You are on page 1of 34

PENYUSUN YURIKE NATALIE ( 030.08.266 ) PEMBIMBING dr. Moch.Nagieb, Sp.

OT

IDENTITAS

PASIEN : Acep Rona : 16 tahun : Laki-Laki : Jl Pegangsaan Dua No 55 Rt 03 Rw 01 : Belum Menikah : Pelajar : Jawa : SMK : 29 Juli 2012

Nama Usia Jenis Kelamin Alamat Status Pekerjaan Suku Pendidikan Tanggal Masuk RS

Diambil dari autoanamnesis tanggal 29 Juli 2012

Keluhan Utama: Sakit di paha kanan

Keluhan Tambahan (-)

Pasien datang pada tanggal 29 Juli 2012 dengan orangtua nya. Pasien mengeluh nyeri di paha kanan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan hanya pada satu tempat dan tidak menjalar ke daerah lain. Pasien mengaku bahwa 3 bulan yang lalu mengalami patah tulang, dikarenakan saat Pasien mengendarai motor dengan kecepatan 40 km/jam menabrak motor yang ada didepannya lalu Pasien terjatuh ke arah kanan. Pasien mengaku memakai helm, pada saat kejadian kaki tidak bisa diangkat, pada daerah paha tampak bengkak dan sakit, tidak pingsan, tidak pusing, tidak muntah, tidak sesak, tidak nyeri pada perut, tidak ada perdarahan. Pasien juga mengaku tidak BAK dan BAB secara spontan pada saat kejadian. Setelah kejadian Pasien dibawa ke rumah sakit Intan Barokah, Karawang lalu di rumah sakit menurut Pasien , dokter IGD menjelaskan bahwa harus dilakukan operasi pemasangan pen namun kakak Pasien menakut-nakuti Pasien dengan mengatakan tidak akan memberi obat bius sehingga Pasien ketakutan dan menolak untuk dilakukan operasi dan hanya dilakukan tindakan bidai. Pasien akhirnya pulang hari itu juga ke rumah dan dengan saran kakak nya Pasien dibawa ke dukun pijat.

Awalnya ke dukun pijat di daerah Karawang, dikatakan harus membayar Rp 25.000.000,- sampai sembuh namun karena keluarga tidak mempunyai duit sebanyak itu maka keluarga memutuskan untuk hanya menginap 4-5 hari dengan biaya Rp 1.200.000,-. Lalu Pasien pulang ke rumah dan memanggil tukang pijat 1 minggu 2x pijat dengan biaya Rp. 300.000,-. Setelah itu Pasien dibawa ke kampung dan diurut kembali oleh tukang urut dengan biaya Rp 50.000,- seminggu, menurut tukang urut ini, Pasien diharuskan memakai tongkat. Lalu ketika Pasien harus masuk sekolah, Pasien pergi dari kampung dan balik ke Karawang, sehingga Pasien pergi ke tukang urut di Karawang 3 hari sekali dengan biaya Rp 30.000,- per 3 hari, dan menurut tukang urut ini Pasien dilarang untuk memakai tongkat sehingga Pasien tidak memakai tongkat lagi namun karena Pasien tidak merasa ada perubahan pada kakinya sehingga setelah beberapa kali ke tukang pijat ini, Pasien tidak datang lagi.

Suatu

ketika saat di sekolah Pasien merasa paha kanan nya sangat sakit dan akhirnya Pasien dibawa ke dukun patah tulang Guru Singa, ketika diperiksa dikatakan bahwa mereka tidak menjamin 100% kesembuhan Pasien lalu menyarankan untuk dirujuk ke Rumah Sakit, dan karena keluarga lebih gampang mengurus surat untuk ke RSUD Koja, maka keluarga memasukkan Pasien ke RSUD Koja. Pasien dipijat oleh dukun pijat 20 kali.

Riwayat Penyakit Dahulu : Os mengaku selama 3 bulan, Os dipijat oleh dukun pijat 20 kali, penyakit lain disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama. Riwayat penyakit hipertensi,kencing manis, asma dan keganasan pada anggota keluarga disangkal oleh OS
Riwayat Pengobatan : Selama 3 bulan, Os dipijat oleh dukun pijat 20 kali. Riwayat Kebiasaan : Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Os rajin berolahraga seperti karate.

Keadaan Umum Kesadaran Tanda-tanda vital

Tinggi Badan Berat Badan Keadaan Gizi

: tampak sakit ringan : compos mentis : Tekanan Darah Nadi Pernapasan Suhu : 155 cm : Baik

: 120/70 mmHg : 88x/menit : 18x/menit : 36C


: 45 kg

Status Generalis : Kepala Normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak terdapat jejas maupus benjolan Mata Bentuk normal, simetris, pupil bulat dan isokor, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak lagsung (+/+). Telinga Normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, sekret (-/-), serumen (+/+), membran timpani utuh, benda asing (-/-). Hidung Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-), tidak hiperemis, sekret (-/-). Mulut Bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi- geligi dalam batas normal, oral hygiene baik.

Leher Inpeksi : jejas (-), oedem (-), hematom (-) Palpasi :Bentuk normal , tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, nyeri tekan (-) Thorax Paru Paru Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-), jejas (-),oedem (-), hematom (-), deformitas (-) Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-/-) Perkusi : sonor di kedua lapang paru Auskultasi: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Jantung Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-) Abdomen Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-) Auskultasi : bising usus (+) Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut (-), defense muscular (-) Perkusi : timpani, shifting dullness (-) Genitalia Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri Ekstremitas Lihat status lokalis

Status lokalis regio femur dekstra : Look : (+) pembengkakan di tungkai atas kanan; (-) angulasi; (-) rotasi

(+) deformitas
Feel : (+) pembengkakan di tungkai atas kanan, 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal, teraba keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2

Apperant Lenght

Kanan 65

Kiri 68

True Lenght

Kanan 84

Kiri 87

Anatomical Lenght

Kanan 37

Kiri 40

Move : (-) krepitasi


ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri

Fraktur

tertutup Femur dekstra

Tanggal 29 Juli 2012, jam 11.11 WIB Hematologi Hb : 13,9 (13,7-17,5 g/dl) Leukosit : 8.300 (4.200-9.100/ul) Hematokrit : 44 (40-51 %) Trombosit : 330.000 (163.000-337.000/ul)

Dilakukan

foto rontgen regio Femur dextra dan foto thoraks PA

Diagnosis Kerja Malunion 1/3 Femur Distal Dextra Dasar diagnosis : Malunion 1/3 Femur Distal Dextra karena pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien saat kejadian tidak dapat mengangkat kakinya dan dalam 3 bulan tidak dibawa ke RS hanya dibawa ke dukun pijat. Pada foto rontgen juga dapat dilihat adanya fraktur pada 1/3 femur distal dextra dan sudah terdapat pemendekkan pada kaki kanannya.

Tindakan Operatif : a. Refrakturisasi Kallus b. Pasang Skeletal Traction

c. ORIEF

Medikamentosa

Infus RL : D5 NaCl = 1:3/24 jam Sopirom 2x1 g Hypobac 3x500 mg Ketopain 3x1 g
Non Medikamentosa

Diet Bebas

Foto

regio femur dekstra setelah dilakukan refrakturisasi

Ad Vitam : ad bonam Ad Fungsionam : dubia ad bonam Ad Sanationam : dubia ad bonam

A. Fraktur Femur Definisi Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur terbuka.

Epidemiologi Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam pengolahan komputer, telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990). Angka pertama menunjukkan tulang yaitu : 1. Humerus 2. Radius/Ulna 3. Femur 4. Tibia/Fibula
Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu : 1. Proksimal 2. Diafiseal 3. Distal 4. Maleolar

Etiologi Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat : Peristiwa trauma tunggal Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

Kekuatan dapat berupa : 1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral 2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang 3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu kupu berbentuk segitiga yang terpisah 4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq pendek 5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar benar menarik tulang sampai terpisah

Tekanan yang berulang ulang Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan berulang ulang. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik) Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget )

Klasifikasi Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam : a. FRAKTUR COLLUM FEMUR: Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam : Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu : tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa) Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi : - tertutup - terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ; Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar. Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar. Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah) d. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak anak) e. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. f. FRAKTUR INTERCONDYLAIR Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. g. FRAKTUR CONDYLER FEMUR Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

Gambaran Klinik Riwayat Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung. Tanda tanda umum : Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk mencari bukti ada tidaknya 1. Syok atau perdarahan 2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau visera 3. Penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget) Tanda tanda lokal a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi dibagian distal cedera.

Diagnosis Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan Pemeriksaan fisik : - Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka - Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan - Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi dibagian distal cedera. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar x pada pelvis dan tulang belakang.

Komplikasi a. Early : Lokal : - Vaskuler : compartement syndrome Trauma vaskuler - Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer sistemik : emboli lemak - Crush syndrome - Emboli paru dan emboli lemak b. Late : - Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal - Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih dari normal - Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu - Kekakuan sendi/kontraktur

Penatalaksanaan Terapi konservatif : - Proteksi - Immobilisasi saja tanpa reposisi - Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips - Traksi Terapi operatif - ORIF Indikasi ORIF : - Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi - Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup - Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan - Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi - Excisional Arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi - Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore Tindakan debridement dan posisi terbuka

Penyembuhan fraktur : Fase Peradangan : Pada saat fraktur ada fase penjendalan dan nekrotik di ujung atau sekitar fragmen fraktur, proses peradangan akut faktor eksudasi dan cairan yang kaya protein ini merangsang lekosit PMN dan Makrofag yang fungsinya fagositosis jendalan darah dan jaringan nekrotik Fase Proliferasi : Akibat jendalan darah 1 2 hari terbentuk fibrin yang menempel pada ujung ujung fragmen fraktur, dimana fibrin ini berfungsi sebagai anyaman untuk perlekatan sel sel yang baru tumbuh sehingga terjadi neovaskularisasi dan terbentuk jaringan granulasi atau procallus yang semakin lama semakin memadat sehingga terjadi fibrocartilago callus yabg bertambah banyak dan terbentuklah permanen callus yang tergantung banyak atau sedikitnya celah pada fraktur. Fase Remodelling Permanen callus diserap dan diganti dengan jaringan tulang sedangkan sisanya direabsorbsi sesuai dengan bentuk dan anatomis semula.

Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalianfungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

Metode reduksi : Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidaiatau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi danmenstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Rontgen harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. Traksi Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksidisesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikansedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah

Metode pemasangan traksi antara lain : a. Traksi manual Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency b. Traksi mekanik, ada 2 macam : - Traksi kulit (skin traction) Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg. - Traksi skeletal Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepitmelalui tulang / jaringan metal.

1. 2. 3. 4. 5.

Kegunaan pemasangan traksi antara lain: Mengurangi nyeri akibat spasme otot Memperbaiki & mencegah deformitas Immobilisasi

Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)


Mengencangkan pada perlekatannya Prinsip pemasangan traksi : Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.

Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agarreduksi dapat dipertahankan
Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus. Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai. Traksi yang dipasang harusbaik dan terasa nyaman. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Denganpendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kanfragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi

Kegagalan penyatuan fragmen fraktur sepenuhnya. Setelah periode penyatuan yang jauh lebih lama daripada periode normal Ada 2 tipe : 1. Fibrous non union Hanya terjadi penyatuan jaringan fibrosa. Masih dimungkinkan adanya potensi penyatuan tulang jika diimobilisasi secara rigid dalam waktu yang cukup dan penghambat penyembuhan fraktur seperti infeski diberantas. Jika pada pemeriksaan radiologis didapatkan ujung tulangyang sklerosis, ahli bedah harus mengindkusi penyatuan dengan cangkok tulang autogen 2. Psedu arthrosis Gerakan terus-menerus pada fragmen fraktur merangsang pembentukan sendi palsu (pseudo arthrosis ) yang komplit dengan kapsul yang menyerupai kapsul synovial ( rongga lengkap dengan cairannya ). Non union yang terjadi tidak dapat disatukan bahkan dengan imobilisasi yang lama sehingga dibutuhkan cangkok tulang. Cangkok tulang konselus autogen lebih efektif daripada cangkok kortex luas. Penyebab : Distraksi dan pemisahan fragmen Interposisi jaringan lunak diantara fragmen-fragmen Terlalu banyak gerakkan pada garis fraktur Persendian darah lokal buruk Gejala klinis : Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Nyeri, memar dan pembengkakkan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak. Deformitas jauh lebih mendukung.

Jika interval waktu antara terjadinya trauma dan waktu penyambungan tulang telah cukup tetapi berdasarkan hasil rontgen dan gejala klinis tulang masih belum menyatu. Faktor-faktor yang menjadi penyebab antara lain:
Reduksi yang tidak adekuat
Gangguan jaringan lunak Imobilisasi yang tidak adekuat Gangguan pembentukan tulang

Manajemen pembedahan yang kurang baik


Fiksasi interna yang tidak adekuat

Fragmen tulang menyatu pada posisi yang tidak memuaskan (angulasi, rotasi atau pemendekkan yang tidak dapat diterima) Faktor penyebab : Tidak tereduksinya fraktur secara cukup Kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan Kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif Terapi Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi anatomis. Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang panjang atau deformitas rotasional yang nyata mungkin membutuhkan koreksi dengan manipulasi ulang atau membutuhkan osteoptomi dan fiksasi internal. Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang biasanya akan berubah bentuknya sejalan dengan waktu, sedang deformitas rotasional tidak Pada tungkai bawah, pemendekkan lebih dari 2,5 cm jarang dapat diterima oleh pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat diindikasikan.

Rasjad, Chairuddin, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Bintang Lamumpatue Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal: 149-153 Apley, A. G. Dan Louis Solomon, 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Edisi Ketujuh. Penerbit Widya Medika, Jakarta Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara Medisina FK UI< Jakarta, 1987. Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim de Jong, EGC, Jakarta, 1997. Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston. Editor : dr. Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994. Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor : Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC, Jakarta, 1995.

TERIMA KASIH

You might also like