You are on page 1of 40

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KASUS

II. I

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Status Pekerjaan Agama Suku : Nn. Mn : 31 tahun : Perempuan : Kramat jati Rt.01/ Rw.06 : Belum Menikah : Buruh : Muslim : Jawa

II. II ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis pada Selasa, 13 Oktober 2012 pukul 11.15 WIB a. Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kanan sejak 5 bulan lalu

b. Keluhan Tambahan : Mual disertai muntah sejak 7 hari lalu Penurunan nafsu makan sejak 1 bulan lalu

c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poli RS Budi Asih dengan keluhan satu buah benjolan berbetuk bulat pada payudara kanan sejak 5 bulan lalu, benjolan dirasakan bertambah besar. Awalnya benjolan hanya sebesar buah duku dan sekarang bertambah besar kurang lebih sebesar bola tenis. Benjolan keras, sulit digerakkan dari dasarnya, dan nyeri. Pada bagian kulitnya terdapat darah dan nanah yang keluar dari dalan benjolan, sebagian kulit berwarna kehitaman. Besar benjolan tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi pasien. Pasien menyangkal adanya cairan yang keluar

dari puting payudara, kulit berbenjol seperti kulit jeruk, benjolan pada payudara kiri ataupun tempat lain. Nafsu makan pasien menurun sejak 2 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh berat badan pasien menurun, dalam 1 bulan terakhir berat badan pasien turun kurang lebih 2kg dari 44kg menjadi 42kg. Menstruasi 1x setiap bulan, tidak ada nyeri berlebih saat menstruasi, dan menghabiskan 23 pembalut setiap harinya. Pasien juga mengeluh mual disertai muntah sejak 1 minggu lalu, muntah 1-2x/hari berisi cairan bening ataupun makanan yang dimakan pasien sebelumnya. Pasien juga mengeluh nyeri kepala daerah dahi sejak 1 bulan lalu, nyeri kepala hilang timbul dan tidak bertambah berat. Nyeri kepala dirasakan seperti tertekan, tanpa dipengaruhi cahaya ataupun suara. Pasien menyangkal adanya demam, batuk darah, sesak napas, gangguan BAK dan BAB.

d. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Hipertensi, diabetes mellitus, asma, trauma, operasi di daerah dada, terapi radiasi, tumor, dan keganasan disangkal pasien. e. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluaraga pasien yang mengalami hal serupa. Hipertensi, diabetes mellitus, asma, tumor, dan keganasan juga tidak pernah dialami keluarga pasien. f. Riwayat Medikasi Pasien membeli aspirin di toko obat untuk menghilangkan nyeri selama 1 bulan terakhir. Pasien menyangkal adanya penggunaan pil kb atau obat-obatan lain. Riwayat Alergi Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap makanan, obat, ataupun substansi lain. g. Riwayat Kebiasaan

Pasien suka meminum jamu sejak usia 20 tahun. Pasien tidak merokok, tidak meminum alkohol, makan makanan cepat saji, dan jarang berolahraga. h. Riwayat Obstetri Ginekologi Haid pertama pasien saat umur 12 tahun. Saat ini pasien masih haid dengan rutin dan tidak ada gangguan. Pasien belum pernah menikah dan melahirkan. i. Riwayat Lingkungan Pasien tinggal bersama temannya di Jakarta, orang tua pasien berada di Klaten.

II. III PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesan Sakit Kesadaran Gizi BB TB BMI : 42kg : 155cm : 17,5 : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Kurang

Tanda Vital Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan : 100/70 mmHg : 100x/menit : 36,2oc : 24x/menit

Status Generalis Kepala Leher : Normosefali, CA +/+, SI -/: KGB tidak teraba membesar Tiroid tidak teraba membesar JVP 5 cmH2O Thorax : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/ Abdomen : Bising usus (+) 3x/menit, supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema -/Ekstremitas bawah: Akral hangat +/+, edema -/-

Status Lokalis Regio Mammae Dextra Inspeksi Tampak payudara kanan lebih besar daripada payudara kiri, letak putting susu tidak sejajar. Benjolan berbentuk bulat dengan ukuran diameter 10cm terletak pada kuadran kanan atas payudara. Tampak ulserasi berwarna kehitaman pada bagian benjolan, darah (+), pus (+) berbau amis. Tidak terlihat adanya bayangan tumor di bawah kulit yang ikut bergerak . Retraksi putting susu (-) Kulit seperti kulit jeruk (-) Dimpling (-)

Palpasi Benjolan berbentuk bulat terletak pada kuadran kanan atas dengan batas ICS IICS III dan linea midklavikularis dextra linea axillaris anterior. Konsistensi keras, permukaan tidak rata, diameter 8x10 cm. Nyeri tekan(+), Hangat (-), Melekat pada dasar (+), Sekret dari papil saat ditekan (-).

Perabaan KGB Terdapat pembesaran KGB pada KGB axilla, KGB konsistensi keras, dapat digerakan, nyeri tekan (+). KGB supraklavikula, infraklavikula tidak teraba membesar.

II. IV MASALAH Tumor mammae dextra II. V RENCANA PEMERIKSAAN Hematologi

Hb, Ht, Trombosit, Leukosit, LED, Hitung jenis, Waktu perdarahan, Waktu pembekuan, GDS Foto thorax PA Biopsi

II. VI RENCANA PENGOBATAN Medikamentosa Antibiotik Analgetik Anti-muntah : Ceftriaxone : Asam mefenamat : Ondansentron 2x1gr 3x500mg

Non-medikamentosa Edukasi pasien mengenai perjalanan penyakit serta penanganannya, persiapan operasi dan tujuannya, serta tatalaksana berikutnya setelah hasil diketahui. II. VII PROGNOSIS Ad Vitam Ad Fungsionam Ad Sanationam : Dubia ad Malam : Dubia ad Malam : Dubia ad Malam

BAB III ANALISIS KASUS Pasien wanita usia 31 tahun dengan status belum menikah, hal ini menunjukkan faktor risiko keganasan payudara yaitu usia diatas 30 tahun dan belum menikah. Pasien mempunyai keluhan benjolan pada payudara kanan sejak 5 bulan lalu, benjolan dirasakan bertambah besar dengan konsistensi keras, melekat pada dasar, sulit digerakan, nyeri saat di tekan, mengeluarkan darah. Hal ini merupakan ciri dari keganasan pada payudara. Pasien juga menyatakan ukuran benjolan tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi, hal ini menunjukkan bahwa tumor pada payudara tidak dipengaruhi oleh hormone estrogen dan progesteron dimana pada fibroadenoma payudara biasanya akan berpengaruh dengan ukuran dari tumor. Pada anamnesis riwayat obstetric didapatkan salah satu faktor risiko keganasan payudara lain yaitu menarche dibawah usia 12 tahun. Pasien menyangkal adanya riwayat tumor sebelumnya, riwayat tumor pada keluarga, riwayat terkena radiasi, ataupun penggunaan obat-obatan hormonal. Pasien tinggal di Jakarta sedangkan orangtua pasien tinggal di Jawa, hal ini harus diperhatikan karena untuk tatalaksana penyakit kedepannya membutuhkan dukungan dari semua aspek, termasuk dukungan moril. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan dena

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA IV.a Embriologi Payudara

Payudara mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan ectodermal di sepanjang garis yang terbentang dari aksila sampai region inguinal. Setelah lahir, terjadi penurunan kadar estrogen yang merangsang hipofisis untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah yang menimbulkan perubahan pada payudara. IV.b Anatomi Payudara

Batas payudara yang normal terletak anta iga 2 di superior dan iga 6 di inferior, serta linea sternokostal di medial dan linea aksilaris anterior di lateral. Pada bagian lateral atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya kea rah aksila yang disebut penonjolan Spence. Dua pertiga bagian atas mammae terletak dia atas otot pektoralis mayor, sedangkan sepertiga bawahnya terletak di atas otot serratus anterior, otot oblikus eksternus abdominis, dan otot rektus abdominis. Setiap payudara terdiri dari 12-20 lobulus kelenjar, masing-masing mepunyai saluran bernama duktus laktiferus yang akan bermuara ke papilla mammae. Diantara kelenjar susu dengan fasia dan kulit dengan kelenjar terdapat jaringan lemak. Diantara lobules terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi kerangka untuk payudara. Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang asteri perforantes anterior dari arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris, dan beberapa arteri interkostalis. Persarafan payudara berasal dari nervus supraklavikula yang berasal dari cabang ke-3 dan ke-4 pleksus servikal untuk bagian superior. Bagian medial dipersarafi oelh cabang kutaneus lateralis dari nerrvus interkostalis. Bagian kulit dipersarafi oleh cabang pleksus servikal dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri dipersarafi oleh persarafan simpatis. Nervus interkostobrakialis dan nervus kutaneus brakius medialis mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan ats.

Pembuluh limfatik di payudara antara lain kelompok limfatik vena aksilaris, mamaria eksterna, scapular, sentral, subklavikular, dan intrapektoral. Sekitar 75% airan limfatik payudara mengalir ke kelompok limfatik aksila. Saluran limfatik dari seluruh payudara akan dialirkan ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, dan kelenjar aksila bagian dalam dan akan berlanjut ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fossa supraklavikular. IV.c Fisiologi Payudara

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormone. Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa fertilitas, sampai klimakterium, hingga menopause. Fase perkembangan payudara timbul sebagai hasil efek mamotropik sekresi hormone ovarium dan hipofisis anterior. Hormon luteinisasi (LH) gonadotropik dan hormone perangsang folikel (FSH) gonadotropik disekresikan dari sel basophil yang terletak dalam glandula hipofisis anterior. Sel asidofil hipofisis menghasilkan hormone laktogenik luteotropik prolactin (LTH). Jaras neurohormonal dari hipotalamus mempunyai peranan biofeedback untuk produksi dan/atau pelepasan hormone gonadotropik. Dalam payudara adolesen, estrogen memulai pertumbuhan bagian epidermis tunas payudara dengan pertumbuhan ke dalam duktus lactiferus, sel mioepitel dan alveoli parenkim payudara. Efek aditif progesterone memulai perkembangan jaringan asinus (sekresi) payudara. Dengan pembenturkan fungs ovarium siklik dalam pubertas, maka efek mamotropik estrogen menjadi terbukti. Resesus asinus sinus dan ductus perkembangan epitel menjadi lebih terbukti. Lobulus yang tegas dibentuk, unsur stroma membesar dengan pertumbuhan sejajar dan replikasi epitel duktus. Pertumbuhan payudara isometric dengan pembesaran dan pigmentasi putting susu dan areola. Efek aditif estrogen dan progesterone menyokong kelengkapan pembentukan struktur lobules dan asinus payuara matang dalam 12-18 bulan setelah mulainya menarke. Dalam kehamilan, sintesis dan pelepasan susu dimulai sekitar bulan kelima. Laktasi timbul sebagai hasil rangsangan dari LTH yang dilepaskan oleh hipofisis anterior. Pengeluaran susu timbul pada waktu reflex mengisap dari rangsangan langsung dari oksitosisn atas sel mioepitel alveolus payudara.

Dalam menopause, efek estrogen dan progestasional varium berhenti dan dimulai involusi progresif. Regresi ke epitel atrofi atau hipoplastik jelas di dalam duktus dan lobules serta stroma diganti dengan jaringan fibrosa periduktus padat. Pada pemeriksaan payudara pascamenopause sering asimetris dengan ketidakteraturan komponen lobules dan pembentukan kista dalam ukuran bervariasi. Karena kandungan lemak dan fibrostoma periduktus penyokong terdepresi, maka payudara tua menjadi suatu struktur pendulosa, homogeny dengan kehilangan bentuk dan konfiguasi. IV.d Penilaian Penyakit Payudara

Anamnesis Penyebaran informasi sesungguhnya tentang riwayat alamiah dan insidens kanker payudara sring bertanggung jawab untuk kewaspadaan pasien akan penyakit payudara. Penyelidikan terperinci tentang faktor resiko penyerta seperti usia, paritas serta riwayat menstruasi dan menyusui, bersifat penting. Usia menarke dan perubahan siklik dengan menstruasi berkorelasi bermakna dengan penyakit jinak dan ganas. Pertanyaan tentang tindakan bedah sebelumnya, penting untuk memastikan kemungkinan efek penghentian efek sekresi estrogen endogen. Riwayat terapi hormone sebelumnyam yang mencakup kontrasepsi oral dan estrogen eksogen. Nyeri dengan pembengkakan dan rasa penuh payudara dalam masa segera pramenstruasi atau pascamenstruasi menggambarkan lesi payudara sensitive hormone yang jinak. Penyelidikan riwayat penyakit keluarga kanker payudara dan gejala konstitusional yang mencakup penurunan berat badan, demam, hemoptysis, nyeri dada, anoreksia dan nyeri tulang rangka penting bila indeks kecurigaan keganasan tinggi. Pemeriksaan Fisik Inspeksi Dokter seharusnya duduk menghadap pasien yang harus membuka pakaian sampai pinggang serta mengamati simetri dan perubahan kulit seperti fiksasi, elevasi, retraksi, dan warna. Pada inspeksi pasien dapat diminta untuk berbaring dan duduk tegak. Kemudian diamati bentuk kedua payudara, warna kulit, lekukan, retraksi papilla, adanya kulit berbintik sepert kulit jeruk, ulkus

dan benjolan. Cekungan kulit (dimpling) akan terlihat lebih jelas bla pasien diminta untuk mengangkat lengannya lurus ke atas. Palpasi Palpasi lebih baik dilakukan pada pasien yang berbaring dengan bantal tipis di punggung sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan ruas pertama jari telunjuk, tengan, dan manis yang digerakkan perlahan-lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran payudara dengan alur melingkar atau zig-zag. Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika penderita berbaring kadang lebih mudah ditemukan. Perabaan aksila pun lebih mudah dilakukan pada posisi duduk. Palpasi juga dilakukan guna menentukan apakah benjolan melekat ke kulit atau dinding dada. Dengan memijat halus putting susu, dapat diketahui adanya pengeluaran cairan, berupa darah atau bukan. Pengeluaran darah dari puting payudara di luar masa laktasi dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, seperti karsinoma, papilloma di salah satu duktus, dan kelainan yang disertai ektasia duktus. Pemeriksaan Payudara Sendiri Tujuan dari pemeriksaan payudara sendiri adalah mendeteksi dini apabila terdapat benjolan pada payudara, terutama yang dicurigai ganas, sehingga dapat menurunkan angka kematian. Meskipun angka kejadian kanker payudara rendah pada wanita muda, namun sangat penting untuk diajarkan SADARI semasa muda agar terbiasa melakukannya di kala tua. Wanita premenopause (belum memasuki masa menopause) sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan, 1 minggu setelah siklus menstruasinya selesai. Cara melakukan SADARI adalah : 1. Wanita sebaiknya melakukan SADARI pada posisi duduk atau berdiri menghadap cermin. 2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit payudara, dan puting yang masuk. 3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak pinggang untuk mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk memperjelas kerutan pada kulit payudara. 4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.

5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak. Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.

IV.e

Tumor Ganas Payudara

Insidens dan epidemiologi Kanker payudara merupakan kanker tersering pada perempuan (22% dari semua kasus baru kanker pada perempuan) dan menjadi penyebab utama kematian akibat kanker di dunia (14% dari semua kematian kanker perempuan). Saat ini, terjadi peningkatan insindens kanker payudara di Negara-negara yang sebelumnya memiliki insidensi rendah, seperti di Jepang dan Cina. Selain disebabkan oleh perubahan yang signifikan dalam pola hidup masyarakat Asia, peningkatan ini juga turut terjadi berkat kemajuan teknologi diagnosis tumor ganas payudara. Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang, yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 : 1000 wanita tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun. Kurva insidensi Ca mammae menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun. (Henry M.M, Thompson J.N, 2007). Ca mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun

Gambar 2.12 Prevalensi Carcinoma mammae (Henry M.M, Thompson J.N, 2007).

Faktor Risiko Terdapat berbagai faktor yang diperkirakan meningkatkan risiko kanker payudara, antara lain faktor usia, genetik dan familial, hormonal, gaya hidup, lingkungan, dan adanya riwayat tumor jinak. 1. Usia Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita. Satu dari delapan keganasan payudara invasive ditemukan pada wanita berusia di bawah 45 tahun. Dua dari tiga keganasan payudara invasive ditemukan pada wanita berusia 55 tahun. Pada perempuan, besarnya insidens ini akan berlipat ganda setiap 10 taun, tetapi kemudian akan menurun drastic setelah masa menopause.Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause, adapun pada usia sebelum 35 tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara adalah fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah

Grafik 2. Peningkatan Resiko Ca Mammae seiring dengan bertambahnya usia dimulai pada usia 35 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 65 tahun.

2. Ras Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi. 3. Pernah menderita kanker payudara Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae kontralateral. Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun. 4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau pramenopause. Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko lebih meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara. Risiko juga meningkat apabila keluarga menderita kanker bilateral atau saat premenopause.

5. Hormonal Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk

berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan efek protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depotmedroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima

Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan benigna pada mammae-nya
6. Faktor diet

The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena, akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum 7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia atipik). 8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami menarche sebelum usia 12 tahun. 9. Menyusui dan Menopause Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6 bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun. Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanitawanita yang mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35 tahun.

10. Kepadatan Jaringan Payudara

Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat

11. Obesitas Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Sumber estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang. Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita tidak obese. 12. Radiasi Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis, dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative kecil beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar. 13. Paritas dan Fertilitas Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih tinggi untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan kurangnya konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang hamil dan melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan nullipara. 14. Perubahan payudara tertentu

Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS]. 15. Perubahan Genetik Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.

Gambar 2.13 Kuadran mammae (Skandalakis)

Patogenesis Tumorigeneis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih gen regulator minor atau mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa, sel mioepitel dan sel sekretorik lumen. Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam perjalanan menuju keganasan. Hiperplasia ductal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-intinya saling bertumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relative emiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologis jinak. Perubahan dari hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara klinis meningkatkan risiko kanker payudara. Setelah hyperplasia atipik, tahap berikutnya adalah tibulnya karsinoma in situ, baik karsinoma ductal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan menembus membrane basal. Karsinoma insitu lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya, karsinoma in situ ductal merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga memberi penampilan yang beragam. Setelah sel-sel tumor menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi invasive, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan metastasis.

Klasifikasi Kanker Payudara

1. Non invasive carcinoma a) Ductal carcinoma in situ Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker. DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh. DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

A B

Gambar 2.14 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

Gambar 2.15 Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinoma I. Pagets disease dari papilla mammae Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan

pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif. II. Invasive ductal carcinoma a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%) Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi. b. Medullary carcinoma (4%) Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma. c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%) Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.

d. Papillary carcinoma (2%) Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.

e. Tubular carcinoma (2%) Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.

III. Invasive lobular carcinoma (10%) Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine) Tabel 1.2. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien 1 Location Nipple Central Upper inner Lower inner Upper outer Lobular (%) Ductal (%) Combination (%) 2.2 6.0 7.3 3.8 37.0 1.7 5.3 9.2 4.7 36.9 1.9 6.1 8.3 3.9 37.1

Lower outer Axillary tail Overlapping* NOS (not otherwise specified)

5.8 0.8 18.6 18.6

6.4 0.8 18.2 16.8

5.7 0.6 19.9 16.5

*Lesions overlap between two quadrants within the breast.

Staging Kanker Payudara AJCC (American Joint Committee on Cancer) menyusun panduan penentuan stadium dan derajat tumor ganas payudara menurut system TNM.
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer Tumor Primer (T) TX T0 Tis Tis(DCIS) Tis(LCIS) Tumor primer tidak dapat dinilai Tidak ada bukti terdapat tumor primer Carcinoma in situ Ductal carcinoma in situ Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran tumor) T1 T1mic T1a T1b Tumor 2 cm Microinvasion 0.1 Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c T2 T3 T4

Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm Tumor > 5 cm Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini : Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama Kriteria T4a dan T4b Inflammatory carcinoma

T4a T4b

T4c T4d

Kelenjar Getah BeningKlinis (N) NX N0 N1 N2 KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat) Tidak ada metastasis ke KGB regional Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau melekat ke struktur lain sekitarnya. Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N2a

N2b

N3

N3a N3b N3c

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN) pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak dilakukan pemeriksaan patologi) Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0b

pN0(i) pN0(i+)

pN0(mol) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan molekuler (-) (RTPCR) pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan molekuler (+) (RTPCR) pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm) Metastasis ke 1-3 KGB aksila Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN1mi pN1a pN1b

pN1c

pN2

Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm) tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis ke KGB infraklavikula Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak secara klinis Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN2a pN2b

pN3

pN3a

pN3b

pN3c

Metastasis Jauh (M) MX M0 M1 Metastasis jauh tidak dapat dinilai Tidak terdapat metastasis jauh Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas. Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis. Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB. Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn). RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction. SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.

Tabel 1.4. TNM Stage Groupings Stage 0 Stage I Stage IIA Tis T1a T0 T1a T2 Stage IIB T2 T3 Stage IIIA T0 T1a T2 T3 T3 Stage IIIB T4 T4 T4 Stage IIIC Stage IV Any T Any T N0 N0 N1 N1 N0 N1 N0 N2 N2 N2 N1 N2 N0 N1 N2 N3 Any N M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1

Diagnosis a. Anamnesis Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :

1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak b. Puting susu terasa mengeras 2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara b. Puting susu tertarik ke dalam payudara c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk. 3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4) Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)

b. Pemeriksaan fisik 1. Inspeksi Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

Gambar 2. 16 Pemeriksaan Mamae dengan Inspeksi

2. Palpasi Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6

Gambar 2.17 Pemeriksaan Mamae dengan Palpasi

c. Pemeriksaan Penunjang Untuk mendukung pemeriksaan klinis , mamografi dan ultrasonografi dpat membantu deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiologic untuk staging yaitu dengan rontgen thoraks, usg abdomen (hepar), dan bone scanning. Mamografi Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara, sebagai tindak lanjut pascamastektomi (deteksi tumor prime kedua dan rekurensi di payudara kontralateral), dan pasca-breast conserving therapy (BCT) untuk mendeteksi kambuhnya tumor primer kedua (walaupun lebih sering dengan MRI), adanya

adenokarsinoma metastatic dari tumor primer yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrining. Mamografi biasa dilakukan pada wanita diatas 35 tahun karena lebih mudah diinterpretasikan. Temuan mamograf yang menunjukkan kelainan yang mengarah ke keganasan antara lain tumor berbentuk spikula, distorsi atau iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang disertai

pembesaran kelnjar limfe. Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut dengan FNAB, core biopsy, atau biopsy bedah. Ultrasonografi Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan kista dengan tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan payudaranya dapat dipastikan dengan melakukan pemeriksaan sitology aspirasi jarum halus (FNAB), core biopsy, biopsy terbuka, atau sentinel node biopsy. MRI MRI dilakukan pada pasien muda, karena gambaran mamografi kurang jelas pada payudara wanita muda, untuk mendeteksi adanya rekurensi pasca-BCT, mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang dari pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya kurang jelas. Imunohistokimia Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk membantu teraoi target, antara lain pemeriksaan status ER (estrogen receptor), PR (progesterone receptor), c-erbC-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53 (bergantung situasi), Ki67, dan Bcl2. Biopsi Jenis biopsy yang dapat dilakukan yaitu biopsy jarum halus (fine needle aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsy bedah. FNAB hanya memungkinkan evaluasi sitology, sedangkan biopsy jarum besar dan biopsy bedah memungkinkan analisis arsitektur jaringan payudara sehingga ahli patologi dapat menentukan apakah tumor bersifat invasive atau tidak.

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif, kecuali secara klinis,

pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif. Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan costeffective dengan anestesi lokal.7 Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7 Tatalaksana Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu tumor stage Tis3, N0-2, dan M0. Jenis pembedahan kuratif yang dapat dilakukan adalah BCT, mastektomi radikal klasik, mastektomi radikal dimodifikasi, areola, skin-sparing mastectomy, mastektomi radikal extende, masteksomi simple, atau lumpektomi. A. Terapi secara pembedahan 1. Mastektomi partial (breast conservation) Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis. Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara: Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh tumornya saja. Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae yang melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan bebas tumor.

Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant mammae yang mengandung tumor dan kulit yang menutupinya (quadranectomy). Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasien-pasien dengan

tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko kekambuhannya tinggi. 2. Modified Radical Mastectomy Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation) Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa para ahli bedah. Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan. Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss digunakan oleh

Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M. Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat. 3. Total Mastectomy Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae

dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006) B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan) 1. Radioterapi Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi. Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan. (6) 2. Kemoterapi Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil). Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita. Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara. Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara. Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi, tergantung kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama

beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek samping tersebut akan menghilang. Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada: Kanker yang didukung oleh estrogen Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2 tahun setelah terdiagnosis Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita. Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40 tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause. Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium. Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat hormon yang lain. a. Kemoterapi adjuvan Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi adjuvan. Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5fluorourasil dan methotrexate. Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini,

berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. (6) b. Neoadjuvant chemotherapy Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy. Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. (6) 3. Terapi anti-estrogen Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik. 4. Terapi antibodi anti-HER2/neu Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan regimen adriamycin

menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.

Prognosis

Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 19831987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. (6)

BAB V KESIMPULAN

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.

The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
2. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005. 3. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Semarang.2003 4. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2000. Jakarta. 5. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997 6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 7. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. 8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House PVT LTD. 9. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.

The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
10. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S, Wilson R,

Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual. London: Greenwich Medical Media. p 4, 5-6, 12, 20
11. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C, ed.

Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107


12. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second edition.

Elsevier. p 453
13. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed. Atlas of

Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21


14. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder G, ed.

Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 81-82

15. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs Principles of

Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.


16. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Pathology of Benign Breast Disorders. In: Harris J.R,

Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 15
17. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman M.E,

Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34
18. Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second edition.

NewYork: Springer Science and Business Media Inc.


19. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger Atlas of

Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company

You might also like