesadarannya akan kenyataan-kenyataan kekerasan politik di sekitarnya, ia toh tidak berhasil menciptakan suatu alat yang dapat bertahan menunggu berlalunya masa penindasan pemerintah. Dan ia pun tidak dapat dipersalahkan dalam hal ini. Kenyataan-kenyataan politik memang sangat keras dan hingga kekuasaan Belanda digulung oleh Perang Pasifik yang meletusnya telah diperhitungkan Soekarno adalah sangat berat untuk memungkinkan suatu gerakan perlawanan oleh Indonesia. Apakah dipimpin oleh Sartono atau Soekarno, atau oleh Hatta dan Sjahrir, setiap percobaan yang dilakukan kaum nasionalis akan tetap terlalu lemah untuk menghadapi lawan yang begitu kuat. Keseluruhan suasana di sekitar penangkapan ini sangat tajam berbeda dengan keadaan tahun 1929. Colijn yang sekarang menjadi Perdana Manteri Belanda adalah seorang yang sejak lama menjadi lawan nasionalisme Indonesia dan pendapatnya berpengaruh besar atas pemerintah Hindia Belanda Gubernur Jendral de Jonge, alat dari golongan keras Belanda, samasekali tidak menyetujui simpati liberal dari para pendahulunya dan dengan demikian jangan diharapkan sekali ini akan diadakan suatu pengadilan terbuka. Pemeriksaan yang singkat dan melaksanakan hak eksekutif adalah cara yang jauh lebih effektif untuk ditempuh. Narasi 2 - Penangkapan kembali Soekarno Pukulan pertama dari serangkaian pukulan terhadap para non-kooperator datang pada tanggal 27 Juni tatkala pelarangan yang sudah diisyaratkan sebelumnya bagi semua pegawai pemerintah untuk menjadi anggota Partindo dan PNI Baru, mulai diberlakukan. Kemudian menyusul penahanan Soekarno pada tanggal 1 Agustus dan penerapan pembatasan-pembatasan yang melumpuhkan hak berkumpul dari Partindo dan PNI Baru diseluruh negeri jajahan. Bagi de Jonge dan Verheyen yang selama beberapa waktu menerima permintaan dari pejabat-pejabat pemerintahan di daerah agar diperbolehkan untuk mengadakan lebih banyak campur tangan karena polisi mereka telah kepayahan dalam mengawasi rapat-rapat Partindo dan PNI Baru, maka kejadian itu merupakan batas kesabaran terakhir. Dalam penjelasannya kepada Menteri Urusan Jajahan Colijn, De Jonge
43

menyatakan bahwa tindakan-tindakan itu akan mulai memurnikan gerrakan nasionalis dari usnur-unsur yang ekstrim dan memulihkan ketenangan dan ketertiban pada saat seluruh tenaga pemerintah dan rakyat harus dipusatkan pada usaha mengatasi krisis ekonomi. Narasi 3 --- Interogasi Soekarno Sehari setelah ditahan, Soaekarno dipindahkan ke Bandung, kota tempat ia pernah dipenjarakan di Sukamiskin. Oada 18 Agustus jaksa agung mengirimi gubernur jendral rangkuman dosa-dosa Soekarno yang disusun oleh Albreghs dengan begitu cermat. Surat itu dibuka dengan pengamatan bahwa orang itu telah menyalahgunakan kebebasannya yang lebih cepat, yang ia peroleh berkat kebaikan hati pemerintah. Dan yang diakhiri konkulusi bahwa tersangka berdasarkan Pasal 37 Peraturan Ketatanegaraan Hindia Belanda untuk bisa ditunjuk suatu tempat tertentu di Hindia Belanda. Pasal 37 dari Peraturan Ketatangeraan Hindia Belanda memberikan kepada gubernur jendral apa yang disebut kuasa darurat untuk menunjukkan bagi orang yang dilahirkan di Hindia Belanda, demi keamanan dan ketertiban di daerah kepulauan, suatu tempat tinggal atau melarangnya untuk memasuki daerah tertentu. Pengertian darurat berarti bahwa peraturan ini tidak tunduk pada proses hukum pidana yang biasa. Interogasi tentang pokok-pokok yang menjadi pertanyaan dimulai pada 17 Agustus, lebih dari dua minggu setelah Soekarno ditahan. Secara total interogasi ini membutuhkan sembilan kali sidang pemeriksaan. Pada harihari pertama yang menjafi bahan pertanyaan adalah karangan Soekarno Mencapai Indonesia Merdeka karena inilah alasan mengapa Soekarno ditahan. Sang interegator menghadapkan terdakwa dengan ucapanucapannya sendiri untuk membuktikan bahwa ia mengobarkan rasa benci dan mengajak orang untuk berbuatan kekerasan; di pihak lain terdakwa yang mengelak tuduhan-tuduhan itu dengan mengandalkan bahwa tindakantindakannya tidak melawan hukum dan yang membela diri bahwa bahasa keras yang ia gunakan itu sebagai sekedar seorang orator yang terbawa oleh semangat pidatonya sendiri. Interogasi itu seakan-akan ulangan dari interogasi Soekarno oleh Siegenbeek van Heukelom dahulu, di depan Pengadilan Negeri Bandung. Interogasi dilakukan oleh seorang ahli hukum Belanda bernama Jongmans yang oleh Mahkamah Agung di Batavia khusus disediakan untuk tugas itu.

44

Narasi 4 --- Perubahan sikap Soekarno menuju kooperasi Penahanan Soekarno dan pembatasan-pembatasan yang ketat terhadap Partindo dan PNI Baru merupakan peringatan yang tajam dan tidak menyenangkan tentang realitas kekuasaan yang ada di tangan Hindia Belanda, meskipun hal itu sudah bisa diduga sejak semula. Yang merupakan kejutan luar biasa adalah laporan pemerintah pada akhir bulan Oktober yang diperkuat oleh pengumuman pengurus partindo bahwa Soekarno telah mengundurkan diri dari partai, menyesal kegiatannya di masa lalu dan menawarkan kerjasama dengan pemerintah di masa mendatang. Hatta kemudian membawakan ratap-tangis para kawan dan lawan poliknya. Ia menyatakan bahwa dengan melepaskan diri dari gerakan non-kooperasi Soekarno memperlihatkan kelemahan karakternya dan memberikan suatu pukulan berat terhadap gerakan radikal. Ia merasa heran bahwa Soekarno sekarang dapat mengatakan tidak lagi setuju dengan prinsip-prinsip Partindo dan PPPKI. Baik pada waktu itu maupun pada masa-masa sesudahnya muncul banyak spekulasi sekitar benar tidaknya laporan tentang penarikan kembali pendirian non-kooperasi Soekarno itu, suatu pendirian yang telah dikembangkannya sendiri selama tujuh tahun. Bernhard Dahm mengatakan bahwa sementara perubahan yang sungguh-sungguh ke arah kooperasi sebagaimana yang dianjurkan Belanda tidak terjadi, maka Soekarno pun berpaling, dari kultus prinsip ini, dan ini dapat dilihat sebagai tindakan pertamanya yang sungguh-sungguh revolusioner, John D Legge tetap membiarkan terbuka persoalan apakah Soekarno mengundurkan diri dari Partindo dan apakah ia setuju bekerjasama dengan Belanda. Narasi 5 --- Surat-surat pengampunan dari Sukamiskin

45

Kenyataannya, menurut John Ingelson dalam Jalan Ke Pengasingan, dalam jangka sebulan Soekarno menulis empat pucuk surat dari penjara Sukamiskin kepada gubernur jendral bertanggal 30 Agustus, 7, 21 dan 28 September, yang di dalamnya ia mohon dilepaskan dari penjara sebagai imbalannya berjanji tidak akan ikut lagi dalam kegiatan politik sampai akhir hayatnya. Di dalam salah satu dari surat-surat itu dilampirkan sebuah surat untuk Pengurus Pusat Partindo di mana ia menawarkan pengunduran dirinya dari partai. Bahan ia mengakui bahwa kegiatan-kegiatan politiknya adalah perbuatan-perbuatan yang tak bertanggungjawab, meninggalkan pandanganpandangan non-kooperasi, dan menyatakan bahwa di masa yang akan datang, setelah dilepaskan, ia akan bekerja bahu-membahu dengan pemerintah. Akhirnya ia menawarkan diri untuk menanda tangani apapun yang diminta oleh pemerintah asal ia dilepaskan. Dipublikasi empat surat minta ampun Soekano terhadap pemerintah Hindia Belanda telah menimbulkan perdebatan di Indonesia. Sejarawan Onghokham tidak dapat memastikan ada atau tidak adanya yang disebut : surat-surat Ir Soekarno kepada Procuceur General Hindia Belanda : tersebut, tetapi sepanjang pengetahuannya tidak ada berita dalam surat kabar pada waktu itu atau sesuatu penguman dari pemerintah kolonial Belanda mengenai surat sedemikian. Ada atau tidak adanya surat-surat tersebut, kata Abdurrachman Suryomihardjo, nasib Soekarno telah ditentukan. Dengan H Colijn seabagai Perdana Manteri dan Menteri Uurusan Jajahan di Belanda dan de Jonge sebagai Gubernur Jendral, gerakan nasionalis radikal memang telah masuk acara kebijaksanaan politiknya. Ini berarti untuk kesekian kali hak luar biasa Gubernur Jendral dipakai sebagai alat hukum. Taufik Abdullah berkata tegas : Saya bertanya kepada diri sendiri, apa artinya surat itu dalam sejarah pergerakan Indonesia? Tidak ada, Hatta memang marah ketika Soekarno keluar dari Partindo. Namun dugaan Hatta, Soekarno akan tamat riwayatnya dalam sejarah pergerakan ternyata tidak benar. Tanpa ditemukannya surat-surat Soekarno yang asli, keraguan akan adanya surat-surat tersebut agaknya akan terus berlanjut. Namun yang pasti ialah: setelah kembali ke pembuangan di Endeh, Soekarno kembali melanjutkan perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Narasi 6 --- Menuju ke pengasingan Semula, Soekarno kembali di tahan di penjara Sukamiskin, tetapi rupanya

46

hanya untuk sementara; pemerintah bermaksud menyingkirkannya dari kegiatan politik selanjutnya dengan jalan membuangnya ke luar Pulau Jawa. Pada permulaan tahun 1934 ia diberangkatkan dengan kereta api ke Surabaya bersama Inggit Ganarsih, ibu mertuanya, dan anak angkatnya Ratna Djuami. Kemudian dari Surabaya dikirim dengan kapal KPM Van Riebek, ke Pulau Flores. Ia ditempatkan di kota terpencil Ende. Pada bulan Februari 1934, Hatta dan Sjahrir ditangkap dan tanpa diadili dibuang ke Boven Digul, Papua. Sekarang, kedua kelompok nasionalisme radikal telah terpisah dari pemimpin-pemimpin mereka yang paling efektif. Sesudah itu pergerakan nasional terpaksa mengambil jalan moderat dan kooperasi, menyampingkan jalan machtsvorming dan pendidikan suatu elite yang tidak kenal kompromi. Bukan Partindo, melainkan suatu partai baru, Parindra yang tampil mewakili gaya politik dalam suasana kelonggaran baru yang diberikan pemerintah pada pertengahan dan akhir tahun 1930-an. Dalam pengasingannya di Ende, tanpa berdaya Soekarno hanya bisa melihat gerakan nasional mengubah haluannya. Kesediaan kaum pergerakan untuk mengkompromikan prinsip-prinsip yang diletakkannya tentu menambah kekecewaannya dalam pembuangan. Narasi 7 --- Arti gerakan nasionalis sekuler ( 1927 1934)

47

Walaupun gerakan nasionalis yang sekuler dan non-kooperatif ditindas oleh pihak Belanda, banyak yang telah dicapai dalam masa tujuh tahun setelah 1927. Suatu rasa bangga yang mendalam terhadap dimilikinya suatu identitas politik dan kebudayaan Indonesia berkembang di kalangan berpuluh ribu rakyat yang menggabungkan diri dengan PNI, Partindo, atau PNI Baru. Mereka juga bangga dengan hanya mengunjungi sebuah pertemuan kaum nasionalis atau mendengar tentang ide Indonesia Merdeka dari kawan-kawan atau tetangga. Mulai saat itu tidaklah mungkin sesuatu kelompok politik yang mana pun di Indonesia dianggap sebagai nasionalis jika tidak menyeruhkan kemerdekaan penuh dan penciptaan satu bangsa yang bersatu. Lambang-lambang nasionalisme bendera merah-putih dan lagu Indonesia Raya - sudah melembaga. Akhirnya, kaum nasionalis merasa terikat di tahun-tahun tersebut untuk mengembangkan suatu bahasa nasionalbahasa Indonesia sebagai suatu alat untuk mempersatukan kelonpok-kelompok di negeri itu yang berbeda suku dan dialek. Soekarno dan Hatta diakui sebagai pemimpin-pemimpin politik utama dan ketika Jepang menyerbu di tahun 1942, kedua pemimpin itu sekali lagi mampu mengambil alih kepemimpinan gerakan nasionalis dan memimpin Indonesia maju menuju kemerdekaan.

Tulisan Soekarno Muda : Bandung 1921 1934 merupakan bahan untuk penulisan skenario film Soekarno Muda. Film Soekarno Muda merupakan kelanjutan dari penerbitan buku Sukarno Muda Biografi Pemikiran 1926 1934. Dijadwalkan tahun depan film Soekarno Muda sudah bisa dinikmati di layar kaca.

Sumber Tulisan Bernhard Dahm. Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES, 1987. John D Legge. Sukarno Sebuah Biografi Politik . Jakarta : Sinar Harapan, 1985 . John Ingelson. Jalan Ke Pengasingan . Pergerakan Nasionalis Indonesia Tahun 1927 1934. Jakarta : LP3ES 1983.
48

Peter Kasenda. Sukarno Muda. Biografi Pemikiran 1926 1933. Jakarta : Komunitas Bambu, 2010. Ramadhan KH . Kuntar ke Gerbang. Kisah cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno . Jakarta : Sinar Harapan , 1988. Sukarno. Indonesia Menggugat . Jakarta : Yayasan Pendidikan Soekarno Inti Idayu Press, 1983.

49

You might also like