You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesalahan adalah hal mutlak yang dilakukan oleh setiap manusia. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang diciptakan paling sempurna oleh Tuhan YME. Tetapi dengan kesempurnaannya manusia bias berbuat apa saja semaunya dan tidak bias menjaga kesempurnaannya lagi. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia adalah kesalahan yang bias disengaja atau pun kesalahan yang tidak disengaja (alpa). Define sengaja adalah dimaksudkan (direncanakan); memang diniatkan begitu; tidak secara kebetulan1. Maksudnya adalah perrbuatan tersebut adalah direncanakan sebelumnya dan tidak secara kebetulan. Kesalah manusia yang lainnya adalah kesalahan yang tidak disengaja atau alpa. Alpa sendiri berarti kelalaian atau kelengahan. Maksud dari kelalaian sendiri adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh manusia secara tidak sengaja. Tetapi tidakan harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian yuridis yang saya ambil adalah mengenai penerapan kuhp mengenai kealpaan seseorang yang menyebabkan luka atau hilangnya nyawa seseorang. Dalam berbagai kasus banyak sekali kealpaan yang ditimbulkan oleh seseorang yang pada akhirnya menyebabkan seseorang tersebut sampai mati. Paling banyak adalah kasus dalam lingkup medis atau lingkup kedokteran. Dalam dunia kedokteran hal tersebut dapat terjadi karena kealpaan perawat atau bahkan dokter dan biasa disebut malpraktik. Pengertian malpraktik secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktik mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktik berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Pengertian
1

malpraktik

medik

menurut

WMA

(World

Medical

Associations)

http://www.artikata.com/arti-350142-sengaja.html

adalah Involves the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the patients condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien)2. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance,

misfeasance dan nonfeasance. Malfeasanceberarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut

sudah improper).Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasanceadalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses) yang telah diuraikan sebelumnya, namun pada kelalaian harus memenuhi ke-empat unsur kelalaian dalam hukum - khususnya adanya kerugian, sedangkanerror tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk3. Indonesia adalah Negara hukum. Dalam penerapannya Indonesia menganut kitab undang-undang hokum pidana yang menjelaskan tentang perbuatan kealpaan seseorang. Negara Hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Ada dua unsur dalam negara hukum, yaitu pertama: hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan melainkan berdasarkan suatu norma objektif, yang juga mengikat pihak yang memerintah; kedua: norma objektif itu harus memenuhi syarat bahwa tidak hanya secara formal, melainkan dapat dipertahankan berhadapan dengan idea hukum.

http://everythingaboutortho.wordpress.com/2008/06/28/malpraktik-sejauh-mana-kita-sebagai-seorang-doktermemahaminya/ 3 http://malprate.webs.com/malpraktikkedokteran.htm

Hukum menjadi landasan tindakan setiap negara. Ada empat alasan mengapa negara menyelenggarakan dan menjalankan tugasnya berdasarkan hukum 1. Demi kepastian hukum 2. Tuntutan perlakuan yang sama 3. Legitimasi demokrasi 4. Tuntutan akal budi Negara hukum berarti alat-alat negara mempergunakan kekuasaannya hanya sejauh berdasarkan hukum yang berlaku dan dengan cara yang ditentukan dalam hukum itu. Dalam negara hukum, tujuan suatu perkara adalah agar dijatuhi putusan sesuai dengan kebenaran. Tujuan suatu perkara adalah untuk memastikan kebenaran, maka semua pihak berhak atas pembelaan atau bantuan hukum.4 Dalam penerapan hukumnya semua orang dianggap sama dimata hukum, tidak ada pengecualian sama sekali. Fakta yang berkembang selam ini adalah salah kaprah. Yang seharusnya salah dibebaskan dan yang seharusnya benar disalahkan. Hal seperti ini yang mendasari saya untuk membuat gagasan ini. Dalam hukum memang sudah tegas dijelaskan bahwa kelalaian adalah bagian dari tindak pidana. Apa lagi yang sampai mengakibatkan matinya seseorang. Kelalaian banyak sekali dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari pihak yang bertanggung jawab langsung terhadap suatu hal atau pun kelalaian yang dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai andil langsung dalam suatu kesalahan. Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orangper-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan

http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_hukum

oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain5. Dalam fakta yang beredar banyak sekali kesalahan yang dalakukan oleh para medis tidak pernah ditindak oleh penegak hukum sama sekali. Hingga saat ini banyak sekali kasus malpraktik yang justru semakin marak di Indonesia. Dalam pasal 51 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran kewajiban dokter adalah Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian ata

kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi6. Pasal tersebut berarti adalah seorang dokter tidak bias bertindak sewenangwenang terhadap pasien. Dalam praktiknya juga pasien juga mempunyai hak khusus seperti yang tertera pada pasal 51 Pasien, dalam menerima pelayanan padapraktik kedokteran, mempunyai hak: a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
5 6

http://malprate.webs.com/malpraktikkedokteran.htm Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. menolak tindakan medis; dan e. mendapatkan isi rekam medis7. Pada kasus yang sering terjadi pula adalah dokter melakukan apa yang seharusnya tidak harus dilakukan terhadap pasiennya. Hal tersebut juga memicu adanya malpraktik yang dilakukan oleh pihak dokter atau perawat. Tidak jarang kasus tersebut dilakukan oleh para medis. Tanpa pertimbangan atau tanpa informasi yang jelas dokter melakukan suatu upaya medis yang bisa menimbulkan malpraktik. B. Rumusan Masalah 1. Mengapa kasus malpraktik yang dilakukan oleh dokter dan perawat tidak ditindak secara tegas. 2. Apa sebabnya dokter banyak melakukan tidakan yang tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pasien. 3. Kelalaian yang dilakukan oleh dokter atau perawat yang bagaimana yang bisa dikatakan malpraktik.

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk memperjelas tidakan hukum yang bisa dilakukan oleh penegak hukum untuk mengatasi kasus malpraktik. 2. Untuk menerapkan secara tepat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 351-361 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. 3. Untuk mengetahui kebijakan yang tepat yang harus diambil untuk mengatasi kasus malpraktik. 4. Untuk mengetahui bahwa kelalaian dalam kedokteran dapat ditindak seperti kasus hukum lainnya.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis


7

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat, kontribusi dan pengetahuan baru dalam pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Pidana khususnya Hukum Pidana Formil bagi civitas akademika Fakultas Hukum khususnya Fakultas Hukum Universitas Brawijaya tentang formulasi kebijakan bantuan hukum cumacuma bagi tersangka dalam menjamin asas persamaan kedudukan di depan hukum. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Diharapkan penelitian ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang sedang mempelajari ilmun hukum kususnya dalam hukum pidana. Diharapkan juga penelitian ini dapat menjadi sumbangan bagi peneliti lainnya dalam meneliti khususnya meneliti mengenai kelalaian dalam dunia medis. b. Bagi Aparat Penegak Hukum Penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai acuan bagi penegak hukum untuk menyelesaikan kasus hukum yang khusus pada malpraktik, serta menyelesaikan sesuatu yang berhubungan dengan kelalaian para medis. c. Bagi Pekerja dibidang Kedokteran Bagi para pekerja kedokteran penelitian ini diharapkan bisa menjadi sebuah introspeksi tersendiri agar bisa menjalankan tugasnya dengan benar dan tidak asal melakukan sesuatu kepada pasien. Diharapkan pula penelitian ini bisa menjadi sebuah sarana pendekatan bagi pekerja medis sendiri dengan pasien. d. Bagi Pemerintah Penelitian diharapkan bisa menjadi media informasi bagi semua orang yang informasi tersebut langsung dari pemerintah. Pemerintah bisa mengambil penelitian ini untuk menjadikan hak-hak dokter dan hak-hak masyarakat pada umumnya menjadi tidak mengambang. Pemerintah bisa menjadikan penelitian ini sebagai sebuah acuan untuk membuat sebuah undang-undang yang baru untuk mengatasi masalah kelalaian yang dilakukan oleh para pekerja medis. e. Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum bahwa sebuah kelalaian yang dilakukan oleh kedokteran dapat dikenai ancaman pidana.

Masyarakat tidak perlu takut untuk melaporkan pekerja medis yang melakukan malpraktik. E. SISTEMATIKA PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Pada BAB I menguraikan tentang latar belakang permasalahan yang diangkat, permasalahan yang akan dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II menguraikan mengenai beberapa hal yang menjadi kajian pustaka dalam penelitian yang digunakan sebagai pedoman untuk penulisan, yaitu mengenai : Penerapan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Mengenai Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan (Tinjauan Yuridis Normatif Penerapan KUHP Pasal 359-361 dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran)

BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab III memuat tentang metode penelitian yang dipakai oleh penulis terdiri dari atas : pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, lokasi penelitian beserta alasan pemilihan lokasi, metode pengumpulan data, dan analisis data.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV mendiskripsikan tentang pembahasan dari beberapa rumusan masalah yang dikemukakan pada BAB I mengenai : yang dimaksud dengan malpraktik, siapa pelaku malpraktik, siapa korbannya, tindakan hukum yang sesuai untuk pelaku malpraktik.

BAB V PENUTUP Dalam bab V berisi kesimpulan kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya sekaligus saran yang berisi beberapa masukan yang diharapkan menjadi pertimbanganan bagi pihak pihak yang terkait, khususnya pihak pemerintah sebagai perumus kebijakan. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Mall Praktik Tidak Ditindak Secara Tegas Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (1992), yaitu: medical malpractice involves the physicians failure to conform to the standard of care for treatment of the patients condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.

WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktik medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cidera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktik atau kelalaian medik. An injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result, for which the physician should not bear any liability. Dengan demikian suatu akibat buruk yang unforeseeable dipandang dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran saat itu dalam situasi dan fasilitas yang tersedia tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada dokter. Dengan demikian adverse events dapat terjadi sebagai akibat dari peristiwa tanpa adanya error dan dapat pula disebabkan oleh error. Adverse events akibat errors dianggap dapat dicegah (preventable). Apabila preventable adverse events tersebut telah menimbulkan kerugian, maka ia memenuhi semua unsur kelalaian medis menurut hukum, sehingga disebut sebagai negligent adverse events Suatu adverse events (hasil yang tidak diharapkan) di bidang medik sebenarnya dapat diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu :

a. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan medis yang dilakukan dokter.

b. Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu risiko yang tak dapat diketahui 8

sebelumnya (unforeseeable); atau risiko yang meskipun telah diketahui sebelumnya (foreseeable) tetapi tidak dapat/tidak mungkin dihindari (unavoidable), karena tindakan yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi. Risiko tersebut harus diinformasikan terlebih dahulu. c. Hasil dari suatu kelalaian medik. d. Hasil dari suatu kesengajaan Berkaitan dengan risiko tersebut, setiap tindakan medis mengandung risiko buruk, sehingga harus dilakukan tindakan pencegahan ataupun tindakan mereduksi risiko. Namun demikian sebagian besar diantaranya tetap dapat dilakukan oleh karena risiko tersebut dapat diterima (acceptable) sesuai dengan state-of-the-art ilmu dan teknologi kedokteran. Risiko yang dapat diterima adalah risiko-risiko sebagai berikut (Biben, Achmad, 2004 ).

a. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi, diperhitungkan atau dapat dikendalikan, misalnya efek samping obat, perdarahan dan infeksi pada pembedahan, dan lain-lain.

b. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya besar pada keadaan tertentu, yaitu apabila tindakan medis yang berisiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satusatunya cara yang harus ditempuh (the only way), terutama dalam keadaan gawat darurat. Ungkapan malpraktik medis secara langsung pada kasus klinis dengan outcome yang tidak diinginkan adalah tidak tepat atau tidak adil (tidak fair). Istilah yang sebenarnya netral sebelum ada pembuktian adalah adverse clinical incident, adverse event, atau medical accident, yang umumnya digunakan dalam perpustakaan Inggris (dalam kepustakaan Amerika lebih sering digunakan kata-kata medical error sejak dini, yang juga tidak netral). Adverse clinical incident atau medical accident menggambarkan peristiwa atau kejadian klinis yang cocok atau yang berlawanan dengan harapan, tanpa menetapkan dulu apa penyebab kejadian yang tidak diinginkan itu dan siapa yang bersalah. Ini sesuai dengan asas hukum praduga tak bersalah, sampai kesalahan benarbenar terbukti.

Menurut Guwandi malpraktik adalah (Guwandi, J. 1994, 18):

a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi; b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban (negligence). c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan menurut Nugroho Kampono, Ketua Komite Medis RSCM untuk mengurangi adverse events dan kelalaian medik dapat dilakukan dengan manajemen risiko klinis. Manajemen risiko klinis adalah suatu proses yang secara sistimatik mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengarahkan kejadian yang berpotensi atau yang telah terjadi suatu risiko melalui suatu penataan program yang dapat mencegah, mengendalikan dan meminimalkan kemungkinan risiko.

Manajemen risiko klinis diperlukan untuk : (a) Mengurangi kejadian yang merugikan dan ketidakpuasan dari pasien dan keluarga. (b) Mencegah pengelolaan yang buruk dari dokter dan dokter gigi, pemborosan waktu dan uang. (c) Pencegahan terhadap tuntutan masyarakat dan pertanggungjawaban kelalaian medik. (d) Mencegah publikasi buruk. (e) Membuat dokter dan dokter gigi waspada terhadap akibat tindakannya. (f) Meningkatkan moral dan percaya diri dokter dan dokter gigi dengan membuat RS sadar keamanan. (g) Menganalisa derajat risiko. (h) Membuat keputusan lebih eksplisit dan berdasarkan norma kebenaran.

Kriteria yang dipergunakan untuk identifikasi risiko dilakukan melalui rekam medis pasien rawat inap dan pasien instalasi gawat darurat . Contoh masalah medis yang dibahas: (a) Gagal melakukan monitoring atau tindakan. 10

(b) Terlambat menegakkan diagnosis. (c) Salah menilai risiko (d) Kehilangan / kekurangan informasi pada saat pemindahan/peralihan ke staf medik lain (e) Gagal mencatat peralatan yang rusak. (f) Lupa membawa checklist data-data preoperative. (g) Perubahan dari protokol yang telah disepakati. (h) Gagal memberi bantuan bila diperlukan. (i) Mempergunakan protokol yang salah. (j) Pengobatan diberikan pada sisi tubuh yang salah. (k) Pemberian pengobatan yang salah8

B. Unsur Tidakan Medis yang dikeluhkan Pasien Ada banyak unsur yang menjadi acuan masyarakat untuk mengatakan bahwa perbuatan yang menimbulkan matinya seseorang ya g dilakukan oleh pekerja medis tersebut adalah benar-benar malpraktik. Unsure tersebut antara lain, tentang isi informasi (tentang penyakit yang diderita pasien) dan alternatif yang bisa dipililih pasien tidak disampaikan dengan secara jelas dan lengkap, saat memberikan informasi seharusnya sebelum terapi dilakukan, terutama dalam hal tindakan medis yang beresiko tinggi dengan kemungkinan adanya perluasan dalam terapi atau tindakan medic, cara menyampaikan informasi tidak memuaskan pasien, karena pasien merasa bahwa dirinya tidak mendapatkan informasi yang jujur, lengkap dan benar yang ingin didapatkannya secara lisan dari dokter yang merawatnya, pasien merasa tidak diberi kesempatan untuk menentutakan pilihan atau alternatif pengobatan yang telah dilakukan terhadap dirinya, sehingga hak pasien untuk menetukan dirinya sendiri diabaikan dokter, terkadang pasien hanya mendapatkan informasi dari paramedis, padahal menurut hukum yang berhak memberikan informasi adalah dokter yang bersangkutan9. Unsur-unsur yang telah diungkapkan adalah tidak menjadi hal baru bagi sebagian masyarakat yang telah berhubungan langsung dengan paramedis, banyak dari masyarakat

8 9

http://dc309.4shared.com/doc/Olit7HOx/preview.html http://danialprasko.blogspot.com/2010/08/kesalahan-dan-kelalaian.html

11

merasa tidak ada pilihan lain selain apa yang dikatakan oleh dokter. Dalam kasus semacam ini yang menjadi timapng tindih antara hak-hak pasien yang diabaikan dengan dokter dengan kewajiban yang diklakukan oleh seorang dokter untuk membuat pasiennya menjadi sehat kembali. Untuk macam pilihan pengobatan sendiri seharusnya dokter memaparkan lebih lanjut agar tidak terjadi hal-hal yang mengakibatkan luka atau matinya seseorang. Tidak mengeluh tentang tidakan dokter saja pasien biasanya mengeluh tentang biaya pengobatan. Dokter biasanya memilih pilihan pengobatan yang dianggap paling mahal untuk menyembuhkan pasiennya. Pilihan itu mungkin dirasa pekerja medis sebagai pilihan terbaik yang diambil. Tetapi tanpa memikir kearah yang lebih lanjut lagi pilihan tersebut adalah suatu pilihan yang justru bisa sangat memberatkan bagi sebagian orang yang dalam hal finansial kurang mampu. Pengobatan medis sendiri dianggap tidak murah bagi sebagian orang. Perbuatan pekerja medis banyak sekali yang menjadi keluhan masyarakat, tidak sedikit pula yang merasa tidak puas dengan tindakan para pekerja medis tersebut. Menurut sebagian orang yang merasa dirugikan adalah mereka merasa tidak sebanding antara pelayanan dan uang yang mereka keluarkan.

C. Kelalaian yang dilakukan Oleh Pekerja Medis Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance. Malfeasanceberarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut

sudah improper).Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. Nonfeasanceadalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses) yang telah diuraikan sebelumnya, namun pada kelalaian harus memenuhi ke-empat unsur kelalaian dalam hukum - khususnya adanya kerugian, sedangkanerror tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan 12

dampak buruk. Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orangper-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.10 Kelalaian yang dilakuan oleh pekerja medis adalah kelalaian yang dilakukan oleh ahlinya dan tentu saja dalam melakukan sebuah pengobatan pekerja medis melakukan dengan kehati-hatian. Jadi menurut konsep yang dikemukakan bahwa kelalaian oleh pekerja medis murni kelalaian. Banyak sekali kelalaian yang dilakukan oleh pekerja medis terurama dalam bedah atau pun anestesi. Dalam bedah sering terjadi pula organ yang seharusnya tidak perlu dibedah justru dilakukan pembedahan. Hal tersebut sering kali ditutup-tutupi oleh pihak yang merasa bersalah. Sebab jika sampai hal tersebut tersebar mungkin akan terjadi banyak sekali spekulasi yang muncul bahwa dokter yang menangani adalah dokter yang tidak ahli dibidangnya dan instansi yang menaunginya (dalam hal ini rumah sakit) ikut mendapat jelek. Pihak yang mengetahui hal yang dilakukan oleh pekerja medis juga ikut menutup-nutupi hal tersebut, mungkin tidak menutupi tapi lebih kepada acuh atau tidak peduli dengan tindakan yang merugikan tersebut. Dampak Dari Kelalaian Tenaga Kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sudah terdapat pasal dalam Undang-undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain

10

http://www.freewebs.com/malprate/malpraktikkedokteran.htm

13

itu ada juga pasal yang menjelaskan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak bagi masyarakat11. Mall praktik, dan kelalaian yang akan selalu menimbulkan kerugian bagi pasien. Kerugian yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan. Jadi unsur kerugian ini sangat berhubungan erat dengan unsur hubungan sebab-akibat. Kerugian dapa merupakan kerugia materiil dan kerugian immaterial. Kerugian materiil sifatnya dapat berupa kerugian yang nyata dan kerugian sebagai akibat kehilangan sesuatu. Kerugian yang nyata adalah real cost atau biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan penyakit atau cedera yang diakibatkan, baik yang telah dikeluarkan sampai saat gugatan diajukan maupun biaya yang masih akan dikeluarkan unyuk

perawatan/pemulihan. Kerugian juga dapat berupa kerugian akibat hilangnya kesempatan untuk memperoleh penghasilan. Kerugian lain yang lebih sulit dihitung adalah kerugian immaterial sebagai akibat dari sakit atau cacat atau kematian seseorang. Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya berbagai kelalaian yang dimungkinkan terjadi, diharapkan tenaga medis dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati. Tenaga medis hendanknya gegabah dengan memberikan menjanjikan ataun member garansi akan keberhasilan upayanya. Mencata semua tindakan yang dilakukan dalam rekaman medis juga merupakan salah satu hal penting untuk menghindari terjadinya kesalahan. Apabila terjadi keragu-raguan, tenaga medis sebaiknya berkonsultasi kepada senior atau dokter senior. Diperlukan sikap dalam memperlakukan paasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya dan selalu menjalin komunikasi yang baik dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

11

http://www.analisadaily.com/news/read/2011/10/22/18221/tanggung_jawab_rumah_saki t_atas_kelalaian_medik/

14

BAB III METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban). Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti. Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk menarik azas-azas hukum (rechsbeginselen) yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun hukum positif tidak tertulis.

B. METODE PENDEKATAN Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan normative yang disesuaikan dengan kondisi sebenarnya dan mengenai solusi yang bisa dicapai

C. LOKASI PENELITIAN Penentuan dan pembatasan lokasi penelitian dimaksudkan untuk memperjelas ruang lingkup penelitian sehingga dapat terarah dan memperoleh hasil yang diharapkan. Lokasi penelitian ini dilakukan di diberbagai tempat yang menyediakan bahan unyuk menyelaesaikan laporan ini dan juga untuk mencari sumber-sumber yang tepat yang digunakan untuk mencari solusi yang sesuai. 15

D. DATA PENELITIAN Jenis Data Jenis sumber data yang dimaksud adalah menyangkut informasi yang dapat memperkaya dan informasi tentang permasalahan yang menjadi perhati peneliti. Sumber yang diharapkan mampu menyediakan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu : a. Data sekunder, yaitu data data yang diperoleh dari buku buku tentang kealpaan dan malpraktik, serta tindakan hukum yang sesuai untuk memperjelas kasus jika terjadi suatu malpraktik. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui : a. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi Studi kepustakaan dan dokumentasi adalah teknik deskriptif analisis yaitu metode yang menggunakan buku literatur, artikel, jurnal ilmiah, pendapat para ahli serta dokumen lain yang relevan dengan penelitian ini sehingga dapat digunakan sebagai pedoman penulisan laporan penelitian ini.

E. POPUASI DAN SAMPEL Hasil Sensus Penduduk 2010 tercatat jumlah penduduk Kota Malang sebesar 820.243 jiwa, yang terdiri dari 404.553 jiwa penduduk laki-laki dan 415.690 jiwa penduduk perempuan. Jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 laju pertumbuhan penduduk tahun 2010 sebesar 0,80 persen. Dari struktur penduduk Kota Malang perbandingan antara penduduk laki-laki denganperempuan sebesar 97,32%, artinya dari 9798 penduduk laki-laki dari 100 penduduk perempuan. Struktur penduduk Kota Malang jika dilihat dari bentuk piramida penduduk maka penduduk Kota Malang dikategorikan sebagai pendudukintermediate (umur median sebesar 23,19, umur tersebut masuk kelompok 20-29 tahun yang dikategorikan sebagai penduduk intermediate). Sedangkan dilihat dari struktur berdasarkan pirmaida penduduk, maka penduduk Kota Malang di golongkan sebagai penduduk Tua ( persentase jumlah 16

penduduk kelompok umur 15-64 tahun sebesar 72% lebih besar dari 60% maka masuk kelompok penduduk tua). Jika struktur umur dikaitkan dengan kemampuan

penduduk berproduksi secara ekonomi maka 38-39 penduduk usia produktif akan menangung 100 penduduk usia muda dan usia lanjut. Hal ini ditunjukkan dari besaran angka ketergantungan penduduk Kota Malang sebesar 38,76%. Apabila dilihat dari luas wilayah Kota Malang yang memiliki luas 110,06 Km2dengan jumlah penduduk 820.243 jiwa, maka kepadatan penduduk Kota Malang sebesar 7.453 jiwa/Km2. Sedangkan penyebaran kepadatan penduduk di Kecamatan dapat dilhat pada Gambar peta kepadatan penduduk Kota Malang. Kepadatan penduduk paling besar berada di Wilayah Kecamatan Klojen (11.994jiwa/Km2). Sedangkan yang terendah berada di Wilayah Kecamatan Kedungkandang (4.374 jiwa/Km2 ).12 Dari jumlah penduduk yang sudah dijelaskan diatas, penulis ingin memperjelas kondisi dimana seorang tersebut apabila terjadi suatu kesalahan yang diakibatkan oleh pekerja medis dalam menangai pasien yang berada di kota malang ini. Penulis tidak akan melakukan penelitian yang terlampau jauh, penulis pertama melakukan penelitian untuk daerah malang saja. Jika sudah terjadi suatu perubahan dimungkinkan penulis akan bergerak ke raung lingkup yang lebih besar lagi.

F. TEKNIK ANALISIS DATA Dari data yang diperoleh penulis mendapat banyak sekali istilah dan bahan yang digunakan untuk menyelesaikan laporan ini. Dengan banyak sekali bahan yang diperoleh baik dari bahan cetak atau pun dari bahan media on line penulis dapa membuat suatu kesimpulan dan dapat membuat suatu rumusan materi.

12

http://malangkota.bps.go.id

17

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tindakan Yang Dikatakan Malpraktik Pengertian dari malpraktek kedokteran adalah sebuah proses yang melibatkan kesalahan prosedur penanganan seorang pasien yang dilakukan oleh dokter. Kesalahan yang dimaksud diantaranya adalah kesalahan pada diagnosa, kesalahan pemberian obat, kesalahan pemberian terapi atau kesalahan penanganan pasien oleh dokter. Dalam semua kasus malpraktek kedokteran, pasien tentu adalah pihak yang dirugikan. Kerugian yang ditanggung tidak hanya secara materil, namun lebih dari itu bisa saja berupa kerugian secara kejiwaan dan mental pasien beserta keluarga. Malpraktik juga dapat dikatakan suatu tuindakan yang dilakukan oleh seorang dokter dalam menagani pasien tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Tindakan yang dikatakan malpraktik sendiri adalah tindakan yang mengakibatkan kondisi pasien yang ditangani semakin buruk. Kondisi ini bisa kondisi cacat permanen atau bahkan sampai meninggal dunia. Karena ketidaktahuan pasien dalam hal ini mengakibatkan pasien menjadi menerima kondisi yang dihasilkan oleh tindakan dokter. Tidak menanyakan mengapa terjadi demikian. Kebiasaan yang pasrahlah yang dilakukan oleh pasien menjadi tindakan malpraktik tidak diketahui oleh banyak orang. Justru seharusnya tindakan tersebut dilaporkan sehingga setiap dokter yang menangani akan semakin berhati-hati dalam menangani pasiennya. Malpraktik sendiri seharusnya juga dapat dihindari dengan perbuatan dokter yang berhati-hati. Hati-hati adalah salah satu cara terbaik untuk menghindari perbuatan malpraktik.

B. Malpraktik Tidak Ditindak Secara Tegas Beberapa tahun belakangan kita sering mendengar istilah malpraktek yang dilakukan oleh dokter. Malpraktek ini dapat berakibat ringan atau bahkan fatal bagi pasien. Tidak jarang 18

terjadi kasus malpraktek bisa mengancam eksistensi jiwa seseorang yang berakibat pada hilangnya nyawa. Jika ternyata tidak meninggal, bisa juga menimbulkan dampak cacat permanen pada tubuh seorang pasien korban malpraktek. Di negara kita tercinta Indonesia, hak pasien dalam kasus malpraktek belum digunakan sepenuhnya oleh para korban malpraktek. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan masyarakat sebagai pasien di Indonesia yang kurang paham dengan aturan yang tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan, dimana hak pasien dijamin dalam mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan aman. Selain karena sosialisasi Undang-Undang yang kurang dilakukan oleh instansi terkait, tingkat pendidikan masyarakat di kalangan menengah kebawah juga tidak cukup mampu untuk memahami kompleksitas sebuah Undang-Undang. Maka dari itu banyak pasien yang pada akhirnya hanya pasrah menerima nasib ketika mendapatkan masalah ketika menggunakan layanan kesehatan, utamanya sebagai korban malpraktek. Hal ini masih ditambah lagi dengan sikap apatisme berbagai kalangan masyarakat tentang sistem hukum Indonesia yang hanya tajam ke bawah, alias tidak adil. Contoh kasus yang mungkin masih hangat di ingatan kita adalah seorang ibu bernama Prita Mulyasari yang justru dituntut mencemarkan nama baik RS, hanya karena ia bercerita tentang malpraktek yang menimpa dirinya. Ini membuat masyarakat semakin takut berurusan dengan pihak berkuasa Hal diatas tersebut yang mendasari bahwa tidak pernah ada tindakan tegas yang dilakukan untuk menanggulangi perilaku atau perbuatan pekerja medis dalam menangani pasiennya atau orang yang akan disembuhkan jika terjadi suatu kecelakaan. Penegak hukum dalam hal seperti ini harusnya ada andil besar untuk menyelesaikan kasus yang seperti ini. Dengan membuat suatu penafsiran hukum yang diambil dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai kelalaian. Malpraktik tersebut dapat dikatakan suatu kelalaian karena malpraktik adalah suatu tindakan yang lalai. Sebenarnya tindakan malpraktik adalah tindakan yang tidak sengaja dilakukan oleh para pekerja medis tetapi menimbulkan dampak yang sangat besar yang diperoleh oleh para pasiennya.

19

Adapun jenis-jenis malpraktik 1. Malpraktek Etik Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan da dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter. Ngesti Lestari berpendapat bahwa malpraktek etik ini merupakan dampak negative dari kemajuan teknologi kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran yang sebenarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat, lebbih tepat dan lebih akurat sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata memberikan efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping ataupun dampak negative dari kemajuan teknologi kedokteran tersebut antara lain :

Kontak atau komunikasi antara dokter dengan pasien semakin berkurang Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis. Harga pelayanan medis semakin tinggi, dsb.

Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang merupakan malpraktek etik ini antara lain :

Dibidang diagnostic

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun karena laboratorium memberikan janji untuk memberikan hadiah kepada dokter yang mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut.

Dibidang terapi

Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik. 1. Malpraktek Yuridik Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridik ini menjadi : 1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice) 20

Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien. Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa :

Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melaksanakannya. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti :

Harus ada perbuatan (baik berbuat naupun tidak berbuat) Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak tertulis) Ada kerugian Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang melanggar hukum dengan kerugian yang diderita. Adanya kesalahan (schuld)

Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsure berikut :

Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.

Namun adakalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya kelalaian dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitor yang artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat kain kasa yang tertinggal dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya kain kasa tersebut timbul komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan operasi kembali. Dalam hal demikian, dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya. 1. Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice) Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.

21

1. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional) Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis, euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar. 1. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness) Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakn tanpa disertai persetujuan tindakan medis. 1. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence) Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi yang didalam rongga tubuh pasien. 1. Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice) Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum Administrasi Negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya, manjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik. Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana Untuk memidana seseorang disamping orang tersebut melakukan perbuatan yang dilarang dikenal pula azas Geen Straf Zonder Schuld (tiada pidana tanpa kesalahan). Azas ini merupakan hukum yang tidak tertulis tetapi berlaku dimasyarakat dan juga berlaku dalam KUHP, misalnya pasal 48 tidak memberlakukan ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan pidana karena adanya daya paksa. Oleh karena itu untuk dapat dipidananya suatu kesalahan yang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban dalam hukum pidana haruslah memenuhi 3 unsur, sebagai berikut : 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada petindak artinya keadaan jiwa petindak harus normal. 2. Adanya hubungan batin antara petindak dengan perbuatannya yang dapat berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa). 3. Tidak adanya alas an penghapus kesalahan atau pemaaf. C. Dokter Tidak Pernah Meminta Izin Terlebih Dahulu Kepada Pasien Untuk Melakukan Suatu Pengobatan

22

Kedudukan pasien yang hanya sebagai pihak yang tergantung pada dokter yang menyebabkan hal tanpa izin berlaku. Karena pasien hanya bisa menerima apa yang dilakukan oleh dokter. Karena kurangnya komunikasi antara penyedia jasa dengan penerima jasa lah yang juga mengakibatkannhal tersebut terjadi. Izin tersebut biasanya dikatakan oleh dokter sebagai pilihan terakhir yang dilakukan oleh pekerja medis tanpa ada pilihan lain. Sebagai seorang dokter seharusnya member beberapa pilihan pengobatan agar tidak terjadi suatu kesalahan atau kesalahan tersebut dapat diminimalisisasi dan dengan komunikasi dalam hal izin kepada pasien juga adalah merupakan salah satu caranya. Kedudukan pasien yang semula hanya sebagai pihak yang bergantung pada dokter dalam menentukan cara penyembuhan (terapi) kini berubah menjadi sederajat dengan dokter. Dengan demikian dokter tidak boleh lagi mengabaikan pertimbangan dan pendapat pihak pasien dalam memilih cara pengobatan termasuk pendapat pasien untuk menentukan pengobatan dengan operasi atau tidak. Akibatnya apabila pasien merasa dirugikan dalam pelayanan dokter maka pasien akan mengajukan gugatan terhadap dokter untuk memberikan ganti rugi terhadap pengobatan yang dianggap merugikan dirinya. Dokterpun bereaksi, tindakan-tindakan penuntutan dipengadilan itu mereka anggap sebagai ancaman. Penerapan hukum dibidang kedikteran dianggap sebagai intervensi hukum. Mereka mengemukakan bahwa KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) sudah cukup untuk mengatur dan mengawasi dokter dalam bekerja, sehingga tidak perlu lagi adanya intervensi hukum tersebut. Lebih jauh dari itu kekhawatiran paling utama adalah profesi kedokteran akan kehilangan martabatnya manakala diatur oleh hukum. Dokter merasa resah dan merasa diperlakukan tidak adil sehingga mereka menuntut perlindungan hukum agar dapat menjalankan profesinya dalam suasana tentram. Sampai sekarang yang mereka persoalkan adalah perlindungan hukum dan bukan mengenai masalah tanggung jawab hukum serta kesadaran hukum dokter dalam menjalankan profesinya. Hal ini menunjukan kurangnya pengertian mengenai Etika dan Hukum dalam kalangan dokter. Demikian juga kerancuan pemahaman atas masalah medical malpractice, masih sering dianggap pelanggaran norma etis profesi saja yang tidak seharusnya diberikan sanksi ancaman pidana.

23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari judul yang diangkat adalah malpraktik merupakan perbuatan pekerja medis yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Malpraktik merupakan kelalaian yang dilakukan oleh pekerja medis. Hal tersebut banyak terjadi karena kurangnya komunikasi antara dokter dengan pasien sehingga pasien akan hanya menerima tindakan yang dilakukan oleh dokter. Sekalipun pasien atau keluarganya mengetahui bahwa kualitas pelayanan yang diterimanya kurang memadai, seringkali pasien atau keluarganya lebih memilih diam karena kalau mereka menyatakan ketidak puasannya kepada dokter, mereka khawatir kalau dokter akan menolak menolong dirinya yang pada akhirnya bisa menghambat kesembuhan sang pasien. Walapun demikian tidak semua pasien memilih diam apabila pelayanan dokter tidak memuaskan dirinya ataupun keluarganya terutama bila salah satu anggota keluarganya ada yang mengalami cacat atau kematian setelah prosedur pengobatan dilakukan oleh dokter. Berubahnya fenomena tersebut terjadi karena perubahan sudut pandang terhadap dokter dengan pasiennya.

B. SARAN Seharusnya ada komunikasi yang baik antara pekerja medis dengan pasien. Harus ada prosedur yang tepat yang diambil untuk menangani pasien.

24

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menghindari perbuatan malpraktik. Cara menghindari malpraktek dokter Untuk menghindari kejadian malpraktek, ada hal yang harus kita perhatikan, yakni diantaranya adalah:

Pilih tempat pengobatan (RS atau Klinik) yang memiliki reputasi cukup baik. Jangan hanya mempertimbangkan jarak dengan rumah sebagai dasar memilih tempat berobat. Jangan ragu memilih di tempat yang jauh asalkan reputasinya bagus, meskipun di dekat rumah anda ada layanan kesehatan tetapi belum jelas reputasinya. Ketika pasien melakukan rawat inap, akan ada dokter yang ditunjuk untuk menangani pasien. Jangan ragu untuk meminta dokter yang anda percayai kepada pihak manajemen, apalagi jika anda merasa ragu dengan dokter yang menangani pasien yang anda bawa. Jangan takut untuk bertanya kepada dokter mengenai tindakan medis yang dilakukan. Menurut UU Kesehatan, keluarga pasien berhak tahu apa saja tindakan medis yang dilakukan dokter kepada pasien. Jangan ragu untuk bertanya mengenai diagnosa, dasar tindakan medis dan apa manfaat dari tindakan medis yang dilakukan oleh dokter tersebut. Jangan takut untuk bertanya kepada dokter obat yang diberikan kepada pasien. Sebagai keluarga, anda berhak tahu dan dilindungi oleh UU Kesehatan. Hal ini karena tidak jarang ada oknum dokter hanya mengejar komisi dari perusahaan distributor obat sehingga memberikan obat yang lebih banyak atau bahkan tidak diperlukan kepada pasien.

25

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran http://www.artikata.com/arti-350142-sengaja.html http://everythingaboutortho.wordpress.com/2008/06/28/malpraktik-sejauh-mana-kita-sebagaiseorang-dokter-memahaminya/ http://malprate.webs.com/malpraktikkedokteran.htm http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_hukum http://malprate.webs.com/malpraktikkedokteran.htm RidwanAZ.com.htm http://dc309.4shared.com/doc/Olit7HOx/preview.html http://danialprasko.blogspot.com/2010/08/kesalahan-dan-kelalaian.html http://www.freewebs.com/malprate/malpraktikkedokteran.htm http://www.analisadaily.com/news/read/2011/10/22/18221/tanggung_jawab_rumah_sakit_atas_k elalaian_medik/

26

You might also like