You are on page 1of 123

EFISIENSI PEMASARAN PEDET JANTAN SAPI PERAH

TESIS

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Untuk mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Agribisnis

Disusun Oleh : Kamarullah M. Nur NIM. 06750030

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2008

TESIS EFISIENSI PEMASARAN PEDET JANTAN SAPI PERAH

Disusun oleh: KAMARULLAH M. NUR NIM. 06750030

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Pembimbing Utama

Anggota Tim Penguji

Dr. Ir. Jabal Tarik Ibrahim, M.Si

Ir. Harpowo, MP.

Pembimbing

Pendamping

Ir. Dyah Erni W, MM

Ir. Istis Baroh, MP

Tesis ini telah diterima sebagai salah satu prasyarat Untuk memperoleh gelar Magister Tanggal ..

Dr. Achmad Habib, MA Direktur

ABSTRAK

Kamarullah M. Nur. Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah. Dibimbing oleh Jabal Tarik Ibrahim dan Dyah Erni. W. Kata Kunci : Pedet Jantan, Pemasaran Pemeliharaan pedet jantan sapi perah bagi petani peternak kurang menguntungkan bahkan dapat mempengaruhi pendapatan dan menambah biaya produksi, sehingga kebiasaan petani peternak menjual pedet jantan yang dimiliki setelah berumur 2 4 bulan dengan harga yang relatif murah, karena penentuharga ada pada pedagang perantara (blantik). Hal ini dapat terjadi karena pengetahuan tentang pemasaran produk-produk peternakan terutama tentang harga pedet jantan sapi perah tidak diketahui secara pasti dan mudah oleh petani peternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat efisiensi pemasaran Pedet jantan sapi perah di Kota Batu. Informasi dan pemahaman tentang pemasaran pedet jantan sapi perah secara tepat dan efisien harus diketahui oleh petani peternak sehingga dapat memperoleh harga jual yang layak. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola saluran pemasaran, berapa margin pemasaran, share harga dan keuntungan serta efisiensi pemasaran pedet jantan sapi perah di lihat dari market structure, market conduct dan market performance (SCP). Jumlah responden adalah 60 orang yang terdiri dari 30 orang responden petani peternak sapi perah yang merupakan anggota Gapoktan Sapi Perah Batu Bersatu dan 30 orang responden mewakili lembaga pemasaran yang ditentukan secara acak sederhana sesuai proporsi dan menyebar di tiga wilayah kecamatan yaitu Batu, Bumiaji dan Junrejo Kota Batu. Analisis data dilakukan dengan pendekatan analisis konsentrasi rasio, analisis elastisitas transmisi harga, dan analisis deskriptif Hay and Morris. Metode yang digunakan adalah purposive atau dengan cara sengaja. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemasaran pedet jantan sapi perah berada pada pasar persaingan sempurna dan petani peternak sudah memperoleh harga yang layak, sedangkan keuntungan tertinggi diperoleh oleh pedagang perantara/blantik.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak April 2008. Dengan judul Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah pada anggota Gabungan Kelompok Tani Gapoktan Sapi Perah Batu Bersatu Kota Batu Jawa Timur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Jabal Tarik Ibrahim M.Si dan Ibu Ir. Dyah Erni W, M.M., masing-masing selaku Pembimbing utama dan pembimbing, serta Ir. Sutawi, MP., selaku Ketua Jurusan Program Agribisnis Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada anggota Gapoktan Sapi Perah Batu Bersatu, penyuluh THL TBPP yang telah membantu pengambilan data dalam penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pemkot Batu, Kepala Dinas Pertanian Kota Batu, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Ungkapan terima kasih juga ananda sampaikan kepada Bapak, Ibu (Alm) dan istri tercinta anak-anakku tersayang, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Malang,

Nopember 2008

Penulis

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis yang berjudul Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 25 Nopember 2008

Kamarullah M. Nur

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Obi Maluku Utara, 16 Pebruari 1958 sebagai anak ke 3 (tiga) dari pasangan H. HM. Kamarullah dan Almarhumah Djubaidah Sangadji. Pendidikan sarjana Muda di tempuh di Program Studi Produksi Ternak, Akademis Peternakan Brahma Putra Yogyakarta, lulus tahun 1986. Pendidikan Sarjan di tempuh di Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Islam Malang, lulus tahun 1992. Pada tahun 2007 penulis mendapat ijin belajar dari Pemkot Batu di Pasca Sarjana Program Magister Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis adalah PNS pada Dinas Pertanian Kota Batu sejak tahun 2005. Sebelumnya adalah fungsional guru pada SPP Negeri Ambon 1992 1999, Kasi Pemantauan Kualitas Lingkungan merangkap PLT Kabid Pemantauan dan Pemulihan pada BAPEDALDA Propinsi Maluku Utara 1999 2002, Camat Kec. Obi Kabupaten Maluku Utara 2002 2004.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... SURAT PERNYATAAN ........................................................................... ABSTRAK .................................................................................................. KATA PENGANTAR ................................................................................ RIWAYAT HIDUP .................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................... DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. I 1.1 1.2 1.3 PENDAHULUAN 1 4 4 5 i ii iii iv v vi ix x xi

Latar Belakang ....................................................................... Rumusan Masalah .................................................................. Tujuan Penelitian ...................................................................

1.4 Manfaat ..............................................................................................

II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian ............................................................................... 2.2 Landasan Teori .................................................................................. 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.2.4 2.2.5 2.2.6 Pengertian Pemasaran dan Rantai Pemasaran ....................... Efisiensi Pemasaran ............................................................... Struktur Pasar ........................................................................ Perilaku Pasar ........................................................................ Tampilan Pasar ...................................................................... Margin Pemasaran ................................................................. 6 8 8 11 15 24 27 28 33 37

2.3 Kerangka pemikiran ......................................................................... 2.4 Hipotesis ...........................................................................................

III. METODE PENELITIAN


3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ................................................ 3.2 Metode Pengambilan Sampel ............................................................ 3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 3.4 Definisi Operasional .......................................................................... 3.5 Metode Analisis Data ........................................................................ 3.5.1 Analisis Efisiensi Pemasaran ................................................. 38 39 40 40 41 42 42

3.5.1.1 Analisis Struktur Pasar ......................................................... IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah ................................................................... 4.1.1. Topografi .............................................................................. 4.1.2 4.1.3 4.1.4 Curah Hujan .......................................................................... Jenis Tanah ........................................................................... Batas Wilayah .......................................................................

45 45 46 46 47 47 48

4.2 Keadaan Umum Peternakan ............................................................. 4.2.1 Data Populasi Ternak ............................................................

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ................................................... 5.2 Sistem Pemeliharaan Ternak ............................................................ 5.3 Karakteristik Responden ................................................................... 5.3.1 5.3.2 5.3.3 5.3.4 Umur Responden .................................................................. Pendidikan Responden ......................................................... Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden ........................ Pengalaman Berusaha dan Lama Pemeliharaan Ternak Sapi ........................................................................... 5.3.5 5.3.6 5.3.7 Status Pemilikan Ternak ....................................................... Jumlah Pemilikan Ternak ..................................................... Kondisi Pendapatan Petani Ternak dari Setiap Ekor Pedet yang Dijual ........................................................................... 5.4 Sistem Pemasaran Ternak ................................................................ 59 60 56 57 58 49 50 50 51 53 55

5.5 Analisa Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah ..................... 5.5.1 5.5.2 5.5.3 Analisis Struktur Pasar ......................................................... Analisis Perilaku Pasar ......................................................... Analisis Tampilan Pasar .......................................................

62 62 67 72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 6.2 Saran ............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 79 80

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Struktur Pasar Bahan Makanan dan Serat ....................................

15

Tabel 5.1 Rincian Jumlah Anggota Rum ah Tangga Responden di Wilayah Penelitian Tahun 2008 ................................................... Tabel 5.2 Pengalaman Berusaha dan Lama Pemeliharaan Ternak Sapi Perah ............................................................................................. Tabel 5.3 Jumlah Pemilikan dan Jumlah Penjualan Pedet Jantan Sapi Perah dari Petani Peternak Tahun 2008 ....................................... Tabel 5.4 Harga Jual Pedet Jantan Sapi Perah Tahun 2006 2008 ............. Tabel 5.5 Volume Transaksi dan Konsentrasi Ratio Pedagang Perantara Di Kota Batu Tahun 2008 ............................................................ Tabel 5.6 Volume Transaksi dan Konsentrasi Rasio Antara Saluran Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah di Kota Batu Tahun 2008 ... Tabel 5.7 Share Harga Ternak Sapi Perah Yang Diterima Petani Peternak Untuk Setiap Desa di Kota Batu Tahun 2008 .............................. Tabel 5.8 Perbandingan Perbedaan Share Harga yang Diterima Petani Menggunakan LSD ...................................................................... Tabel 5.9 Harga Pedet Sapi Perah Jantan Berdasarkan Umurnya Tahun 2006-2008 .................................................................................... Tabel 5.10 Perbandingan Harga Pedet Sapi Perah ......................................... Tabel 5.11 Distribusi Keuntungan (Profit Margin) Pedagang dalam Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah di Kota Batu Tahun 2008 ... 77 75 76 74 73 68 67 59 61 58 57

DAFTAR GAMBAR

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Grafik Mekanisme Pasar ........................................................................ Grafik Keadaan Pasar Persaingan Sempurna ......................................... Grafik Pasar Monopolistik ...................................................................... Grafik Pasar Monopoli ............................................................................ Grafik Pasar Monopsoni ......................................................................... Grafik Perusahaan pada Kondisi Oligopoli ............................................ Grafik Fungsi Primer, Turunan dan Margin Pemasaran ......................... Peta Lokasi Penelitian ............................................................................ Diagram Karakteristik Petani Peternak Berdasarkan Umur ..................

10 18 19 20 22 23 31 38 51

10. Diagram Karakteristik Petani Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah Berdasarkan Umur .................................................................................. 11. Diagram Karakteristik Pedagang Pengumpul Pedet Jantan Berdasarkan Umur ....................................................................................................... 12. Diagram Karakteristik Pedagang Perantara/Blantik Pedet Jantan Sapi Perah Berdasarkan Umur ........................................................................ 13. Diagram Tingkat Pendidikan Formal Petani Peternak Pedet Jantan Sapi Perah ............................................................................................... 14. Diagram Tingkat Pendidikan Formal Petani Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah ............................................................................................... 15. Diagram Tingkat Pendidikan Formal Pedagang Pengumpul Pedet Jantan Sapi Perah .................................................................................... 16. Diagram Tingkat Pendidikan Formal Pedagang Perantara/Blantik Pedet Jantan Sapi Perah .......................................................................... 17. Skema Saluran Pemasaran Ternak Pedet Jantan Sapi Perah di Kota Batu Tahun 2008 ............................................................................................. 62 56 55 54 54 53 52 52

DAFTAR LAMPIRAN

1. 2. 3. 4.

Lampiran Karakteristik Responden Petani Peternak Pedet Jantan Sapi Perah Karakteristik Responden Petani Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah Karakterik Responden Pedagang Pengumpul Pedet Jantan Sapi Perah Karakteristik Responden Pedagang Perantara/Blantik Pedet Jantan Sapi Perah

5. 6.

Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana Harga Pedet Sapi Perah Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana Volume Perdagangan Pedet Jantan Sapi Perah

7. 8. 9.

Hasil Analisis Varian Perbandingan Harga Pedet Jantan Sapi Perah Hasil Analisis Varian Share Harga Post Hoc Test

10. Harga Jual Pedet Jantan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pembangunan peternakan yang merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dan pembangunan Nasional, mendapat perhatian yang cukup besar dari Pemerintah. Hal ini selain sebagai sumber protein hewani dalam upaya perbaikan gizi masyarakat, peningkatan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan kesejahteraan petani (Anonymous, 2006). Usaha peternakan sapi perah yang di kembangkan oleh koperasi dan swasta, telah dikelola secara komersial. Namun di tingkat petani masih sebagai usaha skala keluarga dengan kepemilikan rata-rata 23 ekor setiap keluarga, sehingga manajemen yang diterapkan juga seadanya. Kota Batu termasuk salah satu daerah di Jawa timur yang selama ini telah mengembangkan usaha peternakan khususnya sapi perah; melalui Pemda Kota Batu dicanangkan sebagai kota Agropolitan dengan penekanan pembangunan bertumpuk pada sektor pertanian secara luas. Pengembangan usaha peternakan rakyat khususnya usaha peternakan sapi perah juga termasuk dalam rencana pengembangan secara baik dan diperluas, karena selain sebagai usaha pokok masyarakat juga limbah dari usaha peternakan tersebut diharapkan akan bermanfaat dalam rangka mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan. Kota batu dengan penduduk 172.735 dan 37.000 kepala keluarga adalah petani, khusus petani peternak sapi perah yang bergabung dalam gabungan kelompok tani sapi perah Batu Bersatu sebanyak 576 anggota dengan penyebaran populasi sapi perah sebanyak 6.335 ekor (Anonymous, 2007).

Pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian Kota Batu sejak tahun 2005 secara bertahap berupaya terus meningkatkan populasi ternak sapi perah melalui bantuan langsung masyarakat (BLM) maupun kegiatan proyek pengadaan lainnya yang disebarkan kepada petani peternak. Perkembangan sapi perah setiap tahun ada kenaikan 5 - 7 persen. Populasi pedet jantan sapi perah tahun 2008 yaitu sebanyak 259 ekor (Anonymouse, 2008). Pada sistem pengolahan sapi perah di tingkat petani peternak keberadaan pedet jantan atau anak sapi yang berumur 0 7 bulan menjadi beban tersendiri dalam biaya produksi, untuk itu biasanya pedet jantan sapi perah dijual setelah berumur 2 3 bulan yang langsung dibeli oleh blantik dengan harga yang tidak menentu hal ini dapat terjadi karena informasi tentang pemasaran pedet jantan sapi perah tidak diketahui oleh petani peternak secara pasti. Informasi dan pemahaman tentang pemasaran pedet jantan sapi perah harus diketahui oleh petani peternak secara mudah dan bebas sehingga petani peternak dapat memperoleh kepastian harga untuk menentukan layak atau tidak ternaknya di jual, untuk itu perlu dilakukan pengamatan dalam sistem pemasaran pedet jantan sapi perah sehingga masyarakat pemilik ternak dapat mengetahui secara transparan sistem pemasaran ternak khususnya pemasaran pedet jantan sapi perah.
Pemasaran merupakan aspek penting dalam proses produksi; ketersediaan pasar dapat memacu berkembangnya program dalam menerapkan teknologi sistem usaha tani, secara khusus pemasaran adalah hasil telaah atau evaluasi terhadap aliran produk secara fisik dan ekonomis dari produsen ke konsumen melalui pedagang perantara (Anonymous, 1993), selanjutnya Fanani (2000) mengatakan bahwa pada prinsipnya pemasaran adalah pengalihan barang dari produsen ke konsumen, aliran barang tersebut dapat terjadi karena adanya lembaga pemasaran yang tergantung dari sistem yang berlaku dan aliran barang yang dipasarkan. Dan salah satu lembaga pemasaran atau pelaku pasar sistem tata niaga pedet jantan sapi perah adalah pedagang perantara atau blantik. Dalam kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminto, 1976) mengatakan bahwa blantik adalah cengkau, pengantara jual beli sapi, kuda, lembu, kambing, domba dan sebagainya. Fungsi pemasaran pedet jantan sapi perah di kota Batu selama ini tidak berjalan sesuai yang diharapkan, sehingga upaya-upaya untuk mendapat efisiensi dalam pemasaran perlu mendapat perhatian semua pihak. Keterampilan petani untuk menuju pelaksanaan pemasaran yang efisien memang terbatas hanya mempraktekkan unsur-unsur manajemen saja, apalagi pemahaman informasi pasar masih rendah sehingga kesempatan-kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai (Soekartawi, 1989).

Dalam pemasaran ternak sapi pada umumnya proses pembentukan atau penentuan harga selalu dikaitkan dengan urgensi kebutuhan uang tunai dari petani

peternak; bila petani peternak sangat membutuhkan uang tunai, ia hanya bertindak sebagai price taker (penerima harga) saja, karena bargaining position (posisi dalam tawar menawar) lemah, bahkan tidak jarang terjadi praktek-praktek pemasaran yang merugikan petani peternak oleh para pedagang perantara atau blantik.

1.2

Rumusan Masalah

Bertitiktolak pada latar belakang penelitian ini, maka masalah yang perlu disimak dan dicermati serta dicarikan solusinya adalah sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana pola saluran pemasaran pedet jantan sapi Perah yang terbentuk di Kota Batu. 1.2.2 Berapa margin pemasaran, share harga dan keuntungan pemasaran pedet jantan sapi Perah di Kota Batu. 1.2.3 Bagaimana efisiensi pemasaran pedet jantan sapi Perah di Kota Batu dilihat dari analisis market structur, market conduct, dan market performance (SCP).

1.3

Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1.3.1 Untuk mengidentifikasi pola saluran pemasaran pedet jantan sapi Perah yang terbentuk di Kota Batu.

1.3.2 Untuk mengetahui tentang keberadaan margin pemasaran, share harga, dan keuntungan pemasaran pedet jantan sapi perah di Kota Batu, 1.3.3 Untuk menghitung efisiensi pamasaran dari pedet jantan sapi perah dilihat dari analisis market structur, market conduct dan market performance (SCP)

1.4

Manfaat Penelitian Adapun manfaat dan kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1.4.1

Sebagai bahan informasi kepada petani sapi perah dalam

memasarkan ternak khususnya pedet jantan sapi perah melalui jalur mana yang akan digunakan agar efisien. 1.4.2 Sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi Dinas Pertanian Kota Batu dalam upaya perbaikan lembaga petani sekaligus penataan efisiensi jalur pemasaran ternak sapi pada umumnya 1.4.3 Sebagai bahan acuan dalam rangka penyusunan rancangan penyuluhan 1.4.4. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan khusunya dalam bidang pemasaran pedet jantan sapi perah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaahan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang analisis pemasaran ternak terutama pemasaran pedet jantan sapi perah belum banyak dilakukan, khususnya yang menyangkut analisis struktur, perilaku dan tampilan pasar. Oleh karena itu penulis respek untuk melakukan penelitian tentang bagaimana, struktur, perilaku dan tampilan pasar dari pedet jantan sapi perah dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya transaksi dari pedet jantan sapi perah di Kota Batu. Walaupun sebenarnya sudah banyak dilakukan penelitian tentang komoditas-komoditas pertanian lainnya di daerah lain di seluruh nusantara ini, seperti Asmarantaka (1985) yang melakukan penelitian tentang hubungan antara harga jagung yang diterima petani, biaya produksi, margin pemasaran dan fasilitas pemasaran di provinsi Lampung. Pellokila, dkk (1993) meneliti tentang pemasaran permintaan daging sapi di kota Administratif Kupang melalui analisis biaya tataniaga, margin tataniaga, keuntungan tataniaga dan efisiensi tataniaga dengan hasil yang cukup baik. Idrus dan Widyantara (1996) melakukan penelitian tentang pemasaran panili di Bali dengan hasil sebagai berikut: pasar panili di Bali tidak terintegrasi, baik secara vertikal maupun horizontal sehingga struktur pasar yang ada mengarah kepada pasar monopsoni. Sementara itu penelitian tentang struktur pasar dalam pemasaran buah anggur di Bali yang dilakukan oleh Wardhana (1993) diketahui bahwa struktur pasar buah anggur yang dihasilkan di Bali adalah oligopsoni, dalam kondisi seperti ini pembeli bertindak selaku price setter (penentu harga) sedangkan petani hanya sebagai price taker karena bargaining positionnya lemah. Penelitian lain yang juga dilakukan di Bali oleh Darma Setiawan (1997) tentang analisis pemasaran rumput laut yang mengkaji tentang struktur, perilaku dan tampilan pasar diperoleh hasil bahwa pasar rumput laut di Bali cenderung ke arah persaingan tidak sempurna (imperfect market) yakni pasar oligopsoni.

Penelitian Tim Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi, (Anonymous, 1996) tentang analisis keterpaduan pasar pada sistem pemasaran komoditas pangan strategis diperoleh hasil bahwa berdasarkan analisis biaya dan margin pemasaran diketahui bahwa harga rata-rata yang diterima petani di bawah 50 persen dari harga di tingkat pengecer (konsumen). Relatif rendahnya harga yang diterima petani ini disebabkan oleh tingginya biaya pemasaran dan margin keuntungan pemasaran yang diterima pedagang. Sedangkan menurut hasil penelitian Kiptiyah dan Semaoen (1994) tentang pemasaran bunga potong di Jawa Timur bahwa nilai korelasi antara harga di tingkat konsumen dan harga di tingkat produsen untuk setiap jenis bunga berkisar antara 0.584 0.957. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar korelasi antara harga konsumen dan harga produsen maka kedua pasar tersebut semakin kuat terintegrasi. Berdasarkan telaahan terhadap beberapa hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka secara umum dapat dikatakan bahwa struktur pasar komoditas pertanian mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna yakni monopsoni atau oligopsoni yang pada hakekatnya sangat merugikan petani dalam memasarkan komoditas yang dihasilkannya.

2.2 Landasan Teoritis 2.2.1 Pengertian Pemasaran dan Rantai Pemasaran Definisi tentang pemasaran atau tataniaga telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran atau tataniaga merupakan aktivitas yang ditujukan terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke tangan konsumen.

Kohl dan Uhl (1980) mendefinisikan pemasaran sebagai tampilan aktivitas bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa dari pintu gerbang usahatani (farm gate) sampai ke tangan konsumen. Menurut Saefuddin (1982) bahwa pemasaran merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bergeraknya barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Menyimak definisi pemasaran di atas, maka secara tegas dapat dikatakan bahwa tujuan dari pada pemasaran adalah agar barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh petani maupun perusahaan sebagai produsen sampai ke konsumen. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar barang dan jasa dapat berpindah dari sektor produksi ke sektor konsumsi disebut sebagai fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran yang dimaksud tersebut meliputi: a) fungsi pertukaran yang meliputi pembelian dan penjualan; b) fungsi fisik meliputi pengumpulan, pengolahan, pengangkutan dan c) fungsi fasilitas yang meliputi standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi harga. Fungsi-fungsi pemasaran ini dilakukan oleh lembaga pemasaran sebagai upaya pemindahan barang dan jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Dikemukakan lebih lanjut oleh Saefuddin (1982) bahwa rantai pemasaran atau saluran pemasaran merupakan aliran yang dilalui oleh barang dan jasa dari produsen melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa tersebut tiba di tangan konsumen. Panjang pendeknya rantai pemasaran yang dilalui oleh suatu komoditas tergantung dari : a) jarak antara produsen dan konsumen; b) cepat atau tidaknya komoditas tersebut menjadi rusak; c) skala produksi dan posisi keuangan produsen. Pola rantai pemasaran untuk komoditas pertanian berbeda dengan pola rantai pemasaran untuk produk/komoditas industri. Lokasi fisik sebagai tempat terjadinya pembelian dan penjualan disebut pasar, ini merupakan pengertian sederhana/sempit. Pengertian pasar dalam arti luas atau pengertian menurut teori ekonomi adalah pertemuan antara penawaran dan permintaan atau perpotongan antara kurva penawaran dan kurva permintaan, di mana pada titik potong tersebut terbentuklah harga yang merupakan keseimbangan antara jumlah yang ditawarkan oleh produsen dan jumlah yang diminta atau diinginkan konsumen (Lipsey, 1985 dalam Widiyantara, 1995). Kenyataan menunjukkan bahwa pasar itu terpisah dalam ruang (market spatial) dan akan terjadi ketidakseimbangan pasar apabila di antara dua daerah, di mana daerah yang satu mengalami kesulitan produksi (excess supply) sedangkan daerah yang lain mengalami kekurangan permintaan (excess demand). Kondisi seperti ini akan mengakibatkan arus perpindahan barang dari daerah excess supply ke daerah excess demand pada akhirnya akan terjadi keseimbangan, sebagaimana yang diperlihatkan pada grafik di bawah ini.

S Py

S Pz

Px

Qx (a)

Q 0

Qy (b)

0 (c)

Qz

Gambar 2.1 Mekanisme Pasar Berdasarkan grafik 2.1 di atas diketahui bahwa sebelum terjadi perdagangan, harga di X sebesar Px (gambar a) lebih murah dari harga barang di Y (gambar b) atau dapat dinyatakan sebagai berikut Px < Py. Selanjutnya setelah terjadi perdagangan dengan asumsi bahwa tidak ada biaya transfer yang dikeluarkan oleh pedagang maka akan terjadi kenaikan harga di X karena sebagian produk di bawa ke Y oleh pedagang, maka harga pokok di Y akan turun. Proses perdagangan akan berhenti pada saat harga pokok di X sama dengan harga pokok produk tersebut di Y. Selanjutnya apabila ada biaya transfer atau pajak maupun kendala lainnya, perpindahan produk akan terus berlanjut dari pasar dengan harga produk yang lebih rendah ke pasar di mana harga produk tersebut lebih tinggi. Perdagangan akan terhenti atau telah tercapai keseimbangan apabila perbedaan harga antara dua pasar tersebut hanya sebesar biaya transfer (Azzaino, 1981). Dalam menganalisis hasil penelitian ini dilakukan dengan pendekatan organisasi pasar yang meliputi struktur, perilaku dan tampilan pasar atau yang dikenal dengan analisis S C P (Structure, Conduct, Performance). Pada awalnya analisis ini hanya digunakan untuk menganalisis organisasi pasar dalam sektor industri di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, namun belakangan telah banyak digunakan untuk menganalisis produk-produk pertanian (Alhusniduki, 1991). 2.2.2. Efisiensi Pemasaran Problematika utama dalam pemasaran komoditas pertanian adalah bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan agar jasa lembaga pemasaran memuaskan petani produsen dan konsumen produk pertanian, artinya bahwa dalam pengaliran produk pertanian dari petani produsen sampai di konsumen secara efisien. Kohl dan Url (1980) mendefinisikan efisiensi pemasaran sebagai peningkatan ratio output dan input yang dapat dicapai dengan cara: 1) output tetap/konstan sedangkan input berkurang; 2) output meningkat dan input tetap; 3) output meningkat dengan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan input dan 4) output berkurang dengan persentase yang lebih rendah dari persentase penurunan input. Untuk mengetahui efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan pengukuran: 1) efisiensi teknis/operasional yang mengukur produktifitas pelaksanaan jasa

pemasaran di dalam perusahaan dan 2) efisiensi alokatif (efisiensi harga) yang mengukur bagaimana harga pasar mencerminkan biaya produksi dan biaya pemasaran secara memadai pada sistem pemasaran secara keseluruhan. Efisiensi teknis dinyatakan dalam ratio output pemasaran terhadap inputnya: Output Pemasaran Efisiensi Operasional = Input Pemasaran Prinsipnya pengukuran efisiensi ini adalah kegiatan fisik, misalnya output per jam kerja. Sebenarnya dalam pemasaran pengukuran efisiensi operasional sama artinya dengan pengurangan biaya. Dalam efisiensi alokatif diasumsikan bahwa output dan input berbentuk fisik yang tetap, yang berhubungan dengan pencerminan biaya output yang bergerak melalui sistem pemasaran. Harga yang dibayar oleh konsumen terhadap barang yang dibeli harus mencerminkan secara tepat semua biaya dan harga produk. Apabila tidak terjadi seperti ini, maka pasar tersebut berada dalam keadaan persaingan tidak sempurna seperti monopoli/oligopoli maupun monopsoni/oligopsoni. Menurut Soekartawi (1993) bila keuntungan yang diperoleh sebagai akibat pengaruh harga maka dapat dikatakan bahwa pengalokasian faktor produksi memenuhi efisiensi harga. Menurut Mubyarto (1991) bahwa suatu sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memenuhi 2 syarat : Pertama mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan kedua mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam produksi dan pemasaran barang itu. Sementara itu menurut Tornek dan Robinson (1977) bahwa efisiensi pemasaran
itu dapat dibedakan menjadi efisiensi operasional dan efisiensi alokatif atau efisiensi harga. Efisiensi operasional atau efisiensi teknis

penekanannya pada kemampuan meminimumkan biaya-biaya dalam melakukan fungsi pemasaran. Sedangkan dalam efisiensi harga atau efisiensi ekonomis adalah pada kemampuan keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen. Yang sering menjadi indikator dalam mencermati efisiensi operasional adalah

margin pemasaran, yakni perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen


akhir dengan harga yang diterima pada tingkat petani. Margin pemasaran ini terdiri dari biaya pemasaran (marketing cost) dan keuntungan

pemasaran (marketing profit). Semakin besar biaya pemasaran dan atau semakin besar keuntungan pemasaran suatu komoditas, maka margin pemasaran semakin besar yang menyebabkan sistem pemasaran menjadi tidak efisien. Sedangkan efisien harga ditunjukkan oleh korelasi antara harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen. Menurut Azzano (1982) bahwa untuk melihat efisiensi harga digunakan analisis integrasi pasar secara vertikal. Dua pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan/diteruskan ke pasar lainnya. Bila disimak dari efisiensi operasional maupun efisiensi harga, maka suatu sistem pemasaran dikatakan efisien apabila untuk suatu komoditas yang mengalir melalui berbagai lembaga pemasaran dari produsen ke konsumen diperlukan margin pemasaran yang rendah dan tingkat korelasi yang tinggi. Kendati demikian hal ini bukanlah merupakan suatu patokan harga mati yang tidak dapat diganggu gugat, sebab dapat saja terjadi bahwa pada kasus tertentu margin pemasaran tinggi dan korelasi harga juga tinggi. Oleh karena itu margin pemasaran dan korelasi harga sebagai indikator efisiensi pemasaran tidak lagi saling melengkapi sehingga diperlukan indikator lain. Sehubungan dengan hal di atas, maka Saefuddin (1982) menyatakan bahwa ada dua konsep yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi pemasaran yakni konsep input output ratio dan konsep S-P-C (Structure, Performance dan Conduct) atau struktur, tampilan dan perilaku. Input adalah berbagai ramuan dari tenaga kerja, dan manajemen yang digunakan oleh lembagalembaga pemasaran dalam proses pemasaran. Sedangkan yang dimaksudkan dengan output adalah kepuasan konsumen terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh lembaga tersebut. Apabila terjadi suatu perubahan yang menyebabkan biaya input untuk menghasilkan suatu

barang dan atau jasa meningkat dengan tidak mengurangi kepuasan konsumen dikatakan sebagai peningkatan efisiensi. Sedangkan apabila terjadi perubahan yang menyebabkan adanya penurunan biaya input tetapi tidak mempertahankan atau tidak diikuti dengan peningkatan kepuasan konsumen maka dikatakan terjadi penurunan efisiensi. Penggunaan konsep efisiensi seperti ini sangat sulit karena adanya kesulitan dalam mengukur tingkat kepuasan (Atmakusuma, 1984). Menurut Alhusniduki, dkk (1991) bahwa kelemahan karena adanya penambahan biaya pemasaran seringkali diperlukan penambahan jasa kepada

konsumen, tetapi penambahan jasa tidak selalu dicerminkan dalam pertambahan nilai produk yang dipasarkan. Sebaliknya dengan

menurunnya nilai produk mungkin disebabkan oleh penurunan harga di tingkat konsumen, sehingga standar dalam pendekatan ini tidak ada. Karena itu pendekatan yang lebih tepat, dan lebih banyak digunakan di negara-negara maju terutama Amerika Serikat, dan kini mulai digunakan di negara-negara yang sedang berkembang dalam mengukur efisiensi pemasaran adalah dengan analisis struktur pasar (market structure), perilaku pasar (market conduct) dan tampilan pasar (market performance).

2.2.3 Struktur Pasar


Struktur dimaksudkan sebagai karakteristik organisasional suatu pasar yang dalam prakteknya adalah menentukan hubungan antara pembeli dan penjual di pasar, dengan penjual potensial yang akan masuk pasar. Menurut Azzaino (1981) struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan mengenai jumlah yang ada di pasar, distribusi perusahaan dengan berbagai ukuran dan diferensiasi produk serta syarat-syarat keluar masuk pasar. Struktur pasar ini dapat dibedakan

menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna yang meliputi pasar monopoli/monopsoni dan pasar oligopoli/oligopsoni. Dahl dan Hammond (1977) membedakan struktur pasar hasil pertanian sebagai berikut: Tabel 1. Struktur Pasar Bahan Makanan dan Serat Karakteristik Struktural Struktur Pasar Jumlah Bentuk Sisi Penjual Jumlah Perusahaan Produk Pembeli Banyak Standar Persaingan Persaingan Murni murni Banyak Berbeda Persaingan Persaingan Monopolistik Monopsonistik Sedikit Standar Oligopoli Oligopsoni Murni Murni Sedikit Berbeda Oligopoli Oligopsoni Diferensiasi Diferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Taken dan Asnawi (1977) membedakan struktur pasar atas persaingan sempurna dan persaingan tidak sempurna. Pada kondisi pasar yang berbeda sistem pemasarannya pun berbeda. Pasar dengan persaingan tidak sempurna dibedakan menjadi pasar monopoli, pasar monopsoni, pasar oligopoli, dan pasar oligopsoni. Struktur pasar menurut Miller dan Meiners (1994) dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, persaingan monopolistik dan pasar oligopoli. Koutsoyiannis (1982) membedakan struktur pasar menjadi pasar persaingan sempurna, pasar monopoli dan persaingan monopolistik. Sedangkan menurut Handerson dan Quandt (1980) struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, monopsoni dan oligopsoni. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa untuk mengukur struktur pasar dapat dilakukan dengan : 1) konsentrasi penjual; 2) konsentrasi pembeli; 3) kendala masuk pasar dan 4) diferensiasi produk. Sedangkan menurut Stiffel (1975) bahwa struktur pasar menunjukkan karakteristik yang mempengaruhi perilaku pedagang dan tampilannya, yang dapat dilihat dari 3 unsur masing-masing : a) ratio konsentrasi, b) elastisitas suplai dan c) keadaan masuk pasar. Struktur pasar persaingan sempurna dapat dilihat dari koefisien regresi harga antara tingkat pasar tertentu dengan tingkat pasar yang lebih rendah. Sexton, King dan Carman, 1991 menyatakan bahwa untuk mengetahui dua

pasar terintegrasi atau tidaknya dapat dilakukan dengan analisis regresi dengan harga di tingkat pasar ke-i sebagai variabel terikat dan harga di tingkat ke-i + 1 dan selisih biaya transportasi sebagai variabel bebas. Apalagi koefisien regresinya sama dengan satu, maka dapat dikatakan bahwa pasar dalam keadaan persaingan sempurna, sedangkan apabila koefisien regresinya lebih kecil dari satu, maka pasar cenderung ke arah

monopoli dan jika lebih besar dari satu maka pasar cenderung ke erah monopsoni.
Suatu pasar dikatakan berada dalam keadaan persaingan sempurna apabila memenuhi syarat-syarat berikut: (1) jumlah pembeli dan penjual sangat banyak sehingga peranan pembeli maupun penjual secara individual tidak mampu mempengaruhi harga pasar yang ada dengan meningkatkan jumlah pembelian maupun jumlah penjualan; (2) Produk yang dihasilkan adalah homogen. Homogenitas di sini dimaksudkan sebagai karakteristik teknis maupun jasa yang diperlukan pemasarannya sama; (3) mobilitas faktor produksi ke dalam pasar tidak ada hambatan sama sekali; (4) informasi pasar sempurna dan diperoleh secara gratis, bukan hanya saat ini tetapi juga pada waktu yang akan datang. Suatu contoh dapat diberikan di sini adalah petani padi yang menghasilkan beras. Produsen terdiri dari banyak sekali petani yang menghasilkan beras terstandar untuk dijual di pasar. Petani di sini seperti halnya pimpinan perusahaan yang menghadapi berbagai macam biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan padi. Biaya yang dikeluarkan tersebut meliputi biaya tetap (BT), biaya varibel (BV) dan biaya marginal (BM). Sebaliknya harga pokok yang dihasilkan

dalam hal ini beras adalah tetap. Dalam keadaan pasar persaingan sempurna, petani tidak mungkin dapat mempengaruhi harga pasar secara individu, (tentunya dengan asumsi bahwa tidak campur tangan pemerintah). Keadaan ini dapat digambarkan dengan grafik seperti di bawah ini dengan kurva-kurva: biaya rata-rata (BR) dan biaya marginal (BM) (Masyrofie, 1993).

P BM BR H d = H = MR

Jumlah

Gambar 2.2. Keadaan Pasar Persaingan Sempurna

Keterangan : BR = Biaya rata-rata BM = Biaya marginal MR = Penerimaan Marginal


Berdasarkan grafik 2.2 di atas, maka petani akan berproduksi pada titik Q pada saat BM = MR. Keadaan ini merupakan keseimbangan jangka panjang. Apabila harga naik, maka produsen lain akan masuk pasar sampai BM = MR = BR, sebaliknya bila harga turun maka petani atau produsen akan keluar dari pasar sampai BM = MR = BR kembali. Kondisi seperti ini petani tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga pasar, oleh karena itu hanya menerima harga berlaku di pasar (hanya bertindak sebagai price taker). Untuk meningkatkan pendapatan, satu-satunya adalah dengan menekan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk (biaya produksi). Karenanya dalam pasar persaingan sempurna biaya ratarata adalah terendah. Bentuk pasar dengan persaingan monopolistik, mungkin bisa dilihat dari pasar pakan ternak. Produk ini untuk kebutuhan yang sama tetapi dapat saja terjadi perbedaan konsentrasi bahan yang digunakan atau mungkin pula pembeli yakin bahwa pakan yang dihasilkan peruashaan A berbeda dari

yang dihasilkan perusahaan B, kendati kenyataannya sama saja. Oleh karena itu pembeli mau saja membeli dalam keadaan harga yang berbeda yang ditawarkan oleh produsen yang berbeda-beda. Melalui perbedaan produk, suatu perusahaan kecil akan dapat beroperasi sebagaimana perusahaan monopoli. Mereka akan mempunyai BM dan BR sebagai kendala biaya dalam persaingan murni. Akan tetapi produknya yang berbeda-beda dari perusahaan lain, maka bentuk kurva permintaannya menurun dari kiri atas ke kanan bawah (D). Hal ini berarti bahwa mereka harus menerima harga yang rendah kalau akan menambah produk yang akan ditawarkan untuk meningkatkan volume penjualan. Bentuk pasar monopolistik ini dapat ditunjukkan pada grafik di bawah ini.

Harga

BM H BR D MR 0 Q1 Jumlah

Grafik 2.3. Pasar Monopolistik

Keterangan : BM = Biaya Marginal BR = Biaya rata-rata MR = Marginal Revenue


Jumlah permintaan yang terjadi adalah sebesar OQ1 pada BM = MR, dan harga produk sebesar H. Produsen dapat merubah harga dengan merubah produksi, iklan atau aktivitas promosi lainnya. Pasar monopoli adalah suatu struktur pasar dengan hanya satu perusahaan yang menjual produk di pasar. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan lain tidak dapat memasuki pasar tersebut. Sukirno (1995) menyatakan bahwa ada beberapa hal suatu perusahaan bersifat monopoli antara lain : a) menguasai bahan baku yang strategis untuk menghasilkan produk yang akan dijual; b) menguasai teknik produksi yang spesifik; c) hak paten; d) mendapatkan lisensi dari pemerintah dan e) skala perusahaan besar. Bagaimana seorang monopolis mendapatkan laba maksimum dapat dilihat pada grafik berikut ini.

BM Hrg H1 A BTR

H2 H3

B C MR 0 Q1 Jumlah D

Grafik 2.4 Pasar Monopoli

Keterangan : BTR BM MR

Hrg = Harga = Biaya Total Rata-Rata = Biaya Marginal = Marginal Revenue

Pada grafik 2.4 nampak bahwa keuntungan maksimum tercapai pada saat BM = PM dengan jumlah produksi dan permintaan pasar sebesar OQ pada harga H1. Perbedaan harga H1 dan H2 adalah keuntungan monopolis. Apabila monopolis memproduksi sebanyak Q akan dijual dengan harga yang lebih tinggi yakni H1. Padahal dalam keadaan keuntungan maksimum (BM = MR) harga produk yang sebenarnya hanya sebesar H3. Ditetapkannya harga sejumlah produk (Q) sebesar H1, perusahaan berada dalam keadaan kelebihan laba (excess profit) yaitu seluas daerah H1H2AB, hal inilah yang menyebabkan inefisiensi karena faktor-faktor penyebab monopoli sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Suatu pasar dikatakan sebagai pasar monopsoni apabila di dalam pasar tersebut hanya terdapat satu pembeli, sedangkan penjual atau produsennya banyak. Hal ini dapat dijumpai pada pemasaran hasil pertanian di tingkat petani produsen. Dalam struktur pasar ini kurva penawarannya mempunyai slope positif, yang berarti bahwa harga produk dipengaruhi oleh pembelian monopsoni. Makin besar pembelian monopsoni akan suatu produk maka harga produk tersebut makin tinggi dan sebaliknya. Suatu perusahaan monopsoni yang bermaksud memaksimumkan keuntungannya, maka penggunaan input sampai pada suatu jumlah di mana nilai produk marginal dari faktor produksi tersebut (NPMF) sama dengan biaya faktor marginalnya (NPMF = BFM), sedangkan harga dari input ditentukan oleh titik-titik sepanjang kurva penawaran. MRP adalah tambahan terhadap total revenue sebagai sumbangan dalam menggunakan satu input, sedangkan BFM adalah tambahan terhadap biaya total sebagai akibat

tambahan penggunaan satu satuan input. Oleh karena itu selama MRP > BFM, penambahan dalam penggunaan input akan tetap meningkatkan keuntungan. Sebaliknya, bila MRP < BFM, kerugian akan bertambah dalam menambah produksi dengan menggunakan input tersebut. Jadi keuntungan akan maksimum dalam menggunkan input jika berproduksi pada BFM = MRP. Kesamaan ini terjadi pada titik potong E dalam gambar di bawah ini.

Harga H1 H2 H3 F E

BFM

MRP 0 Q Q1 Quantity

Grafik 2.5 Pasar Monopsoni Pada gambar di atas, OQ adalah jumlah input yang digunakan, berhubungan dengan titik F pada kurva penawaran. Karena itu, OQ satuan input akan ditawarkan pada harga H2 per satuan. Jadi H2 adalah harga keseimbangan pasar input yang berhubungan penggunaan input sebanyak OQ (Azzaino, 1981). Pasar oligopoli adalah suatu keadaan pasar di mana hanya terdapat beberapa penjual dan masing-masing pengusaha berusaha untuk mempengaruhi harga pasar, akan tetapi juga harus memperhatikan tindakan rivalnya, baik dalam bentuk produksi maupun aktivitas penjualan produk serta harga. Dalam hal ini, kurva permintaan akan putus (kinked demand curve) karena setiap pesaing gagal mengikuti kenaikan harga, bahkan selalu bersesuaian dalam keadaan harga turun. Hal inilah yang menyebabkan ketidakberlanjutan kurva MR (grafik 5).

F' BM

H1

B BR C A'

H2 D MR 0 Q E F Quantity
Grafik 2.6: Perusahaan pada kondisi oligopoli

Pada waktu H1, perusahaan menjual produk sebanyak OQ. Oligopolis yakin bahwa apabila ia menurunkan harga penjualan maka rivalnya akan mengikuti jejaknya dalam penurunkan harga dan jumlah penjualan akan meningkat sesuai dengan kurva permintaan BF. Akan tetapi apabila oligopolis menaikkan harga, sedangkan rivalnya tidak ikut menaikkan harga maka kurva permintaan yang dihadapi oleh oligopolis adalah AB (relatif mendatar). Jadi kurva ABF adalah kurva permintaan oligopolis (Sudarsono, 1995). Kurva permintaan marginal (PM) merupakan kurva terputus ACDF. Oligopolis akan mencapai keuntungan maksimum pada saat BM = BR. Pada kondisi seperti ini produk dijual dengan harga H1 dengan jumlah produk sebanyak OQ. Jika oligopolis menurunkan harga maka harga akan mengikuti kurva permintaan BF, bukan kelanjutan kurva AB dan Q bertambah banyak. Kurva permintaan untuk penurunan harga ini lebih curam dari pada kurva permintaan pada saat kenaikan harga. Pada pasar oligopsoni akan terjadi sebaliknya. Jika oligopsonis meningkatkan harga pembelian inputnya, maka rivalnya akan mengikuti jejaknya dengan

manikkan harga pembelian input. Sedangkan apabila terjadi sebaliknya maka rivalnya tidak akan menurunkan harga pembeliannya. Dahl dan Hammond (1977), Purcell (1979) menyatakan bahwa untuk mengukur struktur pasar dapat dilakukan dengan : a) konsentrasi penjual, yaitu apabila 4 : 10 perusahaan menjual 82% dari total produk (konsentrasi produk 82%) berarti dalam industri atau perusahaan 82% aktivitas ekonomi dikendalikan oleh 4 perusahaan tersebut; b) konsentrasi pembeli merupakan kebalikan dari konsentrasi penjual yaitu apabila konsentrasi pembeli 82% berarti 82% dari produk yang ada dikuasai oleh 4 perusahaan tersebut; c) kendala masuk pasar dan d) diferensiasi produk. Menurut Abbot dan Mahekam (1990) bahwa ada strategi pokok dalam mengukur struktur pasar yaitu : 1) ukuran relatif dari perusahaan dan 2) hubungan bisnis dari perusahaan, apakah bebas ataukah berada dalam suatu sistem manajemen.

2.2.4 Perilaku Pasar


Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku lembaga pemasaran dalam menyesuaikan diri dengan pasar di mana ia melaksanakan pembelian dan penjualan produk. Clindiff (1988) dalam Widiyantara (1995) menyatakan bahwa ada dua pengaruh pokok yang mempengaruhi pembeli yakni pengaruh individu dan pengaruh lingkungan. Yang termasuk dalam pengaruh individu adalah kebutuhan, motivasi, persepsi, belajar dan sikap. Sedangkan yang termasuk dalam pengaruh lingkungan adalah pengaruh keluarga, budaya, ekonomi, sosial dan bisnis. Dalam kaitan dengan pengaruh, baik individu maupun lingkungan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas maka Lawang (1986) dalam Widiyantara (1995) menyatakan bahwa perilaku manusia bila dikaitkan dengan pertukaran, maka perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor biaya, imbalan dan keuntungan. Sekelompok atau seseorang

mempunyai perilaku tertentu merupakan refleksi dari pertimbanganpertimbangan terhadap biaya yang telah dikeluarkan, kemungkinan imbalan yang akan diterima/diperoleh dan bentuk keuntungan diperoleh atau diharapkan. Saefuddin (1982) mengemukakan salah satu kriteria yang cocok untuk merumuskan suatu situasi pasar yang dapat mengoptimumkan keuntungan sosial dan memaksimumkan efisiensi pemasaran adalah perilaku pasar yang meliputi: 1) praktek-praktek penentuan harga yang mendorong terjadinya grading dan standarisasi produk; 2) seragamnya biaya pemasaran; 3) praktek-praktek penentuan harga bebas dari kolusi dan taktik-taktik yang tidak jujur, maupun perdagangan gelap; 4) kebijaksanaan harga yang mendorong perbaikan mutu produk dan meningkatkan kepuasan konsumen. Perilaku pasar dapat juga dilihat dari integrasi pasar, yang meliputi integrasi vertikal dan integrasi horizontal. Yang dimaksud dengan integrasi adalah penggabungan kegiatan dalam pemasaran dalam satu sistem manajemen. Dengan demikian maka integrasi vertikal merupakan penggabungan proses dan fungsi dua atau lebih lembaga pemasaran pada tahap distribusi ke dalam satu sistem manajemen. Sedangkan integrasi horizontal adalah penggabungan dua atau lebih lembaga pemasaran yang melakukan fungsi yang sama pada tahap distribusi yang sama pula ke dalam satu sistem manajemen. Makna penting dari integrasi vertikal yakni akan menurunkan biaya pemasaran sehingga menguntungkan konsumen. Sebaliknya integrasi horizontal akan dapat memperkuat posisi produsen atau perusahaan dan menghindarkan persaingan dengan perusahaan sejenis (Hanafiah dan Saefuddin, 1986). Sementara itu menurut Alhusniduki (1991) bahwa analisis integrasi pasar secara horizontal digunakan untuk melihat apakah mekanisme harga berjalan secara serentak atau tidak. Alat analisis yang digunakan adalah korelasi harga antara pasar yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan analisis integrasi pasar secara vertikal digunakan untuk melihat secara kasar keadaan pasar pada tingkatan lokal, kecamatan, kabupaten, kota dan provinsi. Selain itu analisis mampu menjelaskan kekuatan tawar menawar antara petani dengan lembaga pemasaran, atau antara lembaga tingkat bawah dengan lembaga perantara yang di atasnya. Secara teoritis kalau pasar berjalan secara bersaing sempurna, maka: (1) Pj = (b1 + b2) + Pi dimana : Pj = Harga pada tingkat pasar ke-i Pi = Harga pada tingkat pasar ke-i+1 b1 = Biaya pemasaran (biaya transportasi) = Keuntungan lembaga pemasaran b2 Dengan asumsi bahwa b1 dan b2 adalah konstan terhadap satuan komoditas yang dijual maka Pj = a + Pi (2)

Oleh karena itu jika pasar berada dalam keadaan bersaing sempurna, maka: Pj = a0 + a1P1 (3)

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan jika: a1 < 1 Terjadi monopoli penjualan dari lembaga pemasaran dari tingkat pasar yang satu dengan tingkat pasar yang di atasnya a1 = 1 Pasar berjalan dalam keadaan bersaing sempurna a1 > 1 Terjadi monopsoni pembelian dari lembaga pemasaran yang di atas dengan yang di bawahnya.

2.2.5 Tampilan Pasar


Tampilan pasar merupakan hasil akhir yang timbul akibat penyesuaianpenyesuaian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu di mana mereka beroperasi. Stiffel (1975) menyatakan bahwa tampilan pasar adalah hubungan struktur pasar dengan perilaku pasar dalam hal kebijaksanaan harga dan produk. Tampilan ini dapat diukur dari efisiensi penggunaan sumber daya, tidak adanya keuntungan monopsoni, perbaikan sistem pemasaran yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tampilan pasar dapat pula dipengaruhi oleh persaingan non harga, seperti upaya promosi, adanya perbaikan produk sehingga lebih tahan lama, lebih mudah diperbaiki dan sebagainya. Azzaino, (1981) menyatakan bahwa tampilan pasar dapat dilihat dari tingkat harga, margin, keuntungan investasi dan pengembangan produk. Tampilan pasar ini juga dapat diukur dari bagian harga yang diterima oleh petani (farmers share). Bagian harga yang diterima merupakan ratio antara harga penjualan petani dengan harga penjualan pengecer atau harga konsumen. Secara matematis dapat dinyatakan: Pf Fs = x 100% (4) Pr Dimana : Fs = Farmers share Pf = Harga jual di tingkat petani Pr = Harga jual di tingkat pengecer Share keuntungan, lembaga pemasaran ke-i : Ki Ski = x 100% (5) Pr Pf Ki = Pji Pbi bij (6) Dimana : Ski = Share keuntungan lembaga pemasaran Ki = Keuntungan lembaga pemasaran

Pji Pbi Pr Pf bij

= Harga jual lembaga pemasaran ke-i = Harga beli lembaga pemasaran ke-I = Harga beli konsumen = Harga jual petani = Biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran

2.2.6 Margin Pemasaran Margin pemasaran dimaksudkan sebagai perbedaan harga suatu komoditas yang
diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen. Margin pemasaran terdiri dari biaya untuk menyalurkan atau mendistribusikan atau memasarkan dan keuntungan lembaga pemasaran. Pada umumnya margin pemasaran bersifat dapat berubah menurut waktu dan keadaan ekonomi dan tergantung pula pada harga yang dibayar konsumen. Bila harga konsumen itu kecil, turun/berkurang maka produsen menerima harga yang relatif rendah/kecil. Dan bila harga yang dibayar oleh konsumen naik, maka produsen akan menerima harga yang relatif lebih besar. Biasanya margin pemasaran itu bersifat fleksibel secara relatif atau tidak banyak berubah, misalnya harga suatu barang naik, tetapi biaya pemasaran tepat, maka harga yang diterima produsen menjadi lebih besar (Atmakusuma, 1984). Dikatakan pula bahwa margin pemasaran dapat menjadi konstan pada kondisi-kondisi tertentu, kendatipun jumlah yang dipasarkan atau ditawarkan berubah dan pada kondisi yang lain margin pemasaran itu berubah. Jika fungsi penawaran elastisitas sempurna (horizontal) maka margin pemasaran konstan walaupun permintaan meningkat.

Apabila harga suatu komoditas tetap, maka margin pemasaran berikut pendistribusian akan berlainan, karena (1) sifat komoditas itu sendiri, misalnya untuk komoditas pertanian dengan sifat yang cepat membusuk atau perishable mempunyai resiko besar sehingga margin pemasaran yang lebih besar dari pada komoditas yang tahan lama; (2) adanya perlakuan pengolahan hasil; (3) adanya organisasi yang terorganisir dan tidak terorganisir, (4) kesediaan membayar dari pada konsumen terhadap suatu komoditas yang ingin dibelinya. Keuntungan lembaga pemasaran merupakan bagian dari margin pemasaran, dan ditentukan oleh faktor-faktor berikut : (a) harga modal dari barang; (b) jumlah komoditas yang dijual dan (c) keuntungan yang diperhitungkan sebagai cadangan dari penanggungan resiko, apabila dibandingkan dengan perubahan harga, maka margin itu sebenarnya relatif stabil atau auflexility

marketing margin. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya pemasaran


yang ditentukan oleh jumlah atau volume penawaran barang, permintaan dan tidak tergantung pada harga barang. Untuk mengurangi margin pemasaran dapat dilakukan dengan : 1) mengurangi biaya pemasaran; 2) memperbaiki sistem informasi pasar, memperkuat posisi tawar menawar (bargainning position) dari produsen dan 3) stabilitas harga produk. Mengurangi biaya pemasaran dapat ditempuh dengan cara : 1) mengoptimumkan jumlah dan besarnya lembaga pemasaran yang menyelenggarakan fungsi-

fungsi pemasaran; 2) memperbaiki cara kerja dari setiap lembaga pemasaran, misalnya dengan cara self service, iklim usaha yang baik dan dengan cara menyederhanakan sistem distribusi barang. Keuntungan lembaga pemasaran yang berlebihan dapat pula diperkecil dengan cara : 1) memperbaiki resiko teknis dan ekonomis; 2) memperbaiki struktur pasar yang bersaing terlalu hebat, misalnya monopsoni, oligopoly dan sebagainya. Usaha perbaikan biaya pemasaran dan tingkat keuntungan lembaga tersebut akan dapat meningkatkan efisiensi pemasaran.

Harga Sd Sp Pr Penawaran Turunan Penawaran Primer

Pf Dd

Dp

Permintaan Primer Permintaan Turunan

Jumlah

Gambar 2.7 Fungsi Primer, Turunan dan Margin Pemasaran Thomek dan Robinson (1977) menyatakan bahwa margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen; atau disebut juga sebagai pungutan balas jasa bagi lembaga pemasaran. Di dalam margin pemasaran terdapat dua komponen yaitu 1) biaya pemasaran (marketing cost) yaitu imbalan terhadap faktor-faktor yang dipakai dalam proses pemasaran terdiri dari upah, sewa, bunga dan keuntungan; 2) marketing charge yaitu imbalan terhadap jasa yang diberikan oleh lembaga pemasaran mulai dari pedagang pengumpul, pedagang perantara, pedagang besar, processor maupun pengecer (grafik 2.7).

Berdasarkan grafik 2.7 di atas, terlihat bahwa margin pemasaran merupakan perbedaan harga konsumen (Pr) yang juga sebagai permintaan primer dengan harga yang diterima produsen (Pf) juga sebagai permintaan turunan dari suatu komoditas. Permintaan primer merupakan permintaan atas harga dan jumlah pada tingkat konsumen. Sedangkan permintaan turunan merupakan hubungan antara harga dan jumlah dalam mana petani bersedia menjual produknya. Dengan demikian permintaan primer merupakan permintaan konsumen (Pr) sedangkan permintaan turunan (Pd) merupakan permintaan yang dihadapi oleh petani. Penawaran primer (Sp) merupakan penawaran yang terjadi di tingkat produsen. Begitupun dengan penawaran turunan (Sd) adalah penawaran yang terjadi di tingkat konsumen yang dilakukan oleh pedagang maupun oleh processor. Atmakusuma (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perhitungan margin tataniaga (pemasaran) adalah : 1) Waktu (time lag). Akibat terpisahnya pusat produksi dengan pusat konsumsi mengakibatkan pengadaannya di konsumen membutuhkan waktu. Sebagai konsekwensi dari faktor waktu inilah menyebabkan perbedaan margin pada waktu pengumpulan dan pada waktu penjualan. Artinya selama periode pengadaan, harga komoditas tersebut tetap, maka keadaan margin perhitungan sama dengan margin pada komoditas tersebut dijual kepada konsumen (margin sebenarnya). Sebaliknya jika selama periode pengadaan mulai dari produsen sampai ke konsumen terjadi perubahan harga, maka diperkirakan akibat yang terjadi sebagai berikut: (a) harga di tingkat konsumen (Pr) naik margin perhitungan lebih kecil dari margin sebenarnya, (b) harga di tingkat konsumen (Pr) turun, maka margin perhitungan akan lebih besar dari margin sebenarnya. 2) Faktor resiko, akibat sifat komoditas pertanian yang mudah rusak maka dalam proses tataniaga misalnya proses pengumpulan, pengangkutan atau penyimpanan sering terjadi resiko rusak/susut sebagai akibat atau pengaruh iklim/cuaca atau hama/penyakit. Dengan adanya resiko-resiko tersebut maka kualitas maupun kuantitas produk tersebut berkurang/menurun. Adanya perubahan kualitas tersebut merupakan margin kualitas (quality margin) dan juga mengakibatkan margin perhitungan lebih rendah dari margin sebenarnya.

2.3 Kerangka Pemikiran


Seiring dengan semakin meningkatkanya kesejahteraan masyarakat, maka semakin tinggi pula kesadaran akan pentingnya pemenuhan gizi bagi keluarga. Utamanya pemenuhan kebutuhan protein hewani yang berasal dari daging sapi maupun susu sapi segar yang meningkat setiap tahun.

Jawa Timur yang merupakan salah satu setra produksi susu dengan jumlah populasi sapi perah sebanyak 134.000 ekor lebih pada tahun 2006 yang tersebar di 34 wilayah kabupaten kota, menjadikan Jawa Timur sebagai wilayah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kebutuhan susu segar nasional yaitu 41,15 persen. Walau demikian kebutuhan susu secara nasional masih di impor sebesar 65-70 persen sehingga peluang untuk meningkatkan populasi sapi perah masih terbuka luas (Anonymous, 2006). Kota Batu yang merupakan salah satu wilayah pengembangan sapi perah di Jawa Timur dengan populasi saat ini 6.335 ekor melalui dinas pertanian Kota Batu telah merencanakan untuk dikembangkan dan ditingkatkan terus populasi peternakan sapi rakyat sampai mencapai 15.000 ekor yang akan disebar kepada petani peternak melalui Gabungan Kelompok Tani secara bertahap untuk 5 10 tahun ke depan bila kita inginkan petani peternak di Kota Batu sejahtera. (Anonymouse, 2008). Bertolak dari rencana pengembangan dan peningkatan populasi sapi perah itulah maka peluang untuk penambahan pedet jantan sapi perah melalui kelahiran akan sangat memungkinkan di masa yang akan datang. Berkaitan dengan prediksi ke depan itu maka salah satu aspek yang sangat menentukan adalah pemasaran yang merupakan fokus utama dalam penelitian ini yakni bagaimana struktur, perilaku dan tampilan pasar terhadap pemasaran pedet jantan sapi perah dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran pedet jantan sapi perah di Kota Batu. Gaspersz, Vincent (1996) mengemukakan bahwa permintaan suatu barang atau jasa pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) harga dari barang atau jasa itu sendiri; 2) pendapatan konsumen; 3) harga barang-barang atau

jasa yang berkaitan; 4) ekspektasi konsumen yang berkaitan dengan harga barang atau jasa, tingkat pendapatan dan ketersediaan dari barang atau jasa itu di masa yang akan datang; 5) selera konsumen, 6) banyaknya konsumen potensial,(7) pengeluaran iklan; 8) atribut atau fetures dari produk tersebut dan 9) faktor-faktor spesifik lain yang berkaitan dengan permintaan terhadap produk itu. Menurut Kohl dan Downey (1977), efisiensi pemasaran adalah peningkatan ratio output input yang dapat dicapai dengan : 1) output tetap sedangkan input berubah; 2) output berubah sedangkan input tetap; 3) output meningkat dengan persentase yang lebih besar dari persentase peningkatan input dan 4) output menurun dengan persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan persentase penurunan input. Efisiensi operasional diukur dengan ratio output pemasaran dengan inputnya. Efisiensi operasional = Output pemasaran input pemasaran

Selanjutnya efisiensi alokatif mengasumsikan bahwa output dan input dalam bentuk fisik tetap yang berhubungan dengan pencerminan biaya output yang bergerak melalui sistem pemasaran. Harga yang dibayar oleh konsumen terhadap barang yang dibeli harus mencerminkan secara tepat semua biaya dan harga produk. Apabila tidak terjadi seperti ini, maka pasar tersebut berada dalam keadaan persaingan yang tidak sempurna seperti monopoli/oligopoli maupun

monopsoni/oligopsoni.
Struktur pasar dapat dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Pada kondisi pasar yang berbeda sistem pemasarannya pun berbeda (Teken dan Asnawi, 1977). Struktur pasar menurut

Miller dan Meiners (1994) dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna, pasar

monopoli, persaingan monopolistik dan pasar oligopoli. Koutsoyiannis (1982)


membedakan struktur pasar menjadi pasar persaingan sempurna, pasar monopoli dan persaingan monopolistik. Sedangkan menurut Handerson dan Quandt (1980) struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, monopsoni dan oligopsoni. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa untuk mengukur struktur pasar dapat dilakukan dengan : 1) konsentrasi penjual; 2) konsentrasi pembeli; 3) kendala masuk pasar dan 4) diferensial produk. Sedangkan menurut Stiffel (1975) bahwa struktur pasar menunjukkan karakteristik yang mempengaruhi perilaku dagang dan tampilannya yang dapat dilihat dari 3 unsur masing-masing : a) ratio konsentrasi, b) elastisitas suplai dan c) keadaan masuk pasar. Struktur pasar persaingan sempurna dapat dilihat dari koefisien regresi harga antara tingkat pasar tertentu dengan tingkat pasar yang lebih rendah. (Sexton, King dan Carman, 1991) menyatakan bahwa untuk mengetahui dua pasar terintegrasi atau tidaknya dapat dilakukan dengan analisis regresi dengan model persamaan sebagai berikut ini: PA = o + 1PB + 2Tc + t dimana PA = harga di tingkat pasar ke-1 PB = harga di tingkat pasar ke-I+1 o = intersep 1 = koefisien regresi Tc = Selisih biaya transport t = galat (7)

Apabila koefisien 1 = 1 maka dapat dikatakan bahwa pasar dalam keadaan persaingan sempurna, sedangkan bila 1 < 1, maka pasar cenderung ke arah

monopoli dan jika 1 > 1 pasar cenderung ke arah monopsoni.

Tampilan pasar tergantung pada tingkat efisiensi dan produktifitas dari suatu perusahaan. Untuk mengukur tampilan pasar dilakukan dengan: 1) efisiensi pemasaran; 2) margin pemasaran; 3) analisis elastisitas transmisi harga; 4) fungsi keuntungan pemasaran; 5) fungsi suplai output petani; 6) penggunaan input optimum dan 7) integrasi pasar yang dilakukan melalui integrasi secara vertikal dan integrasi secara horizontal.

2.4 Hipotesis
1. Harga pedet jantan sapi perah rata-rata lebih murah di tingkat pedagang perantara atau blantik. 2. Terjadi beberapa pola saluran pemasaran pedet jantan sapi perah, sedangkan pola saluran yang paling dominan adalah pola saluran pemasaran dari petani langsung ke blantik (pedagang perantara). 3. Margin pemasaran, share harga dan keuntungan pemasaran dari pedet jantan sapi perah lebih tinggi di tingkat pedagang perantara atau blantik dibanding pemasaran langsung di pasar hewan. 4. Sistim pemasaran pedet jantan sapi perah yang dilakukan petani peternak di Kota Batu belum efisien.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kota Batu yang meliputi anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sapi Perah Andhini Sejahtera yang tersebar di 9 desa/kelurahan pada 3 kecamatan dalam wilayah Kota Batu. Penentuan lokasi dengan cara purposive atau dengan cara sengaja yaitu untuk wilayah kecamatan, diambil seluruhnya yaitu Kecamatan Junrejo, Kecamatan Batu dan Kecamatan Bumiaji. Sedangkan penentuan lokasi penelitian di tingkat desa/kelurahan ditentukan berdasarkan tingkat kepadatan populasi sapi perah. Secara skematis lokasi penelitian disajikan sebagaimana skema berikut: Peta Lokasi Penelitian KOTA BATU

Kec. Junrejo

Kec. Batu

Kec. Bumiaji

- Desa Dadaprejo - Desa Junrejo - Desa Tlekun

- Desa Oro-oro Ombo - Kelurahan Songgokerto - Desa Sumberejo

- Desa Tulungrejo - Desa Gunungsari - Desa Giripurno

3.2 Metode Pengambilan Sampel


Populasi pedet jantan tahun 2008 di wilayah kota Batu perah sebanyak 259 ekor. Cara penentuan responden dengan purposive sampling yaitu petani peternak pemilik pedet jantan sapi perah, dengan penentuan jumlah peternak sebagai responden 30 orang untuk peternak sapi perah, hal ini sesuai dengan Surachman (1989) dalam Sumarto, (2003) yaitu dengan mengambil sampel sebagai berikut, untuk populasi ternak yang jumlahnya kurang dari 100 ekor, sampel yang digunakan paling kurang 50 persen, populasi yang jumlahnya 100 - 1000 ekor dapat digunakan sampel 15 - 50 persen dan populasi yang jumlahnya lebih dari 1000 ekor dapat digunakan sampel 10 - 15 persen. Sedang penentuan jumlah responden pada tiap desa dengan cara

proporsional purposive, sehingga didapat 10 responden di Kecamatan Junrejo,


10 responden di kecamatan Batu dan 10 responden di kecamatan Bumiaji, sehingga diperoleh 30 peternak sapi perah, dengan syarat peternak yang dijadikan responden mempunyai ternak lebih dan 3 ekor. Untuk menentukan petani - peternak responden dilaksanakan secara purposive sampling. Hal ini sesuai dengan Arikunto (1997) dalam Sunarto (2002), yaitu suatu teknik pengambilan atau penentuan sampel dengan tujuan tertentu dengan syarat ciri dan sifat populasi telah diketahui sebelumnya.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Pengambilan data primer langsung dari petani - peternak responden dan lembaga-lembaga pemasaran dengan cara mengajukan pertanyaan yang

telah dipersiapkan dalam bentuk kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan masalah yang diteliti mulai dari tingkat desa sampai tingkat kota Batu.

3.4 Definisi Operasional


1. Margin Pemasaran (marketing margin) adalah perbedaan harga di tingkat, petani penggemukan, pedagang pengumpul dan pedagang perantara (blantik) pedet jantan sapi perah. 2. Harga di tingkat petani peternak adalah harga jual pedet jantan sapi perah yang merupakan hasil transaksi antara petani peternak dengan petani penggemukan, pedagang pengumpul dan pedagang Perantara (blantik) dan dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp.). 3. Share harga yang diterima petani (farmers share) adalah bagian harga yang diterima petani peternak dari harga yang dibayar petani penggemukan, pedagang pengumpul dan pedagang perantara/blantik, dinyatakan dalam jumlah satuan rupiah per ekor (Rp./ekor). 4. Biaya Pemasaran (marketing cost) adalah semua biaya yang dikeluarkan petani penggemukan, pedagang pengumpul dan pedagang perantara (blantik) mulai dari pintu gerbang petani peternak sampai di tangan konsumen yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). 5. Keuntungan Pemasaran (merkezing profit) adalah selisih margin pemasaran dengan biaya pemasaran dinyatakan dalam rupiah (Rp).

6. Jumlah pemilikan pedet adalah jumlah pedet jantan sapi perah yang dimiliki petani peternak termasuk jumlah pedet yang sudah dijual dalam 2 tahun terakhir ini dan dinyatakan dalam satuan ekor. 7. Pedet jantan adalah anak sapi yang berumur 0 - 7 bulan baik sapi sapi perah. 8. Penampilan data nilai jual pedet jantan sapi perah merupakan hasil wawancara dari petani peternak responden dan lembaga-lembaga seluler pemasaran. 9. Biaya transportasi adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh pedagang untuk mengangkut ternak dari daerah asal/tempat petani peternak sampai pasar ternak dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) 10. Responden adalah petani peternak atau salah satu anggotanya yang tinggal dalam satu atap/rumah baik sebagai anak atau istri yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

3.5 Metoda Analisis Data


Metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar dilakukan untuk menjawab tujuan dari pada penelitian ini. Pada tahap pertama adalah untuk menganalisis : a) efisiensi pemasaran pedet jantan sapi perah yang selama ini dilakukan oleh petani peternak, b) menganalisis pengaruh cara pembayaran dan perbedaan jarak tempat tinggal petani peternak dan pasar hewan yang diterima petani peternak.

3.5.1

Analisis Efisiensi Pemasaran


Sesungguhnya sampai dengan saat ini belum ada indikator yang pasti/baku yang dapat dipergunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran. Namun demikian secara empiris pendekatan yang sering digunakan oleh para peneliti untuk mengetahui efisiensi pemasaran adalah pendekatan struktur, perilaku dan tampilan pasar (S-C-P), sebagaimana yang dikemukakan oleh Saefuddin (1982) bahwa untuk mengetahui efisiensi pemasaran di negara-negara yang sedang berkembang lebih tepat digunakan pendekatan struktur, perilaku dan tampilan pasar. Oleh karena itu dalam menganalisis efisiensi pemasaran pedet jantan sapi perah di Kota Batu digunakan pendekatan

Structure, Conduct dan Performance (S-C-P) 3.5.1.1 Analisis Struktur Pasar


Pendekatan yang dipergunakan untuk mengetahui struktur pasar ternak sapi di Kota Batu adalah a) analisis konsentrasi ratio (Kr); b) analisis elastisitas transmisi harga dan c) analisis deskriptif

a. Analisis Konsentrasi Ratio


Yang dimaksudkan dengan konsentrasi ratio dalam penelitian ini adalah jumlah pedet jantan sapi perah dan

pedet jantan sapi potong yang dibeli oleh pedagang tertentu


dibandingkan dengan jumlah yang diperdagangkan. Hay dan Morris dalam Widiyantana (1995) menyatakan bahwa

konsentrasi ratio (Kr) dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut. Kr = Jumlah yang dibeli 100% Jumlah yang diperdagangkan

Dikemukakan pula bahwa apabila terdapat satu pedagang yang mempunyai Kr minimal 95% maka pasar cenderung ke pasar persaingan monopsoni. Apabila terdapat empat pedagang yang mempunyai Kr minimal 80% maka pasar tersebut mempunyai tendensi ke persaingan

oligopsoni dengan konsentrasi tinggi. Sedangkan apabila


terdapat delapan pedagang dengan Kr minimal 80% maka tendensi pasar tersebut mengarah ke struktur pasar oligopsoni dengan konsentrasi sedang.

b. Transmisi Harga
Untuk melihat hubungan elastisitas harga di tingkat petani dengan elastisitas harga di tingkat pedagang perantara, maka dilihat elastisitas transmisi harganya. Model yang digunakan menurut (Sudiyono, 2002) adalah: Et = dPn/dPf.Pf/Pr Dimana: Et d Pr d Pf Pr Pt : Elastisitas transmisi harga : Perubahan harga di tingkat pengecer : Perubahan harga di tingkat petani : Harga di tingkat pengecer : Harga di tingkat petani (8)

Kemudian margin pemasaran (M) merupakan fungsi linier dari harga di tingkat pengecer yaitu: M= a+ b Pr, maka Pr = Pr + a b Pr atau dapat ditulis Pr = (Pf+ a) / (1-b) Persamaan di atas dapat ditulis kembali menjadi: Et = 1/(1 - b).Pf/Pr c. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dipergunakan untuk mendeskripsikan karakteristik responden. Analisis deskriptif yang

dipergunakan meliputi nilai maksimum, minimum, ratarata, dan prosentase. d. LSD Uji LSD didalam penelitian ini memanfaatkan fasilitas uji lanjut dari analisis varian yang pada apalikasinya

memanfaatkan program aplikasi SPSS 15. Penerapan uji LSD dimaksudkan sebagai uji bandingan untuk

mengetahui signifikansi perbedaan volume perdagangan

pedet sapi perah jantan dan harga jual pedet sapi perah
jantan.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Wilayah


Kota Batu terletak pada 122,17 - 122,57 BT dan 7,44 - 8,26 LS. Luas wilayah Kota Batu 19.908,72 ha atau 0,42 peran dan total luas wilayah Jawa Timur. Secara administrasi kota dibagi menjadi 3 wilayah kecamatan yang meliputi 20 desa dan 4 kelurahan, dengan luas wilayah masing-masing kecamatan sebagai berikut: (1) kecamatan Batu 46,377 ha (23%), (2) kecamatan Junrejo 26,234 ha (13%) dan (3) kecamatan Bumiaji 130,189 ha (64%), dan total luas wilayah Kota Batu. Dari sisi geografi posisi kota Batu berada pada ketinggian 700 in - 1600 m dpl, dan secara umum dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu, daerah lereng dan berbukit dengan proporsi lebih luas yang diikuti dengan dataran rendah yang lebih sempit (anonymous, 2006).

4.1.1

Topografi
Topograti kota Batu sebagian besar wilayah perbukitan dan dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi sampai sedang,

menjadikan kota Batu memiliki alam yang subur, indah dan dingin (Anonymous, 2006).

45

4.1.2

Curah Hujan
Seperti tempat lain di Indonesia, Kota Batu mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan dimulai pada bulan September dan diakhiri pada bulan Juni. Kondisi cuaca relatif lebih kering dari tahun 2006 sampai 2007 dibanding tahun-tahun sebelumnya, dengan rata-rata curah hujan 97,5 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 128 hari. Sementara pada periode sebelumnya, rata-rata tinggi curah hujan mencapai 111 mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 108 hari. Ini berarti lebih basah dibanding tahun sesudahnya, namun hari hujan lebih sedikit (Anonymous, 2006).

4.1.3

Jenis Tanah
Kondisi kesuburan tanah dibagi menjadi 4 jenis tanah yaitu: (1) jenis tanah Andosal merupakan tanah paling subur, meliputi: kecamatan Batu 1.831,04 ha, kecamatan Junrejo 1.526,19 ha dan kecamatan Bumiaji 2.873,89 ha, (2) Jenis tanah kambisol yaitu; jenis tanah yang cukup subur; meliputi kecamatan Batu 889,31 ha, kecamatan Junrejo 741,25 ha dan kecamatan Bumiaji 1.395,85 ha, (3) jenis tanah alluvial yaitu; jenis tanah yang kurang subur dan mengandung kapur, meliputi kecamatan Batu 239,86 ha, kecamatan Junrejo 199,93 ha dan kecamatan Bumiaji 1.395,85 ha, dan (4) jenis tanah latosol meliputi kecamatan Batu 260,34 ha, Kecamatan Junrejo 217,00 ha dan kecamatan Bumiaji 408,61 ha (Anonymous, 2006).

4.1.4

Batas Wilayah
Batas-batas wilayah Kota Batu adalah: Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Mojokerto dan kabupaten Pasuruan. Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Malang. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Blitar dan kabupaten Malang. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Malang. Dengan demikian posisi kota Batu sangat strategis sekali karena di semua wilayah perbatasan ini telah tersedia jalan raya yang dapat mendukung mobilitas kegiatan pembangunan pertanian terutama dalam pemasaran produk pertanian (Anonymous, 2006).

4.2 Keadaan Umum Peternakan


Masyarakat Kota Batu sudah sejak lama memelihara serta

membudidayakan ternak. Usaha peternakan rakyat di Kota Batu menempati posisi kedua setelah usaha tani tanaman. Jenis-jenis ternak yang dipelihara meliputi, sapi perah, sapi potong, kambing perah, kambing/domba, kelinci, ayam buras, ayam ras, puyuh dan itik serta ternak kuda sebagai transportasi wisata (Anonymous, 2006). Ternak sapi perah perkembangannya cukup baik di Kota Batu, karena selain didukung oleh iklim yang cocok juga memiliki kepastian dalam pemasaran hasil produksi. Sehingga dibandingkan dengan usaha ternak yang lain maka ternak sapi perah sangat baik dikembangkan di Kota Batu. Hal ini

mengingat kota Batu termasuk kota tujuan wisata sehingga kebutuhan akan susu segar oleh hotel dan restoran dan usaha-usaha yang bergerak di bidang jasa makanan sangat mendukung perkembangan usaha sapi perah baik saat ini maupun masa yang akan datang.

4.2.1

Data Populasi Ternak


Populasi ternak di kota Batu sesuai data Populasi ternak sampai semester I tahun 2008 adalah: Sapi perah Sapi potong Kambing Domba Kelinci Ayam Petelur Ayam Pedaging Ayam Buras Burung Puyuh : 6.335 : 2.787 : 3.703 : 7.374 : 25.688 : 86.400 : 77.800 : 52.365 : 2.000

Sumber : Dinas Pertanian Kota Batu Triwulan I 2008

Kaitannya dengan perkembangan ternak sapi perah maka usaha ternak sapi perah ke depan memiliki prospek untuk ditingkatkan, hal ini karena ketersediaan makanan ternak yang disebar oleh dinas pertanian kota Batu kepada masyarakat dalam bentuk paket-paket proyek sebanyak 1.500 ha sejak tahun 1999. Dan tak kalah penting limbah dari pertanian juga merupakan alternatif lain sebagai bahan pakan ternak sapi perah.

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kota Batu Jawa Timur yang tersebar pada 9 desa/kelurahan di 3 kecamatan yang ada di kota Batu. Sebagai responden adalah anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sapi Perah Batu Bersatu sebanyak 30 responden. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan harga pedet jantan sapi perah antara harga di tingkat petani peternak dengan harga yang terjadi di tingkat lembaga pemasaran maka dilakukan juga penelitian pada masing-masing lembaga tersebut yaitu 10 responden petani penggemukan, 10 responden pedagang pengumpul dan 10 responden pedagang perantara (blantik), sehingga jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini adalah 60 orang. Adapun lokasi daerah penelitian adalah : Kecamatan Junrejo - Desa Dadaprejo - Desa Junrejo - Desa Tlekung Kecamatan Batu - Desa Oro-Oro Ombo - Desa Sumberejo - Kelurahan Songgokerto Kecamatan Bumiaji - Desa Tulungrejo - Desa Gunungsari - Desa Giripurno

Secara umum prasarana transportasi tidak ada kendala, sehingga dalam melakukan penjualan pedet dan ternak masyarakat lainnya, dapat dilakukan dengan menggunakan mobil, dan dari pengamatan lebih banyak petanipeternak menggunakan mobil pick up.

5.2 Sistem Pemeliharaan Ternak


Pada umumnya pemeliharan ternak sapi perah di Kota Batu telah dilakukan secara intensif dimana Kehidupan dan berproduksi secara keseluruhan dilaksanakan di dalam kandang dan ditangani oleh peternak dan keluarganya. Walaupun rata-rata kepemilikan lahan untuk kebun HMT sangat sempit antara 0,3 - 0,5 Ha untuk setiap petani, namun sebagian besar petani peternak di Kota Batu, baik secara perorangan maupun berkelompok telah melakukan kerja sama dengan PT Perhutani sebagai pemilik lahan hutan untuk disewakan kepada petani peternak untuk menanam tanaman hijau makanan ternak, (HMT) dan ini sangat mendukung aktifitas kegiatan usaha peternakan sapi perah yang dikembangkan di Kota Batu. Khusus tentang tenaga kerja secara umum semuanya menggunakan anggota keluarga, karena selain kepemilikan ternak rata-rata 3 - 5 ekor setiap keluarga, juga bahwa usaha tani ternak rata-rata masih menjadi usaha sampingan dan usaha keluarga.

5.3 Karakteristik Responden


Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani peternak sapi perah 30 orang, petani penggemukan 10 orang, pedagang pengumpul 10 orang, serta pedagang perantara atau blantik sebanyak 10 orang.

5.3.1

Umur Responden

Rata-rata umur responden petani peternak sapi perah berkisar antara 31 - 55 tahun, dengan rata-rata umur 40 tahun (39,83 tahun). Dari 30 responden yang diteliti petani peternak yang terbanyak berumur 32 tahun, 35, dan 45 tahun yang masing masing sebesar 13,3%. Visualisasi karakteristik petani peternak sapi perah berdasarkan umur dapat dilihat dalam diagram pie berikut:

Diagram 5.1 Karakteristik Petani Peternak Berdasarkan Umur umur Umur


31.00 32.00 33.00 34.00 35.00 36.00 37.00 38.00 39.00 40.00 45.00 46.00 47.00 48.00 51.00 52.00 55.00

Rata-rata umur responden petani penggemukan berkisar antara 34 - 52 tahun, dengan rata-rata umur 39 tahun. Dari 10 responden yang. Visualisasi karakteristik petani penggemukan sapi perah berdasarkan umur dapat dilihat dalam diagram pie berikut:

Diagram 5.2 Karakteristik Petani Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah Berdasarkan Umur umur
Umur

31.00 34.00 35.00 36.00 37.00 39.00 40.00 45.00 52.00

Responden yang berprofesi sebagi pedagang pengumpul berkisar antara 36 - 52 tahun, dengan rata-rata umur 41 tahun. Dari 10 responden yang diteliti pedagang pengumpul yang terbanyak berumur 41 tahun yaitu sebesar 20%. Visualisasi karakteristik petani peternak sapi perah berdasarkan umur dapat dilihat dalam diagram pie berikut:

Diagram 5.3 Karakteristik Pedagang Pengumpul Pedet Jantan Berdasarkan Umur umur Umur
36.00 37.00 38.00 39.00 40.00 41.00 43.00 45.00 52.00

Sedangkan untuk responden pedagang perantara/ blantik yang termuda berusia 31 tahun dan yang paling tua berusia 52 tahun.

Pedagang perantara yang paling banyak berusia 45 tahun yaitu 20%. Visualisasi umur pedagang perantara dapat dilihat dalam diagram pie sebagai berikut:

Diagram 5.4 Karakteristik Pedagang Perantara/ Blantik Pedet Jantan Sapi Perah Berdasarkan Umur

umur

Umur

31.00 34.00 35.00 36.00 37.00 39.00 40.00 45.00 52.00

5.3.2

Pendidikan Responden
Responden dalam penelitian ini mempunyai latar belakang pendidikan formal yang bervariasi mulai dari sekolah dasar hingga perguruan Tinggi. Visualisasi tingkat pendidikan formal untuk petani peternak dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut:

Diagram 5.5 Tingkat Pendidikan Formal Petani Peternak Pedet Jantan Sapi Perah
Pendidikan

Pendidikan
SD SLTP SLTA PT

Diagram 5.5 di atas menggambarkan bahwa tingkat pendidikan formal terbanyak yang pernah ditempuh oleh peternak sapi perah adalah SLTP yaitu sebanyak 15 responden atau 20%, sedangkan yang paling sedikit adalah yang pernah menempuh pendidikan formal dibangku Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 1 orang atau 3,3%. Visualisasi tingkat pendidikan formal petani penggemukan

ditampilkan dalam diagram pie berikut:

Diagram 5.6 Tingkat Pendidikan Formal Petani Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah

Pendidikan

Pendidikan
SD SLTP SLTA

Diagram pie di atas menggambarkan bahwa tingkat pendidikan formal petani penggemukan bervariasi antara SD hingga SLTA. Petani penggemukan yang paling banyak adalah yang pernah menempuh pendidikan di bangku SLTP yaitu sebanyak 7 orang atau 70%. Dan yang paling sedikit adalah tamatan sekolah dasar yaitu sebanyak 1 orang responden atau 10%. Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh petani penggemukan tidak jauh berbeda dengan tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh pedagang pengumpul, diagram tingkat pendidikan pedagang pengumpul dapat dilihat sebagai berikut:

Diagram 5.7 Tingkat Pendidikan Formal Pedagang pengumpul Pedet Jantan Sapi Perah

Pendidikan

Pendidikan
SD SLTP SLTA

Diagram di atas menggambarkan bahwa tingkat pendidikan formal pedagang pengumpul bervariasi antara SD, SLTP, dan SLTA. Tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh pedagang pengumpul yang paling banyak adalah bangku SLTP yaitu sebanyak 6 responden atau 60%.

Diagram 5.8 Tingkat Pendidikan Formal Pedagang Perantara/ Blantik Pedet Jantan Sapi Perah

Pendidikan

Pendidikan
1.00 2.00 3.00

Diagram diatas menggambarkan tingkat pendidikan formal pedagang perantara atau blantik. Tingkat pendidikan formal yang paling banyak pernah ditempuh oleh pedagang perantara adalah SLTP yaitu sebanyak 6 responden atau 60%, sedangkan yang paling sedikit adalah SD yaitu sebanyak 1 responden atau 10%.

5.3.3

Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden


Jumlah anggota rumah tangga pada responden berkisar antara 3-7 orang. Sebagai perbandingan rincian jumlah ART pada penelitian ini seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 5.1 : Rincian Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Wilayah Penelitian Tahun 2008

Responden Jumlah ART Petani Peternak F


3 4 5 6 7 Jumlah

Petani Penggemukan F %

Pedagang Pengumpul F
4 4 2

Pedagang Perantara/ Blantik F


4 5 1 -

%
40 40 20

%
40 50 10

2 6,7 3 30 13 43,3 6 60 7 23,3 10 10 6 20 2 6,7 30 100 10 100 Sumber : Diolah dari data primer 2008

10

100

10 100

Petani peternak, petani penggemukan, pedagang pengumpul, dan pedagang perantara atau blantik dalam penelitian ini semua telah berkeluarga. Jumlah anggota rumah tangga yang paling banyak adalah 4 orang, yang berkisar antara 43,3% hingga 60%. Dengan demikian pengelolaan sapi perah selama ini tidak menggunakan tenaga kerja dari luar karena sudah dipenuhi oleh anggota rumah tangga sendiri.

5.3.4

Pengalaman Berusaha dan Lama Pemeliharaan Ternak Sapi


Yang dimaksud dengan pengalaman berusaha ternak sapi perah dan sapi perah sampai dengan saat penelitian ini dilaksanakan dan mungkin akan terus berlanjut di masa-masa yang akan datang atau dengan kata lain sudah berapa lama petani peternak memelihara ternak sapi. Sedangkan yang dimaksud dengan lama pemeliharaan adalah waktu yang diperlukan seorang petani peternak dalam memelihara ternak sapi terhitung mulai memelihara. Tabel 5.2 Pengalaman Berusaha Dan Lama Pemeliharaan Ternak Sapi Perah

Periode Kisaran Lama Pemeliharaan waktu Responden (th) Jumlah %) (org) Responden : Petani Peternak Sapi Perah I 2-5 15 50,00 II 6-11 13 30,34 III 12-16 1 3,33 IV >17 1 3,33 30 100,00

Responden Lembaga Pemasaran I 4-12 7 70,00 II 13-20 2 20,00 III > 21 1 10,00 10 100.00 Sumber : Diolah dari data primer 2008 Menyimak tabel 2 diatas dan keterangan saat wawancara selama penelitian bahwa keseluruhan petani peternak responden dalam pemeliharaan ternak sapi merupakan hasil pengembangan ternak milik sendiri yang merupakan peninggalan orang tua. sehingga dari sisi teknis budidaya ternak, rata-rata responden telah menguasai, namun masih rendah dalam meningkatkan mutu dan kualitas usaha tani, karena sistem yang digunakan masih bersifat tradisional.

5.3.5

Status Pemilikan Ternak


Yang dimaksud dengan status kepemilikan ternak adalah kedudukan atau posisi terhadap ternak sapi yang sedang dipelihara. Dari hasil wawancara saat penelitian bahwa status ternak sapi dari petani peternak responden adalah kepemilikan hak milik sendiri yang dikembang responden ternak sapi perah.

5.3.6

Jumlah Pemilikan Ternak


a. Peternak sapi perah Yang dimaksud dengan jumlah pemilikan ternak adalah jumlah ternak sapi perah yang dimiliki peternak responden di wilayah penelitian dan jumlah pedet jantan yang dapat dijual, seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 5.3: Jumlah Pemilikan Dan Jumlah Penjualan Pedet Jantan Sapi Perah Dari Petani Peternak Tahun 2008 Strata Pemilikan (ST)(Ekor)

Responden Jumlah %

Penjualan Jumlah % 10,34 31,03 13,79 44,83 0 100

0-3 3 9,99 3 4-6 15 50 9 6-9 10 33,3 4 9-10 2 6,66 13 10 < 0 0 0 Jumlah 30 100 29 Sumber : Diolah dari data primer 2008

Pada tabel di atas untuk petani peternak sapi perah responden memiliki atau memelihara ternak sapi perah berkisar pada 4-5 ekor ternak lebih banyak (50,00%) yang diikuti dengan skala pemilikan 6-8 ekor ternak, dan untuk penjualan pedet terbanyak terdapat pada pemilikan 9-10 ekor ternak (44,83%) jumlah pemilikan sebagaimana yang diperlihatkan pada tabel 4 diatas sudah termasuk jumlah pedet yang dijual. Pada dua tahun terakhir hal ini berlaku untuk semua strata pemilikan ternak.

5.3.7 Kondisi Pendapatan Petani Peternak Dari Setiap Ekor Pedet Yang Dijual
Hasil temuan dalam penelitian ini pada peternak sapi perah, rata-rata selama pemeliharaan pedet jantan berdasarkan lama pemeliharan sampai dijual adalah untuk periode pemeliharan 02 bulan membutuhkan biaya Rp 530.000, pemeliharaan 24

bulan membutuhkan biaya Rp 595.000, dan periode pemeliharaan 47 bulan sebesar Rp 670.000. Perlu diketahui bahwa pengggunaan pakan hijauan pada periode umur pemeliharaan ini rata-rata belum digunakan. Sedangkan biaya transportasi dalam pengangkutan ternak dari kandang ke pasar hewan rata-rata antara Rp 50.000 Rp 75.000 untuk 1 mobil pick up/truk. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa rata-rata petani peternak sapi perah menjual pedetnya ke blantik karena alasan selain langsung memperoleh uang serta juga tidak mau direpotkan dengan biaya transportasi, karena rata-rata penjualan pedet setiap kali hanya 1 ekor ternak.

Tabel 5.4: Harga Jual Pedet Jantan Sapi Perah Tahun 2006-2008

Jual Melalui

Tahun
2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008

Harga Jual Rata-rata


2.500,55 3.480,00 4.470,00 2.230,55 3.154,44 4.190,00 2.222,22 3.154,44 4.189,44 2.231,66 3.097,22 4.189,44

Pasar Hewan

Pedagang Pengumpul

Blantik

Petani Penggemukan

Sumber : Diolah dari data primer 2008 Bila diperhatikan selisih harga antara penjualan melalui blantik dan penjualan langsung ke pasar ternak tidak berbeda jauh, karena harga dalam tabel di atas tidak termasuk biaya transport dan retribusi sehingga petani peternak memilih penjualan melalui blantik lebih dominan.

5.4 Sistem Pemasaran Ternak


Pada prinsipnya, pemasaran pedet jantan sapi perah rata-rata tidak mengalami kendala, namun disayangkan bahwa dalam menentukan harga belum menggunakan berat hidup, tetapi berdasarkan taksiran dan umur ternak. Sementara saluran pemasaran dari ternak pedet jantan sapi perah masih didominasi oleh Pedagang Peranta (blantik), karena alasan cepat mendapat hasil penjualan atau uang kontran. Fenomena lain dari penjualan

ternak adalah bila terjadi musim kemarau karena kekurangan bahan pakan sehingga kecenderungan peternak menjual ternak-ternaknya.. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa kecenderungan peternak menjual ternak-ternak mereka pada saat lebaran dan hajatan keluarga.

Skema Saluran Pemasaran Ternak Pedet Jantan Sapi Perah Di Kota Batu Tahun 2008
Peternak
65% 12,3% 12%

Blantik
10,7%

Pedagang Pengumpul

Petani penggemukan

Pasar Hewan

5.5 Analisa Efisiensi Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah


Untuk mengetahui efisiensi pemasaran pedet jantan sapi perah di kota Batu dapat dilakukan dengan struktur, perilaku, dan tampilan pasar (SCP)

5.5.1

Analisis Struktur Pasar


Untuk mengetahui struktur pasar ternak sapi dalam hal ini pedet jantan sapi perah di Kota Batu tidak hanya dengan melihat banyak penjual dan pembeli di pasar, tetapi juga dapat dilihat dari elastisitas harga dan konsentrasi pasar. a. Analisis transmisi harga

Analisis transmisi harga atau disebut juga analisis fleksibelitas transmisi harga dilakukan untuk mengetahui respon harga

pedet jantan sapi perah ditingkat peternak karena perubahan


harga yang terjadi di tingkat, pedagang pengumpul, petani penggemukan, dan pedagang perantara/blantik. Hasil analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS untuk perubahan harga pada tingkat pedagang pengumpul diperoleh persamaan sebagai berikut : LnPf = 760,130 + 0,853 lnPp Se tstat R2 ttabel Pf Pp = (136,218) (0,038) =(5,580) (22,492) =0,654 =1,90 = Harga ditingkat peternak (Rp/ekor) = Harga di tingkat pedagang pengumpul (Rp/ekor)

Karena persamaan di atas maka elastisitas dapat dihitung, hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 0,853, berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan harga di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp 1.000, maka akan meningkatkan harga pada tingkat petani peternak sebesar Rp 853 besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 22,492 yang

jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 1,90. Sedangkan nilai

= 0,654, dapat diartikan bahwa perubahan harga pada tingkat


petani penggemukan akan mempengaruhi perubahan harga pada tingkat petani peternak sebesar 65, 4%. Hasil analisis regresi sederhana untuk perubahan harga pada tingkat petani penggemukan diperoleh persamaan sebagai berikut: LnPf = 780,790 + 0,852 lnPg Se tstat R2 ttabel Pf Pg = (138,191) (0,039) =(5,650) (22,039) =0,644 =1,90 = Harga ditingkat peternak (Rp/ekor) = Harga di tingkat petani penggemukan (Rp/ekor) Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 0,852, berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan harga di tingkat petani penggemukan sebesar Rp 1.000, maka akan meningkatkan harga pada tingkat petani peternak sebesar Rp 852 besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 22,039 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 1,90. Sedangkan nilai = 0,644, dapat diartikan bahwa

perubahan harga pada tingkat petani penggemukan akan

mempengaruhi perubahan harga pada tingkat petani peternak sebesar 64, 4%. Sedangkan persamaan regresi sederhana untuk

pedagang perantara atau blantik adalah: LnPf = 773,158 + 0,850 lnPb Se tstat R2 ttabel Pf Pg = (135,742) (0,038) =(5,696) (22,485) =0,654 =1,90 = Harga ditingkat peternak (Rp/ekor) = Harga di tingkat pedagang perantara (Rp/ekor) Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 0,850, berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan harga di tingkat petani penggemukan sebesar Rp 1.000, maka akan meningkatkan harga pada tingkat petani peternak sebesar Rp 850 besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 22,485 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 1,90. Sedangkan nilai = 0,654, dapat diartikan bahwa

perubahan harga pada tingkat petani penggemukan akan mempengaruhi perubahan harga pada tingkat petani peternak sebesar 65, 4%.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa elasitisitas harga pedet sapi perah yang dijual ke pedagang pengumpul, petani penggemukan, maupun melalui blantik tidak terlalu jauh berbeda. Tiap perubahan harga Rp 1000 rupiah akan meningkatkan harga pedet pada petani peternak sekitar Rp 850. Dari hasil analisis regresi linear di atas menunjukan bahwa pengaruh peningkatan harga terhadap petani peternak relatif sama yaitu Rp 850 tiap perubahan kenaikan harga Rp 1.000 Hal ini menunjukan bahwa pasar cenderung ke erah persaingan sempurna. Selain itu indikasi bahwa pasar pedet sapi perah jantan ke arah sempurna adalah jumlah pembeli dan penjual cukup banyak sehingga peranan pembeli maupun penjual secara individual tidak mampu mempengaruhi harga pasar yang ada dengan meningkatkan jumlah pembelian maupun jumlah penjualan; Dalam keadaan pasar persaingan sempurna, petani tidak mungkin dapat mempengaruhi harga pasar secara individu.

b. Analisis konsetrasi ratio (Kr) Yang dimaksud dengan konsentrasi ratio adalah berapa persen volume transaksi yang dikuasai oleh beberapa pedagang. Rata-rata volume transaksi antara pedagang yang satu dengan yang lain tidak sama kemampuannya. Ada yang mampu membeli rata-

rata hanya 6 ekor setiap bulan dan ada yang mampu membeli sampai 30 ekor setiap bulan

Tabel 5.5 Volume Transaksi dan Konsentrasi Ratio Pedagang Perantara Di Kota Batu Tahun 2008
Total Transaksi F Petani Penggemukan F 20 10 10 10 8 5 3 2 5 4 77 Pedagang Pengumpul F 30 18 15 10 9 9 7 5 5 Pasar Hewan F 41 32 28 25 22 20 15 15 10 10 218 40,37 Blantik F 29 20 15 15 9 10 11 10 8

120 80 68 60 48 44 36 32 28 24
540 Kr

% 22,22 14,81 12,59 11,11 8,89 8,15 6,67 5,93 5,19


4,44 100 100

%
22,22 14,81 12,59 11,11 8,89 8,15 6,67 5,93 5,19 4,44 100 14,26

%
26,55 15,93 13,27 8,85 7,96 7,96 6,19 4,42 4,42

%
19 15 13 11 10 9,2 6,9 6,9 4,6 4,6 100

%
21,97 15,15 11,36 11,36 6,82 7,58 8,33 7,58 6,06

5 4,42 113 99,97 20,93

5 3,79 132 100 24,44

Sumber : Diolah dari data primer 2008 Apabila disimak tabel di atas Konsentrasi rasio paling besar terdapat pada pasar hewan yaitu sebesar 40,37, kemudian pasar blantik sebesar 24,44, pedagang pengumpul 20,93, dan konsentrasi paling kecil pada petani penggemukan sebesar 14,26. Adanya perbedaan konsentrasi ini juga disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah pedagang yang ada. Sebagai misal rasio konsentrasi pada petani penggemukan lebih kecil dari rasio konsentrasi pasar hewan, hal ini disebabkan oleh jumlah pedagang dipasar hewan jumlahnya lebih banyak dibanding dengan jumlah petani penggemukan. Sedangkan untuk Blantik konsentrasi volume paling besar dibanding pedagang lainnya karena petani peternak lebih suka menjual pedet sapi perahnya ke blantik dengan alasan cepat mendapat hasil penjualan. Dilihat dari konsentrasi volume perdagangan yang pada keseluruhan pedagang tidak ada yang mencapai 80% maka struktur pasar pedet sapi perah jantan di kota Batu mengarah pada persaingan Oligopson.

5.5.2 Analisis Perilaku Pasar Analisis perilaku pasar dilakukan untuk mengetahui praktek-praktek penentuan harga dalam pasar, baik secara kualitatif maupun secara

kuantitatif. Praktek penentuan harga secara kualitatif dapat dijelaskan secara deskriptif, sedangkan penentuan harga secara kuantitatif dapat dijelaskan dengan analisis regresi linear sederhana.

Tabel 5.6 : Volume Transaksi Dan Konsentrasi Ratio Antara Saluran Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah Di Kota Batu Tahun 2008 Pasar Pedagang Pengumpul Petani Pengemukan Blantik Pasar Hewan Volume Transaksi 113 77 130 218 Konsentrasi Rasio 20,93 14,26 24,44 40,37

Sumber : Diolah dari data primer 2008 Tabel 5.6 di atas menggambarkan bahwa konsentrasi rasio tertinggi ada pada pedagang perantara yaitu sebesar 24,44, kemudian diikuti oleh pedagang pengumpul sebesar 20,93 dan petani penngemukan sebesar 14,26. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi mengarah pada pasar persaingan sempurna karena selisih konsentrasi tidak terlalu besar dan tidak mencapai angka 80. Hasil analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS untuk perubahan volume

perdagangan pada tingkat pedagang pengumpul diperoleh persamaan sebagai berikut : LnPt Se tstat = 12,331 + 3,688 lnPp = (2,832) (0,209) =(4,355) (17,640)

R2 ttabel Pt Pp

=0,975 = 2,228 = Volume Perdagangan pedet Sapi Perah Total = Volume perdagangan di tingkat pedagang pengumpul Karena persamaan di atas maka elastisitas dapat

dihitung, hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 3,688, berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan Volume perdagangan pedet jantan sapi perah di tingkat pedagang pengumpul sebesar 1 ekor, maka akan meningkatkan volume perdagangan total sekitar 3 sampai 4 ekor besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 17,640 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 2,228. Sedangkan nilai = 0,975, dapat diartikan bahwa perubahan volume perdagangan pada tingkat petani penggemukan akan

mempengaruhi perubahan volume perdagangan sapi perah total 97,4%. Hasil analisis regresi sederhana untuk perubahan volume perdagangan pedet sapi perah jantan pada tingkat petani penggemukan diperoleh persamaan sebagai berikut: LnPt Se tstat = 12,929 + 5,334 lnPg = (5,308) (0,578) =(2,436) (9,227)

R2 ttabel Pt Pg

=0,914 =2,228 = Volume perdagangan pedet sapi perah jantan total = Volume perdagangan di tingkat petani penggemukan Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 5,334,

berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan volume di tingkat petani penggemukan sebesar 1 ekor, maka akan meningkatkan volume perdagangan sapi perah jantan total sebesar 5 6 ekor, besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 9,227 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 2,228. Sedangkan nilai = 0,914, dapat diartikan bahwa

perubahan volume perdagangan pedet sapi perah pada tingkat petani penggemukan akan mempengaruhi perubahan volume perdagangan total sebesar 91, 4%. Sedangkan persamaan regresi sederhana untuk

pedagang perantara atau blantik adalah: LnPt Se tstat R2 ttabel Pt = -0,169 + 4,104 lnPb = (4,861) (0,329) =(-0,035) (12,470) =0,951 =2,228 = Volume Perdagangan Sapi perah total

Pg

= Volume Perdagangan Sapi perah di tingkat pedagang

perantara Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 4,104, berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan volume perdagangan di tingkat blantik sebesar 1ekor maka akan meningkatkan volume perdagangan total

sebesar total 4 5 ekor besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 12,470 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 2,228. Sedangkan nilai = 0,951, dapat diartikan bahwa perubahan volume perdagangan sapi perah pada tingkat blantik akan mempengaruhi perubahan volume total pada tingkat petani peternak sebesar 95,14%. Secara logis konstata yang bernilai negatif tidak ditafsirkan karena tanpa ada pedagang

perantarapun masih ada perdagangan pedet sapi perah. Sedangkan persamaan regresi sederhana untuk pasar hewan adalah: LnPh = -8,995 + 2,890 lnPh Se tstat R2 ttabel Pt = (4,907) (0,206) =(-1,833) (13,944) =0,961 =2,228 = Volume Perdagangan Sapi perah total

Ph hewan

= Volume Perdagangan Sapi perah di tingkat pasar

Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi 2,890, berdasarkan angka ini dapat diketahui bahwa jika terjadi perubahan volume perdagangan di tingkat pasar hewan sebesar 1ekor maka akan meningkatkan volume perdagangan total

sebesar total 2 3 ekor besarnya pengaruh perubahan ini dapat dianggap signifikan apabila memperhatikan nilai tstat sebesar 12,470 yang jauh lebih besar dari ttabel yang besarnya 2,228. Sedangkan nilai = 0,951, dapat diartikan bahwa perubahan volume perdagangan sapi perah pada tingkat pasar hewan akan mempengaruhi perubahan volume total pada tingkat petani peternak sebesar 96,1%. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa elasitisitas perubahan volume perdagangan pedet sapi perah yang dijual ke pedagang pengumpul, petani penggemukan, maupun melalui blantik tidak terlalu jauh berbeda. Tiap perubahan karena hampir secara keselurauhan berpengaruh lebih dari 90 % hal ini menunjukan adanya persaingan yang sempurna.

5.5.3 Analisis Tampilan Pasar


Untuk mengetahui tampilan pasar ternak sapi perah di Kota Batu yang dilakukan petani peternak, digunakan pendekatan atau

analisis farmers share atau share harga yang diterima petani peternak Tampilan pasar ini juga dapat diukur dari bagian harga yang diterima oleh petani (farmers share). Bagian harga yang diterima merupakan

ratio antara harga penjualan petani dengan harga penjualan pengecer


atau harga konsumen. Secara matematis dapat dinyatakan: Fs = Pf x 100% Pr Dimana : Fs = Farmers share Pf = Harga jual di tingkat petani Pr = Harga jual di tingkat pengecer Hasil Perhitungan share harga ditampilkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 5.7

Share Harga Ternak Sapi Perah Yang Diterima Petani Peternak Untuk Setiap Desa Di Kota Batu Tahun 2008
Ratarata 99,312 98,533 98,908 Standar Error 2,776 2,776 2,776 Taraf Nyata 95% Batas Batas Bawah Atas 93,862 93,084 93,458 104,761 103,983 104,357

Jual Melalui Pedagang Pengumpul Petani Penggemukan Blantik

Sumber : Diolah dari data primer 2008 Berdasarkan tabel 5.7 di atas terlihat bahwa rata-rata share harga yang diterima petani peternak di daerah penelitian ini sebesar Rp 98.533 hingga Rp 99.312 dengan share harga terendah sebesar Rp 93.084 dan tertinggi Rp 104.157. Hal ini mengindikasikan bahwa petani peternak di daerah ini sudah menerima harga yang layak. Indikasi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan share harga ditunjukan dalam tabel hasil uji LSD sebagai berikut:

Tabel 5.8 Perbandingan perbedaan share harga yang diterima petani menggunakan LSD
Multiple Comparisons Dependent Variable: Share Harga LSD Mean Difference (I) Jual Melalui (J) Jual Melalui (I-J) Std. Error Pedagang Pengumpul Penggemukan ,7786 3,92624 Petani Pedagang Perantara/ ,4039 3,92624 Blantik Petani Penggemukan Pedagang Pengumpul -,7786 3,92624 Pedagang Perantara/ -,3746 3,92624 Blantik Pedagang Perantara/ Pedagang Pengumpul -,4039 3,92624 Blantik Petani Penggemukan ,3746 3,92624 Based on observed means.

95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound ,843 -6,9283 8,4854 ,918 ,843 ,924 ,918 ,924 -7,3029 -8,4854 -8,0815 -8,1108 -7,3322 8,1108 6,9283 7,3322 7,3029 8,0815

Sumber : Diolah dari data primer 2008

Hasil Uji LSD pada tabel 5.8 di atas menginformasikan bahwa share harga yang diterima petani baik melalui petani

penggemukan, pedagang pengumpul, maupun pedagang perantara tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan nilai signifikansi yang seluruhnya jauh lebih besar dari 0,05, bahkan seluruhnya berada di atas 0,8. a. Analisis Margin Pemasaran Margin pemasaran adalah perbedaan harga di tingkat konsumen yang dalam penelitian ini adalah harga pedagang perantara dengan harga yang diterima oleh produsen atau petani peternak. Pada umumnya margin pemasaran bersifat dapat berubah menurut waktu dan keadaan ekonomi dan tergantung pula pada harga yang dibayar konsumen. Bila harga konsumen itu kecil,

turun/berkurang maka produsen menerima harga yang relatif rendah/kecil. Dan bila harga yang dibayar oleh konsumen naik, maka produsen akan menerima harga yang relatif lebih besar. Biasanya margin pemasaran itu bersifat fleksibel secara relatif atau tidak banyak berubah, misalnya harga suatu barang naik, tetapi biaya pemasaran tepat, maka harga yang diterima produsen menjadi lebih besar. Perubahan harga pedet sapi perah jantan berdasarkan umurnya dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 5.9 Harga Pedet Sapi Perah Jantan Berdasarkan Umurnya Tahun 2006-2008
5. Tahun * Umur Dependent Variable: Harga Tahun 2006 Umur 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan Mean 1410,417 2211,667 3266,667 2210,000 3212,500 4242,083 3218,333 4207,083 5353,750 Std. Error 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1191,261 1629,573 1992,511 2430,823 3047,511 3485,823 1990,844 2429,156 2993,344 3431,656 4022,927 4461,239 2999,177 3437,489 3987,927 4426,239 5134,594 5572,906

2007

2008

Sumber : Diolah dari data primer 2008

Tabel 5.9 di atas memberi gambaran bahwa harga

pedet sapi perah jantan dari tahun ke tahun mengalami


peningkatan. Jika pada tahun 2006 harga pedet usia 0- 2 bulan rata-rata Rp 1.410.417 dengan estimasi harga terendah Rp.

1.191.216 dan harga tertinggi Rp 1.629.573, pada tahun 2007 meningkat menjadi rata-rata Rp 2.210.000 dengan estimasi harga terendah Rp 1.990.844 dan harga tertinggi Rp. 2.429.156 adanya perbedaan variasi harga ini juga disebabkan adanya perbedaan saluran perdagangan, serta perbedaan keadaan sapi perah yang diperdagangkan. Sedangkan perbandingan harga pedet jantan sapi perah ditampilkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 5.10 Perbandingan Harga Pedet Sapi Perah
Pairwise Comparisons Dependent Variable: Harga Mean Difference (I) Jual (J) Jual (I-J) Std. Error Pasar Hewan Pedagang Pengumpul 291,852* 105,299 Blantik 294,815* 105,299 Petani Penggemukan 310,741* 105,299 Pedagang Pengumpul Pasar Hewan -291,852* 105,299 Blantik 2,963 105,299 Petani Penggemukan 18,889 105,299 Blantik Pasar Hewan -294,815* 105,299 Pedagang Pengumpul -2,963 105,299 Petani Penggemukan 15,926 105,299 Petani Penggemukan Pasar Hewan -310,741* 105,299 Pedagang Pengumpul -18,889 105,299 Blantik -15,926 105,299 Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments). 95% Confidence Interval for a Difference Lower Bound Upper Bound 85,229 498,474 88,192 501,437 104,118 517,363 -498,474 -85,229 -203,659 209,585 -187,733 225,511 -501,437 -88,192 -209,585 203,659 -190,696 222,548 -517,363 -104,118 -225,511 187,733 -222,548 190,696

Sig.a ,006 ,005 ,003 ,006 ,978 ,858 ,005 ,978 ,880 ,003 ,858 ,880

Sumber : Diolah dari data primer 2008

Tabel 5.10 di atas menunjukan perbedaan rata-rata harga pedet sapi perah tanpa memperhitungkan biaya transportasi. Jika harga pedet sapi perah di pasar hewan diasumsikan sebagai harga dari peternak ke konsumen maka ada selisih harga rata-rata sebesar Rp 291.851 dengan harga jual ke pedagang pengumpul,

selisih harga sebesar Rp 294.814 dengan harga jual ke pedagang perantara/ blantik, dan selisih Rp 310.740 ke petani

penggemukan.

b. Share Keuntungan Pedagang


Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran adalah distribusi keuntungan diantara lembaga pemasaran.

Tabel 5.11 Distribusi Keuntungan (Profit Margin) Pedagang Dalam Pemasaran Pedet Jantan Sapi Perah di Kota Batu Tahun 2008
Komponen Biaya Komponen Biaya Pakan Obat Tenaga Kerja Transport Jumlah Harga Beli Transport Jumlah Harga Beli Transport Retribusi KTA Jumlah Harga Beli Pakan Obat Tenaga Kerja Transport Jumlah Rp1.200.000,00 Rp25.000,00 Rp1.700.000 Rp85.000,00 Rp3.010.000,00 Rp3.191.667 Rp110.000 Rp3.301.667 Rp3.188.704 Rp75.000 Rp2.000 Rp25.000 Rp3.290.704 Rp3.172.778 Rp100.000,00 Rp8.500 Rp100.000 Rp85.000,00 Rp3.466.278 Rp3.560.000 Rp249.333 24,12 Estimasi Harga Jual Rp3.483.519 Keuntungan Rupiah Share Rp473.519 42,34

Jual Melalui Pasar Hewan

Pedagang Pengumpul

Blantik

Rp3.560.000

Rp269.296

25,04

Petani Penggemukan

Rp3.560.000

Rp93.722

8,5

Rp1.094.870

100

Sumber : Diolah dari data primer, 2008

Keuntungan pedagang perantara merupakan yang terbesar yakni 25,04% dari margin pada tingkat pedagang perantara. Sedangkan keuntungan pedagang pengumpul sebesar 24,12, dan petani penggemukan 8,5 dari margin. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasaran pedet di Kota Batu belum efisien, karena distribusi keuntungan yang tidak merata antara para pedagang. Tingginya Keuntungan pedagang perantara ini mungkin disebabkan oleh karena dalam menjual ternaknya petani peternak tidak menggunakan standar harga yang ada. Rata-rata dalam penentuan harga hanya berdasar kebiasaan dan taksir saja.. Struktur pasar yang ada mengarah ke persaingan duopsoni menyebabkan pedagang perantara mampu mendapatkan

keuntungan yang lebih besar. Hal ini menyebabkan margin pemasaran semakin besar, sedangkan harga di tingkat petani peternak cenderung tetap bahkan menurun. Dengan demikian petani peternak sebagai pemilik pedet jantan sapi perah belum memperoleh harga yang layak dan wajar sesuai dengan jerih payah yang mereka keluarkan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Hasil analisis konsentrasi rasio menunjukan bahwa konsentrasi rasio tertinggi ada pada pedagang perantara yaitu sebesar 24,44, kemudian diikuti oleh pedagang pengumpul sebesar 20,93 dan petani penggemukan sebesar 14,26. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi mengarah pada pasar persaingan sempurna. 2. Hasil analisis regresi linear menunjukan bahwa pengaruh peningkatan harga terhadap petani peternak relatif sama yaitu Rp 850 tiap perubahan kenaikan harga Rp 1.000 Hal ini menunjukan bahwa pasar cenderung ke arah persaingan sempurna, hal ini juga berarti bahwa harga di tingkat pedagang terintegrasi secara sempurna dengan harga di tingkat petani peternak. 3. Share harga yang diterima petani peternak di daerah penelitian ini sebesar Rp 98.533 hingga Rp 99.312 dengan share harga terendah sebesar Rp 93.084 dan tertinggi Rp 104.157. Hal ini mengindikasikan bahwa petani peternak di daerah ini sudah menerima harga yang layak. Indikasi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan share harga Hal ini ditandai dengan nilai signifikansi yang seluruhnya jauh lebih besar dari 0,05, bahkan seluruhnya berada di atas 0,8. Keuntungan pedagang perantara merupakan yang terbesar yakni 25,04%dari margin pada tingkat pedagang perantara. Sedangkan keuntungan pedagang pengumpul sebesar 24,12, dan petani

penggemukan 8,5 dari margin. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasaran pedet di Kota Batu belum efisien, karena distribusi keuntungan yang tidak merata antara para pedagang. 4. Hasil perhitungan share keuntungan, Keuntungan pedagang perantara merupakan yang terbesar yakni 25,04% dari margin pada tingkat pedagang perantara. Sedangkan keuntungan pedagang pengumpul sebesar 24,12, dan petani penggemukan 8,5 dari margin. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasaran pedet di Kota Batu belum efisien, karena distribusi keuntungan yang tidak merata antara para pedagang.

6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang disarikan dari penelitian ini, maka diharapkan kepada: a) Petani agar dalam menjual ternaknya menggunakan standar harga yang telah ada yakni berdasarkan berat badan hidup ternak. b) Diperlukan campur tangan pemerintah dalam mendukung diberlakukannya standar harga berdasarkan berat hidup ternak, maka upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mendekatkan atau menyiapkan tempat

penimbangan ternak ke tempat tinggal petani peternak. c) Perlu dilakukan pembayaran segera setelah ternak sapi perah ditimbang, sehingga tidak menimbulkan biaya-biaya ekstra yang dapat merugikan petani peternak. d) Perlu dipertimbangkan agar Gapoktan dapat berfungsi sebagai salah satu lembaga perantara dan atau sekaligus bertindak selaku pedagang perantara

dalam pemasaran ternak sapi perah maupun produk-produk peternakan pada umumnya di Kota Batu.

DAFTAR PUSTAKA

Alhusniduki, Hamdi. 1991. Tataniaga Pertanian. Bahan Penataran Perguruan Tinggi Swasta Bidang Pertanian Program Kajian Agribisnis. Direktorat Perguruan Tinggi Swasta. Dirjen Pendidikan Tinggi. Universitas Lampung. Anonymous. 1993. Agribisnis, Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. _________. 1996. Tim Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. _________, 2006. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur. _________, 2006. Batu Dalam Angka Badan Perencanaan Daerah. Kota Batu. _________, 2008. Laporan Triwulan Dinas Pertanian Kota Batu. Asmarantaka, R. W. 1985. Analisis Pemasaran Jagung di Daerah Sentra Produksi Lampung. Tesis S2 Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Atmakusuma, Y. 1984. Tataniaga Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Azzaino, Z. 1981. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dahl, Dale C. 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. McGRAW-Hill Book Company. Darma Setiawan, I Made. 1997. Analisis Pemasaran Rumput Laut (Eucheuma Sp.) Pada Sentra Produksi Rumput Laut di Kecamatan Nusa Penida Bali. Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Faminow, Merle D. & Bruce L. Benson. 1991. Spatial Market Integration. American Journal of Agricultural Economics. Volume 72 Number 1 February 1990. Fanani, Z. 2000. Proposal Pemasaran Bidang Peternakan Pasca Tahun 2000. Universitas Brawijaya. Malang. Garcia, Philip; Ramond M. Leuthold dan Mohamed Sarhan, (1994). Basis Risk: Measurement and Analysis of Basis Fluctuation for Selected Livestock

Markets. American Journal of Agricultural Economics. Volume 66 Number 4 November 1994.


Gaspersz, Vincent. 1989. Teknik Penarikan Contoh untuk Penelitian Survei. Penerbit Tarsito Bandung. _______________. 1991a. Ekonometrika Terapan. Buku Satu. Penerbit Tarsito Bandung. _______________. 1991b. Ekonometrika Terapan. Buku dua. Penerbit Tarsito Bandung. _______________. 1996. Ekonomi Manajerial, Penerapan Konsep-konsep Ekonomi dalam Bisnis Total. Penerbit PT. Pustaka Gramedia Jakarta. Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. McGRAW-Hill International Company. International Student Edition. Handerson, James. M; Richard E. Quandt. 1980. Microeconomic Theory. Thirt Edition. International Student Edition. McGRAQ-Hill International Book Company. Hay, Morris. 1991. Industrial Economic and Organization. Theory and Evidence. Second Ed. Oxford University Press. Hiersieifer, J. 1985. Teori Harga dan Aplikasinya. Penerbit Erlangga Jakarta. Alih Bahasa Kusnedi. Idrus, M.; I Wayan Widyantara, 1996. Pemasaran Panili di Bali. Perilaku dan Penampilan Pasar. Lintasan Ekonomi. Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Kiptiyah, S. M.; Iksan Semaoen, 1994. Konsumsi dan Pemaaran Bunga di Jawa Timur. Laporan Penelitian Universitas Brawijaya Malang. Kohls & Url, J.N. 1980. Marketing of Agricultural Product. Fifth End. Collar. Macmillan Publishing Company. New York. Komisariat PERHEPI Surakarta, 1996. Kajian Keragaan Pasar dan Prospek Daya Saing Komoditas Jambu Mete. Makalah pada Kongres XI dan Kongres XII PERHEPI, 9 11 Agustus 1996. Denpasar. Koutsoyiannis, A. 1982. Modern Microeconomics. Second Edition. (Southeast Asian Reprint).

Lalus, M. F, dkk. 1995. Kontribusi Usaha Ternak Terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani Lahan Kering di Kabupaten Kupang. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang. Liliwen, Alo; Gregor Neonbasu. 1994. Prospek Pembangunan Dinamika dan Tantangan Pembangunan Nusa Tenggara Timur. Penerbit Yayasan Citra Insan Pembaru Kupang. Masyrofie, 1993. Pengantar Pemasaran Pertanian. Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya Malang. ________. 1994. Diktat Pemasaran Hasil Pertanian. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Miller, LeRoy, R. Roger E. Meiners. 1994. Teori Ekonomi Mikro Intermediate. PT. Raja Grafinda Persada Jakarta Bekerjasama dengan McGRAW-Hill Inc. Monke E. dan T. Petzel. 1991. Market Integration. American Journal of Agricultural Economics. Volume 66 Number 4 November 1984. Mosher, A. T. 1985. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Penerbit Yasaguna Jakarta. Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES Jakarta. Parel, Cristina, et. Al. 1973. Sampling Design and Procedures. Papers on Survey Research Metodology. Pellokila, Ch. M., dkk. 1993. Analisis Permintaan Daging Sapi di Kota Administratif Kupang. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang. Porwadarminto, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Depdikbud. Pembinaan, Pengembangan, Bahasa. Jakarta. Rochadi, Tawaf H. 1999. Prospek Usaha Sapi Potong oleh Gerakan Koperasi Menghadapi Era Pasar Bebas. Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Sapi Potong di Indonesia dalam Era Pasar Bebas di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Rochadi, Tawaf, H; Sulaeman dan Tonton S. Udiantono, 1993. Strategi Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Agroindustri Sapi Potong. Prospek Pengembangan pada PJPT II. PPA (Pusat Pengembangan Agribisnis), CIDES (Center for Information and Development Studies. UQ (Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur;an).

Saefuddin, Ahmad, 1981/1982. Pemasaran Produk Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Schroeter, Joh and Jeffrey M. Perlof. 1991. Marketing Margin, Power and Risk. American Journal of Agricultural Economics. Volume 73 Number 4 November 1991. Semaoen, Iksan. 1996. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Pertama. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Sexton, Richard J; C. L. King; Hoy F. Carman. 1991. Market Integration, Effiency of Arbitrage and Imperfect Competition : Metodology and Application to U.S. Celery. American Journal of Agricultural Economics. Volume 73 Number 3 August 1991. Singarimbun, Masri; Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Soekartawi, 1989. Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian, Teori dan Aplikasinya. CV. Rajawali. Jakarta. Soekartawi, 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Edisi Revisi. Stiffel, Laurence D. 1975. Imperfect Competition in a Vertical Market Network: The Case of Rubber in Thailand. American Journal of Agricultural Economics. Volume 57 Number 4 November 1975. Subagiyo, Ifar. 1996. Relevance of Ruminant in Upland Mixed Farming System in East Java Indonesia. Printed by: Ponsen en Looijen BV. Sudarsono, 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Penerbit LP3ES Jakarta. Sudiyono, Armand, 1990. Pengantar Pemasaran Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah, Malang. Supranto, J. 1983. Ekonometrik. Buku Satu. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Jakarta. _________, 1984. Ekonometrik. Buku Dua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Jakarta. Sukirno, Sadono (1995). Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta. Edisi Kedua. Teken, I. B; S. Asnawi. 1977. Teori Ekonomi Mikro. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Tim Peneliti dari Pusat Studi dan Kebijakan Pangan dan Gizi, Lembaga Penelitian IPB (1996) Bekerja Sama dengan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Studi Analisis Keterpaduan Pasar pada Sistem Pemasaran Komoditas Strategis. Tomek, William G. 1977. Agricultural Product Prices. Cornell University Press. Ithaca and London. Wardana, I Made, 1993. Ketidakstabilan Harga Anggur di Tingkat Petani di Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng. Tesis S2 Universitas Gajah Mada KPK Universitas Brawijaya Malang.

Lampiran Karakteristik Responden Petani Peternak Pedet Jantan Sapi Perah


Frequency Table
Statistics Jumlah Anggota Rumah Tangga 30 0 Lama Beternak Sapi Perah 30 0

Valid Missing

Pekerjaan 30 0

Umur 30 0

Pendidikan 30 0

Jumlah Ternak 30 0

Umur Frequenc y 1 4 1 1 4 3 2 1 1 1 4 1 1 1 2 1 1 30 Percent 3.3 13.3 3.3 3.3 13.3 10.0 6.7 3.3 3.3 3.3 13.3 3.3 3.3 3.3 6.7 3.3 3.3 100.0 Valid Percent 3.3 13.3 3.3 3.3 13.3 10.0 6.7 3.3 3.3 3.3 13.3 3.3 3.3 3.3 6.7 3.3 3.3 100.0 Cumulative Percent 3.3 16.7 20.0 23.3 36.7 46.7 53.3 56.7 60.0 63.3 76.7 80.0 83.3 86.7 93.3 96.7 100.0

Valid

31.00 32.00 33.00 34.00 35.00 36.00 37.00 38.00 39.00 40.00 45.00 46.00 47.00 48.00 51.00 52.00 55.00 Total

Pendidikan Frequenc y 9 15 5 1 30 Percent 30.0 50.0 16.7 3.3 100.0 Valid Percent 30.0 50.0 16.7 3.3 100.0 Cumulative Percent 30.0 80.0 96.7 100.0

Valid

SD SLT P SLT A PT Total

Jumlah Anggota Rumah Tangga Frequenc y 2 13 7 6 2 30 Percent 6.7 43.3 23.3 20.0 6.7 100.0 Valid Percent 6.7 43.3 23.3 20.0 6.7 100.0 Cumulative Percent 6.7 50.0 73.3 93.3 100.0

Valid

2.00 3.00 4.00 5.00 7.00 Total

Karakteristik Responden Petani Penggemukan Pedet Jantan Sapi Perah


Frequencies
Statistics Jumlah Anggota Rumah Tangga 10 0

Valid Missing

Umur 10 0

Pendidikan 10 0

Frequency Table
Umur Frequency 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 Percent 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 100.0 Valid Percent 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 100.0 Cumulative Percent 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0

Valid

34.00 35.00 36.00 37.00 38.00 39.00 40.00 43.00 45.00 52.00 Total

Pendidikan Frequency 1 7 2 10 Percent 10.0 70.0 20.0 100.0 Valid Percent 10.0 70.0 20.0 100.0 Cumulative Percent 10.0 80.0 100.0

Valid

SD SLTP SLTA Total

Jumlah Anggota Rumah Tangga Frequency 3 6 1 10 Percent 30.0 60.0 10.0 100.0 Valid Percent 30.0 60.0 10.0 100.0 Cumulative Percent 30.0 90.0 100.0

Valid

3.00 4.00 5.00 Total

Karakteristik Responden Pedagang Pengumpul Pedet Jantan Sapi Perah


Frequencies
Statistics Jumlah Anggota Rumah Tangga 10 0

Valid Missing

Umur 10 0

Pendidikan 10 0

Frequency Table

Umur Frequency 1 1 1 1 1 2 1 1 1 10 Percent 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 20.0 10.0 10.0 10.0 100.0 Valid Percent 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 20.0 10.0 10.0 10.0 100.0 Cumulative Percent 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 70.0 80.0 90.0 100.0

Valid

36.00 37.00 38.00 39.00 40.00 41.00 43.00 45.00 52.00 Total

Pendidikan Frequency 1 6 3 10 Percent 10.0 60.0 30.0 100.0 Valid Percent 10.0 60.0 30.0 100.0 Cumulative Percent 10.0 70.0 100.0

Valid

SD SLTP SLTA Total

Jumlah Anggota Rumah Tangga Frequency 4 4 2 10 Percent 40.0 40.0 20.0 100.0 Valid Percent 40.0 40.0 20.0 100.0 Cumulative Percent 40.0 80.0 100.0

Valid

3.00 4.00 5.00 Total

Karakteristik Responden Pedagang Perantara/ Blantik Pedet Jantan Sapi Perah


Frequencies

Statistics Jumlah Anggota Rumah Tangga 10 0 3.7000 3.00 5.00

N Mean Minimum Maximum

Valid Missing

Umur 10 0 39.4000 31.00 52.00

Pendidikan 10 0 2.2000 1.00 3.00

Frequency Table
Umur Frequency 1 1 1 1 1 1 1 2 1 10 Percent 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 20.0 10.0 100.0 Valid Percent 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 20.0 10.0 100.0 Cumulative Percent 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 90.0 100.0

Valid

31.00 34.00 35.00 36.00 37.00 39.00 40.00 45.00 52.00 Total

Pendidikan Frequency 1 6 3 10 Percent 10.0 60.0 30.0 100.0 Valid Percent 10.0 60.0 30.0 100.0 Cumulative Percent 10.0 70.0 100.0

Valid

SD SLTP SLTA Total

Jumlah Anggota Rumah Tangga Frequency 4 5 1 10 Percent 40.0 50.0 10.0 100.0 Valid Percent 40.0 50.0 10.0 100.0 Cumulative Percent 40.0 90.0 100.0

Valid

3.00 4.00 5.00 Total

Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana Harga Pedet Sapi Perah


Regression

Variables Entered/Removed b Mode l 1 Variables Entered Harga Melalui Pedagang Pengumpu a l Variables Removed Method

Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

Model Summary Mode l 1 R .809a R Square .654 Adjusted R Square .652 Std. Error of the Estimate 1025.40583

a. Predictors: (Constant), Harga Melalui Pedagang Pengumpul

ANOVAb Mode l 1 Sum of Squares 5E+008 3E+008 8E+008 df 1 268 269 Mean Square 531918651 1051457.114 F 505.887 Sig. .000a

Regression Residual Total

a. Predictors: (Constant), Harga Melalui Pedagang Pengumpul b. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

a Coefficients

Mode l 1

(Constant) Harga Melalui Pedagang Pengumpul

Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 760.130 136.218 .853 .038 .809

t 5.580 22.492

Sig. .000 .000

a. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

Regression

Variables Entered/Removed b Mode l 1 Variables Entered Harga Melalui Petani Penggemu a kan Variables Removed Method

Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

Model Summary Mode l 1 R .802a R Square .644 Adjusted R Square .642 Std. Error of the Estimate 1040.15811

a. Predictors: (Constant), Harga Melalui Petani Penggemukan

ANOVAb Mode l 1 Sum of Squares 5E+008 3E+008 8E+008 df 1 268 269 Mean Square 523752211 1081928.903 F 484.091 Sig. .000a

Regression Residual Total

a. Predictors: (Constant), Harga Melalui Petani Penggemukan b. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

a Coefficients

Mode l 1

(Constant) Harga Melalui Petani Penggemukan

Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 780.790 138.191 .852 .039 .802

t 5.650 22.002

Sig. .000 .000

a. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

Regression

Variables Entered/Removed b Mode l 1 Variables Entered Harga Melaluia Blantik Variables Removed . Method Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

Model Summary Mode l 1 R .808a R Square .654 Adjusted R Square .652 Std. Error of the Estimate 1025.61115

a. Predictors: (Constant), Harga Melalui Blantik

ANOVAb Mode l 1 Sum of Squares 5E+008 3E+008 8E+008 df 1 268 269 Mean Square 531805793 1051878.227 F 505.577 Sig. .000a

Regression Residual Total

a. Predictors: (Constant), Harga Melalui Blantik b. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

a Coefficients

Mode l 1

(Constant) Harga Melalui Blantik

Unstandardized Coefficients B Std. Error 773.157 135.742 .850 .038

Standardized Coefficients Beta .808

t 5.696 22.485

Sig. .000 .000

a. Dependent Variable: Harga Jual Ke Pasar Hewan

Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana Volume Perdagangan Pedet Sapi Perah
Regression

b Variables Entered/Removed

Model 1

Variables Entered Petani Penggemu a kan

Variables Removed .

Method Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Volume Total

Model Summary Model 1 R ,956a R Square ,914 Adjusted R Square ,903 Std. Error of the Estimate 9,14209

a. Predictors: (Constant), Petani Penggemukan

ANOVAb Model 1 Sum of Squares 7115,378 668,622 7784,000 df 1 8 9 Mean Square 7115,378 83,578 F 85,135 Sig. ,000a

Regression Residual Total

a. Predictors: (Constant), Petani Penggemukan b. Dependent Variable: Volume Total

a Coefficients

Unstandardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) 12,929 5,308 Petani Penggemukan 5,334 ,578 a. Dependent Variable: Volume Total

Standardized Coefficients Beta ,956

t 2,436 9,227

Sig. ,041 ,000

Regression

b Variables Entered/Removed

Model 1

Variables Entered Pedagang a Pengumpul

Variables Removed .

Method Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Volume Total

Model Summary Model 1 R ,987a R Square ,975 Adjusted R Square ,972 Std. Error of the Estimate 4,93839

a. Predictors: (Constant), Pedagang Pengumpul

ANOVAb Model 1 Sum of Squares 7588,898 195,102 7784,000 df 1 8 9 Mean Square 7588,898 24,388 F 311,177 Sig. ,000a

Regression Residual Total

a. Predictors: (Constant), Pedagang Pengumpul b. Dependent Variable: Volume Total

a Coefficients

Unstandardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) 12,331 2,832 Pedagang Pengumpul 3,688 ,209 a. Dependent Variable: Volume Total

Standardized Coefficients Beta ,987

t 4,355 17,640

Sig. ,002 ,000

Regression

b Variables Entered/Removed

Model 1

Variables Entered Pasar a Hewan

Variables Removed .

Method Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Volume Total

Model Summary Model 1 R ,980a R Square ,961 Adjusted R Square ,956 Std. Error of the Estimate 6,17961

a. Predictors: (Constant), Pasar Hewan

ANOVAb Model 1 Sum of Squares 7478,499 305,501 7784,000 df 1 8 9 Mean Square 7478,499 38,188 F 195,836 Sig. ,000a

Regression Residual Total

a. Predictors: (Constant), Pasar Hewan b. Dependent Variable: Volume Total

a Coefficients

Model 1

(Constant) Pasar Hewan

Unstandardized Coefficients B Std. Error -8,995 4,907 2,890 ,206

Standardized Coefficients Beta ,980

t -1,833 13,994

Sig. ,104 ,000

a. Dependent Variable: Volume Total

Regression
b Variables Entered/Removed

Model 1

Variables Entered a Blantik

Variables Removed .

Method Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Volume Total

Model Summary Model 1 R ,975a R Square ,951 Adjusted R Square ,945 Std. Error of the Estimate 6,89991

a. Predictors: (Constant), Blantik

ANOVAb Model 1 Sum of Squares 7403,130 380,870 7784,000 df 1 8 9 Mean Square 7403,130 47,609 F 155,499 Sig. ,000a

Regression Residual Total

a. Predictors: (Constant), Blantik b. Dependent Variable: Volume Total

a Coefficients

Model 1

(Constant) Blantik

Unstandardized Coefficients B Std. Error -,169 4,861 4,104 ,329

Standardized Coefficients Beta ,975

t -,035 12,470

Sig. ,973 ,000

a. Dependent Variable: Volume Total

Hasil Analisis Varian Perbandingan Harga Pedet Jantan Sapi Perah Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors Umur 1,00 2,00 3,00 1,00 2,00 3,00 1,00 2,00 3,00 4,00 Value Label 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 2006 2007 2008 Pasar Hewan Pedagang Pengumpul Blantik Petani Peternak N 360 360 360 360 360 360 270 270 270 270

Tahun

Jual

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Harga Type III Sum Source of Squares df Mean Square Corrected Model 1457574917a 35 41644997,619 Intercept 1,147E+010 1 11471940750 Umur 726994625,0 2 363497312,5 Tahun 694705180,6 2 347352590,3 Jual 18175879,63 3 6058626,543 Umur * Tahun 2908444,444 4 727111,111 Umur * Jual 13916356,48 6 2319392,747 Tahun * Jual 357245,370 6 59540,895 Umur * Tahun * Jual 517185,185 12 43098,765 Error 1562734333 1044 1496871,967 Total 1,449E+010 1080 Corrected Total 3020309250 1079 a. R Squared = ,483 (Adjusted R Squared = ,465)

F 27,821 7663,943 242,838 232,052 4,048 ,486 1,549 ,040 ,029

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,007 ,746 ,159 1,000 1,000

Estimated Marginal Means

1. Grand Mean Dependent Variable: Harga Mean 3259,167 Std. Error 37,229 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 3186,115 3332,219

2. Umur
Estimates Dependent Variable: Harga Umur 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan Mean 2279,583 3210,417 4287,500 Std. Error 64,482 64,482 64,482 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2153,053 2406,113 3083,887 3336,947 4160,970 4414,030

Pairwise Comparisons Dependent Variable: Harga Mean Difference (I-J) (I) Umur (J) Umur Std. Error 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan -930,833* 91,192 3 - 7 Bulan -2007,917* 91,192 2 - 4 Bulan 0 - 2 Bulan 930,833* 91,192 3 - 7 Bulan -1077,083* 91,192 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2007,917* 91,192 2 - 4 Bulan 1077,083* 91,192 Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. 95% Confidence Interval for a Difference Lower Bound Upper Bound -1109,774 -751,893 -2186,857 -1828,976 751,893 1109,774 -1256,024 -898,143 1828,976 2186,857 898,143 1256,024

Sig.a ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).

Univariate Tests Dependent Variable: Harga Sum of Squares df Contrast 7,3E+008 2 Error 1,6E+009 1044

Mean Square 363497312,5 1496871,967

F 242,838

Sig. ,000

The F tests the effect of Umur. This test is based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.

3. Tahun

Estimates Dependent Variable: Harga Tahun 2006 2007 2008 Mean 2296,250 3221,528 4259,722 Std. Error 64,482 64,482 64,482 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2169,720 2422,780 3094,998 3348,058 4133,192 4386,252

Pairwise Comparisons Dependent Variable: Harga Mean Difference (I-J) (I) Tahun (J) Tahun Std. Error Sig.a 2006 2007 -925,278* 91,192 ,000 2008 -1963,472* 91,192 ,000 2007 2006 925,278* 91,192 ,000 2008 -1038,194* 91,192 ,000 2008 2006 1963,472* 91,192 ,000 2007 1038,194* 91,192 ,000 Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. 95% Confidence Interval for a Difference Lower Bound Upper Bound -1104,218 -746,338 -2142,412 -1784,532 746,338 1104,218 -1217,135 -859,254 1784,532 2142,412 859,254 1217,135

a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).

Univariate Tests Dependent Variable: Harga Sum of Squares df Contrast 6,9E+008 2 Error 1,6E+009 1044

Mean Square 347352590,3 1496871,967

F 232,052

Sig. ,000

The F tests the effect of Tahun. This test is based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.

4. Jual
Estimates Dependent Variable: Harga Jual Pasar Hewan Pedagang Pengumpul Blantik Petani Peternak Mean 3483,519 3191,667 3188,704 3172,778 Std. Error 74,458 74,458 74,458 74,458 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 3337,414 3629,623 3045,563 3337,771 3042,600 3334,808 3026,674 3318,882

Pairwise Comparisons Dependent Variable: Harga Mean Difference (I) Jual (J) Jual (I-J) Std. Error Pasar Hewan Pedagang Pengumpul 291,852* 105,299 Blantik 294,815* 105,299 Petani Peternak 310,741* 105,299 Pedagang Pengumpul Pasar Hewan -291,852* 105,299 Blantik 2,963 105,299 Petani Peternak 18,889 105,299 Blantik Pasar Hewan -294,815* 105,299 Pedagang Pengumpul -2,963 105,299 Petani Peternak 15,926 105,299 Petani Peternak Pasar Hewan -310,741* 105,299 Pedagang Pengumpul -18,889 105,299 Blantik -15,926 105,299 Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. 95% Confidence Interval for a Difference Lower Bound Upper Bound 85,229 498,474 88,192 501,437 104,118 517,363 -498,474 -85,229 -203,659 209,585 -187,733 225,511 -501,437 -88,192 -209,585 203,659 -190,696 222,548 -517,363 -104,118 -225,511 187,733 -222,548 190,696

Sig.a ,006 ,005 ,003 ,006 ,978 ,858 ,005 ,978 ,880 ,003 ,858 ,880

a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).

Univariate Tests Dependent Variable: Harga Sum of Squares df Contrast 18175880 3 Error 1,6E+009 1044

Mean Square 6058626,543 1496871,967

F 4,048

Sig. ,007

The F tests the effect of Jual. This test is based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.

5. Tahun * Umur Dependent Variable: Harga Tahun 2006 Umur 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan Mean 1410,417 2211,667 3266,667 2210,000 3212,500 4242,083 3218,333 4207,083 5353,750 Std. Error 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 111,687 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1191,261 1629,573 1992,511 2430,823 3047,511 3485,823 1990,844 2429,156 2993,344 3431,656 4022,927 4461,239 2999,177 3437,489 3987,927 4426,239 5134,594 5572,906

2007

2008

6. Jual * Umur Dependent Variable: Harga Jual Pasar Hewan Umur 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan Pedagang Pengumpul 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan Blantik 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan Petani Peternak 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan Mean 2328,333 3340,000 4782,222 2270,556 3156,111 4148,333 2263,333 3155,556 4147,222 2256,111 3190,000 4072,222 Std. Error 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2075,274 2581,393 3086,940 3593,060 4529,163 5035,282 2017,496 2523,615 2903,051 3409,171 3895,274 4401,393 2010,274 2516,393 2902,496 3408,615 3894,163 4400,282 2003,051 2509,171 2936,940 3443,060 3819,163 4325,282

7. Jual * Tahun Dependent Variable: Harga Jual Pasar Hewan Tahun 2006 2007 2008 Pedagang Pengumpul 2006 2007 2008 Blantik 2006 2007 2008 Petani Peternak 2006 2007 2008 Mean 2500,556 3480,000 4470,000 2230,556 3154,444 4190,000 2222,222 3154,444 4189,444 2231,667 3097,222 4189,444 Std. Error 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 128,965 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2247,496 2753,615 3226,940 3733,060 4216,940 4723,060 1977,496 2483,615 2901,385 3407,504 3936,940 4443,060 1969,163 2475,282 2901,385 3407,504 3936,385 4442,504 1978,607 2484,726 2844,163 3350,282 3936,385 4442,504

8. Jual * Tahun * Umur Dependent Variable: Harga Jual Pasar Hewan Tahun 2006 Umur 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan Mean 1440,000 2291,667 3770,000 2286,667 3368,333 4785,000 3258,333 4360,000 5791,667 1423,333 2155,000 3113,333 2183,333 3161,667 4118,333 3205,000 4151,667 5213,333 1400,000 2148,333 3118,333 2185,000 3160,000 4118,333 3205,000 4158,333 5205,000 1378,333 2251,667 3065,000 2185,000 3160,000 3946,667 3205,000 4158,333 5205,000 Std. Error 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 223,374 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1001,688 1878,312 1853,354 2729,979 3331,688 4208,312 1848,354 2724,979 2930,021 3806,646 4346,688 5223,312 2820,021 3696,646 3921,688 4798,312 5353,354 6229,979 985,021 1861,646 1716,688 2593,312 2675,021 3551,646 1745,021 2621,646 2723,354 3599,979 3680,021 4556,646 2766,688 3643,312 3713,354 4589,979 4775,021 5651,646 961,688 1838,312 1710,021 2586,646 2680,021 3556,646 1746,688 2623,312 2721,688 3598,312 3680,021 4556,646 2766,688 3643,312 3720,021 4596,646 4766,688 5643,312 940,021 1816,646 1813,354 2689,979 2626,688 3503,312 1746,688 2623,312 2721,688 3598,312 3508,354 4384,979 2766,688 3643,312 3720,021 4596,646 4766,688 5643,312

2007

2008

Pedagang Pengumpul 2006

2007

2008

Blantik

2006

2007

2008

Petani Peternak

2006

2007

2008

Post Hoc Tests Umur


Multiple Comparisons Dependent Variable: Harga LSD Mean Difference (I-J) -930,8333* -2007,9167* 930,8333* -1077,0833* 2007,9167* 1077,0833*

(I) Umur 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan

(J) Umur 2 - 4 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 3 - 7 Bulan 0 - 2 Bulan 2 - 4 Bulan

Std. Error 91,19186 91,19186 91,19186 91,19186 91,19186 91,19186

Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1109,7735 -751,8931 -2186,8569 -1828,9765 751,8931 1109,7735 -1256,0235 -898,1431 1828,9765 2186,8569 898,1431 1256,0235

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Tahun
Multiple Comparisons Dependent Variable: Harga LSD Mean 95% Confidence Interval Difference (I) Tahun (J) Tahun Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound (I-J) 2006 2007 -925,2778* 91,19186 ,000 -1104,2180 -746,3376 2008 -1963,4722* 91,19186 ,000 -2142,4124 -1784,5320 2007 2006 925,2778* 91,19186 ,000 746,3376 1104,2180 2008 -1038,1944* 91,19186 ,000 -1217,1347 -859,2542 2008 2006 1963,4722* 91,19186 ,000 1784,5320 2142,4124 2007 1038,1944* 91,19186 ,000 859,2542 1217,1347 Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Jual
Multiple Comparisons Dependent Variable: Harga LSD Mean Difference (I) Jual (J) Jual (I-J) Pasar Hewan Pedagang Pengumpul 291,8519* Blantik 294,8148* Petani Peternak 310,7407* Pedagang Pengumpul Pasar Hewan -291,8519* Blantik 2,9630 Petani Peternak 18,8889 Blantik Pasar Hewan -294,8148* Pedagang Pengumpul -2,9630 Petani Peternak 15,9259 Petani Peternak Pasar Hewan -310,7407* Pedagang Pengumpul -18,8889 Blantik -15,9259 Based on observed means. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Std. Error 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929 105,29929

Sig. ,006 ,005 ,003 ,006 ,978 ,858 ,005 ,978 ,880 ,003 ,858 ,880

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 85,2295 498,4742 88,1925 501,4372 104,1184 517,3631 -498,4742 -85,2295 -203,6594 209,5853 -187,7335 225,5112 -501,4372 -88,1925 -209,5853 203,6594 -190,6964 222,5483 -517,3631 -104,1184 -225,5112 187,7335 -222,5483 190,6964

Hasil Analisis Varian Share Harga Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors Jual Melalui 1,00 2,00 Value Label Pedagang Pengumpul Petani Penggemuk an Pedagang Perantara/ Blantik N 270 270

3,00

270

Descriptive Statistics Dependent Variable: Share Harga Jual Melalui Mean Pedagang Pengumpul 99,3117 Petani Penggemukan 98,5332 Pedagang Perantara/ 98,9078 Blantik Total 98,9176 Std. Deviation 45,48216 45,10136 46,26509 45,56346 N 270 270 270 810

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Share Harga Type III Sum of Squares Source df Mean Square Corrected Model 81,868a 2 40,934 Intercept 7925596,149 1 7925596,149 Jual 81,868 2 40,934 Error 1679425,723 807 2081,073 Total 9605103,740 810 Corrected Total 1679507,590 809 a. R Squared = ,000 (Adjusted R Squared = -,002)

F ,020 3808,419 ,020

Sig. ,981 ,000 ,981

Estimated Marginal Means


1. Grand Mean Dependent Variable: Share Harga 95% Confidence Interval Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound 98,918 1,603 95,771 102,064

2. Jual Melalui
Estimates Dependent Variable: Share Harga Jual Melalui Pedagang Pengumpul Petani Penggemukan Pedagang Perantara/ Blantik Mean 99,312 98,533 98,908 Std. Error 2,776 2,776 2,776 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 93,862 104,761 93,084 103,983 93,458 104,357

Pairwise Comparisons Dependent Variable: Share Harga 95% Confidence Interval for Mean a Difference Difference a (I) Jual Melalui (J) Jual Melalui (I-J) Std. Error Sig. Lower BoundUpper Bound Pedagang Pengumpul Petani Penggemukan ,779 3,926 ,843 -6,928 8,485 Pedagang Perantara/ ,404 3,926 ,918 -7,303 8,111 Blantik Petani Penggemukan Pedagang Pengumpul -,779 3,926 ,843 -8,485 6,928 Pedagang Perantara/ -,375 3,926 ,924 -8,081 7,332 Blantik Pedagang Perantara/ Pedagang Pengumpul -,404 3,926 ,918 -8,111 7,303 Blantik Petani Penggemukan ,375 3,926 ,924 -7,332 8,081 Based on estimated marginal means a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).

Univariate Tests Dependent Variable: Share Harga Sum of Squares df Contrast 81,868 2 Error 1679425,7 807

Mean Square 40,934 2081,073

F ,020

Sig. ,981

The F tests the effect of Jual Melalui. This test is based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.

Post Hoc Tests Jual Melalui


Multiple Comparisons Dependent Variable: Share Harga LSD Mean Difference (I-J) (I) Jual Melalui (J) Jual Melalui Std. Error Pedagang Pengumpul Petani Penggemukan ,7786 3,92624 Pedagang Perantara/ ,4039 3,92624 Blantik Petani PenggemukanPedagang Pengumpul -,7786 3,92624 Pedagang Perantara/ -,3746 3,92624 Blantik Pedagang Perantara/ Pedagang Pengumpul -,4039 3,92624 Blantik Petani Penggemukan ,3746 3,92624 Based on observed means.

95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound ,843 -6,9283 8,4854 ,918 ,843 ,924 ,918 ,924 -7,3029 -8,4854 -8,0815 -8,1108 -7,3322 8,1108 6,9283 7,3322 7,3029 8,0815

Harga Jual Pedet Jantan Sapi Perah


Pedagang Pengumpul Tahun No Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 2006 2-4 bulan 1200 800 1000 800 700 700 1200 700 2400 1200 3000 2500 4000 3500 2750 4000 3700 4000 3500 4000 3500 3500 1500 1500 1500 47bulan 2500 700 2000 1150 1700 1500 4000 1200 4250 4500 4250 5000 4400 4000 5200 4950 5000 5000 5500 4000 4000 2000 2100 2000 2000 0 -2 bulan 3000 4000 1600 1150 1000 950 1200 800 2200 1200 2500 2250 3500 2500 2500 3500 3250 3250 3250 3250 3250 3500 1500 1500 1500 2007 2-4 bulan 3200 1000 2000 1500 1200 1500 2250 1500 3500 3200 4000 3500 5000 4500 3750 5000 4750 5000 4500 5000 4500 4500 2500 2500 2500 47bulan 3500 1500 3000 2550 2700 2500 5000 2200 5300 5500 5250 6000 5400 5000 6100 6150 6150 6000 6500 5000 5000 3000 3000 3000 3000 0 -2 bulan 4000 5000 2700 2150 1700 1700 2200 1700 3300 3200 3500 3250 4500 3500 3250 4500 4250 4250 4250 4250 4500 4500 2500 2500 2500 2008 2-4 bulan 4250 2000 3000 2650 2200 2500 3200 2700 4300 4200 5000 4750 6000 5000 4750 6000 5750 5800 5500 6000 5500 5500 3500 3500 3500 47bulan 4500 2500 4200 3650 3700 3700 7000 3400 6300 6700 6250 7250 6500 6250 7250 7250 7250 7000 7500 6000 6000 4000 4000 4000 4000

0 -2 bulan 950 800 800 800 600 600 900 800 1250 900 1500 1250 1600 1500 1500 2600 2250 2250 2250 2250 2250 2500 1000 900 1000

26 27 28 29 30

900 1000 1000 900 900

1500 1500 1500 1500 1500

2500 2000 2000 2000 2000

1500 1500 1500 1450 1450

2500 2500 2500 2500 2500

3250 3000 3000 3000 3000

2500 2500 2500 2500 2500

3500 3500 3500 3500 3500

4000 4000 4000 4150 4100

Sumber : diolah dari data sumber 2008 Hitungan dalam ribuan

Petani Penggemukan Tahun No Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 2006 2-4 bulan 1200 600 1000 800 700 800 1200 800 2400 1200 3000 2400 4000 3500 2750 4000 3700 4000 47bulan 2400 700 2000 1150 1700 1500 4000 1200 4300 4500 4250 5000 4400 4000 5200 4800 4800 4800 0 -2 bulan 3000 4000 1600 1150 1000 900 1200 800 2200 1200 2500 2250 3500 2500 2500 3500 3250 3250 2007 2-4 bulan 3200 1000 2000 1500 1200 1500 2200 1500 3500 3200 4000 3500 5000 4500 3750 5000 4750 5000 47bulan 3500 1500 3000 2550 2700 2500 5000 2200 5300 1400 5200 6000 5200 4900 6000 6000 6000 6000 0 -2 bulan 4000 5000 2700 2150 1700 1700 2200 1700 3300 3200 3500 3250 4500 3500 3250 4500 4250 4250 2008 2-4 bulan 4250 2000 3000 2650 2200 2500 3200 2700 4300 4200 5000 4750 6000 5000 4750 6000 5750 6000 47bulan 4500 2500 4200 3650 3700 3700 7000 3400 6300 6700 6250 7250 6500 6250 7250 7250 7250 7000

0 -2 bulan 1900 2800 750 700 600 600 750 600 1200 800 1500 1250 1400 1400 1400 2500 2250 2200

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

2250 2250 2250 2500 1000 900 900 900 1000 1000 900 900

3500 4000 3400 3400 3400 3400 1400 1400 1400 1400 1400 1400

4800 4000 4000 1800 2150 2000 2000 2500 2000 2000 2000 2000

3250 3250 3250 3500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500

4500 5000 4500 4500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500

6400 4900 4900 3000 3000 3000 3000 3250 3000 3000 3000 3000

4250 4250 4500 4500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500

5500 6000 5500 5500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500

7500 6000 6000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000

Sumber : diolah dari data sumber 2008 Hitungan dalam ribuan

Blantik Tahun No Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2006 2-4 bulan 1200 600 1000 800 700 700 1200 700 2400 1200 47bulan 2500 700 2000 1150 1700 1500 4000 1200 4300 4500 0 -2 bulan 3000 4000 1600 1150 1000 900 1200 800 2200 1200 2007 2-4 bulan 3200 1000 2000 1500 1200 1500 2200 1500 3500 3200 47bulan 3500 1500 3000 2550 2700 2500 5000 2200 5300 5500 0 -2 bulan 4000 5000 2700 2150 1700 1700 2200 1700 3300 3200 2008 2-4 bulan 4250 2000 3000 2650 2200 2500 3200 2700 4300 4200 47bulan 4500 2500 4200 3650 3700 3700 7000 3400 6300 6700

0 -2 bulan 2000 3000 800 700 600 600 800 600 1200 900

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1500 1250 1500 1500 1500 2500 2250 2250 2250 2250 2250 2500 900 900 900 900 900 1000 900 900

3000 2500 4000 3500 2750 4000 3700 4000 3500 4000 3500 3500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500

4250 5000 4400 4000 5200 5000 5000 5000 5500 4000 4000 2000 2150 2000 2000 2500 2000 2000 2000 2000

2500 2250 3500 2500 2500 3500 3250 3250 3250 3250 3250 3500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500

4000 3500 5000 4500 3750 5000 4750 5000 4500 5000 4500 4500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500

5250 6000 5400 5000 6100 6150 6150 6000 6500 5000 5000 3000 3000 3000 3000 3250 3000 3000 3000 3000

3500 3250 4500 3500 3250 4500 4250 4250 4250 4250 4500 4500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500

5000 4750 6000 5000 4750 6000 5750 6000 5500 6000 5500 5500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500 3500

6250 7250 6500 6250 7250 7250 7250 7000 7500 6000 6000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000

Sumber : diolah dari data sumber 2008 Hitungan dalam ribuan

Pasar Hewan Tahun 2006 No Res 1 2 3 0 -2 bulan 800 600 600 2-4 bulan 1000 700 800 47bulan 2100 1000 2000 2007 0 -2 bulan 1500 900 1500 2-4 bulan 2000 1500 1800 47bulan 3000 2000 3000 2008 0 -2 bulan 2500 1500 2500 2-4 bulan 3000 2500 2800 47bulan 4000 3000 4000

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

500 500 600 500 500 1000 1000 800 1500 1750 2000 1500 2250 2250 2000 2000 2000 2000 2250 2000 2000 2000 2000 800 1500 1500

600 600 700 1000 600 2000 2100 2000 2000 3000 1500 3000 3500 3750 3500 3000 3400 3500 3500 3500 3500 3500 3500 1750 2000 2000

1500 1500 1500 4000 1500 4000 4400 4500 4000 4500 5000 4500 5000 5000 5000 4500 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 2500 3000 3100

1000 900 900 1000 900 2000 2000 1500 2500 2750 3000 2500 3250 3250 3000 3000 3000 3000 3250 3000 3000 3000 3000 1500 2500 2500 3500

1500 1000 1000 2000 1500 3000 3100 4000 4000 4000 4500 4000 4500 4750 4500 4000 4400 4500 4500 4500 4500 4500 4500 2750 3000 3000 4250

2500 2500 2500 5000 2500 5000 5500 5500 5000 5500 6000 5500 6000 6000 6000 5750 6100 6100 6000 6000 6000 6000 6000 3500 4000 4100 5000

2000 1500 1500 2000 1500 3000 3000 3500 3500 3750 4000 3500 4250 4250 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 2500 3500 3500 4500

2500 2000 2000 3000 2500 4000 4000 5000 5000 5000 5500 5000 5500 5750 5500 5000 5500 5500 5500 5500 5500 5500 5500 3750 4000 4000 5000

3500 3500 3500 6000 3500 6000 6500 6500 6500 6500 7000 6500 7000 7000 7000 6750 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 4500 5000 5000 6000

30 2500 3250 4000 Sumber : diolah dari data sumber 2008 Hitungan dalam ribuan

Lampiran Volume Transaksi dan Konsentrasi Rasio

Total Transaksi F

Petani Penggemukan F 20 10 10 10 8 5 3 2 5 4 77 14

Pedagang Pengumpul F 30 18 15 10 9 9 7 5 5 5 113 20,93

Pasar Hewan F 41 32 28 25 22 20 15 15 10 10 218 40,37

Blantik F 29 20 15 15 9 10 11 10 8 5 132 24,44

120 80 68 60 48 44 36 32 28 24
540 Kr

% 22,22 14,81 12,59 11,11 8,89 8,15 6,67 5,93 5,19


4,44 100 100

%
22,22 14,81 12,59 11,11 8,89 8,15 6,67 5,93 5,19 4,44 100

%
26,55 15,93 13,27 8,85 7,96 7,96 6,19 4,42 4,42 4,42 99,97

%
19 15 13 11 10 9,2 6,9 6,9 4,6 4,6 100

%
21,97 15,15 11,36 11,36 6,82 7,58 8,33 7,58 6,06 3,79 100

You might also like